Ancaman yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua

(1)

ANCAMAN YANG DIRASAKAN

MASYARAKAT YOGYAKARTA DARI KEHADIRAN KELOMPOK PAPUA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Sawilda Triharliani Haeruddin S. 129114147

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

HALAMAN PERSETUJUAIT DOSEN PEMBIMBING

SKRIPSI

AI\CAMAN YA}IG I}IRASAKA}I MASYARAKAT YOGYAKARTA

DARI KEHADIRAN KELOMPOK PAPUA

Disusun oleh:

Pembimbing S

Dr.

ljipto

Susana, M.Si. Yogyakarta,

I

feb*a;

Jo\1

ll

p

{1,

E

h

t\

t?

!

^" e9

w

q

{#


(3)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

ANCAMAN YANG DIRASAKAN MASYARAKAT YOGYAKARTA DARI KEHADIRAN KELOMPOK PAPUA

Dipersiapkan dan Ditulis oleh: Sawilda Triharliani Haeruddin S.

NIM:

l29ll4l47

Telah di Panitia Penguji

,*"{ ,rtf

Itas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Dekan,

Qrr"*

..d

,i \._

\ /,' 'B ,&Jl

l7

tll


(4)

iv

HALAMAN MOTTO

“If you have a garden and a library,

You have everything you need”.


(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan

Untuk Papa dan Mama tercinta, terima kasih mau bersabar.

Untuk kita yang mencari kedamaian. Kedamaian dalam kesetaraan. Menjadi setara. Seimbang. Tidak lebih. Tidak kurang. For love.


(6)

(7)

vii

ANCAMAN YANG DIRASAKAN KELOMPOK YOGYAKARTA DARI KEHADIRAN KELOMPOK PAPUA

Sawilda Triharliani H.S

ABSTRAK

Perasaan terancam antarkelompok merupakan prediktor dari intimidasi, stereotip, prasangka dan sikap negatif antarkelompok lainnya prediktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ancaman yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta. Penelitian ini melibatkan 94 partisipan (usia 18 – 24 tahun) dengan pengambilan data menggunakan angket terbuka. Analisis data menggunakan metode analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif. Hasilnya, ditemukan bahwa masyarakat Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua merupakan ancaman realistik yang menyerang keamanan dan kenyamanan Yogyakarta di mana berdampak pada sikap negatif sosial.


(8)

viii

THREAT PERCEIVED OF YOGYAKARTA CITIZEN

FROM PAPUA’S PRESENCE

Sawilda Triharliani H.S

Abstract

Perceived threat intergroup is predictor of intimidate, stereotype, prejudice and others social negative attitudes. This research aimed to investigate perceived threat of Yogyakarta’s citizen from Papua’s presence in Yogyakarta. Subjects were

94 respondents (18 – 24 years old) whom collected data by completed open-ended

questionnaire. Data analyzed with qualitative content analysis using deductive

approach. The result shows Yogyakarta’s citizen feel threated of Papua’s presence

who attack security and comfortable in Yogyakarta which impact to negative social attitude.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Tidak ada kata yang dapat mewakili rasa syukur atas perjalanan ini. Bersyukur menjadi seorang anak berbekal cinta dan ilmu dari mereka yang selalu ada. Dengan setulus hati, saya panjatkan rasa syukur dan terima kasih ini.

1. Kepada ALLAH SWT. Terima kasih selalu mengasihi Hamba-Mu yang sering lupa ini. Engkau Yang Maha Mendengar, air mata dan keluh-kesahku selalu Engkau pahami. Kemahaan-Mu menyerati hamba selalu. “Maka nikmat

Tuhanmu yang manakah, yang Kau dustakan?” (Ar-Rahman 55:51)

2. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang sudah seperti mother-in-law. Terima kasih telah bersabar membimbing dan mengayomi mahasiswi yang delay ini. Engkau idola!

3. Bunda Ail yang gemar mengajukan pertanyaan mematikan “Bagaimana mi

skripsimu?” So, this is it. I present you, Bun! Kakak Elda, Dinda dan Alfin yang (justru) tidak pernah bertanya. Well, setidaknya kalian tidak membuat saya underpressure. Terima kasih.

4. Mba Haksi (dan Bapak C. Siswa Widiyatmoko, M.Psi) selaku one of my

favorites researcher yang sudah seperti sister-in-law. Terima kasih atas

diskusi dan kritisi yang membangun walau terkadang makjleb. Terima kasih sudah bersedia bermetafora bersama.

5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, dan segenap jajaran Dekanat.

6. Para dosen dan staf Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang tidak hanya memberi ilmu pada saya, tapi juga pelajaran hidup.

7. Para peneliti di seluruh dunia yang berkonstribusi secara langsung maupun tidak dalam penelitian ini. Finally, I have my own research!

8. Google, Bing, dan Science-hub. Terima kasih atas kecanggihan kalian. Menjadi engineer adalah salah satu kesukaanku.


(11)

xi

9. Bang Imo, dan brothers-in-law lainnya yang selalu mendukung dan membuat cerita bersama. Cerita kita belum berakhir, sobat.

10.Para barista terpilih dengan tangan-tangan ajaib. Terima kasih untuk setiap cangkir inspirasi yang kalian sajikan selama karya ini dibuat. Istimewa! 11.Para seniman blues dan indie-folk Yogyakarta yang senantiasa mengiringi

kedipan kursor selama penelitian ini dikerjakan.

12.Para teman seperjuangan dan berbagi cangkir di kota terhangat ini. Terima kasih.

Penulis sungguh menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis meminta maaf atas segala kesalahan dan kelalian yang telah diperbuat, baik kata, sikap maupun tulisan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi menyempurnakan tulisan ini.

Yogyakarta, 2 Januari 2016


(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Dinamika Antar Kelompok ... 8

1. Social Identity dan Group Behavior ... 9


(13)

xiii

B. Ancaman Antar Kelompok ... 11

1. Penyebab Ancaman ... 11

2. Bentuk Ancaman ... 14

3. Dampak Ancaman ... 17

C. Kerangka Konseptual ... 19

BAB III. METODELOGI PENELITIAN ... 21

A. Desain Penelitian ... 21

B. Metode Pengumpulan Data ... 22

C. Partisipan ... 22

1. Usia ... 23

2. Suku ... 24

3. Ketersediaan waktu, tempat dan sukarela ... 24

D. Instrumen Penelitian ... 24

E. Prosedur Pengumpulan Data ... 27

1. Persiapan ... 28

2. Kategorisasi ... 28

3. Analisis ... 29

F. Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 29

1. Reproduksibilitas ... 29

2. Kredibilitas ... 30

G. Uji Kelayakan ... 31

1. Jawaban Rater ... 33

2. Tabulasi Data Hasil Penilaian Rater ... 35

3. Cara Menghitung ... 37

4. Hasil ... 37

BAB IV. PEMBAHASAN ... 38

A. Persiapan Penelitian ... 38

B. Data Informan ... 38

C. Uraian Hasil ... 38

1. Ancaman Realistik ... 41

a. Keamanan ... 43

b. Kesehatan ... 48


(14)

xiv

d. Kekuatan Kelompok ... 49

2. Ancaman Simbolik ... 50

a. Nilai-nilai ... 51

b. Harga Diri ... 52

D. Pembahasan ... 54

BAB V. PENUTUP ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Keterbatasan Penelitian ... 61

C. Saran ... 61

1. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 61

2. Bagi Pemerhati Sosial (Psikolog Sosial atau Sosiolog) ... 62

3. Bagi Masyarakat Yogyakarta ... 62

4. Bagi Kelompok Papua di Yogykarta ... 62


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil uji coba angket ... 26

Tabel 2. Panduan pertanyaan ... 27

Tabel 3. Aspek dan sub-aspek kategorisasi ... 31

Tabel 4. Rekap jawaban rater ... 33

Tabel 5. Tabulasi jawaban rater ... 35

Tabel 6. Tabulasi two-by-two ... 36

Tabel 7. Jawaban rater dengan tabulasi two-by-two ... 36

Tabel 8. Tabulasi akhir ... 37

Tabel 9. Uraian temuan ancaman ... 39

Tabel 10. Ancaman realistik ... 42


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau. Nusantara dilintasi garis khatulistiwa menambah kekayaan Indonesia yang kaya hasil bumi dan lautnya. Tidak hanya itu, Indonesia juga menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia dengan jumlah penduduk sebanyak 255.993.674 jiwa (CIA, 2015). Letak geografis dan jumlah penduduk yang besar membuat Indonesia sebagai negara yang eksploratif sumber daya alam dan sumber daya manusianya.

Kemajemukan budaya dan kekayaan alam membuat Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan. Semakin besar sebuah kelompok maka semakin rentan kelompok tersebut mengalami konflik (Pratto, Sidanius, & Levin, 2006). Berbagai konflik dan permasalahan sosial seperti perang suku, diskriminasi, tindakan rasial, hingga separatisme merupakan bentuk-bentuk sikap negatif antar satu kelompok dengan kelompok lain.

Bersikap negatif terhadap suatu kelompok seperti berprasangka dan stereotip negatif merupakan prediktor signifikan dari munculnya ancaman antar kelompok (Stephan, Boniecki, Ybara, Bettencourt, Ervin, Jackson, McNatt & Renfro, 2002). Ancaman atau threat diasosiasikan dengan peningkatan tindakan negatif seperti kejahatan dan perilaku menghindar yang dilakukan satu kelompok


(18)

kepada kelompok lain (Hewston, Rubin, & Willis dalam Riek, Mania, Gaertner, McDonald & Lamoreaux, 2010). Ancaman terjadi ketika tindakan, keyakinan atau karakteristik sebuah kelompok menentang tujuan atau kesejahteraan kelompok lain (Riek, Mania, & Gaertner, 2006). Terdapat dua jenis ancaman yaitu ancaman realistik dan ancaman simbolis (Renfro & Stephen, 2002). Pertama, ancaman realistik terjadi ketika dua kelompok bersaing untuk memperebutkan sumber daya atau keberhasilan suatu kelompok mengancam kesejahterahan kelompok lain (Sherif & Sherif dalam Riek, dkk., 2006). Ancaman realistik juga dapat berupa ancaman nyata berbentuk harta, kekuasaan politik, kesehatan, dan keamanan (Stephan, dkk., 2007). Kedua, ancaman simbolik yang menekankan pada gesekan atau konflik nilai-nilai dan kepercayaaan antar kelompok (Kinder & Sears dalam Riek, dkk., 2007). Ancaman simbolik juga dapat berupa ancaman pada agama kelompok, sistem kepercayaan, ideologi, filosofi, tindak tanduk dan pandangan terhadap dunia (Stephen, dkk., 2007).

Berdasarkan ulasan penelitian-penelitian sebelumnya diketahui sikap negatif yang ditunjukkan sebuah kelompok terhadap kelompok lain merupakan penyebab dari perasaan terancam baik secara simbolik maupun realistik. Kelompok yang merasa berada di bawah ancaman akan memunculkan sikap bermusuhan dan menolak untuk berelasi dengan kelompok lain. Dari ide ini, peneliti menemukan fenomena serupa terjadi di Yogyakarta. Misalnya, terdapat warga lokal yang menolak mahasiswa yang berasal dari Papua untuk tinggal di


(19)

kos/kontrakan mereka (Ulya, 2016) dan intimidasi yang dilakukan oknum lokal sehingga membuat polisi setempat menghadang asrama mahasiswa Papua demi mencegah keributan (Artharini, 2016). Faktanya, setiap tahun terdapat 7.000 mahasiswa yang berasal dari Papua datang ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi mereka (Ulya, 2016). Hal ini yang membuat pertemuan masyarakat Yogyakarta dengan kelompok Papua tidak terhindarkan. Akan tetapi, segelintir masyarakat lokal menolak untuk berhubungan dengan kelompok Papua. Sikap menghindari ini merupakan salah satu ciri dari perasaan terancam. Fenomena ini membuat peneliti tertarik untuk mengetahui ancaman apa yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua.

Yogyakarta ialah provinsi yang diistimewakan di Indonesia. Keistimewaan dari segi pariwisata, kuliner, budaya hingga pendidikan membuat Yogyakarta memiliki daya tarik bagi orang-orang untuk berkunjung sampai berdomisili. Hal ini membuat Yogyakarta dihuni oleh orang-orang yang datang dari berbagai daerah dan suku di Indonesia. Kondisi ini membuat penelitian ini diperuntukkan bagi siapa saja yang berdomisili di Yogyakarta dan merupakan bagian dari lapisan masyarakat Yogyakarta, kecuali kelompok Papua sendiri. Kelompok Papua diartikan sebagai orang-orang yang berasal dari Papua dengan karakteristik khas rambut keriting, berkulit hitam, dan bentuk fisik yang relatif lebar (Ulya, 2016). Ciri khas ini membuat orang-orang mudah mengidentifikasi orang Papua walau hanya dengan kasat mata. Karakterisik fisik yang melekat


(20)

pada diri orang Papua membuat lingkungan sosial menyamaratakan karakteristik fisik dengan karakter sifat, perilaku dan tindak tanduk sehingga kelompok Papua rentan mengalami stereotip dan sikap generalisasi dari sosial.

Para peneliti psikologi sosial telah berupaya untuk memahami, menjelaskan dan menurunkan intergroup bias dengan mencari-cari kesatuan anggota dari kelompok-kelompok lain di bawah sebuah identitas superordinat di dalam maupun di luar kelompok. Hal ini diharapkan dapat menurunkan kekhawatiran dan ancaman kelompok satu dengan kelompok lain yang bisa berdampak negatif dan merugikan (Geartner & Dovidio dalam Riek dkk., 2010). Misalnya, penelitian oleh Stephan, dkk., (2002) tentang peran ancaman dalam perilaku rasial pada mahasiswa hitam dan putih di Amerika. Dari penelitian ini ditemukan rasial, prasangka dan stereotip negatif muncul pada peran ancaman yang dirasakan pada kedua kelompok. Penelitian-penelitian dinamika antar kelompok membantu kelompok-kelompok masyarakat untuk memahami satu sama lain dan mencegah terjadinya gesekan antar kelompok.

Pada penelitian konflik antar kelompok di Indonesia umumnya mengenai penelitian analisis perang antar suku, studi deksriptif diskriminasi pada kelompok minoritas dan penelitian mengenai perspektif kelompok satu terhadap kelompok lain. Penelitian analisis sosio-budaya (Dharmawan, 2006) berisi penjelasan dinamika kelompok di beberapa propinsi di Indonesia pada paruh pertama dekade 2000an menjadi ajang konflik sosial antar-komunis atau communal-conflict di


(21)

Indonesia yang mengakibatkan peningkatan jumlah konflik dari tahun ke tahun di mana tahun 2000 menjadi tahun tertinggi dengan 700 insiden konflik sosial yang menelan sekitar 2500 korban jiwa. Beberapa faktor penyebabnya adalah political

power stress, perubahan rezim politik ketatanegaraan, social-economic distress

dan kesadaran akan kebutuhan penghargaan sosial atas eksistensi kelompok di kalangan komunitas lokal yang tersebar di berbagai kawasan di Indonesia (Varshney dalam Dharmawan, 2006). Terdapat juga penelitian lain mengenai Papua oleh Kirsch (2006) yang menggunakan pendekatan antropologi dan sosio-politik untuk menjelaskan konflik dan dinamika sosial yang terjadi di tanah Papua. Namun, penelitian ini luput menjelaskan dinamika yang muncul dari luar Papua mengenai konflik dan reaksi orang-orang terhadap kelompok Papua.

Penelitian ini dirasa perlu dilakukan untuk menjelaskan apa saja ancaman yang dirasakan masyarakat Yogyakarta atas kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta. Dengan menjelaskan dan memahami perspektif kelompok masyarakat terhadap kelompok Papua diharapkan penelitian ini berkonstribusi dalam menurunkan potensi gesekan sosial yang bisa berdampak buruk ke depannya.


(22)

B. Rumusan Masalah

Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta merupakan kontak antar kelompok yang sewajarnya terjadi di lingkungan sosial. Namun, fenomena penolakan dan intimidasi yang dilakukan segelintir masyarakat Yogyakarta kepada kelompok Papua merupakan prediktor dari perasaan terancam. Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui ancaman apa yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menjelaskan ancaman-ancaman yang dirasakan oleh masyarakat dari kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam memahami dinamika sosial yang terjadi antar kelompok dan potensi-potensi gesekan sosial yang dapat memicu konflik dan tindakan negatif antar kelompok.


(23)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerhati Sosial

Penelitian ini dapat membantu pemerhati sosial atau psikolog sosial untuk memahami sikap negatif antar kelompok yang terjadi di masyarakat. b. Bagi Masyarakat Yogyakarta

Semoga penelitian ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat mengenai persepsi ancaman dapat berujung pada sikap negatif antar kelompok hingga kerugian lainnya.

c. Bagi Kelompok Papua

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi evaluasi bagi siapa saja, termasuk kelompok Papua selaku pendatang agar menghormati budaya lokal agar terhindar dari sikap negatif di lingkungan sosial.


(24)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan apa yang dimaksud dengan dinamika antar kelompok (intergroup dynamic) terutama bagaimana hubungan antar kelompok bisa terjalin dan mengapa demikian. Lalu, penulis akan memaparkan bagaimana pertemuan antar kelompok dapat dianggap sebagai ancaman (threat) dilanjutkan uraian mengenai bentuk-bentuk ancaman dan dampak ancaman.

A. Dinamika Antar Kelompok

Istilah dinamika antar kelompok atau intergroup dynamic berarti proses yang terjadi antara dua kelompok atau lebih dan berkaitan dengan kehormatan anggota kelompok di dalamnya (Sherif & Sherif, 1956; Reber & Reber, 2010). Kelompok atau group didefiniskan berdasarkan dua dimensi (Sherif & Sherif, 1956). Pertama, sebagai unit sosial di mana terdiri dari beberapa individu yang menetap berada dalam status bergantung satu sama lain dan peran untuk berhubungan satu sama lain dalam kelompok. Kedua, secara eksplisit maupun implisit mengayomi nilai-nilai atau norma-norma yang diatur sendiri oleh anggota kelompok.

Sebagai mahluk sosial, individu tertarik untuk hidup berkelompok demi memperoleh beberapa keuntungan (terutama secara in-group) antara lain penerimaan sosial, rasa kepemilikan, dan dukungan sosial serta meningkatkan harga diri individu (Tajfel & Turner dalam Stephan, dkk., 2009). Perilaku


(25)

in-group dimaknai sebagai perasaan kuat individu terhadap kelompoknya, di mana individu akan mengembangkan suatu rasa elitisme tentang kelompoknya, dan cenderung meremehkan orang lain di luar kelompoknya (yang disebut out-group) (Reber & Reber, 2010).

1. Social Identity dan Group Behavior

Lingkup sosial mengkategorikan individu menjadi kelompok-kelompok agar memudahkan mereka dalam mengenal dan mengingat satu sama lain. Misalnya, mengkategorikan berdasarkan tingkat pendidikan, agama, suku, etnik, ras sampai pengelompokkan yang lebih kompleks seperti kepercayaan (belief), ideologi, filsafat dan nilai-nilai (Rabbie, Schot & Visser, 1989).

Keanggotaan dalam sebuah kelompok sosial akan memberikan individu tradisi, kebiasaan, mitos/legenda, agama, dan bahasa umum yang sebaik mungkin dimanfaatkan dalam kelompok untuk kelangsungan kelompoknya dan menentukan kepastian-kepastian sehingga memudahkan individu dalam sosialnya (Sherif & Sherif, 1956; Brewel & Coparael dalam Stephan, dkk., 2009). Perilaku hidup secara berkelompok ini disebut “tribal” yang

bertransformasi menjadi “tribe” dan melekat pada diri individu (Ward dalam Stephan, dkk., 2009). “Tribe” menjadi sebuah pengenal sehingga keanggotaan juga merujuk pada identitas individu (Tajfel & Turner 1979).

Identitas individu sama pentingnya dengan identitas kelompok sehingga individu bersama-sama menjaga kesejahterahan dan kohesivitas


(26)

kelompoknya. Keanggotaan meletakkan individu untuk mengayomi nilai-nilai yang disepakati bersama, menyamakan derajat satu sama lain dan menurunkan keunikan individual yang kurang relevan dengan nilai-nilai kelompok di mana proses ini disebut depersonalisasi atau depersonalization. Depersonalisasi membuat orang-orang dalam kelompok relatif menunjukkan kesamaaan baik secara tindakan, afektif maupun perilaku. Depersonalisasi memungkinkan proses perilaku suatu kelompok terbentuk (group behavior) yang direpresentasikan dalam asimilasi, konformitas, dan perilaku normatif yang relevan dengan kelompok (Hogg & Tindale, 2001). Proses ini nantinya akan sangat dekat mencerminkan stereotip dan persepsi-persepsi lain di luar kelompok atau out-group (Tajfel dalam Hogg & Tindale, 2001).

2. Intergroup Contact dan Intergroup Conflict

Berawal dari segala dinamika yang terjadi di dalam kelompok seperti asimilasi, konformitas, kepatuhan hingga kebutuhan-kebutuhan yang terpenuhi karena menjadi bagian kelompok membuat individu tidak ingin kelompoknya dirusak atau tergeser eksistensinya sebab secara implisit hal itu juga mengusik individu (Hogg & Tindale, 2001). Rasa kepemilikan dan kekuatan kelompok sangat penting bagi anggota kelompok maka orang-orang sering menganggap kelompok lain adalah saingan. Hasilnya, individu akan cenderung membela kelompoknya dan menunjukkan sikap bermusuhan pada kelompok lain (Stephan, dkk., 2009). Sikap bersaing memperebutkan sumber


(27)

daya dan pertentangan nilai-nilai antar kelompok merupakan pemicu konflik antar kelompok.

B. Ancaman Antar Kelompok

Berdasarkan proses sosial di atas dapat diartikan ancaman antar kelompok adalah kondisi suatu kelompok atau keanggotaan individu terhadap kelompok atau keanggotaan lain (out-group) yang dianggap dapat mengganggu atau membahayakan eksistensi, tujuan dan kelangsungan kelompok baik secara simbolik maupun realistis.

Pada sub-judul ini akan dipaparkan tiga dimensi utama dari konsep ancaman antar kelompok yaitu anteseden ancaman, bentuk-bentuk ancaman, dan akibat ancaman.

1. Penyebab Ancaman

Berikut faktor anteseden yang berhubungan sebagai mediator ancaman (threat) dalam dinamika antar kelompok (Stephan & Stephan dalam Cursue, dkk., 2007; Wright & Lubensky, 2009; Stephan, dkk., 2009):

a. Hubungan antar kelompok (Intergroup relation)

Intergroup Threat Theory (ITT) ditunjukkan tinggi rendahnya

kekuatan suatu kelompok rentan pada penerimaan berada di bawah ancaman. Umumnya, kelompok dengan kekuatan rendah (low power groups) lebih mungkin mengalami ancaman daripada kelompok dengan kekuatan yang tinggi (high power groups), tetapi kelompok


(28)

dengan high power rupanya bereaksi lebih kuat dan waspada terhadap ancaman. Kelompok dengan high power bereaksi lebih kuat dan waspada terhadap perasaan terancam sebab mereka memiliki urusan yang besar untuk dihilangkan, tidak seperti kelompok low power di mana mereka memiliki sumber daya yang lebih mudah untuk menangani ancaman. Argumen ini didukung oleh penelitian Johnson, Terry dan Louis (2005) bahwa terdapat hubungan ancaman tindakan antar kelompok lebih kuat muncul pada kelompok high power daripada kelompok low power.

Selain kekuatan kelompok, sejarah konflik antar kelompok dan ukuran kelompok juga merupakan anteseden ancaman. Persepsi terhadap ancaman dapat terbentuk secara historis di mana perbedaan nilai-nilai antar kelompok tetap dibiarkan. Hal ini terjadi pada imigran di mana mereka mencoba untuk tetap mempertahankan nilai-nilai budayanya di manapun mereka berada (Crisp, Stone & Hall, 2006).

b. Dimensi budaya (Cultural Dimensions)

Terdapat dua dimensi budaya dalam ITT yaitu individualis – kolektifis, dan budaya ketat – budaya bebas. Budaya individualis dimaksudkan pada budaya-budaya yang dibentuk dari keunikan individual itu sendiri dan memiliki karakteristiknya sendiri, sedangkan budaya kolektifis ialah budaya-budaya yang muncul dari afiliasi


(29)

bagian-bagian kelompok (Triandis dalam Stephan, dkk., 2009). Anggota dari kelompok kolektivis lebih menitikberatkan kebersamaan anggota kelompok (daripada kelompok individualis) sehingga kemungkinan untuk mengalami perasaan terancam dari luar kelompok lebih besar. Budaya yang ketat atau penuh aturan (tight culture) menekankan pentingnya nilai konformitas dalam mematuhi norma dan nilai kelompok, sedangkan budaya yang longgar atau bebas, relatif lebih toleran pada perbedaan norma-norma sosial sehingga kelompok yang banyak peraturan dan selalu menginginkan kepastian cenderung mudah cemas atau terancam.

c. Faktor Situasional(Situational Factors)

Semua aspek dinamika antar kelompok terikat oleh situasi waktu dan tempat. Situasi sangat mungkin menciptakan persepsi ancaman di mana orang-orang menjadi tidak yakin untuk bertindak sebagaimana mestinya. Situasi konflik politik, sejarah antar kelompok atau sistem kekuasaan (misalnya), individu percaya bahwa kelompoknya tidak didukung lingkungan di mana mereka berada, lalu meningkatkan kekuatannya untuk melawan dan bertahan sebab merasa kelompoknya lebih rendah daripada kelompok lain. Hasilnya, kelompok menjadi lebih waspada terhadap kelompok lain.


(30)

d. Variabel Perbedaan Individu (Individual Differences Variables)

Identifikasi sosial mengambil peran penting dalam pembentukan persepsi ancaman, maka individu yang sangat kuat mengidentifikasi diri mereka sebagai anggota kelompok (in-group) kemungkinan besar mudah menerima kelompok lain (out-group) sebagai ancaman. Mengidentifikasi diri dalam kelompok (in-group) berhubungan secara positif terhadap tindakan kolektif. Budaya kolektif lebih rentan mengalami perasaan terancam. Identifikasi sosial yang berfokus pada dalam kelompok membentuk persepsi luar kelompok menjadi terbatas. Pengetahuan dibentuk oleh persepsi, sehingga pengetahuan suatu kelompok juga menjadi mediator anteseden ancaman. Sebaliknya, bila sebuah kelompok (in-group) semakin memiliki pengetahuan tentang kelompok lain (out-group) maka semakin kecil kemungkinan mereka merasa terancam dari kelompok lain.

2. Bentuk Ancaman

Stephan, dkk., (2009) dalam Intergroup Threat Theory menyebutkan ada dua bentuk ancaman yaitu ancaman simbolik (symbolic threat) dan ancaman realistis (realistic threat).

a. Ancaman Simbolik

Bentuk ancaman simbolik adalah bentuk-bentuk ancaman yang menyasar pada agama kelompok, nilai-nilai, sistem kepercayaan, ideologi,


(31)

moral dan pandangan terhadap dunia. Secara khsusus, ancaman dapat berwujud ketakutan akan kehilangan harga diri atau kehormatan (self-esteem) dan identitas diri individu.

1) Agama adalah sebuah sistem kepercayaan atau keyakinan dengan pola-pola upacara yang terlembagakan atau terdefinisikan lewat tradisi.

2) Nilai adalah sebuah prinsip umum terkait pola-pola perilaku di dalam suatu budaya atau masyarakat tertentu melalui proses sosialisasi atau keanggotaan, yang dijunjung atau dihargai bersama.

3) Sistem kepercayaan adalah tatanan keyakinan atau anggapan bahwa sesuatu benar dan nyata. Sebuah landasan keyakinan individu yang terefleksikan menjadi suatu kepercayaan-diri, motivasi batiniah, dan persepktif.

4) Ideologi adalah kumpulan konsep yang dijadikan asas pendapat dan memberikan arah, paham, dan cara berpikir seseorang atau suatu golongan.

5) Harga diri adalah derajat seseorang menilai diri atau kelompoknya. 6) Moral adalah gagasan umum mengenai sikap yang benar dan salah.

Baik atau buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.


(32)

b. Ancaman Realistis

Bentuk ancaman realistis adalah bentuk-bentuk ancaman yang dirasa menyerang secara nyata seperti kekuatan kelompok, sumber daya dan kesejahterahan umum. Ancaman realistis juga mengarah pada ancaman secara fisik atau kerugian materi, kehilangan kesejahteraan ekonomi, kekurangan nilai sumber daya dan ancaman pada kesehatan atau keamanan seseorang.

1) Kekuatan kelompok ialah kekuasaan, daya, dan kekuatan yang menempatkan derajat kelompok dalam sosialnya.

2) Sumber daya ialah faktor produksi yang dapat diperoleh dari alam, buatan atau manusia dalam kegiatan ekonomi atau sosial untuk menghasilkan barang jasa, serta mendistribusikannya.

3) Kerugian materi ialah tidak mendapatkan manfaat atau kehilangan sesuatu yang berharga seperti harta, tempat tinggal, dll.

4) Kesehatan ialah keadaan baik secara fisik maupun psikologis seseorang yang memungkinkan untuk hidup produktif secara sosial, biologis dan psikis.

5) Keamanan ialah bebas dari rasa takut atau cemas dari sesuatu yang mengganggu atau berbahaya, ketentraman.


(33)

3. Dampak Ancaman

Munculnya ancaman antar kelompok berdampak pada kognitif, emosi dan perilaku kelompok maupun individu di dalamnya (Cursue, dkk., 2007; Morrison & Ybarra, 2008; Stephan, dkk., 2009).

a. Respons Kognitif

Respons kognitif meliputi perubahan persepsi pada luar kelompok (out-group) seperti stereotip, etnosentris, intoleransi, kebencian dan dehumanisasi pada kelompok lain. Bias kognitif dalam persepsi antar kelompok juga akan menjadi pemicu atau berkonstribusi dalam pembentuk ancaman. Misalnya, ancaman akan meningkatkan terjadinya kekeliruan atribusi (attribution error). Kekeliruan atribusi adalah kecenderungan individu mengamati tindakan-tindakan individu lain dengan tujuan menginterpretasikan tindakan-tindakan mereka sebagai tanda atau hasil dari disposisi. Disebut kekeliruan atribusi sebab membuat interpretasi semacam itu hampir-selalu meremehkan pengaruh lingkungan eksternal atau faktor-faktor lain yang juga bertanggung jawab menjelaskan perilaku individu (Reber & Reber, 2010). Kekeliruan atribusi menghasilkan tindakan negatif pada kelompok lain (dan tindakan positif bagi kelompok) yang menyebabkan persepsi buruk pada kelompok lain (stereotip) dan kemungkinan besar membuat ingatan yang keliru untuk membenci orang lain.


(34)

b. Respons Emosional

Reaksi emosional kemungkinan besar menjadi negatif. Kelompok yang merasa terancam menjadi takut, cemas, marah, hina, jijik, dengki, merendahkan, tidak berdaya, takut atau panik pada kelompok lain. Terdapat juga rusaknya perasaan empati pada kelompok lain yang justru meningkatkan empati dalam kelompok. Sebuah penelitian hubungan perasaan terancam dan kurangnya rasa empati pada sebuah kelompok luar (out-group) disebut schadenfreude yang diartikan sebagai perasaan senang ketika melihat kelompok lain menderita (Leach, Spears, Branscombe & Doosje, 2003). Berbagai tipe tindakan yang muncul memunculkan perasaan yang berbeda-beda. Misalnya, ancaman merendahkan harga diri kelompok menghasilkan perasaan marah, ancaman pada keamaan fisik memunculkan perasaan takut atau ancaman pada kesehatan memunculkan perasaan jijik.

c. Respons Perilaku

Respons perilaku terhadap ancaman diukur dari penarikan diri, menjadi submisif dan pertimbangan kekerasan, diskriminasi, kecurangan, kebohongan, intimidasi, sabotase, protes, peperangan dan bentuk konflik lainnya. Ancaman secara langsung mengarah pada perlawanan kepada kelompok lain (out-group) untuk memperebutkan sumber penyebab ancaman tersebut.


(35)

C. Kerangka Konseptual

Keanggotaan memberikan keuntungan-keuntungan bagi individu misalnya rasa dihargai, kekuatan, hingga kepastian-kepastian yang dapat membantu individu dalam hidup sosialnya. Keanggotaan dalam sebuah kelompok memunculkan perasaan memiliki. Semakin kuat rasa kepemilikian individu terhadap kelompoknya maka semakin kuat kebersamaan yang diayomi kelompok. Dimensi ini melekat pada kebudayaan Indonesia dan dianut oleh masyarakat Yogyakarta maupun Papua. Hubungan yang muncul antar kelompok Yogyakarta dan kelompok Papua yang datang ke Yogyakarta memunculkan gesekan sosial. Berawal dari upaya untuk menjaga kohesivitas kelompok maka kehadiran kelompok lain dapat diidentifikasi sebagai ancaman. Perasaan terancam yang muncul pada suatu kelompok akan memunculkan respons baik secara kognitif, emosional maupun perilaku pada kelompok lain. Dampak dari persepsi tercaman tergantung pada bentuk ancaman yang dirasakan suatu kelompok. (Cursue, dkk., 2007).

Berdasarkan perasaan terancam yang berdampak pada sikap negatif antar kelompok maka penelitian ini tertarik untuk mengetahui bentuk-bentuk ancaman yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua. Berikut ini kerangka konseptual penelitian sesuai kriteria yang ada pada masyarakat Yogyakarta berdasarkan teori ancaman antar kelompok oleh Stephen, dkk (2009).


(36)

Kerangka Konseptual

Gambar 1. Kerangka berpikir

Anteseden Ancaman

 Budaya kolektif

 Sejarah konflik

 Faktor situasi

 Pengetahuan out-group

Merasa Terancam

 Ancaman simbolik

 Ancaman realistik

Dampak Ancaman

Respons kognitif: prasangka dan sterotip

terhadap kelompok Papua

Respons perilaku: intimidasi &

menghindari relasi dengan kelompok Papua

Respons emosional: perasaan benci, takut,


(37)

21 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi fenomena sosial yang berusaha menjelaskan perasaan terancam yang dirasakan suatu kelompok dari kelompok lain. Penelitian fenomena sosial memiliki tipe deksriptif dan eksploratif (Jahoda, Deuthsch, & Cook, 1951). Penelitian kualitatif deskriptif berupaya untuk mencari, menjelaskan dan menganalisis topik penelitian secara menyeluruh sehingga penelitian mungkin berjalan di luar batasan yang sudah ditetapkan (Creswell dalam Supratiknya, 2015). Pendekatan kualitatif deskriptif digunakan dalam menggali informasi spesifik tentang nilai-nilai, opini, dan konteks, sosial, budaya dari sebuah populasi tertentu (Frankfort-Nachmias & Nachmias, 1997). Dari asumsi tersebut maka tepat bila penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif deskriptif.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan open-ended questionnaire yang disebar secara acak dengan beberapa kriteria partisipan. Jenis data yang diperoleh dari open-ended questionnaire berupa data tertulis yang berisi opini partisipan.

Data yang diperoleh dari metode pengumpulan ini akan dianalisis menggunakan teknik analisis isi kualitatif (content analysis) hingga melahirkan


(38)

tema-tema yang menggambarkan ancaman yang dirasakan para partisipan dari kehadiran orang Papua di Yogyakarta.

B. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode open-ended questionnaire dengan tehnik convenience sampling. Open-ended questionnaire atau kuesioner terbuka merupakan metode pengambilan data yang didesain untuk opini publik. Metode ini tidak memberikan alternatif pilihan jawaban atau memaksa partisipannya menjawab seperti yang ditetapkan sebelumnya, maka objektivitas metode ini diukur dari bagaimana partisipan menanggapi atau memberikan opini mereka (Lazarsfeld dalam Frankfort-Nachmias & Nachmias, 1997). Open-ended

questionnaire membebaskan partisipan untuk menjelaskan opini, perasaan,

pikiran, pemaknaan atau pengalaman mereka sesuai pertanyaan yang diajukan secara spontan sehingga dapat menurunkan kemungkinan bias dari partisipan. Penerapan open-ended questionnaire pada penelitian sosial memberikan kesempatan bagi peneliti untuk memperoleh data yang eksploratif, variatif dan luas cakupannya sehingga peneliti perlu teliti dalam menegakkan interpretasi (Reja, Manfredam Hlebec & Vehovar, 2003).

C. Partisipan

Penelitian ini menggunakan tehnik convenience sampling. Dornyei (dalam Etikan, Muda & Alkassim, 2016) menjelaskan keterlibatan semua populasi tidaklah memungkinkan maka tehnik ini sering digunakan khususnya pada


(39)

penelitian sosial. Convenience sampling merupakan tehnik nonprobability di mana anggota dari populasi target ditinjau dari kriteria praktis seperti kemudahan akses, kemiripan geografis, kesediaan waktu atau ketersediaan para partisipan untuk terlibat dalam penelitian. Berikut kriteria partisipan yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Usia

Partisipan dalam penelitian ini minimal berusia 18 tahun. Setidaknya, pada tahap ini partisipan telah mengembangkan kapasitas kognitifnya melalui pengalaman yang diperoleh. Individu akan mengembangkan pikiran dari konkret ke abstrak yang meningkatkan kemampuan individu untuk memahami dan mengkritisi ide-ide abstrak, kemungkinan-kemungkinan suatu fenomena, dan berpikir tentang suatu pemikiran. Secara umum, perubahan pada tahap ini membuat individu mampu untuk berpikir bukan hanya pada diri sendiri, tetapi juga orang lain dan dunia di sekitarnya (Teipel, 2014). Dari penjelasan tersebut maka peneliti memutuskan untuk menggunakan partisipan minimal berusia 18 tahun supaya partisipan dapat merespon dengan tepat dan memberikan opininya sesuai konteks penilitian.

2. Suku

Latarbelakang suku calon partisipan berpengaruh pada siginifikansi jawaban (Marshall & Rossman, 1999) maka penelitian ini diperuntukkan kepada partisipan dengan suku apapun kecuali Papua yang berdomisili di Yogyakarta.


(40)

Kriteria ini dipertimbangkan dari latarbelakang penelitian ini yang ingin mengetahui ancaman apa saja yang dirasakan masyarakat Yogyakarta atas kehadiran kelompok Papua. Kriteria ini diharapkan dapat merepresentasikan opini masyarakat Yogyakarta mengenai ancaman yang dirasakan dari kelompok Papua.

3. Ketersediaan waktu, tempat dan sukarela

Pemilihan partisipan perlu mempertimbangkan efektivitas waktu, tempat dan biaya yang dibutuhkan. Keuntungan convenience sampling ialah memberikan fleksibilitas pada peneliti untuk mengumpulkan data. Partisipan dalam penelitian ini bebas mengerjakan angket selama mereka bersedia. Partisipan juga tidak dipaksa untuk memberikan opini mereka sebab berada dalam tekanan atau terpaksa dapat mempengaruhi jawaban partisipan itu sendiri. Selain itu, jumlah pertanyaan yang sedikit membuat partisipan tidak perlu meluangkan waktu lama untuk terlibat.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif metode apapun, instrumen yang digunakan harus dikembangkan dari tujuan penelitian (Marshall & Rossman, 1999). Penelitian ini menggunakan open-ended questionnaire yang telah diuji coba. Berikut ini uraian tahap uji coba sebelum instrumen dirasa layak untuk digunakan.


(41)

1. Uji Coba I

Uji coba I dilaksanakan pada 31 Oktober 2016 dengan jumlah partsipan sebanyak 10 orang. Berdasarkan hasil uji coba 1 ditemukan partisipan relatif menjawab stereotip dan perasaan negatif tentang kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta. Hasil uji coba 1 tidak memenuhi tujuan penelitian sebab sterotip dan perasaan negatif terhadap kelompok lain merupakan dampak persepsi terancam, bukan bentuk ancaman seperti tujuan penelitian ini. Dari hasil tersebut lalu angket dievaluasi dan dikerucutkan menjadi pertanyaan sesuai tema penelitian ini.

2. Uji Coba II

Uji coba II dilaksanakan pada 6 November 2016 dengan jumlah partisipan sebanyak 10 orang. Berdasarkan hasil uji coba ditemukan jawaban yang masih berisi stereotip dan kesulitan membedakan perasaan atau pikiran tentang kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta. Jawaban masing-masing partisipan memiliki subjektifitas yang tinggi sehingga membuat peneliti kesulitan untuk menganalisa bentuk ancaman yang dirasakan. Nuansa jawaban seperti ini dirasa tidak merepresentasikan opini kelompok tentang ancaman yang dirasakan dari kelompok lain sehingga angket belum layak digunakan.


(42)

3. Uji Coba III

Uji coba III dilaksanakan 7 November 2016 dengan jumlah partisipan 5 orang. Berdasarkan hasil uji coba III ditemukan jawaban partisipan berisi opini tentang bentuk-bentuk ancaman yang dirasakan dari kehadiran kelompok Papua.

Tabel 1

Hasil Uji Coba Angket

Uji Coba Pelaksanaan Jawaban

Uji Coba I 31 Oktober 2016 Jawaban relatif stereotip dan perasaan negatif.

Uji Coba II 6 November 2016 Partisipan berkomentar kesulitan membedakan perasaan dan pikiran. Uji Coba III 7 November 2016 Jawaban relatif berisi ancaman yang

dirasakan

Hasil uji coba III dirasa memenuhi tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bentuk-bentuk ancaman yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua. Hasil tersebut menunjukkan uji coba III layak digunakan sebagai instrumen pengumpulan data. Berikut ini pertanyaan yang digunakan dalam angket penelitian.


(43)

Tabel 2

Panduan Pertanyaan

Tujuan Penelitian Pertanyaan

Bertujuan mengetahui ancaman apa yang dirasakan dari kelompok Papua

Menurut Anda, ancaman apa saja yang muncul atas kehadiran orang Papua di Yogyakarta?

Bertujuan mengetahui penyebab persepsi ancaman muncul

Apa yang membuat Anda berpendapat demikian?

Berdasarkan instrumen yang telah disebarkan terdapat ketidaksesuaian data temuan yaitu terdapat dua tujuan penelitian dalam satu angket. Hal ini membuat peneliti menggugurkan satu pertanyaan yang tidak sesuai dengan tujuan awal penelitian ini dilakukan dan hanya mengolah data yang berasal dari pertanyaan yang sesuai dengan tujuan penelitian.

E. Prosedur Pengolahan Data

Berdasarkan pendekatan dan jenis data yang diperoleh maka pengolahan data melalui metode analisis isi kualitatif. Analisis isi akan dilakukan secara deduktif di mana struktur analisis akan berbasis dari pengetahuan sebelumnya. Pendekatan deduktif dalam analisis isi kualitatif umumnya digunakan untuk mengkaji pengetahuan sebelumnya dalam situasi yang berbeda atau


(44)

membandingkan kelompok-kelompok pada periode waktu tertentu (Elo & Kyngas, 2007). Berikut adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis isi deduktif antara lain:

1. Persiapan

Tahap preparasi diawali dengan tahap pemilihan jawaban yang dianalisis. Hal ini dapat berupa kata atau tema tergantung detail penelitian dan pertimbangan

sampling yang sangat penting (Cavanagh dalam Elo & Kyngas, 2007).

Pertimbangan sampling seperti memberi batasan kemungkinan diperlukan ketika data yang diperoleh terlalu luas untuk dianalisis.

2. Kategorisasi

Proses selanjutnya dalam analisis isi pendekatan deduktif ialah membuat matriks atau sistem pengelompokkan data berdasarkan detail penelitian berbasis teori sebelumnya. Matriks yang sistematis akan membantu peneliti untuk mengoptimalkan objektivitas analisis. Matriks pada tahap kategorisasi akan mengelompokkan jawaban partisipan sesuai teori yang sudah ada sebelumnya. Tahap ini membutuhkan pemikiran kritis dan diskusi untuk memperoleh pemahaman yang jelas di mana hal ini berkaitan dengan pengkodean dan reliabilitas analisis. Setelah mengembangkan matriks, tahap selanjutnya adalah membuat transkip jawaban partisipan dan melakukan pengkodean sesuai struktur matriks sehingga hanya aspek yang cocok dengan


(45)

matriks yang selanjutnya akan dianalisis (Patton dalam Elo dan Kyngas, 2007).

3. Analisis

Tahap kategorisasi akan dilanjutkan dengan tahap terakhir yaitu analisis. Tahap ini dilakukan sebagai upaya memahami data secara lebih luas dan mendalam. Downne-Wamboldt (dalam Cavanagh, 1997) menjelaskan analisis berupaya mengungkapkan makna, kehendak, konsekuensi dan konteks fenomena. Analisis dilakukan berdasarkan hasil kategorisasi yang berisi pola atau nuansa jawaban para partisipan terhadap fenomena yang diteliti.

F. Tehnik Pemeriksaan Keabsahan Data 1. Reproduksibilitas

Reproduksibilitas sering digunakan dalam penelitian kualitatif untuk mengganti konsep reliabilitas. Reproduksibilitas adalah sebuah bentuk dari

inter-coder reliabilitas (biasa dikenal inter-rater) dan digunakan untuk

mengetahui sejauh mana seorang coder secara mandiri mampu mengelompokkan jawaban seperti coder lain yang lebih tinggi derajatnya dalam melakukan pengkodean. Uji reliabilitas dengan cara ini membuat peneliti harus memastikan instruksi pengkodean dan kesepakatan pedoman koding.


(46)

2. Kredibilitas

Konsep kredibilitas akan menggantikan konsep validitas pada penelitian kualitatif. Sebagaimana konsep validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana derajat ketepatan, kebermaknaan, dan kegunaan hasil penelitian maka kredibilitas yang digunakan dalam penelitian kualitatif akan mengacu pada keberhasilan penelitian tersebut dalam mencapai tujuannya. Salah satu ukuran kredibilitas dalam penelitian kualitatif adalah adanya deskripsi merinci dam mendalam untuk menjelaskan aspek-aspek yang terkait dalam penelitian tersebut dan bagaimana dinamika antar aspek-aspek penelitian tersebut (Poerwandari, 2005).

Penelitian ini akan menggunakan validitas argumentatif. Validitas argumentatif dicapai melalui penjabaran hasil temuan dan kesimpulan yang bersifat logis dan rasional yang dapat dibuktikan dengan cara melihat kembali ke data mentah yang diperoleh sebelumnya. Selain itu, validitas ekologis juga akan menunjang keakuratan temuan dari penelitian ini. Validitas ekologis merujuk pada sejauh mana penelitian yang dilakukan berada dalam kondisi alamiah partisipan. Penelitian ini melibatkan partisipan dengan tidak memberikan perlakuan apapun yang berkaitan dengan fokus penelitian (Poerwandari, 2005).


(47)

G. Uji Kelayakan

Berdasarkan hasil pengumpulan data ditemukan terdapat 14 sub-aspek. Selanjutnya, 14 sub-aspek temuan dikategorisasikan dan hasil kategorisasi diberikan kepada rekan sejawat untuk menguji relevansi tiap sub-aspek dan aspeknya. Berikut ini adalah langkah-langkah uji kelayakan kategorisasi yang nantinya menjadi pedoman koding dan analisis.

Tabel 3

Aspek dan Sub-Aspek Kategorisasi

Aspek Sub-aspek

Keamanan adalah bebas dari rasa takut atau cemas dari sesuatu yang mengganggu atau berbahaya, ketentraman.

Kerusuhan Konflik Kekerasan Kriminalitas

Gangguan Kenyamanan Melanggar Peraturan Kesehatan adalah keadaan fisik dan

psikologis seseorang yang memungkinkannya hidup produktif secara sosial, biologis dan psikis.

Aborsi

Kerugian materi adalah tidak mendapatkan manfaat atau

Pengrusakan Vandalisme


(48)

kehilangan sesuatu yang berharga seperti harta, tempat tinggal, dll. Kekuatan kelompok adalah kekuasaan, daya, dan kekuatan yang menempatkan derajat kelompok dalam sosialnya.

Kekuasaan Hak

Nilai adalah sebuah prinsip umum terkait pola perilaku di suatu budaya atau masyarakat melalui proses sosialisasi atau keanggotaan, yang dijunjung atau dihargai bersama.

Perilaku yang tidak sesuai budaya lokal

Perbedaan nilai

Harga diri adalah derajat seseorang menilai diri atau kelompoknya.

Direndahkan Diskriminasi

Aspek dan sub-aspek diuji menggunakan tehnik formulasi Gregory (2000). Tehnik ini meminta kesedian dua rater untuk memberikan skoring pada masing-masing sub-aspek kategorisasi. Selanjutnya, hasil kedua rater akan masukkan ke dalam tabulasi silang (two-by-two) dan dihitung dengan rumus validitas konstruk oleh Gregory (2000). Rater dalam penelitian ini menggunakan rater rekan sejawat yang dirasa cukup memahami tema penelitian. Di bawah ini akan dipaparkan langkah-langkah uji kelayakan.


(49)

1. Jawaban Rater

Rater diminta untuk memberikan skoring seberapa relevan sub-aspek

dalam mewakili aspek kategori yang dimaksud oleh penelitian ini. Di bawah ini adalah tabel hasil jawaban rater yang telah memberikan skoring pada masing-masing sub-aspek.

Tabel 4

Rekap Jawaban Rater

No Indikator Kategori Rater

I II

A

Keamanan adalah bebas dari rasa takut atau cemas dari sesuatu yang

mengganggu atau berbahaya, ketentraman.

1. Kerusuhan 3 4

2. Konflik 3 4

3. Kekerasan 3 3

4. Kriminalitas 3 3

5. Gangguan

Kenyamanan 3 2

6. Melanggar Peraturan

3 3

B

Kesehatan adalah keadaan fisik dan psikologis seseorang yang

memungkinkannya hidup produktif secara sosial, biologis dan psikis.

7. Aborsi

3 3

C

Kerugian materi adalah tidak mendapatkan manfaat atau kehilangan sesuatu yang berharga seperti harta, tempat tinggal, dll.

8. Pengrusakan 3 4

9. Vandalisme

3 3 D

Kekuatan kelompok adalah kekuasaan, daya, dan kekuatan yang menempatkan derajat

10. Kekuasaan Hak


(50)

kelompok dalam sosialnya.

E

Nilai adalah sebuah prinsip umum terkait pola perilaku di suatu budaya atau masyarakat melalui proses sosialisasi atau

keanggotaan, yang dijunjung atau dihargai bersama.

11. Perilaku yang tidak sesuai budaya lokal

4 4 12. Perbedaan Nilai

3 3 F

Harga diri adalah derajat seseorang menilai diri atau kelompoknya.

13. Direndahkan 4 4

14. Diskriminasi

3 3

Keterangan:

Skor 1 untuk sub-aspek tidak relevan (TR) Skor 2 untuk sub-aspek kurang relevan (KR) Skor 3 untuk sub-aspek relevan (R)

Skor 4 untuk sub-aspek sangat relevan (SR)

Dari jawaban di atas selanjutnya jawaban kedua rater direkap menjadi dikelompokkan menjadi dua kolom yaitu kolom yang berisi nomor sub-aspek Tidak Relevan (TR) dan Kurang Relevan (KR), dan nomor sub-aspek Relevan (R) dan Sangat Relevan (SR).


(51)

Tabel 5

Tabulasi Jawaban Rater

Rater Rater 1 Rater 2

Kate

gor

i

Tidak Relevan (TR & KR)

Relevan (R & SR)

Tidak Relevan (TR & KR)

Relevan (R & SR)

Nom or su b -asp ek 14

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, dan 13.

5 dan 10 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 11, 12, 13, dan 14.

Ju

m

lah 1 13 2 12

2. Tabulasi Data Hasil Penilaian Rater

Setelah jawaban kedua rater telah direkap, selanjutnya jawaban dimasukkan ke dalam kolom silang dua (two-by-two) dengan ketetapan seperti di bawah ini.


(52)

Tabel 6

Tabulasi two-by-two

Rater I

TR R

Rat

er

II TR

A B

R C D

Keterangan :

Kolom A menunjukkan jawaban tidak relevan dari kedua rater Kolom B dan C menunjukkan perbedaan pandangan antar rater Kolom D menunjukkan jawaban relevan dari kedua rater.

Sehingga, dari jawaban kedua rater dan tabulasi two-by-two ditemukan tabel seperti di bawah ini.

Tabel 7

Jawaban rater dengan tabulasi two-by-two Rater I

TR/KR S/SR

Rat

er

II TR/KR 0 2


(53)

3. Cara Menghitung

Setelah menabulasikan jawaban rater dengan tabel two-by-two, selanjutnya menghitung tabulasi dengan rumus validitas kontruk oleh Gregory (2000) seperti di bawah ini.

Rumus Validitas Konstruk = D / (A + B + C + D) Tabel 8

Tabulasi two-by-two

Rater 1

TR/KR S/SR

Rat

er

2 TR/KR 0 4

R/SR 2 37

4. Hasil

Validitas Konstruk = 12 / (0+2+0+12) = 0,85

Berdasarkan uji kelayakan di atas dengan tehnik tabulasi two-by-two oleh Gregory (2000) ditemukan hasil sebesar 0,85 yang artinya sub-aspek pada masing-masing aspek tergolong relevan digunakan sebagai pedoman kategorisasi dalam penelitian ini.


(54)

38 BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan review artikel dan pemberitaan mengenai kelompok Papua di Indonesia. Berbagai berita nasional hingga regional membantu peneliti untuk menentukan topik penelitian yang tepat. Setelah menentukan topik penelitian, selanjutnya peneliti melakukan studi literatur, mengumpulkan literatur-literatur yang relevan dengan topik dan melakukan observasi sosial sederhana. Kemudian, dilanjutkan dengan merancang desain penelitian yang efektif guna mendukung jalannya penelitian hingga selesai. B. Data Informan

Peneliti menyebarkan angket terbuka terhitung sejak tanggal 7 November hingga 18 November 2016. Para partisipan dipersilahkan dengan sukarela menandatangani bagian kesediaan bila bersedia memberikan opininya. Hasilnya, penelitian ini melibatkan 94 responden dengan rentang usia 18 – 24 tahun dari berbagai latar belakang suku.

C. Uraian Hasil

Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh opini-opini yang dianggap ancaman bagi masyarakat Yogyakarta atas kehadiran kelompok


(55)

Papua. Berikut ini rangkuman tabel jawaban dari para partisipan yang telah ditabulasikan sesuai pedoman analisis.

Tabel 9

Uraian Temuan Ancaman

No Ancaman Uraian Referensi %

Simbolik

1

a. Nilai

a.1 Perilaku yang tidak sesuai budaya lokal

bicara teriak-teriak, kurang sopan-santun,

semenah-menah, seks bebas 7 6,9

a.2 Perbedaan nilai

pertentangan nilai

antar etnis/suku 1 0,9

b. Harga Diri

b.1 Direndahkan

meremehkan, menganggap remeh

orang Jawa 2 1,9

b.2 Diskriminasi

rasis sebab hanya mau bergaul dengan kelompoknya, diskriminasi ras pada

orang Jawa 2 1,9

Jumlah 12 11,9

2 Ancaman Realistik a. Keamanan a.1 Kerusuhan meningkatnya kerusuhan, membuat

keributan, 11 10,8

a.2 Konflik

bentrok antar warga, perkelahian,

pertengkaran 17 16,8

a.3 Kekerasan

pemicu tindakan


(56)

a.4 Kriminalitas

pembegalan, perampokan,

kriminalitas 12 11,8

a.5 Gangguan Kenyamanan

kenyamanan terganggu, kasar

terutama saat mabuk 22 21,7

a.6 Melanggar Peraturan

melanggar peraturan lalulintas, tidak mengikuti aturan

berkendara 8 7,9

b. Kesehatan

b.2 Aborsi

aborsi meningkat

karena seks bebas 1 0,9

c. Kerugian Materi

c.1 Pengrusakan pengrusakan 1 0,9

c.2 Vandalisme vandalisme 1 0,9

d. Kekuatan Kelompok

d.1 Kekuasaan

Kurang leluasa hak

kenyamanan 1 0,9

Jumlah 89 88,1

Total 101 100

Berdasarkan tabel di atas ditemukan bahwa masyarakat Yogyakarta beranggapan kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta merupakan ancaman. Anggapan ancaman tersebut didominasi oleh bentuk ancaman realistik sebesar 88,1 % sedangkan bentuk ancaman simbolik sebesar 11,9%.

Masyarakat Yogyakarta merasa ancaman tertinggi yang dirasakan dari kehadiran kelompok Papua ialah ancaman yang menggangu kenyamanan (21,7%). Lalu, ancaman konflik (16,8%), ancaman kekerasan (14,8%), ancaman kriminalitas (11,8%), ancaman kerusuhan (10,8%) dan ancaman pelanggaran ketertiban umum (7,9%). Terdapat pula perasaan ancaman lain


(57)

yang dirasa mengancam nilai-nilai seperti ancaman perilaku yang tidak sesuai budaya lokal (6,9%) dan ancaman pada harga diri yaitu perasaan direndahkan (1,9%) dan diskriminasi (1,9%). Selain itu, terdapat pula perasaan ancaman-ancaman lainnya seperti perbedaan nilai (0,9%), pengrusakan (0,9%), vandalisme (0,9%), aborsi (0,9%) dan ancaman kekuasaan (0,9%) yang dirasakan masyakarakat di Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua.

Berikut akan dipaparkan hasil penemuan bentuk-bentuk ancaman yang dirasakan kelompok masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta.

1. Ancaman Realistik

Berdasarkan hasil pengumpulan data diperoleh bentuk ancaman realistik merupakan bentuk ancaman yang paling tinggi dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua dengan persentase sebesar 88,1%. Di bawah ini akan dipaparkan hasil penemuan ancaman realistik yang dirasakan masyarakat Yoygakarta dari kehadiran kelompok Papua.


(58)

Tabel 10

Ancaman Realistik

No. Kategori Uraian Referensi %

1

Keamanan

a. Kerusuhan Kerusuhan 7 6,9

Keributan di masyarakat 4 3,9

Jumlah 11 10,8

b. Konflik

Bentrok antar warga 3 2,9

Pertengkaran antar Papua 3 2,9

Tawuran 3 2,9

Perkelahian 8 7,9

Jumlah 17 16,8

c. Kekerasan

Pembacokan 1 0,9

Penyiksaan 2 1,9

Pemicu tindakan anarkis 1 0,9

Kekerasan 10 9,9

Brutal 1 0,9

Jumlah 15 14,8

d. Kriminalitas

Kriminalitas 5 4,9

Premanisme 2 1,9

Pembegalan 1 0,9

Penjarahan 1 0,9

Perampokan 1 0,9

Pembunuhan 2 1,9

Jumlah 12 11,8

e. Gangguan Kenyamanan

Kenyamanan menurun 9 8,9


(59)

Kebiasaan mabuk yang

meresahkan 8

7,9

Temperamental 3 2,9

Jumlah 22 21,7

f. Melanggar Peraturan Umum

melanggar peraturan

lalulintas 8

7,9

Jumlah 8 7,9

2 Kesehatan Aborsi 1 0,9

Jumlah 1 0,9

3 Kerugian Materi

Pengrusakan 1 0,9

Vandalisme 1 0,9

Jumlah 2 1,9

4

Kekuatan

Kelompok

a. Kekuasaan

Kurang leluasa mendapat

hak 1

0,9

Jumlah 1 0,9

Dari tabel hasil di atas akan diuraikan hasil dari masing-masing sub-kategori yang tergolong bentuk-bentuk ancaman realistik.

a. Keamanan

Pada penelitian ini ditemukan bentuk-bentuk ancaman realistik dari segi keamanan merupakan anggapan paling dominan yang dirasakan masyarakat Yogyakarta atas kehadiran kelompok Papua di antaranya kerusuhan, konflik, kekerasan dan kriminalitas.


(60)

1) Kerusuhan

Pada penelitian ini ditemukan kerusuhan (10,8%) merupakan bentuk ancaman yang dirasa masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua.

Mereka terkenal dengan tingkat emosi/amarah yang tinggi sehingga bisa saja terjadi kerusuhan. (P.10)

Biasanya mereka menimbulkan kerusuhan dan hal-hal yang tidak diinginkan. (P.93)

Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dianggap dapat membawa kerusuhan bagi lingkungan Yogyakarta. Kondisi emosi kelompok Papua dianggap dapat menjadi pemicu kerusuhan yang berdampak pada keamanan Yogyakarta. Masyarakat di Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua merupakan ancaman nyata yang dapat membawa kerusuhan dan menurunkan keamanan di lingkungan Yogyakarta.

2) Konflik

Ditemukan pula masyarakat Yogyakarta dirasa kehadiran kelompok Papua dianggap dapat membawa konflik (16,8%) yang mengancam keamanan Yogyakarta.

Bentrok antara warga sekitar dan orang Papua karena perbedaan budaya. (P.3)

Rawan terjadinya bentrok karena kesalahpahaman, terkadang mereka terpicu untuk melakukan aksi brutal. (P.13)


(61)

Apabila ada konflik yang menyangkut antara orang Papua dengan masyarakat lokal, kecenderungannya mereka akan menyelesaikannya dengan anarkis. (P.29)

Perbedaan budaya dan temperamental dipandang pemicu konflik antara kelompok Papua dengan warga lokal di Yogyakarta. Perspektif ini membuat masyarakat di Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua mengancam keamanan Yogyakarta.

3) Kekerasan

Kekerasan merujuk pada tindakan menyakiti atau penyiksaan terhadap suatu individu atau kelompok yang menyerang fisik dan bisa berakibat fatal. Pada penelitian ini ditemukan kehadiran kelompok Papua dirasa berkaitan dengan sikap menyakiti (14,85%) terhadap kelompok masyarakat Yogyakarta.

Menurut saya, ancaman yang bisa muncul adalah meningkatnya jumlah kekerasan, khususnya pada anggota polisi yang sedang bertugas di jalan. (P.72)

Ancaman kekerasan yang bisa dilakukan orang Papua. (P.87)

4) Kriminalitas

Secara umum kriminalitas dimaksudkan pada tindakan kejahatan, pelanggaran hukum, dan perilaku-perilaku menyimpang lainnya secara hukum. Pada penelitian ini ditemukan bahwa masyarakat di Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua


(62)

berpotensi pada tindakan kriminalitas (11,8%) sehingga membuat kelompok masyarakat Yogyakarta merasa terancam keamanannya.

Ada juga yang memberi ancaman, karena komplotan preman di Indonesia rata-rata dikuasai orang timur. (P.10) Mungkin seperti tawuran, pembegalan, penjarahan, dan hal-hal kriminal lainnya. (P.19)

Preman bertambah, kriminalitas meningkat. (P.21)

Menurut saya, ancaman yang muncul adalah kriminalitas yang semakin meningkat. (P.24)

Berbagai jawaban kriminalitas seperti pembegalan, premanisme dan tindakan kriminalitas lainnya membuat masyarakat di Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua ialah ancaman nyata yang menyerang keamanan Yogyakarta.

5) Gangguan Kenyamanan

Kenyamanan merupakan salah satu aspek dari keamanan. Kenyamanan merujuk pada ketentraman dan bebas dari rasa takut. Bagi masyarakat Yogyakarta kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dirasa dapat mengganggu kenyamanan (21,7%).

Ketidaknyamanan yang dirasakan karena beberapa orang Papua terkadang suka memaksakan kehendak bahkan ketika orang lain sudah menolak dengan halus. (P.11) Kebiasaan mabuk mereka yang sering kali meresahkan warga Yogyakarta. (P.18)

Merasa tidak nyaman. Mengubah situasi di sekitar lingkungan. (P.71)


(63)

Masyarakat Yogyakarta merasa sikap kelompok Papua yang suka memaksa dan kebiasaan mabuk dapat menimbulkan menurunnya kenyamanan di kota Yogyakarta.

6) Mengancam Ketertiban Umum

Ketertiban umum berwewenang untuk menjaga keteraturan demi keamanan dan keselamatan massa. Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dirasa mengacaukan ketertiban umum (7,9%) sebab sering melakukan tidak taat aturan dan melakukan pelanggaran.

Ngebut-ngebutan di jalan dan mengendarai motor tanpa mengenakan helm. Marah-marah di jalan dan kadang memberikan tatapan tajam. (P.22)

Semena-mena di jalan, tidak pakai helm, melanggar lalu lintas, dll. (P.39)

Nglanggar lalu lintas tapi gamau kena sanksi. (P.73)

Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dirasa dapat menjadi ancaman ketertiban umum khususnya lalulintas di Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta merasa kelompok Papua sering melanggar peraturan lalulintas seperti tidak memakai helm saat berkendara dan berkendara melebihi kapasitas. Kekhawatiran masyarakat Yogyakarta terhadap sikap ini membuat masyarakat merasa kehadiran kelompok Papua mengancam nilai-nilai ketertiban umum yang ada di Yogyakarta.


(64)

b. Kesehatan

Ancaman realistik berikutnya ialah kesehatan. Kesehatan digolongkan ancaman realistik sebab individu atau kelompok merasa berelasi dengan individu atau kelompok lain dapat mengancam kesehatan individu atau kelompok tersebut sehingga dapat menurunkan produktifitas mereka maka, kehadiran kelompok lain bisa berpotensi ancaman. Penelitian menemukan kehadiran kelompok Papua dianggap dapat membawa dampak buruk pada kesehatan (0,9%) masyarakat di Yogyakarta.

Kemungkinan peningkatan jumlah aborsi akibat seks bebas di Yogyakarta. (P.4)

Pernyataan di atas merupakan satu-satunya bentuk ancaman realistik yang dirasa menyerang kesehatan. Pendapat tersebut menganggap perilaku seks bebas yang dilakukan kelompok Papua akan meningkatkan jumlah aborsi di Yogyakarta sehingga kehadiran kelompok Papua akan membawa ancaman bagi kesehatan masyarakat Yogyakarta.

c. Kerugian Materi

Kerugian materi berarti tidak mendapat manfaat atau kehilangan sesuatu yang berharga. Pada penelitian ini ditemukan


(65)

kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dirasa dapat membawa kerusakan (1,9%) lingkungan dan fasilitas di Yogyakarta.

Kehadiran mereka (kelompok Papua) bisa membawa perusakan atau vandalism. (P.40)

Terjadinya pengrusakan. (P.70) d. Kekuatan Kelompok

Kekuatan kelompok merujuk pada kekuasaan, daya, kekuatan yang menempatkan derajat kelompok dalam sosialnya. Pada penelitian ini ditemukan pendapat bahwa kehadiran kelompok Papua dianggap berpotensi mengancam kekuatan kelompok khusunya kekuasaan (0,9%) kelompok masyarakat Yogyakarta di Yogyakarta sendiri.

Kehadiran mereka (Papua) membuat kurang leluasa mendapatkan hak kenyamanan. (P.23)

Masyarakat Yogyakarta merasa bahwa kehadiran kelompok Papua dapat mengancam hak-hak warga lokal, seperti hak kenyamanan. Kelompok Papua dianggap membuat masyarakat Yogyakarta kurang leluasa di daerahnya sendiri sehingga mereka dirasa mengancam hak warga lokal.

2. Ancaman Simbolik

Selain anggapan ancaman realistik yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kelompok Papua, ancaman simbolik juga ditemukan dalam penelitian ini dengan persentase sebesar 11,8%. Berikut ini tabel


(66)

ancaman simbolik yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua.

Tabel 11

Ancaman Simbolik

No. Kategori Uraian Referensi %

1

Nilai-nilai

a. Perilaku yang tidak sesuai budaya lokal

seme-mena di jalan 2 1,9

berbicara tidak sopan 2 1,9

menolak sanksi 1 0,9

melakukan kegiatan yang tidak

baik, semenah-menah 1

0,9

seks bebas 1 0,9

Jumlah 7 6,9

b. Perbedaan nilai

pertentangan nilai antar

etnis/suku 1

0,9

Jumlah 1 0,9

2

Harga Diri

a. Direndahkan meremehkan 1 0,9

merendahkan orang Jawa 1 0,9

Jumlah 2 1,9

b. Diskriminasi

rasis sebab hanya bergaul sesama kelompok, diskriminasi

ras 2

1,9


(67)

Berdasarkan hasil analisis isi ditemukan bahwa kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dianggap oleh masyarakat Yogyakarta mengancam nilai-nilai dan harga diri masyarakat Yogyakarta.

a. Nilai-nilai

Ancaman simbolis merupakan bentuk ancaman yang dirasa menyerang nilai-nilai yang diyakini kelompok. Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dirasa sebagai ancaman yang dapat mengganggu atau mengusik nilai-nilai yang telah diyakini kelompok masyarakat di Yogyakarta. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kehadiran kelompok Papua dirasa memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan budaya Yogyakarta dan adanya perbedaan nilai-nilai yang berujung pada pertentangan.

1) Perilaku yang Tidak Sesuai Budaya Lokal

Kehadiran kelompok Papua dianggap oleh masyarakat Yogyakarta dapat membawa ancaman yaitu perilaku kelompok Papua tidak sesuai dengan budaya lokal (6,9%).

Berbicara yang tidak sopan. (P.25) Mereka akan berbicara nyolot. (P.36) Suka teriak-teriak. (P.75)

Kelompok masyarakat Yogyakarta memandang kelompok Papua memiliki etika buruk dalam bertindak-tanduk misalnya cara bicara orang Papua dirasa nyolot dterkesan teriak-teriak. Sikap ini


(68)

membuat masyarakat Yogyakarta merasa kehadian kelompok Papua dapat mengancam nilai-nilai kesopanan di Yogyakarta. Selain itu, kelompok Papua juga dianggap melakukan perilaku seks bebas yang dirasa bertolak belakang dengan nilai yang diayomi masyarakat Yogyakarta. Pendapat-pendapat ini membuat masyarakat Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua akan mengancam nilai-nilai tindak-tanduk yang berlaku di Yogyakarta. 2) Perbedaan Nilai

Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta dirasa membawa perbedaan-perbedaan nilai yang dapat membawa pertentangan antar etnis (0,9%) di Yogyakarta.

Kehadiran mereka dapat membuat pertentangan antar etnis. (P.75)

Masyarakat Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua akan mengancam nilai-nilai yang diayomi masyarakat Yogyakarta. b. Harga Diri

Pada penelitian ini ditemukan bahwa kehadiran kelompok Papua dianggap dapat menjadi ancaman oleh masyarakat di Yogyakarta sebab kelompok Papua dirasa tidak menaruh rasa hormat pada masyarakat lokal dan melakukan diskriminasi.


(69)

1) Direndahkan

Pada penelitian ini ditemukan bahwa kehadiran kelompok Papua dianggap dapat menjadi ancaman bagi kehormatan masyarakat di Yogyakarta sebab kelompok Papua dianggap merendahkan masyarakat lokal (1,9%).

Karena orang Jawa dikenal lembut, mereka juga cenderung semena-mena dan meremehkan.(P.1)

Merendahkan atau menganggap remeh orang Jawa karena orang Jawa mereka anggap lemah. (P.12)

Masyarakat di Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua di

Yogyakarta menjatuhkan harga diri mereka sebab kelompok Papua bersikap

semena-mena dan tidak menaruh hormat pada masyarakat lokal. Kelompok

Papua dianggap memanfaatkan sikap lembut dan kalem masyarakat suku

Jawa di Yogyakarta dengan bersikap meremehkan. Hal tersebut membuat

masyarakat Yogyakarta merasa terancam harga dirinya atas kehadiran

kelompok Papua di Yogyakarta.

2) Diskriminasi

Pada penelitian ini ditemukan bahwa masyarakat Yogyakarta merasa

didiskriminasi (1,9%) oleh kelompok Papua.

Rasis karena mereka hanya mau bergaul dengan sesama rasnya. (P.21)

Mereka diskriminasi pada orang Jawa. (P.24)

Pernyataan di atas menunjukkan pendapat bahwa kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta justru menjadi ancaman sebab


(70)

kelompok Papua dianggap tidak ingin bergaul dengan kelompok lain di luar kelompoknya. Hal ini membuat masyarakat Yogyakarta merasa ditolak dan diturunkan harga dirinya.

D. Pembahasan

Berdasarkan Intergroup Threat Theory terdapat dua bentuk ancaman antar kelompok yaitu bentuk ancaman simbolik dan bentuk ancaman realistik. Bentuk ancaman simbolik ialah bentuk-bentuk ancaman yang dirasa menyerang nilai-nilai, simbol, kepercayaan, ideologi, harga diri atau pandangan kelompok. Sedangkan bentuk ancaman realistik merupakan bentuk-bentuk ancaman nyata yang dirasa menyerang sumber daya, kesehatan, keamanan, ekonomi dan materi (Stephan, Ybarra & Morrison, 2011). Ancaman terjadi ketika tindakan, keyakinan atau karakteristik sebuah kelompok menentang tujuan atau kesejahteraan kelompok lain (Riek, Mania, & Gaertner, 2006). Pada penelitian ini ditemukan indikasi perasaan terancam yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua didominasi bentuk ancaman realistik dibandingkan bentuk ancaman simbolik. Temuan penelitian berupa bentuk ancaman yang dirasa menyerang keamanan, kesehatan, materi dan kekuasaan. Masyarakat Yogyakarta merasa kehadiran kelompok Papua dapat mengancam keamanan sebab membahayakan lingkungan sekitar, memicu kerusuhan dan mengganggu kenyamanan kota Yogyakarta. Pada penelitian lain ditemukan ancaman realistik berkaitan


(71)

dengan kerugian materi di mana kehadiran kelompok lain atau imigran dapat menjadi pesaing dalam memperebutkan sumber-sumber daya di lingkungan setempat misalnya lapangan kerja dan sumber daya alam (Zarate, Garcia, Garza, & Hitlan, 2003). Walaupun berada dalam lingkup penelitian ancaman antar kelompok, ditemukan perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian ancaman antar kelompok lainnya yaitu bentuk ancaman realistik yang dirasakan warga lokal dari kehadiran imigran rupanya berkaitan juga dengan keamanan dan kenyamanan setempat. Ancaman realistik dalam Intergroup

Threat Theory merujuk pada ancaman yang menyerang materi dan fisik

(Stephan, Ybarra & Morrison, 2011), namun penelitian ini menemukan bahwa ancaman realistik juga dapat berbentuk non-fisik yaitu gangguan kenyamanan atau rasa nyaman.

Dari analisis di atas dapat diinterpretasi bahwa perasaan terancam yang dirasakan masyarakat Yogyakarta diduga muncul dari beberapa faktor dan memiliki akibat (Stephan, Ybarra & Morrison, 2011). Perasaan terancam yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya faktor hubungan antar kelompok, faktor dimensi budaya kolektivis, faktor situasional dan perbedaan individu (Stephan, Ybarra, & Morrison, 2007). Hubungan masyarakat Yogyakarta dengan kelompok Papua menyebabkan gesekan sosial. Masyarakat Yogyakarta merasa kelompok Papua mempertahankan kebiasaan-kebiasaan


(72)

dan nilai-nilai mereka ke Yogyakarta sehingga menyebabkan perbedaan dan pertentangan dengan warga lokal. Menurut Crisp, Stone dan Hall (2006) pertentangan dan perbedaan nilai antara warga lokal dan pendatang membuat kehadiran pendatang dirasa dapat menjadi ancaman. Hal ini seperti yang terjadi pada masyarakat Yogyakarta terhadap kehadiran kelompok Papua. Dari temuan penelitian diketahui bahwa masyarakat Yogyakarta merasa kelompok Papua membawa kebiasaan buruk mereka ke Yogyakarta seperti kebiasaan mabuk-mabukan, berbicara teriak-teriak dan semena-mena di jalan. Kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta menambah kemungkinan terjadinya perasaan terancam bagi masyarakat Yogyakarta. Kondisi dimensi budaya kolektivis pada masyarakat Yogyakarta menyebabkan perilaku kepatuhan, konformitas dan menjunjung nilai-nilai kebersamaan, sehingga bila terdapat anggota kelompok yang terganggu maka anggota lain juga demikian (Topalova, 1997; Stephan, Ybarra & Morrison, 2007). Hal ini menambah potensi munculnya perasaan terancam yang dirasakan masyarakat Yogyakarta dari kehadiran kelompok Papua.

Hubungan antar masyarakat Yogyakarta dan kelompok Papua ditambah dimensi budaya kolektif yang melekat pada kedua kelompok menyebabkan masyarakat Yogyakarta merasa waspada akan kehadiran kelompok Papua di Yogyakarta. Keadaan ini dapat menjadi lebih buruk bila situasi di sekitar kedua kelompok tidak kondusif, misalnya terdapat kejadian, insiden atau


(1)

26

mabuk dan mengacaukan lingkungan umum. Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan tawuran antar kelompok Papua dan menyebabkan kericuhan di

lingkungan sekitar.

mabuk dan mengacaukan lingkungan umum, tawuran antar kelompok Papua dan menyebabkan kericuhan di lingkungan sekitar. 27 Mengancam rasa aman dan

nyaman kehidupan di Yogyakarta.

Mengancam rasa aman dan nyaman

28

Pertengkaran dengan orang Papua mungkin bisa sering terjadi. bisa membahayakan orang lain. Kurang mengikuti aturan dalam

mengendarai sepeda motor.

Pertengkaran sesama Papua yang bisa membahayakan orang lain. Kurang mengikuti aturan dalam mengendarai sepeda motor. 29 pemicu adanya tindak anarkis di

masyarakat.

pemicu tindakan anarkis

30 menjadi was-was karena mereka

sering bertikai

menjadi was-was karena mereka sering bertikai

31 mabuk di jalan, mencegat

orang-orang di jalan, demo.

mabuk di jalan, mencegat orang-orang di jalan, demo.

32 Kekerasan antar orang Papua Kekerasan antar


(2)

33

Kasar, memicu pertengkaran, mengganggu ketenangan. Ketertiban lalu lintas terganggu.

Kasar, memicu pertengkaran, mengganggu ketenangan,

Ketertiban lalu lintas terganggu.

34

kekerasan oleh warga Papua terhadap penduduk asli. semena-mena di jalan (tidak pakai helm, melanggar lalu lintas, dll).

Kekerasan antar orang Papua semena-mena di jalan (tidak pakai helm, melanggar lalu lintas, dll)

35

Perusakan/vandalisme, kerusuhan, keresahan masyarakat, ketakutan jika akan berpergian.

Pengrusakan/

vandalisme,

kerusuhan, keresahan dan ketakutan

36 berbahaya jika sedang marah berbahaya jika

sedang marah

37 semakin takut terhadap orang yang

berasal Papua/merasa gelisah.

takut terhadap orang yang berasal

Papua/merasa gelisah.

38 pelanggaran tata tertib pelanggaran tata

tertib 39 Keamanan, terjadinya pengrusakan terjadinya

pengrusakan Keamanan,

40

tindak kekerasan. Merasa tidak nyaman. Mengubah situasi di sekitar lingkungan. Bahaya.

tindak kekerasan, tidak nyaman, bahaya. Mengubah situasi di sekitar lingkungan


(3)

41 meningkatnya jumlah kekerasan meningkatnya jumlah kekerasan 42 nglanggar lalu lintas tapi gamau

kena sanksi & ricuh

nglanggar lalu lintas tapi menolak sanksi & ricuh

43 membuat keributan di malam hari

bisa menggangu ketentraman.

membuat keributan di malam hari bisa menggangu ketentraman.

44 Keras, jorok, tidak tertib. keras, tidak tertib

45 Kriminalitas Kriminalitas

46 Kerusuhan, perkelahian Kerusuhan,

perkelahian

47

kerusuhan dan ketidaknyamanan dalam lingkungan, seperti tindak kekerasan.

kerusuhan dan ketidaknyamanan dalam lingkungan, seperti tindak kekerasan.

48 kriminalitas kriminalitas

49

suku Papua yang dikenal rusuh ini menjadi salah satu penyebab keberadaan mereka juga yang sering membuat orang lain merasa tidak nyaman di dekat mereka.

membuat orang lain merasa tidak nyaman di dekat mereka.

50

tingkah laku mereka yang kasar terutama saat mereka mabuk-mabukan

mereka yang kasar terutama saat mereka mabuk-mabukan


(4)

52 Mabuk-mabukan.Nggak tertib (contoh: naik motor tidak pakai helm)

Mabuk-mabukan, tidak tertib berkendara


(5)

Lampiran 6

UJI KELAYAKAN: Rater I

No

Indikator

Kategori

Jawaban

TR

KR

R SR

A

Keamanan adalah bebas dari rasa

takut atau cemas dari sesuatu yang

mengganggu atau berbahaya,

ketentraman.

1. Kerusuhan

3

2. Konflik

3

3. Kekerasan

3

4. Kriminalitas

3

5. Gangguan Kenyamanan

3

6. Melanggar Peraturan

3

B

Kesehatan adalah keadaan fisik dan

psikologis seseorang yang

memungkinkannya hidup produktif

secara sosial, biologis dan psikis.

7. Aborsi

3

C

Kerugian materi adalah tidak

mendapatkan manfaat atau

kehilangan sesuatu yang berharga

seperti harta, tempat tinggal, dll.

8. Pengrusakan

3

9. Vandalisme

3

D

Kekuatan kelompok adalah

kekuasaan, daya, dan kekuatan yang

menempatkan derajat kelompok

dalam sosialnya.

10. Kekuasaan Hak

3

E

Nilai adalah sebuah prinsip umum

terkait pola perilaku di suatu budaya

atau masyarakat melalui proses

sosialisasi atau keanggotaan, yang

dijunjung atau dihargai bersama.

11. Perilaku yang tidak sesuai

budaya lokal

4

12. Perbedaan Nilai

3

F

Harga diri adalah derajat seseorang

menilai diri atau kelompoknya.

13. Direndahkan

4

14. Diskriminasi


(6)

Lampiran 7

UJI KELAYAKAN: Rater II

No

Indikator

Kategori

Jawaban

TR KR

R

SR

A

Keamanan adalah bebas dari rasa

takut atau cemas dari sesuatu yang

mengganggu atau berbahaya,

ketentraman.

1. Kerusuhan

4

2. Konflik

4

3. Kekerasan

3

4. Kriminalitas

3

5. Gangguan Kenyamanan

2

6. Melanggar Peraturan

3

B

Kesehatan adalah keadaan fisik dan

psikologis seseorang yang

memungkinkannya hidup produktif

secara sosial, biologis dan psikis.

7. Aborsi

3

C

Kerugian materi adalah tidak

mendapatkan manfaat atau

kehilangan sesuatu yang berharga

seperti harta, tempat tinggal, dll.

8. Pengrusakan

4

9. Vandalisme

3

D

Kekuatan kelompok adalah

kekuasaan, daya, dan kekuatan

yang menempatkan derajat

kelompok dalam sosialnya.

10. Kekuasaan Hak

2

E

Nilai adalah sebuah prinsip umum

terkait pola perilaku di suatu

budaya atau masyarakat melalui

proses sosialisasi atau keanggotaan,

yang dijunjung atau dihargai

bersama.

11. Perilaku yang tidak sesuai

budaya lokal

4

12. Perbedaan Nilai

3

F

Harga diri adalah derajat seseorang

menilai diri atau kelompoknya.

13. Direndahkan

4

14. Diskriminasi