Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (Umkm).

(1)

PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

(UMKM)

Oleh:

Dr. Drs. Agustinus Widanarto.M.Si.

NIRM :

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

DESEMBER

2014


(2)

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH

( UMKM )

Jatinangor, Desember 2014

Mengetahui, Peneliti,

Kepala Departemen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

Dr. Franciscus Van Ylst. Drs., M.Hum Dr., Drs. Agustinus Widanarto, M.Si NIP. 19530911 198203 1 003 NIP. 19550522 198303 1 003

Menyetujui

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasPadjadjaran

Dr. Arry Bainus, M.A NIP. 19610627 199001 1 001


(3)

1. JudulUsulan: PERAN PEMERINTAH KOTA CIMAHI DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM). 2. Peneliti

a. Namalengkap dan Gelar : : Dr., Drs. AgustinusWidanarto, M.Si b. Jeniskelamin : Laki – Laki

c. JabatanFungsional : LektorKepala

d. Fakultas/Program Studi : ISIP/IlmuPemerintahan

e. Alamat Kantor : Jl. Raya Bandung Sumedang Km. 21

f. AlamatRumah : JlAtletik II No. 16 Arcamanik Bandung 40293 g. Telepon/E-Mail : 08122010843/a_widanarto@yahoo.com

3. Alokasiwaktu untuk penelitianini : 256 jam/16 Minggu 4. ObjekPenelitian

Objek penelitian ini adalah kegiatan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang dilakukan oleh masyarakat Kota Cimahi.

5. Masa PelaksanaanPenelitian

 Mulai : September 2014

 Berakhir : Desember 2014 6. Anggaran yang diusulkan : Rp. 15.000.000 7. LokasiPenelitian : Kota Cimahi Jawa Barat

8. Hasil yang ditargetkan adalahMenganalisis, mengidentifikasikan data Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program

pemerintah;


(4)

i

ABSTRAK

Judul penelitian: Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Maksud penelitian ini adalah menganalisis, mengidentifikasikan data dan informasi tentang pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program pemerintah dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi, mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi dan menganalisis strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi.

Metode penelitian menggunakan metode deskriptif dengan analisis data kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan dukungan penyediaan anggaran APBD untuk workshop, sertifikasi halal , pengemasan produk dan pendampingan dan semua pelaku UMKM belum mampu didata secara optimal oleh Pemerintah Kota Cimahi. Kedua, faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi adalah faktor internal dan faktor eksternal yang berkaitan dengan kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi, iklim usaha yang kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar, implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Ketiga, strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi baru dalam tahap identifikasi potensi, analisis kebutuhan, dan rencana kerja bersama, sehingga dalam pelaksanaannya masih memerlukan proses sosialisasi yang komprehensif serta monitoring dan evaluasi. Khusus yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri dalam mengembangkan klaster ekonomi yang difokuskan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL).


(5)

ii

ABSTRACT

Purpose of this study was to analyze , identify data and information about empowering Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi related to government programs with the objective of identifying and analyzing the empowerment program of Micro, Small and Medium Enterprises conducted by the Government Cimahi , determine whether the factors that impede the empowerment of Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi and analyze the strategy of empowering Micro, Small and Medium Enterprises ( MSMEs ) in Cimahi.

Methods of research used descriptive method with qualitative data analysis with data collection techniques in-depth interviews and documentary studies.

The results showed that the first , Micro, Small and Medium Enterprises are implemented Cimahi Government still needs to support the provision of local budget workshop , halal certification , product packaging and mentoring and all UMKM have not been able to optimally recorded by the Government Cimahi. Second , the factors that inhibit the development program of Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi are internal factors and external factors related to the lack of capital and limited access to financing , conditions of human resources, lack of business networks and market penetration , the entrepreneur mentality and lack of transparency , lack of conducive business climate , limited facilities and infrastructure businesses , extortion , human resource implications conditions ( SDM ) , the weakness of the business network and market penetration ,entrepreneur mentality and lack of transparency. Third, the strategy of empowering Micro, Small and Medium Enterprises in Cimahi new stage in the identification of strengths , needs analysis , and the joint work plan , so that the implementation still requires a comprehensive socialization process as well as monitoring and evaluation. That has received capital facilities and infrastructure Government Cimahi still require expansion of the network in the form of independent businesses in developing economic clusters focused in Local economic Development.


(6)

iii

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena penulis dapat

menyelesaikan penelitian dengan judul Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).

Penelitian ini penulis susun untuk memenuhi syarat dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi bagi saya sebagai salah seorang Dosen di FISIP UNPAD.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima

kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Arry Bainus, MA. selaku Dekan FIFIP UNPAD dan Bapak Dr. Fransiscus

Van Ylst.,M.Hum. selaku Ketua Departemen Ilmu Pemerintah yang telah memberi kesempatan pada saya untuk melakukan penelitian ini.

Pada Kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh informan di Kota Cimahi dan semua pihak yang telah membantu saya, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

Akhirnya tiada lain harapan penulis, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis maupun pihak lain.

Jatinangor , Desember 2014


(7)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR……… iii

DAFTAR ISI……….………. iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I : PENDAHULUAN……… 1 ……….

1.1 Latar Belakang Penelitian ……… 1

1.2 Permasalahan ……….……….………. 6

1.2.1.Identifikasi Masalah...……….. 6

1.2.2. Rumusan Masalah……… ... 7

1.2.3. Fokus Masalah ……….. 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ……… 8

1.3.1. Maksud Penelitian ………. 8

1.3.2. Tujuan Penelitian ………... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ……….……….. 8

1.5 Kerangka Pemikiran ……….………...……… 9

1.6 Metode Penelitian ... 17

1.6.1 Desain Penelitian ... 17

1.6.2 Definisi Konsep dan Fokus Penelitian ... 18

1.6.3 Sumber Data ... 18

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 19

1.6.5 Analisis Data ... 20

1.6.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ……… 23 ………

2.1 Konsep Pemberdayaan………... 23


(8)

v

2.1.2. Pemberdayaan Program Pemerintah ………. 25

2.2. Pemberdayaan Dalam Pemerintahan ……… 28

2.3. Pemerintahan dan Fungsi Pemerintahan ……… 30

2.4.Tinjauan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ………. 37

BAB III : OBYEK PENELITIAN ……… 45 ………7

3.1. Sejarah Kota Cimahi ……… 45

3.2. Visi dan Misi Kota Cimahi ... 47

3.3. Struktur Organisasi Kota Cimahi ... 48

3.4. Peran dan Fungsi Kelembagaan Kota Cimahi ... 49

3.5. Gambaran Umum Pekembangan UMKM dan SIUP di Kota Cimahi Sebagai Elemen Penting Pengembangan ………… 50

3.6. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Koperasi Industri Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan) ……….. 58

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 61

4.1. Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang Dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi ……… 61

4.2. Faktor-Faktor yang Menghambat Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Di Kota Cimahi ………. 78

4.1. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi……….. 86

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

5.1. Kesimpulan ………... 113

5.2. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ………. 115

Lampiran Pedoman Wawancara ... 117


(9)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil di Kota Cimahi ... 4 Tabel 1.2 Jadual dan Waktu Kegiatan ... 22


(10)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1. Struktur Organisasi Kota Cimahi ... 49 Gambar 3.2. Contoh Surat Izin Usaha Perdagangan ... 54


(11)

1

1.1Latar Belakang Penelitian

Krisis ekonomi tahun 1997 sampai dengan tahun 1998 merupakan lembaran paling suram dalam sejarah perekonomian di tanah air, sehinga banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) diberbagai perusahaan. Namun disisi lain usaha kecil menengah (UKM) tetap bertahan, bahkan ada yang menyatakan bahwa usaha kecil menengah (UKM) merupakan sabuk pengaman perekonomian nasional dan sampai saat ini merupakan penopang perekonomian masyarakat kecil dan menengah.

Berdasarkan data Kementrian Koperasi Usaha Kecil Menengah, di Indonesia sektor Usaha Kecil menengah (UKM) mampu menyedot 91,8 juta tenaga kerja dari 113,83 juta angkatan kerja.1 UKM juga memiliki kontribusi besar terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) hingga 55,6 persen atau Rp. 2.6094 triliun. Kontribusi UKM bagi Jawa Barat pun tak kalah tinggi, dimana sebanyak 8,21 juta unit UKM di Jabar sanggup menyerap 13,79 juta orang atau 88,5 persen total tenaga kerja di Jawa Barat. UKM menyumbang sedikitnya 60,34 persen PDRB Jawa Barat Tahun 2009. Sehingga, Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) telah memiliki kontribusi yang sangat besar dalam membantu perekonomian Indonesia sehingga dalam kiprahnya

1 Portal website Kementrian Koperasi dan UKM dalam www.kemenkukm.go.id diunduh tanggal 29 November 2010.


(12)

terbukti dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja unskilled yang ilmunya tidak harus didapatkan dari bangku pendidikan formal.

Keberhasilan pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menegah (UMKM) yang mampu bertahan dari krisis ekonomi global, baik nasional maupun dunia internasional. Hal ini terbukti dari adanya pengakuan Presiden Barrack Obama terhadap konsep kewirasusahaan Goris Mustaqim, seorang usahawan muda berumur 27 Tahun kelahiran Tarogong Garut.2 Goris adalah penggagas program gerakan kewirausahaan dikalangan mahasiswa (Innovative Entrepreneurship Challenge) se-Jawa dan Bali tahun 2007 dan membentuk paguyuban, kemudian menghimpun para pemuda dari dalam dan luar negeri yang memiliki idealisme untuk membangun daerah, sehingga terhimpun Usaha Kecil Menengah (UKM). Ungkapan terkenal yang Goris sampaikan yaitu:

“bahwa program pemerintah tidak lanjut, hanya aksi saja, seharusnya

modelnya seperti Amerika, salah satu yang bikin wirausaha berkembang

adalah “supporting system”. Metoda di kampus berupa pembinaan

-pembinaan semacam pusat incubator bisnis. Jadi kampus menjadi pusat pembibitan wirausahawan handal yang kelak akan menjalankan dan memajukan roda ekonomi bangsa, sehingga mahasiswa didorong untuk berwirausaha oleh pemerintah. Pembinaan sangat penting , karena yang pertama dibutuhkan adalah mindset. Mindset itu bukan skill, sehingga perlu dikuatkan lebih dulu. Dana hibah tidak tepat, sebaiknya memberikan kailnya, kalaupun ada dana hibah sebaiknya bekerja sama badan-badan yang berpengalaman misal dikampus ada inkubator, atau badan kusus yang dibentuk sehingga professional, artinya selain menyalurkan juga bikin targetnya jelas. Dengan pengembangan baik di universitas maupun dikampung halamannya, sehingga meraih kesuksesan terbaik ditingkat asia, dalam hal ini diakui oleh presiden adikuasa yaitu Barrack Obama. Kesuksesan dalam mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan


(13)

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) juga telah dibuktikan daerah lain misal Batam dengan mampu meningkatkan pengembangan industri kreatif yaitu tempurung kelapa, Bali dan Yogjakarta, dan Solo terkenal dengan batiknya yang mampu menembus pasar dunia. 3

Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), dewasa ini mendapat perhatian khusus oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kota/kabupaten dengan melalui berbagai kebijakan dan program-program. Kontribusi terbesar dalam pembangunan ekonomi di Kota Cimahi pada tahun 2008/2009 didominasi oleh sektor industri pengolahan.

Sumber data sektor industri ini diperoleh dari hasil survei tahunan perusahaan industri besar/sedang. Dalam pengumpulan data statistik industri, yang dimaksud dengan industri besar adalah perusahaan dengan jumlah pekerja 100 orang atau lebih, industri sedang dengan jumlah pekerja antara 20 sampai dengan 99 orang, sedangkan Industri kecil mempunyai pekerja antara 5 sampai dengan 19 orang dan perusahaan yang mempunyai pekerja kurang dari 5 orang disebut usaha rumah tangga.

Jumlah perusahaan industri pada tahun 2008 terdiri dari industri besar sebanyak 65 perusahaan dan industri sedang sebanyak 105 perusahaan. Jumlah perusahaan industri besar dan sedang paling banyak berada di wilayah kecamatan Cimahi Selatan, yaitu 123 perusahaan (72,35 %). Sedangkan yang paling sedikit berada di wilayah kecamatan Cimahi Utara, yaitu 15 perusahaan ( 8,82 %).

3


(14)

Tabel 1.1

Jumlah Industri Besar, Sedang dan Kecil di Kota Cimahi Tahun 2012

Sumber : BPS Kota Cimahi, 2012

Pengembangan selanjutnya dilakukan melalui program Kelompok Usaha Bersama (Kube) yang berpola kelompok dan bantuan modal untuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Akan tetapi, sampai tahun 2010 untuk pendataan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Kota Cimahi, datanya belum sesuai dengan yang diharapkan.

Hal ini teridentifikasi dari data yang diperoleh masih belum sesuai dengan kriteria yang berlaku, dimana dalam data UKM yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Cimahi khususnya Disperekop Kota Cimahi, hanya memuat data mengenai target market, asset, omzet, profit, dan jumlah pegawai. Sementara itu, seharusnya data tersebut sudah menyesuaikan dengan kriteria UMKM berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dinyatakan bahwa :


(15)

1. Kriteria Usaha Mikro

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000 (limapuluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000

(tigaratus juta rupiah) 2. Kriteria Usaha Kecil

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000 (limapuluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000

(tigaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah)

3. Kriteria Usaha Menengah

a. memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000 (dua milyar limaratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000 (lima puluh milyar rupiah)

Data yang valid dan sesuai aturan merupakan salah satu unsur keberhasilan dalam mendukung suksesnya program peningkatan dan pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi. Sampai saat ini, jumlah UMKM yang terdaftar di Dinas Perekonomian, Koperasi dan UMKM Kota Cimahi masih dinamis dimana jumlah terakhir yang terdata berdasarkan hasil pendataan penyuluh KUMKM Kota Cimahi Periode Januari S/D Desember 2012 sebanyak 6.568 KUMKM tanpa kriteria normatif sebagaimana yang disebutkan di atas.

Berdasarkan informasi awal dari Kepala Bidang Koperasi dan UKM Kota Cimahi menyatakan bahwa pengembangan UMKM di Kota Cimahi terhambat oleh kurangnya data yang dimiliki lembaga (Disperekop dan UKM) mengenai kondisi UKM yang ada. Selain itu, melihat hasil evaluasi lapangan dan


(16)

perkembangan tahun 2013, banyak UMKM yang tidak mampu melanjutkan usahanya sebagai akibat sulitnya akses pemasaran produk.4

Temuan awal masalah lainnya adalah kurangnya perhatian yang serius dari Pemerintah Kota Cimahi dalam memberikan bantuan modal dan peluang pemasaran. Selain itu, masih banyak UMKM yang sudah memperoleh bantuan modal dari Pemerintah Kota Cimahi kurang memperlihatkan perkembangan usaha yang bagus.5

Berdasarkan uraian di atas, maka dengan melihat kondisi perkembangan UMKM di Kota Cimahi peneliti menduga bahwa Pemerintah Kota Cimahi kurang memiliki program yang mampu memberdayakan UMKM. Sehingga,peneliti tertarik untuk lebih mendalami permasalahan tersebut dan ingin menuangkannya

kedalam bentuk penelitian yang berjudul “Peran Pemerintah Kota Cimahi Dalam Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)”

1.2. Permasalahan

1.2.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang dijelaskan dalam latar belakang penelitian, perlu diidentifikasi masalah penelitian, yaitu : Masyarakat merupakan obyek dan subyek dari dinamika pelaksanaan program-program pembangunan di Kota Cimahi, yang terus menerus berkembang seiring dengan pemenuhan tingkat kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi.

4 Wawancara dengan Kepala Bidang Koperasi Kota Cimahi tahun 2014 di Kantor Diskopindagtan Kota Cimahi Tahun 2014.

5


(17)

Dalam hal pemberdayaan UMKM, konsep masyarakat industri yang sudah menjadi salah satu bagian dari budaya masyarakat Kota Cimahi, memiliki berbagai permasalahan yang harus dicermati. Hal-hal yang perlu dicermati dari adanya permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang penelitian di atas, dapat diidentifikasikasikan dalam uraian sebagai berikut :

1) Kurang lengkapnya data UMKM yang ada di Kota Cimahi; 2) Kurangnya bantuan untuk UMKM dalam modal dan pemasaran 3) Kurangnya pembinaan dari Pemerintah Kota Cimahi

1.2.2. Rumusan Masalah

Dalam uraian identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimanakah program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi ?

2) Faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi ?

3) Bagaimana strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi ?

1.2.3. Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, terdapat kecenderungan yang memungkinkan adanya keterkaitan antara program pembangunan dengan peningkatan pemberdayaan UMKM yang difokuskan kepada konsep pemberdayaan. Agar penelitian ini mencapai sasaran dan terdesain


(18)

dengan baik, maka dibatasi kepada aspek-aspek pemberdayaan program pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan kemitraan pemerintah dan swasta serta masyarakat. Data-data sekunder yang digunakan adalah data dalam periode Bulan Januari sampai dengan Bulan Desember tahun 2009-2013.

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud diadakannya penelitian ini adalah Menganalisis, mengidentifikasikan data dan informasi tentang pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi yang berkaitan dengan program-program pemerintah;

1.3.2. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengetahui dan menganalisis program pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi;

2) Mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi;

3) Menganalisis strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi;

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Akademis, diharapkan hasil dari penelitian ini memberikan kontribusi dalam pengembangan Ilmu Pemerintahan yang berupa teori


(19)

pemberdayaan dan teori pembangunan yang mendukung pengembangan wawasan akademis, khususnya di bidang Ilmu Pemerintahan.

2. Kegunaan Praktis, diharapkan hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi penyempurnaan program pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi.

1.5. Kerangka Pemikiran

Analisa klasik Milton Friedman menyatakan bahwa “The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphiric autonomy the decision making of teritorially organized community, local self reliance (but not autarchy), direct participacy, democracy, also experimental

social learning”.7

Dari pernyataan tersebut di atas, diperoleh suatu pengertian tentang pendekatan pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pondasi dari alternatif pembangunan yang menempatkan masyarakat untuk memilih alternatif-alternatif pengembangan kegiatan yang mampu dilaksanakan sebagai wujud partisipasinya dalam pembangunan. Masyarakat tidak hanya menjadi penonton atau pelaksana program yang telah ditetapkan, namun mereka juga diberikan kesempatan untuk turut mengusulkan alternatif program-program pembangunan. Kesempatan yang diberikan dapat secara kolektif melalui jalur formal (kelembagaan) maupun informal (media massa cetak maupun elektronik).

Tjahya Supriatna mengemukakan pendapat bahwa :

7) David.C.Korten dan Rudi Klauss.People Centered Development: Contribution Toward Theory and Planning Frameworks.( West Hartford : Kumarian Press, 1994 )


(20)

“Pendekatan pembangunan di negara-negara berkembang dekade 1990-an hingga kini lebih dititikberatkan kepada pembangunan sosial dan lingkungan agar mendukung pertumbuhan ekonomi dengan strategi

“sustained development” yang dicirikan oleh :

a.Pembangunan yang berdimensi pelayanan sosial dan diarahkan kepada kelompok sasaran melalui pemenuhan kebutuhan pokok berupa pelayanan sosial di sektor kesehatan dan gizi, sanitasi, pendidikan dan pendapatan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

b.Pembangunan yang ditujukan kepada pembangunan sosial, seperti mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya serta menciptakan kedamaian;

c.Pembangunan yang berorientasi kepada manusia sebagai subjek

pembangunan melalui “people centered development ” dan ”Promote the

empowerment people” .8

Pendapat di atas, menempatkan pembangunan yang memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan, sanitasi dan lingkungan di urutan pertama sebagai dasar pelaksanaan pembangunan masyarakat selanjutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa program pembangunan masyarakat di bidang pemberdayaan menentukan bidang-bidang pembangunan lainnya.

Pentingnya program pemberdayaan, tidak terlepas dari dukungan dan partisipasi masyarakat yang diikutsertakan secara dini dalam proses perencanaan program. Hal ini dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha, yang mengemukakan kesimpulan bahwa :

“Suatu rencana atau keputusan yang telah disiapkan oleh pemerintah dan

masyarakat hanya mendapat kesempatan untuk menyatakan setuju (biasanya) setelah diarahkan terlebih dahulu, tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Alasannya bahwa masyarakat belum tahu apa-apa janganlah digunakan. Demikian pula alasan bahwa pengikutsertaan

masyarakat sejak awal sekali akan memperlambat proses pembangunan.”9

Maksud pendapat tersebut, apabila masyarakat tidak dilibatkan dalam proses penentuan tujuan akan sulit untuk meyakinkan bahwa program

8)

Dr. Tjahya Supriatna, MS. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.1997.hlm 12

9)


(21)

pemberdayaan pembangunan tersebut dirancang sebagai media untuk memperluas ruang gerak partisipasi masyarakat dalam mengelola pembangunan. Dalam melibatkan masyarakat dituntut kesungguhan dari pemerintah untuk menciptakan inisiasi yang didukung oleh faktor finansial (dana) yang terencana dan faktor otoritas (wewenang) yang tegas dan jelas.

Menurut Osborne dan Ted Gaebler, mengemukakan bahwa “…tugas

pemerintah adalah untuk mengemudikan pembangunan, dan bukan sebagai pengayuh kapal. Hal ini disebabkan karena pemerintah memiliki proporsi kewenangan dalam penciptaan inisiasi dan mengalokasikan dana atau anggaran pembangunan untuk tiap-tiap sektor maupun wilayah.“10

Pendapat di atas diperkuat oleh Kristiadi yang menyatakan bahwa :

“…pemerintah hendaknya menciptakan kondisi yang dapat menumbuhkan

motivasi masyarakat agar secara sukarela berperan serta dalam pembangunan kota, melalui sikap dan kebijakan-kebijakan sebagai berikut :

1. Menyediakan informasi tentang kegiatan-kegiatan pembangunan kota yang dapat dilaksanakan melalui kemitraan antara pemerintah dan masyarakat;

2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan penduduk kota untuk membantu pemerintah dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut demi kepentingan bersama;

3. Menanamkan rasa percaya di kalangan masyarakat bahwa kontribusi mereka pada akhirnya akan memberikan dampak positif terhadap masyarakat dan usahanya;

4. Memberikan bimbingan serta bantuan yang diperlukan oleh masyarakat untuk dapat berperan serta;

5. Menyediakan perangkat peraturan yang diperlukan untuk menjamin terjadinya kerjasama yang saling menguntungkan antara pemerintah dan swasta;

6. Pemerintah kota perlu lebih terbuka mengenai kebijaksanaan yang ditempuh, kegiatan yang akan dilakukan oleh pemerintah kota, dan alasan mengapa kegiatan tersebut dilakukan, terutama dalam mempersiapkan tata ruang kota;

10) Osborne, David and Ted Gaebler.Reinventing Government : How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the public Sector. ( New York : Plume, 1993 : 115 )


(22)

7. Pemerintah kota dapat berkomunikasi dengan masyarakat guna memberikan kesempatan yang luas kepada mereka untuk megembangkan bentuk-bentuk peran serta mereka;

8. Pemerintah kota sebaiknya menetapkan bentuk-bentuk kerjasama serta peraturan-peraturan lainnya yang diperlukan dalam rangka menjamin terjadinya kerjasama yang serasi, seimbang dan selaras antara pemerintah dengan masyarakat dan sektor swasta;

9. Pemerintah kota perlu meningkatkan kemampuan teknis maupun manajerial para aparatnya, meningkatkan kejujuran dan kedisiplinan melalui waskat dalam rangka menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah;

10 .Dalam azas kemitraan, peranan pemerintah dan sektor swasta lebih bersifat sejajar, tetapi masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang perlu diatur dengan rambu-rambu. Rambu-rambu tersebut hendaknya lebih bersifat atas dasar hal-hal yang tidak boleh dikerjakan swasta (negative list). Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan peluang kreatif bagi masyarakat luas.”11

Dari kedua pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa untuk meningkatkan dan memberdayakan program pembangunan di daerah (Kota), pemerintah daerah berkewajiban untuk memantapkan keberhasilan setiap program-program pembangunan, terutama yang langsung menyentuh kepentingan dasar masyarakat. Pemberdayaan program pembangunan dapat dilakukan melalui bantuan program yang memperkuat basis kegiatan yang sudah ada.

Peranan berasal dari kata peran, berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama.12 Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip Soekamto, adalah :

suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.13

11)

Dr. JB.Kristiadi.Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia.( Jakarta : STIA-LAN Press, 1997 )hlm.236

12

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), hal. 735

13


(23)

Istilah peran dikaitkan dengan apa yang dimainkan oleh seorang aktor

dalam suatu drama. Mungkin tak banyak orang tahu, bahwa kata “peran” atau role

dalam bahasa Inggrisnya memang diambil dari dramaturgy atau seni teater. Dalam seni teater seorang aktor diberi peran yang harus dimainkan sesuai dengan plotnya, dengan alur ceritanya, dengan lakonnya.

Lebih jelasnya kata “peran” atau “role” dalam kamus oxford dictionary

diartikan : Actor’s part; one’s task or function. Yang berarti aktor; tugas seseorang atau fungsi.14 Istilah peran dalam “ Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.15

Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation. Harapan mengenai peran seseorang dalam posisinya, dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan/posisi tersebut.

Dalam memahami peranan pemerintah, terlebih dahulu Ndraha yang menyatakan bahwa, fungsi pemerintah terdiri dari :

…pertama fungsi primer dan kedua fungsi sekunder. Fungsi primer yaitu

fungsi yang terus-menerus berjalan dan berhubungan positif dengan

14

The New Oxford Illustrated Dictionary, ( Oxford University Press, 1982), p.1466 15

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2005) hal. 854


(24)

kondisi pihak yang diperintah. Artinya, fungsi primer tidak pernah berkurang dengan meningkatnya kondisi ekonomi, politik dan sosial masyarakat. Pemerintah berfungsi primer sebagai provider jasa-jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan civil termasuk layanan birokrasi. Kedua fungsi itu disingkat sebagai fungsi pelayanan (serving). Fungsi sekunder pemerintah adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan kondisi ekonomi, politik dan sosial yang diperintah, dalam arti semakin tinggi taraf hidup, semakin kuat bergaining position, dan semakin integratif masyarakat yang diperintah, semakin berkurang fungsi sekunder pemerintah. Jika kondisi ekonomi masyarakat lemah, pemerintah menyelenggarakan pembangunan. Semakin berhasil pembangunan, semakin meningkat kondisi ekonomi masyarakat, semakin berkurang fungsi pemerintah dalam pembangunan. Jika masyarakat merasa tertindas (powerless), tidak berdaya menentukan masa depannya, maka pemerintah melakukan program pemberdayaan (empowerment). 16

Dukungan kelembagaan pemerintah akan mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga dalam pembangunan yang terencana, perubahan struktur masyarakat akan terjadi secara bertahap seiring dengan kemandirian masyarakat dalam keikutsertaannya dalam pengelolaan pembangunan yang dikelola secara langsung oleh kelompok masyarakat. Pemerintah akan lebih berfungsi sebagai fasilitator dan mitra yang mendampingi masyarakat dalam mengelola program pembangunan.

Untuk memperjelas dan mendapatkan wawasan yang lebih luas sekaligus sebagai bahan perbandingan, perlu dikemukakan mengenai faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam pemberdayaan pembangunan menurut pendapat Bintoro Tjokroamidjojo yang menyatakan, antara lain :

1. Faktor kepemimpinan ; bahwa dalam pemberdayaan program pembangunan diperlukan adanya figur pemimpin yang berkualitas; 2. Faktor komunikasi ; dengan adanya gagasan, ide, kebijaksanaan, dan

rencana-rencana baru akan mendapatkan dukungan bila diketahui, dan dimengerti masyarakat;

16 Taliziduhu Ndraha. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Cetakan pertama. Rineka Cipta, Jakarta, 2003. hlm. 76


(25)

3. Faktor pendidikan ; dengan tingkat pendidikan yang memadai, masyarakat akan dapat memberikan dukungan partisipasinya dalam

program pembangunan.” 17

Dari uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aparatur pemerintah daerah dalam memberdayakan program pembangunan perlu merancang sedini mungkin proses sosialisasi program-program kepada kelompok-kelompok masyarakat ( Community Group ) sehingga diharapkan mereka memberikan respon positif pada saat pelaksanaan program pembangunan.

Selanjutnya kesimpulan menurut Tjahya Supriatna yang diambil dari asumsi David.C.Korten, Bryan dan White serta Moelyarto Tjokrowinoto, menyatakan bahwa :

“Salah satu unsur penting dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan

program pembangunan adalah dilibatkannya kelompok sasaran dan swadaya masyarakat secara aktif dalam mengelola program pembangunan. Tanpa penyertaan kelompok selaku subyek dan obyek sasaran, serta lembaga swadaya masyarakat dapat dipastikan tujuan program pembangunan akan

terhambat, bahkan boleh jadi gagal total”18

Hubungan yang kuat antara hasil pembangunan dengan prasyarat yang dibutuhkan untuk pembangunan tersebut. Sehingga untuk mencapai hasil yang terbaik sesuai dengan kriteria dan indikator keberhasilan yang ditetapkan menurut parameter sistem sosial, tingkat partisipasi, dan manusia, dibutuhkan dukungan faktor-faktor kepemimpinan, komunikasi dan pendidikan yang merupakan motor penggerak masyarakat dalam menterjemahkan strategi maupun dalam melakukan kemitraan dengan agen-agen pembangunan yang ada. Untuk mencapai hasil yang optimal, maka setiap komponen yang terlibat dalam proses pembangunan harus

17)

Bintoro Tjokroamidjojo.Pengantar Administrasi pembangunan. ( Jakarta :LP3S, 1995 ) hlm 226

18


(26)

TUJUAN Kesejahteraan

Masyarakat

Indikator

- Pembangunan SDM - Sarana dan Prasarana

- Prosedur

merupakan “organisasi belajar” yang penuh dengan kreasi dan inovasi dalam

upaya berkesinambungan untuk menyempurnakan dan meningkatkan hasil setiap tahap. Selanjutnya penulis menggambarkan secara sistematis kerangka pemikiran penelitian, yaitu :

Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1. Pola Kerangka Berpikir.

PEMERINTAH KOTA CIMAHI

Sumber daya Kota - Pedoman - Mekanisme - Koordinasi

TIM PENGELOLA

- PEMKOT

- UMKM

- Lembaga keuangan

- Unsur lainnya

Rencana Tindakan

- Desentralisasi kegiatan - Pemberdayaan Penuh

- Kajian potensi

Analisa Faktor Pemberdayaan

UMKM

(1) Identifikasi Potensi, (2) Analisis Kebutuhan, (3) Rencana Kerja Bersama, (4) Pelaksanaan, (5) Monitoring dan Evaluasi.


(27)

1.6. Metode Penelitian 1.6.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan metode penelitian naturalistik kualitatif, yang memiliki karakteristik sebagai berikut :

1) Sumber data adalah situasi yang wajar atau natural setting; 2) Peneliti sebagai instrumen penelitian, peneliti yang aktif mengumpulkan data melalui pengamatan langsung terhadap situasi ilmiah, wawancara dengan sumber-sumber data, dokumentasi, dan observasi partisipatif guna memudahkan dalam mendeskripsikan dan menganalisis data tersebut, 3) Sangat deskriptif 4) Mementingkan proses maupun produk, artinya memperhatikan bagaimana perkembangan terjadinya sesuatu, 5) Mencari makna dibelakang terjadinya sesuatu, 6) Mengutamakan data langsung atau first hand, 7) Triangulasi : data atau informasi dari satu pihak harus diteliti kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain, 8) Menonjolkan rincian kontekstual 9) Subyek yang diteliti dipandang berkedudukan yang sama dengan peneliti 10) Mengutamakan pandangan responden yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan data dari pendiriannya; 11) Verifikasi, antara lain dengan pengungkapan kasus yang bertentangan atau negatif, 12) Sampling yang purposif, artinya sampelnya cukup sedikit dan dipilih menurut tujuan penelitian 13) Mengutamakan audit trail (mengikuti jejak atau melacak), untuk mengetahui apakah laporan penelitian sesuai dengan yang dikumpulkan, 14) Partisipasi tanpa mengganggu untuk memperoleh situasi yang natural atau wajar; 15) Mengadakan analisis sejak awal penelitian.19

Peneliti mengambil metode penelitian kualitatif (naturalistik) dengan alasan sebagai berikut :

1. Peneliti ingin mengetahui tentang hal-hal yang menyebabkan suatu program pembangunan diberdayakan, sehingga menimbulkan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesejahtraan hidupnya, terutama dibidang Usaha Masyarakat yang berbasis UMKM;

2. Sesuai dengan karakteristik penelitian di atas, peneliti dalam penelitian ini ingin mencari tahu mengenai gambaran secara jelas (deskriptif)


(28)

tentang konsep masa lampau dan konsep masa sekarang, yang memiliki hubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat dalam program UMKM.

3. Proses penelitian dimulai dari mencari data dan fakta yang ada, kemudian dianalisis, diinterpretasi dengan teori-teori pemberdayaan serta partisipasi masyarakat.

4. Informan diambil dari individu-individu atau narasumber yang mengetahui dan memahami peran serta tugasnya dalam kegiatan program pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi

1.6.2. Definisi Konsep dan Fokus Penelitian

Penelitian ini berjudul pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat di Kota Cimahi. Analisis dalam penelitian ini adalah analisis terhadap satu variabel yang berusaha menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah pemberdayaan UMKM program pembangunan masyarakat agar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi. Difokuskan kepada faktor-faktor pemberdayaan program pembangunan masyarakat yang berkaitan dengan kemitraan Pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.

1.6..3. Sumber Data

Sumber Data dalam penelitian ini adalah individu dari suatu kelompok (organisasi) manusia, baik para pelaku maupun kelompok sasaran masyarakat


(29)

yang memiliki hak dan kewajiban dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota Cimahi yang dalam penelitian ini meliputi :

1. Kepala Dinas Koperasi Perindustrian Perdagangan dan Pertanian (Diskopindagtan);

2. Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu (KPPT) Kota Cimahi; 3. Goverment Relation Manager Alfamart Regional Jabar;

4. Ketua Forum Kemitraan Pengembangan Ekonomi Lokal Kota Cimahi; 5. Aggota UMKM ( 5 orang ).

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1.6.4.1. Interview / Wawancara, dalam hal ini peneliti menggunakan wawancara berstruktur. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi atau keterangan yang terperinci dan mendalam (in-depth interview) mengenai pandangan, buah pikiran dan perasaan orang lain yang diberikannya secara bebas.

1.6.4.2. Studi Kepustakaan dan Dokumentasi, dalam hal ini peneliti melihat dan mempelajari berbagai sumber-sumber atau bahan bacaan, seperti buku-buku penunjang teori, makalah ilmiah, jurnal, dokumen-dokumen seperti peraturan perundang-undangan yang relevan dengan bidang yang diteliti. 1.6.4.3. Triangulasi, menurut Alwasilah “Untuk mendapatkan data yang lengkap,

para peneliti kualitatif naturalistis menggunakan teknik triangulation (triangulasi). Dalam penelitian kualitatif , triangulasi ini merujuk pada


(30)

Atau data dari satu pihak dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data tersebut dari sumber lain.

1.6.5. Analisis Data

Analisis Data yang digunakan adalah analisis data secara induktif. Analisis ini digunakan dengan alasan :

1) Lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda seperti yang terdapat dalam data;

2) Membuat hubungan peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan akuntabel;

3) Dapat menguraikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan pada suatu latar yang lainnya21

Analisis data ini dilakukan sejak awal, artinya analisis akan timbul dengan sendirinya bila peneliti menafsirkan data yang diperoleh, hanya saja perlu diadakan pembedaan mana yang merupakan data deskriptif dan mana yang merupakan data analisis atau tafsiran.22

Dalam menganalisis data, peneliti juga melengkapinya dengan menyajikan tabel hasil wawancara mendalam (In-depth interview) dalam matriks-matriks, hal ini berdasarkan pendapat Becker yang dikutip Maxwell (1996) yang menyebutkan:

“… Peneliti harus melaporkan alasan pemakaian data-data kuantitatif untuk menarik sejumlah kesimpulan. Pemakaian angka-angka ini bukan hanya mengetes atau mendukung klaim keterlibatan statistik, tapi juga membantu peneliti menghitung bukti-bukti dari lapangan yang mungkin berpotensi sebagai data atau temuan yang mengancam validitas

penelitian”.23

Selanjutnya Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman menyatakan


(31)

seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola yang lebih luas, dan sebagainya. Kadangkala dapat juga mengubah data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat (misalnya, seorang penganalisis memutuskan untuk memandang kondisi wilayah penelitian

ke dalam kategori “tinggi” atau “menengah” dalam hal pemusatan

administrasinya). Pedoman kami adalah sebagai berikut : biarkan saja angka-angka dan kata-kata untuk menguraikan angka-angka-angka-angka itu ada bersama-sama dalam analisis anda berikutnya. Dengan cara itu, kita tidak menapis data yang ada dari

konteks di mana data itu terjadi /diperoleh.”6

Jadi dalam penelitian kualitatif perlu diketahui, yang pertama-tama, adalah bahwa kadang-kadang kita juga menghitung, dan saat yang tepat bagi kita untuk menggunakan unsur frekuensi secara sadar. Ada tiga alasan kuat mengapa kita menggunakan angka; yakni untuk melihat dengan cepat apa yang telah anda peroleh dalam data yang begitu banyak; untuk menguji suatu dugaan atau hipotesis; dan menjaga agar anda tetap jujur

secara analitis, menghindari bias.”7

1.6.6. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kota Cimahi, dengan pertimbangan sebagai berikut :

1) Peneliti mudah untuk mengakses data primer maupun data sekunder; 2) Besarnya Potensi UMKM yang ada di Kota Cimahi;

3) Adanya program Pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi

23)

Mathew. B.Miles dan A. Michael Huberman. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi. (Jakarta : Universitas Indonesia. 1992) hlm 16-17

7)


(32)

Penelitian ini dirancang dengan mengikuti jadwal sebagai berikut : 1) Tahap Persiapan dan observasi lapangan : September 2004; 2) Tahap Pengumpulan Data Lapangan: Oktober 2014.

3) Tahap Pengolahan dan Penyusunan Data: Nopember 2014. 4) Tahap Penulisan Laporan : Nopember

5) Tahap Penyerahan Laporan: Desember 2014. Tabel. 1.2

Jadual dan Waktu Kegiatan

No KEGIATAN

B U L A N

Sept Oktober Nov Des

1 Tahap Persiapan dan Observasi Lapangan *****

2 Tahap Pengumpulan Data Lapangan ******

3 Tahap Pengolahan dan Penyusunan Data *****

4 Tahap Penulisan Laporan ***


(33)

23 2.1. Konsep Pemberdayaan

2.1.1. Definisi Pemberdayaan

Pemberdayaan, yang dikenal dari bahasa Inggris, empowerment adalah sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat, terutama Eropa. Guna memahami konsep pemberdayaan secara benar memerlukan upaya pemahaman latar belakang kontekstual yang melahirkannya.

Konsep tentang pemberdayaan telah luas diterima dan digunakan, mungkin dengan pengertian dan persepsi yang berbeda satu dengan yang lain. Pemakaian konsep tersebut secara kritikal meminta adanya telaah yang sifatnya

mendasar dan jernih.”1

Sependapat dengan pernyataan di atas, Paul menyatakan pula bahwa :

“Pemberdayaan berarti pembagian kekuasaan yang adil (equitable sharing

of power ) sehingga meningkatkan kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan. Dari perspektif lingkungan, pemberdayaan mengacu kepada pengamanan akses terhadap sumber daya

alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan “2

Selanjutnya, Bennis warren dan Michael Mische menjelaskan bahwa :

“Pemberdayaan berarti menghilangkan batasan birokratis yang

mengkotak-kotakan orang dan membuat mereka menggunakan seefektif mungkin keterampilan, pengalaman, energi dan ambisinya. Aparatur yang mempunyai keleluasaan untuk berkreasi mendorong minat dan

1) Prijono dan A.M.W Pranarka. Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan implementasinya. (Jakarta : CSIS, 1996) hlm. 44-45


(34)

berkompetisi dalam mengembangkan dirinya berdasarkan misi”3

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka konsep pemberdayaan sebagai awal proses munculnya suatu gagasan yang ingin menempatkan manusia sebagai obyek dari dunianya sendiri, menempatkan dua kecenderungan yaitu :

“Pertama, Pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan bagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) pada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses ini sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.

Kedua, kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau

keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.”4

Selanjutnya Sedarmayanti menyatakan bahwa “ …dengan pemberdayaan,

dapat mendorong terjadinya inisiatif dan respons, sehingga seluruh masalah yang

dihadapi dapat diselesaikan dengan cepat dan fleksibel”5

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan pemberdayaan akan mendorong suatu inisiatif dan respon masyarakat yang akhirnya dapat menjadi pendorong pemberdayaan program pembangunan masyarakat dan dapat menyelesaikan suatu permasalahan pembangunan masyarakat.

3) Bennis warren and Michael Mische. Organisasi Abad 21, Reiventing melalui Reingenering. ( Jakarta : LPPM, 1995 ) hlm.45

4) Prijono dan A.M.W Pranarka.Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan Implementasinya. (Jakarta: CSIS,1996) hlm. 56-57

5) Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. (Bandung : Mandar Maju, 2000) hlm.80


(35)

Menurut Supriatna dikatakan bahwa :

“Konsep pemberdayaan program pembangunan, lebih menekankan

kepada keikutsertaan masyarakat dan kelompok sasaran dalam menentukan kebutuhan dan partisipasi dalam proses pembangunan lewat pemberdayaan, pembelajaran masyarakat, dan memanfaatkan kondisi lokal. Makna pembangunan manusia seutuhnya mempunyai implikasi dalam memperluas pilihan melalui langkah pemberdayaan, pengakuan hak asasi manusia dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam sosio-ekonomi.”6 Hal ini sesuai dengan pendapat Harmon and Mayer yang menyatakan

bahwa :”Model Pembangunan III lebih menekankan kepada kegiatan aparatur

pemerintah yang penuh tanggung jawab dan berupaya membangkitkan kesadaran

dan kemampuan instansi secara individual dan kolektif”7

. Selanjutnya Korten menyatakan bahwa:

“Banyak program pembangunan yang tidak mampu meningkatkan akses

masyarakat terhadap program pengentasan penduduk miskin dan keterbelakangan, bahkan gagal mencapai tujuan program tersebut. Karena itu, pemerintah dalam melakukan pelayanan publiknya harus memperhatikan kondisi lokal, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

kebutuhan kelompok masyarakat”8

Pemberdayaan program pembangunan memerlukan keikutsertaan dan partisipasi masyarakat, strategi pembangunan yang memiliki kemampuan memotivasi masyarakat , dan memberdayakan sumberdaya-sumberdaya yang

dimiliki oleh lembaga. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Sedarmayanti yang menyatakan bahwa :

“…Sumberdaya perlu dikelola dengan baik dalam suatu aktivitas tertentu,

sehingga akan mencapai suatu keunggulan. Pada dasarnya sumberdaya yang dimiliki oleh organisasi meliputi sumberdaya yang nyata, sumberdaya yang tidak nyata dan sumberdaya manusia. Sumberdaya nyata

6) Dr. Tjahya Supriatna,MS.Birokrasi, Pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan.1997 7) Ibid.hlm.18


(36)

dari teknologi, reputasi dan budaya, sedangkan sumberdaya manusia terdiri dari keterampilan, pengetahuan dan sikap, kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi serta motivasi. Keseluruhan sumberdaya organisasi tersebut akan sangat menunjang kemampuan organisasi (karena kemampuan organisasi ditentukan oleh sumberdaya yang dimiliki organisasi) .Kemampuan organisasi akan sangat menentukan keunggulan bersaing, setelah atau apabila organisasi mampu menggunakan strategi yang sesuai dan memperhatikan faktor-faktor kunci keberhasilan yang

ada…”8

Menurut Supriatna, yang menyatakan bahwa :

“ Program pembangunan akan berhasil dan gagal memajukan

kesejahteraan kelompok sasaran masyarakat, tergantung pada kualitas derajat kesesuaian antara kebutuhan pihak penerima dengan program, persyaratan program dengan kemampuan nyata organisasi pembantu, kemampuan mengungkapkan kebutuhan oleh organisasi pembantu. Karena itu, agar program pembangunan bisa mengakses dan komitmennya melekat pada kebutuhan masyarakat, sehingga masyarakat mempunyai

”sense of belonging” dan “sense of responsibility” kesesuaian tiga arah ini

harus disosialisasikan dan dilembagakan lewat kebijakan publik”9

Kesesuaian tiga arah ( three ways fit model ) yang dimaksud di atas,

berdasarkan model yang dikemukakan Korten yang berasumsi bahwa “daya kerja

dari suatu program pembangunan adalah fungsi kesesuaian antara mereka yang

dibantu (Beneficiaries), program pembangunan dan organisasi yang membantu”10

Selanjutnya dapat digambarkan hubungan sumberdaya, kemampuan organisasi dan strategi menurut Robert Grant, sebagai berikut :

8)

Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. (Bandung : Mandar Maju, 2000) hlm.95

9) Tjahya Supriatna.Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.hlm.41 10) David.C.korten.Strategic Organization for People Centered Development ( Public administration Review.1984.) hlm.182


(37)

Hubungan Antara Sumberdaya, Kemampuan Organisasi dan Strategi

Sumber : Robert Grant. Contemporary Strategi Analisis 11

Berdasarkan uraian dan gambaran analisis di atas, maka dapat dikemukakan kesimpulan bahwa pemberdayaan program pembangunan sangat ditentukan oleh kemampuan aparatur pemerintah dalam mengelola sumberdaya lokal/daerah dengan strategi tertentu dan mampu melibatkan seluruh elemen masyarakat agar turut serta dalam meningkatkan hasil dari penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu program pembangunan yang pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Pembangunan yang berorientasi kepada masyarakat memberikan kesempatan kepada setiap anggota masyarakat

11) Sedarmayanti.Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi.(Bandung : Mandar Maju ,2000) hlm 95

Keunggulan bersaing STRATEGI Faktor-Faktor Kunci Keberhasilan

Kemampuan Organisasi

SUMBER-SUMBER DAYA

Sumber daya nyata Sumber daya tidak nyata Sumber Daya Manusia

Fisik Keuangan Teknologi Reputasi Budaya Keterampilan Komunikasi Motivasi Pengetahuan Interaksi


(38)

yang sama dan menikmati hasil pembangunan tersebut sesuai kemampuannya.

2.2. Pemberdayaan, Pengaturan dan Pelayanan dalam Pemerintahan

Menurut David Osborne dan Ted Gaebler, Lembaga Publik dapat menjalankan Konsep kewirausahaan, sehingga dalam konsep reinventing government ditawarkan sepuluh prinsip, yaitu :

1. Pemerintah dan Birokrasi berperan sebagai katalisator;

2. Pemerintah dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam pemberian pelayanan;

3. Pemerintah dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan;

4. Pemerintah dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan pada pencapaian apa yang merupakan misinya daripada menekankan pada peraturan-peraturan;

5. Pemerintah dan birokrasi hendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik;

6. Pemerintah dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan masyarakat bukan kebutuhan diri sendiri;

7. Pemerintah dan birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk organisasinya, disamping pandai menghemat biaya;

8. Pemerintah dan birokrasi yang antisipatif;

9. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan; 10.Pemerintah dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar.12 Dari uraian di atas, memberdayakan masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam meningkatkan pelayanan masyarakat yang merupakan tujuan utama program pembangunan di daerah.

Menurut Sedarmayanti, Paradigma Pemerintahan Daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, bertumpu

12) Sedarmayanti.Good Governance, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. ( Bandung : Mandar Maju, 2003 ).hlm 52


(39)

program pembangunan aparatur pemerintah hendaknya tidak harus selalu melaksanakan sendiri, tetapi justru lebih banyak bersifat mengarahkan (steering rather than rowing), atau memilih kombinasi yang optimal antara melaksanakan atau mengarahkan.14

Selanjutnya diperlukan strategi dalam melaksanakan konsep reinventing government, antara lain :

1. Strategi inti (Core Strategy), yaitu strategi perumusan kembali tujuan-tujuan penyelenggaraan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah;

2. Strategi Konsekuensi (Consequency Strategy), dalam hal ini perlu dirumuskan dan ditata kembali pola-pola insentif kelembagaan maupun individual;

3. Strategi Pemakai Jasa (Costumer Strategy), aparatur birokrasi dalam hal ini perlu melakukan reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada kepentingan kelembagaannya; 4. Strategi pengendalian (Control Strategy), yaitu adanya perumusan

kembali dalam upaya pengendalian organisasi;

5. Strategi Budaya/kultur (Culture Strategy), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya aparatur dan birokrasi.15

Dari uraian starategi tersebut di atas, maka diperlukan pemahaman struktur, sistem dan budaya organisasi pada abad 20 dan abad 21 yang menekankan perlunya :

1. Kesadaran yang tetap tinggi akan urgensi;

2. Kerjasama tim dalam tatanan manajemen puncak;

3. Bisa menciptakan dan mengkomunikasikan visi yang efektif;

4. Pemberdayaan besar-besaran baik individu, organisasi dan masyarakat; 5. Pendelegasiam yang sangat baik kepada manajemen bawah untuk

kinerja jangka pendek;

6. Tidak ada saling ketergantungan yang tidak perlu;

7. Budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisis kinerja.16

13) Ibid.hlm 33 14) Ibid.hlm 33 15) Ibid.hlm 53 16) Ibid.hlm 66


(40)

program pembangunan yang terdiri dari :

1.Keterpaduan; yaitu mengarahkan kegiatan pembangunan secara lintas sektoral;

2.Kegotongroyongan; yaitu menumbuhkan kebersamaan yang kuat guna membantu yang lemah, sehingga dapat menciptakan kesejahteraan merata;

3.Keswadayaan; yaitu menitikberatkan pada kegiatan yang mandiri; 4.Partisipatif; yaitu melibatkan warga masyarakat, khususnya kelompok

sasaran, dalam pengambilan keputusan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan hasil sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri;

6.Terdesentralisasi; yaitu menurunkan wewenang pembuatan keputusan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kepada aparat pemerintah yang terdekat dengan penduduk miskin.17

2.3. Pemerintahan dan Fungsi Pemerintahan

Negara sebagai organisasi kekuasaan yang meliputi kelompok masyarakat, mempunyai kewenangan untuk menyatukan, melayani kelompok masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Maka pemerintah sebagai alat untuk memfasilitasi kepentingan tersebut mutlak harus ada. Secara umum dapat dikatakan bahwa pemerintah dengan dasar kekuasaan dan kewenangan memerintah yang dimilikinya melaksanakan kegiatan pemerintahan, untuk memfasilitasi hubungan keberadaan dua kelompok orang yang memerintah di satu pihak dan kelompok yang diperintah di lain pihak disebut masyarakat.


(41)

antara yang memerintah (pemerintah) dan yang diperintah rakyat. Syafei mengklasifikasikan dalam beberapa pola hubungan antara lain:

1) Hubungan pemerintahan vertikal : yaitu hubungan atas bawah antara pemerintah dan rakyatnya dimana pemerintah sebagai pemegang kendali yang memberikan perintah-perintah kepada rakyat, sedangkan rakyat menjalankan perintah dengan penuh ketaatan, sebaliknya dalam pola ini dapat pula rakyat sebagai pemegang otoritas yang diwakili parlemen, sehingga kemudian pemerintahan bertanggungjawab kepada rakyat.

2) Hubungan pemerintahan horizontal: yaitu hubungan menyamping kiri kanan antara pemerintah dengan rakyatnya, dimana pemerintah dapat saja berlaku sebagai produsen, sedangkan rakyat sebagai konsumen.18

Pengertian pemerintahan menurut R, Mc Iver, menyatakan

”...government is the organization of men under authority…..how men can be

governed ” maksudnya pemerintahan itu adalah sebagai suatu organisasi dari

orang yang mempunyai kekuasaan ….bagaimana manusia itu bisa diperintah19

Selanjutnya Syafei menjelaskan bahwa kekuasaan pemerintahan dapat dibedakan dalam (1) arti sempit hanya meliputi lembaga negara yang mengurus roda pemerintahan (disebut eksekutif ) dan (2) dalam arti luas selain eksekutif termasuk juga lembaga yang membuat peraturan perundang-undangan (disebut legislatif) dan yang melaksanakan peradilan (disebut yudikatif)20.

Sesuai dengan pendapat Suradinata, bahwa pengertian “pemerintahan”

dapat dibedakan dalam artian luas dan artian sempit, yaitu :

“pemerintahan dalam artian luas adalah segala kegiatan dalam badan

-badan publik yang meliputi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif,

18 ) Ibid hal. 52-53

19 ) lihat R, Mc Iver , dalam Syafei, Ibid, hal 22 20 ) Ibid, hal 2


(42)

sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi

kekuasaan eksekutif”.21

Pengertian pemerintah menurut C.F. Strong

“government is the broader sense, is changed wifh the maintenance of the

peace and security of state with in and with out, it must therefore, have first military power or the control of armed forces, secondly legislative power of the means of making laws, thirdly financial power or the ability to extract sufficient money from the community to defray the cost of

defending of state and of enforcing the law it makes on the states behalf”22

Maksudnya pemerintahan dalam artian luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke dalam dan ke luar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam artian pembuatan undang-undang , yang ketiga, harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberasaan negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara.

Pendapat tersebut juga mengatakan tentang kekuasaan dalam pemerintahan, sehingga dapat dikatakan pemerintahan tanpa kekuasaan tidak akan dapat berjalan, dalam praktiknya penyelenggaraan pemerintahan kekuasaan diperlukan untuk berbagai aktifitas baik di bidang eksekutif, dalam artian luas, militer, legislatif maupun yudikatif.

21) Suradinata , Sistem Informasi Manajemen, dan Proses Pengambilan Keputusan (Bandung: CV Ramadan, 1996), hal 6


(43)

pemerintahan, karena pemerintah merupakan lembaga atau badan yang tidak dinamis sedangkan pemerintahan merupakan kegiatan/proses aktifitas pemerintah, pemerintah mempunyai arti untuk menggerakkan sesuatu, pemeritahan adalah suatu kegiatan proses atau prosedur bagaimana menjalankan perbuatan pemerintah atau negara. Selanjutnya pemerintahan menurut Sumendar dalam Syafei menyatakan bahwa : sebagai badan yang penting dalam pemerintahannya, pemerintah mestinya memperhatikan ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, pengaruh lingkungan, pengaturan komunikasi peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi.23

Tujuan utama dibentuknya pemerintahan, adalah untuk menjaga suatu sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalankan kehidupannya secara wajar, menurut Rasyid, tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang pelayanan yaitu:

1. Menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam yang dapat mengulingkan pemerintah yang sah melalui cara-cara kekerasan

2. Memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya gontok-gontokan di antara warga masyarakat, menjamin agar perubahan apapun yang terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai.


(44)

masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi keberadaan mereka.

4. Melakukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non pemerintah, atau yang akan lebih baik dikerjakan oleh pemerintah.

5. Melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahtaraan sosial, membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo dan anak-anak terlantar,menampungn serta menyalurkan para gelandangan ke sektor kegiatan yang produktif.

6. Menerapkan kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas seperti mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru, memajukan perdagangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain yang secara langsung menjamin peningkatan ketahanan ekonomi negara dan masyarakat.

7. Menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti air, tanah, dan hutan.24

Fungsi utama pemerintahan, menurut Supriatna tidak hanya menitik beratkan pada fungsi pengaturan, pengelolaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemerintahan dalam pelayanan publik, tetapi lebih berorientasi kepada fungsi pemberdayaan (empowering), peluang/ kesempatan (enabeling), keterbukaan


(45)

pelaksanaan kebijakan dalam upaya pelayanan publik.25

Fungsi pemerintahan yang moderen pada saat ini stateginya pada daya dukung dan daya dorong untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan Prinsip pendekatan fungsi pemerintahan, menurut Supriatna sebagai berikut

1. Pemerintah berperan sebagai pengendali (steering) dan bukan sebagai pendayung (rowing)

2. Pemerintah lebih berperan dalam pemberdayaan masyarakat daripada melayani

3. Pemerintah menciptakan iklim persaingan yang sehat terutama dalam pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat

4. Pemerintah lebih berorientasi kepada misi bukan kepada tugas 5. Pemerintah lebih berorientasi kepada keluaran daripada efisiensi 6. Pemerintah berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat dari pada kepentingan birokrasi

7. Pemerintah berorientasi pada bisnis dalam menggali uang daripada membelanjakannya

8. Pemerintah memiliki daya tanggap dan mampu mengaantisilpasi semua tantangan yang terjadi

9. Pemerintah harus berorientasi pada pasar/ pelayanan dalam memenuhi tuntutan permintaan/ kebutuhan masyarakat. 26

Dilain pihak pemberdayaan adalah salah satu strategi untuk memperbaiki sumber daya manusia dengan pemberian tanggung jawab dan kewenangan terhadap mereka yang nantinya diharapkan dapat memungkinkan mereka mencapai kinerja yang lebih tinggi di era yang selalu berubah.27

25 ) Tjahya Supriatna, Op Cit hal,78 26 ) Ibid, hal 96

27). Wahibur Rochman, Jr, , “Pemberdayaan dan Komitmen : Upaya Mencapai Kesuksesan Organisasi Dalam menghadapi Persaingan Global”, Amara Books : Jogyakarta.2002.p.121.


(46)

Desire, yakni adanya keinginan manajemen untuk mendelegasikan dan melibatkan pekerja, antara lain adalah menggambarkan keahlian team dan melatih karyawan untuk mengatasi sendiri (self-control).28

Argumen mengenai kegiatan melatih ini sejalan dengan konsep pemberdayaan yang diajukan oleh Caudron yang mengatakan bahwa salah satu yang harus dilakukan untuk membentuk lingkungan yang mendukung program pemberdayaan (empowerment) melalui provide the training and resources needed to do good job. Artinya pemberdayaan dapat dilakukan melalui “training” sebagai upaya yang sangat penting untuk meningkatkan keahlian. 29

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Stewart yang menyebutkan bahwa analisis kebutuhan-kebutuhan pelatihan (training needs analisys) yang berkaitan dengan pemberdayaan harus selalu didasarkan pada model klasik siklus pelatihan, yakni menemukan kekurangan kinerja, menemukan cara-cara pelatihan yang dapat membetulkan kekurangan, melakukan pelatihan yang sesuai, menilai hasil-hasilnya; dan mengulangi proses, secara terus-menerus. 30

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu upaya untuk memberikan atau mengalihkan kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power) kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya yang dapat dilakukan melalui program pemerintah. Dengan demikian dari uraian tersebut di atas, bahwa

28). Ibid.p.123. 29). Ibid.124.

30) Aileen Mitchell Stewart, , “Empowering People” (Penerj. Agus.M. Hardjana, Kanisius:Yogyakarta). 1994.p.165.


(47)

lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan dan hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai tujuan masyarakat dan negara.

2.4. Tinjauan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang banyak memiliki keterbatasan dibandingkan dengan perusahaan besar. Perbedaan yang paling mendasar jika dibandingkan dengan perusahaan besar adalah dalam hal skala usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa ruang lingkup usaha UMKM sangat terbatas. Faktor lain yang membedakan adalah pada umumnya sektor UMKM belum memiliki legalitas usaha yang sah, sehingga sering disebut dengan sektor informal, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak pula UMKM yang memiliki legalitas sebagai badan hukum. Menurut S.V. Sethuraman (Wibowo, 2002), sektor informal merupakan sektor usaha yang terdiri dari unit-unit usaha berskala kecil yang memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi dirinya masing-masing dan dalam usahanya sangat dibatasi faktor modal dan keterampilan.

Definisi mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih belum seragam antar satu institusi dengan institusi yang lain. Berikut ini dijelaskan definisi UMKM dari masing-masing institusi.

1. Badan Pusat Statistik mendefinisikan UMKM berdasarkan ukuran ketenagakerjaan. Usaha mikro adalah usaha yang mempekerjakan


(48)

apabila mempekerjakan 5 sampai 10 orang, dan usaha menengah apabila mempekerjakan 20 sampai 99 orang.

2. Bank Indonesia mendefinisikan UMKM dengan dua kriteria. Kriteria yang pertama berdasarkan aset, omset, dan badan hukum. Yang disebut usaha mikro adalah usaha yang dilakukan orang miskin atau hampir miskin, milik keluarga, sumber daya lokal dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah dimasuki dan keluar. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang memiliki aset hingga Rp. 200 juta di luar tanah dan bangunan dengan omset Rp 1 miliar. Lalu disebut usaha menengah apabila ber-omset Rp 3 miliar, yang terbagi dalam dua jenis, yaitu industri bukan manufaktur dengan aset hingga Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan serta industri manufaktur dengan aset hingga Rp 5 miliar. Kriteria yang kedua berdasarkan kredit yang diterima oleh pengusaha. Usaha mikro adalah usaha yang dapat menerima kredit hingga Rp 50 juta. Sedangkan usaha kecil adalah usaha yang dapat menerima kredit mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Lalu usaha menengah adalah usaha yang dapat menerima kredit dari Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar rupiah.

3. Menurut Bank Dunia, usaha mikro adalah kegiatan usaha yang menggunakan pekerja hingga 20 orang. Sedangkan usaha kecil dan menengah (UKM) adalah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja


(49)

500 ribu.

4. Definisi UMKM yang terdapat di dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 merupakan definisi UMKM yang terbaru di Indonesia, menggantikan definisi UMKM yang lama, yaitu Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995. Definisi usaha mikro, kecil dan menengah dijelaskan satu persatu berikut ini. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta sampai dengan paling banyak Rp 2,5 miliar. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang


(50)

merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagai berikut: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan paling banyak Rp 10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar sampai dengan paling banyak Rp 50 miliar.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 bahwa

“perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan”. Hal tersebut mengandung makna perekonomian di Indonesia pada

dasarnya berdasarkan atas demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat.

Kemakmuran masyarakatlah yang harus lebih diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorang. Oleh karenanya, perekonomian disusun sebagai suatu usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dengan sebutan yang

lebih tepatnya adalah “koperasi”.

Dalam pasal 1 Bab I Ketentuan Umum UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan bahwa Koperasi adalah :

“Badan Usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum


(51)

atas asas kekeluargaan”. 31

Adapun mengenai tujuan dari Koperasi sebagaimana tercantum dalam pasal 3 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :

“Memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat

pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 32

Sedangkan mengenai fungsi, peran dan prinsip Koperasi disebutkan dalam pasal 4 dan pasal 5 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian adalah :

Pasal 4 : Fungsi dan Peran koperasi adalah :

a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan Koperasi sebagai soko gurunya.

d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.33

Pasal 5 : Prinsip Koperasi adalah :

a. keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; b. pengelolaan dilakukan secara demokratis;

c. pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota;

d. pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal.34

31).

Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian, Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indoensia.p.5.

32). Ibid.p.6.

33). Ibid.p.6-7.

34).


(1)

Selanjutnya dalam hal perlindungan usaha, Pemerintah Kota Cimahi dan dunia usaha memberikan perlindungan usaha dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan UMKM. Perlindungan usaha yang dimaksud dilakukan dengan mengikutsertakan elemen masyarakat dan memperhatikan unsur persaingan usaha yang sehat melalui instrumen kebijakan yang diatur oleh Walikota. Sementara itu, jaringan usaha dan kemitraan UMKM dapat membentuk jaringan usaha baik secara vertikal maupun horizontal, meliputi bidang-bidang yang disepakati oleh para pihak dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan serta dapat dilakukan dalam bentuk perluasan usaha mandiri atau kemitraan.

UMKM yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah Kota Cimahi untuk perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri, dapat melakukan pengalihan jaringan usaha kepada pihak lain dengan berdasarkan persetujuan Walikota Cimahi. Kemitraan dalam rangka keterkaitan usaha oleh UMKM, dilaksanakan melalui pola yang sesuai dengan sifat dan tujuan usaha yang dimitrakan, dengan berpedoman pada peraturan yang dilaksanakan dengan pola inti plasma, subkontrak, perdagangan umum, waralaba, distribusi dan keagenan dan bentuk kemitraan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian, strategi pemberdayaan UMKM yang mengacu kepada peraturan tersebut, belum sepenuhnya dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Cimahi. Hal ini berdasarkan informasi dari seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan UMKM. Secara rasional, jangka waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan peraturan yang menjadi dasar pengambilan kebijakan Pemerintah Kota Cimahi dalam memberdayakan UMKM belum cukup


(2)

112

memberikan ruang pelaksanaannya, karena belum satu tahun anggaran sejak penetapan kebijakan. Namun berdasarkan hasil penelitian, yang sudah dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi adalah pendataan UMKM, pelatihan-pelatihan dan identifikasi kebutuhan UMKM yang sampai saat ini masih terus berjalan.

Percepatan pembangunan yang diarahkan dalam rangka pemberdayaan UMKM di Kota Cimahi oleh Pemerintah Kota Cimahi, dapat disimpulkan oleh peneliti masih lambat, namun beberapa hal yang pasti sudah menjadi bukti keseriusan dari Pemerintah Kota Cimahi untuk mengembangkan dan mengedepankan UMKM sebagai roda penggerak ekonomi Kota Cimahi.

Keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memberikan bantuan dan pengembangan UMKM di Kota Cimahi masih diperlukan, karena keterbatasan anggaran dan keterbatasan personil yang mampu membina UMKM. Namun, terobosan dan pendekatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Cimahi dalam menjalin kerjasama dengan Pemerintah vertikal tersebut sudah dapat dikatakan berjalan, hanya saja monitoring dan evaluasi dari hasil kerjasama tersebut belum tesosialisasi kepada masyarakat.


(3)

113 5.1. Kesimpulan

5.1.1. Pemberdayaan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) yang dilaksanakan Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan dukungan penyediaan anggaran APBD untuk workshop pengelolaan website pemasaran, pemberian sertifikasi halal , proses pengemasan produk dan pendampingan Rumah Desain dan Kemasan Cimahi (RDKC). Namun, semua pelaku UMKM yang berada di masyarakat belum mampu didata secara optimal oleh Pemerintah Kota Cimahi.

5.1.2. Faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Cimahi yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ini terkait dengan kurangnya permodalan dan terbatasnya akses pembiayaan, kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. Faktor eksternal terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, pungutan liar, implikasi kondisi sumber daya manusia (SDM), lemahnya jaringan usaha dan penetrasi pasar, mentalitas pengusahanya dan kurangnya transparansi. 5.1.3. Strategi pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Cimahi baru dalam tahap identifikasi potensi, analisis kebutuhan, dan rencana kerja bersama. Dalam pelaksanaannya masih memerlukan proses sosialisasi yang komprehensif serta monitoring dan evaluasi. Selain


(4)

114

itu, UMKM Kota Cimahi yang telah mendapat fasilitas permodalan dan sarana dari Pemerintah Kota Cimahi masih memerlukan perluasan jaringan dalam bentuk usaha mandiri dalam mengembangkan klaster ekonomi yang difokuskan dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL).

5.2. Saran

5.2.1. Pemerintah Kota Cimahi seyogyana meningkatkan penyediaan anggaran untuk program pemberdayaan UMKM dan menambah personil pendataan agar mampu mengidentifikasi data semua pelaku UMKM yang berada di masyarakat.

5.2.2. Untuk mengatasi hambatan program pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Kota Cimahi adalah meningkatkan permodalan dan aksesnya terhadap perbankan yang difasilitasi Pemerintah Kota Cimahi, peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan usaha mandiri, memperkuat jaringan usaha dan memperkuat mentalitas pengusahanya serta memperbaiki sarana dan prasarana usaha maupun perijinan.

5.2.3. Sosialisasi PEL yang komprehensif dan pelaksanaan monitoring dan evaluasi lebih difokuskan dalam pengembangan UMKM yang mengarah kepada perluasan jaringan usaha mandiri.


(5)

115

Alwasilah, Chaedar. 2000. Pokoknya Kualitatif, Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : Pustaka Jaya

B.Miles, Mathew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjejep Rohendi Rohidi. Jakarta : Universitas Indonesia. Caroline, Bryan and White, Louise G. 1996. Manajemen Pembangunan untuk

negara berkembang. Terjemahan Rusyianto.L.Simatupang. Jakarta :LP3ES

Korten, David.C. 1984. Strategic Organization for People Centered Development. Publik Administration Review.

---, dan Rudi Klauss.1994. People Centered Development : Contribution Toward Theory and Planning Framwork. West Hartford : Kumarian press

Kristiadi. 1997. Dimensi Praktis Manajemen Pembangunan di Indonesia . Jakarta : STIA-LAN Press.

Mclean, Bywatter. 2001. Development Transformation Method. Terjemahan Mulyanto. Jakarta :Atantya.

Moleong, Lexy.J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya. Ndraha, Talidzuhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat

Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta.

Osborne, David and Ted Gaebler. 1993. Reinventing Government: How the entrepreneurial Spirit is Transforming the public sector. New York : Plume.

Prijono dan A.M.W. Pranarka. 1996. Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan Implementasinya. Jakarta : CSIS

Sedarmayanti.2000. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi. Bandung : Mandar Maju.

---. 2003. Good Governance, Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien melalui Restrukturisasi dan Pemberdayaan. Bandung : Mandar Maju.


(6)

116

Supriatna ,Tjahya. 1997. Birokrasi, Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Bandung : Humaniora Utama Press.

Suradinata, Ermaya. 1998. Manajemen Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Bandung: Ramadhan.

Nasution, S. 1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito. Ndraha, Talidzuhu. 1990. Pembangunan Masyarakat. Mempersiapkan

Masyarakat Tinggal Landas Jakarta : Rineka Cipta.

Tjokroamidjojo,Bintoro.1995. Pengantar Adnistrasi Pembangunan. Jakarta :LP3ES

Warren, Bennis, and Michel Mische. 1995. Organisasi Abad 21, Reinventing Government melalui Reingenering. Jakarta : LPPM

Dokumen :

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Dan Pengembangan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah Di Kota Cimahi

Profil Pemerintah Kota Cimahi Tahun 2009, BPS Kota Cimahi

Kajian :

Integrasi Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Dalam Strategi Perencanaan Ekonomi Nasional. Pusat Kajian Kebijakan dan Hukum Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.

Kajian Identifikasi dan Pengembangan Klaster Ekonomi untuk Pengembangan

Ekonomi Lokal di Kota Cimahi ” Tahun 2012. USDRP.