SISTEM PENYELENGGARAAN NKRI12

(1)

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PRAJABATAN GOLONGAN I DAN II

Drs. Salamoen Soeharyo, MPA

Drs. Nasri Effendy, M.Sc

Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia 2006


(2)

Hak Cipta© Pada: Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110

Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197 Fax. (62 21) 3800188

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Jakarta – LAN – 2006 100 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979-8619-82-X


(3)

iii

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggung jawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut.

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.

Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin.

Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung.

Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 2006 KEPALA

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...iii

DAFTAR ISI...v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Deskripsi Singkat ... 1

B. Manfaat Pembelajaran ... 1

C. Tujuan Pembelajaran ... 1

BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN NEGARA... 3

A. Pengertian ... 3

B. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan Negara ... 4

C. Rangkuman... 6

D. Latihan/Diskusi ... 6

BAB III PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME ... 7

A. Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara ... 7

B. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah... 9

C. Rangkuman... 11

D. Latihan/Diskusi ... 12

BAB IV LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH ... 13

A. Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah ... 14

B. Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Daerah...17

C. Lembaga Pemerintah Pusat...20

D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah ...42

E. Lembaga Perekonomian Negara...49

F. Rangkuman...53

G. Latihan/Diskusi...55

BAB V PROSES MANAJEMEN PEMERINTAH...56

A. Perencanaan ...56

B. Pengorganisasian ...59

C. Pelaksanaan ...63

D. Pengawasan ...74

E. Rangkuman...86

F. Latihan/Diskusi...88

BAB VI PENUTUP...90

A. Tes...90

B. Tindak Lanjut...91

DAFTAR PUSTAKA...43


(5)

1

BAB I

P E N D A H U L U A N

Deskripsi Singkat

Mata Diklat Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia membahas pengertian sistem penyelenggaraan pemerintahan negara RI, penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, lembaga-lembaga pemerintah RI, dan proses menajemen pemerintahan dengan mengacu kepada UUD 1945 dan perubahannya serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

Manfaat Pembelajaran

Dengan mempelajari mata Diklat ini peserta Diklat akan memperoleh pengetahuan tentang Pelaksanaan Sistem Penyelenggaraan Negara Kesatuan RI yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas peserta.

Tujuan Pembelajaran

1. Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu memahami hal ikhwal tentang penyelenggaraan pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu:


(6)

a. Menjelaskan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara;

b. Menjelaskan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN;

c. Menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah; d. Menjelaskan proses manajemen pemerintahan.

BAB II

SISTEM PENYELENGGARAAN

PEMERINTAHAN NEGARA

A.

Pengertian

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara pada hakikatnya merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintahan sebagai fungsi yang ada pada Presiden.

Pada dasarnya Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh lembaga-lembaga Negara secara keseluruhan. Dalam arti sempit, istilah Penyelenggaraan Negara tidak mencakup Lembaga-lembaga Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Sedangkan dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara mengacu pada tataran supra struktur politik (lembaga negara dan lembaga pemerintah), maupun pada tataran infrastruktur politik (organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan).

Dengan demikian, yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara sebenarnya adalah mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh


(7)

Presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.

B.

Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan

Negara

Menurut UUD 1945, Presiden adalah sebagai penyelenggara atau pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Selain itu, dalam menjalankan fungsinya Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara, dimana setiap Menteri Negara membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Menteri-Menteri Negara ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sebagai Kepala Lembaga Eksekutif atau Kepala Pemerintahan, Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang dan menetapkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Presiden tidak dapat membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai Kepala Negara, Presiden: 1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,

Angkatan Udara, dan Angkatan Laut;

2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR;

3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait

dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan persetujuan DPR;

4. Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-Undang;

5. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, memperhatikan pertimbangan DPR;

6. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR;

7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (MA);

8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR;

9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Undang-undang;

10. Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan Undang-undang;

11. Membahas rancangan undang-undang untuk mendapatkan persetujuan bersama DPR;

12. Mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama DPR untuk menjadi Undang-Undang;

13. Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang;

14. Mengajukan rancangan Undang-Undang APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD (Dewan Perwakilan Daerah);


(8)

15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD;

16. Menetapkan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial dan telah mendapat persetujuan DPR untuk menjadi hakim agung;

17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR;

18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.

C.

Rangkuman

Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga negara secara keseluruhan akan tetapi adalah membicarakan mekanisme bekerjanya lembaga-lembaga eksekutif yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.

D.

Latihan/Diskusi

1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara?

2. Apa saja tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan sebagai Kepala Negara?

3. Mengapa Menteri-Menteri tidak bertanggung jawab kepada DPR?

BAB III

PENYELENGGARAAN NEGARA YANG

BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI,

KOLUSI DAN NEPOTISME

A.

Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara

Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. XI Tahun 1998.

Sebagai tindak lanjut dan Ketetapan MPR tersebut, kemudian diterbitkan Undang-undang No. 28 Tahun 1999, tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam Undang-Undang ini dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas penyelenggaraan negara. Adapun yang dimaksud dengan penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelenggara negara tersebut meliputi: pejabat-pejabat negara pada lembaga-lembaga negara, Menteri, Gubernur, Hakim, pejabat negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan


(9)

perundang-undangan yang berlaku; pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana disebutkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 adalah: asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas dan asas akuntabilitas.

1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.

2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara.

3. Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan kolektif.

4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5. Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

B.

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Pelaksanaannya lebih lanjut didasarkan atas Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (Keputusan Kepala LAN No. 589/IX/6/4/1999 dan telah diubah dengan Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003).

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.


(10)

1. Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban. Berdasarkan pengertian ini, maka semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing, karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan. 2. Prinsi-Prinsip Akuntabilitas

Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah, perlu memperhatikan Prinsi-Prinsip sebagai berikut:

a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel;

b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan;

d. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh;

e. Harus jujur, obyektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah

dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik pengukuran kinerja dan penyusunan laporan akuntabilitas.

C.

Rangkuman

Sejalan dengan paradigma baru dalam administrasi negara dan untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme berdasarkan TAP MPR NO. XI/MPR/1998 telah diterbitkan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam undang-undang ini ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara; yaitu Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas Proporsionalitas, Asas Profesionalitas, dan Asas Akuntabilitas. Dengan memperhatikan dan melaksanakan asas-asas penyelenggaraan negara ini diharapkan para penyelenggara negara mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

Di samping itu untuk mengetahui kinerja aparatur pemerintah telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.


(11)

D.

Latihan/Diskusi

1. Sebutkan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999?

2. Apa pengertian akuntabilitas yang resmi dianut pemerintah dan apa saja prinsip-prinsipnya?

3. Mengapa para penyelenggara negara perlu mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pencapaian misi atau tujuan organisasinya?

13

BAB IV

LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah membentuk lembaga-lembaga pemerintah seperti Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Lembaga-lembaga lainnya. Pada dasarnya lembaga-lembaga pemerintah ini dapat dibagi dua, yaitu lembaga pemerintah tingkat pusat dan lembaga-lembaga pemerintah tingkat daerah. Lembaga-lembaga penyelenggara pemerintahan negara tersebut merupakan aparatur pemerintah atau disebut juga sebagai birokrasi pemerintah. Presiden bersama-sama lembaga-lembaga pemerintah menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

Tugas umum pemerintahan adalah tugas-tugas atau urusan-urusan pemerintahan yang sejak dahulu dilaksanakan oleh pemerintah dimana saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain. Sedangkan tugas pembangunan adalah tugas-tugas atau urusan-urusan dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan. Dengan adanya lembaga-lembaga pemerintah ini, maka urusan-urusan pemerintahan akan terbagi habis ke dalam lembaga-lembaga pemerintahan yang ada. Akan tetapi tidak harus setiap urusan pemerintahan diwadahi dalam satu lembaga pemerintahan.


(12)

A.

Urusan

Pemerintahan

Yang

Menjadi

Kewenangan Pemerintah

Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah adalah urusan-urusan yang menyangkut terjaminnya kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal10), terdapat urusan pemerintahan yang menjadi Urusan Pemerintah, yaitu :

1. Politik Luar Negeri, antara lain meliputi:

a. Mengangkat pejabat politik dan menunjuk warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional; b. Menetapkan kebijakan luar negeri;

c. Melaksanakan perjanjian dengan negara lain; d. Menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri.

2. Pertahanan, antara lain meliputi:

a. Mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata; b. Menyatakan damai dan perang;

c. Menyatakan negara atau sebagai wilayah negara dalam keadaan bahaya;

d. Membangun dan mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan;

e. Menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara.

3. Keamanan, antara lain meliputi:

a. Mendirikan dan membentuk kepolisian negara; b. Menetapkan kebijakan keamanan nasional;

c. Menindak setiap orang yang melanggar hukum negara; d. Menindak kelompok atau setiap organisasi yang

kegiatannya melanggar keamanan negara.

4. Moneter dan Fiskal, antara lain:

a. Mencetak uang dan menentukan nilai mata uang; b. Menetapkan kebijakan moneter;

c. Mengendalikan peredaran uang.

5. Yustisi, antara lain:

a. Mendirikan lembaga peradilan; b. Mengangkat hakim dan jaksa;

c. Mendirikan lembaga pemasyarakatan;

d. Menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian, memberi grasi, amnesti, abolisi, membentuk Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional.

6. Agama, antara lain:

a. Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional;

b. Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama;

c. Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan.

Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat


(13)

concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada Kabupaten/ Kota.

Dengan kata lain bahwa Pemerintah dapat:

a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintahan;

b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah; atau

c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan dengan berdasarkan asas tugas pembantuan.

Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang

concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah

Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota, maka disusun kriteria yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan. Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/ akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut.

Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan Kabupaten/Kota, apabila regional menjadi kewenangan

Provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan Pemerintah.

Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan.

B.

Urusan

Pemerintahan

Yang

Menjadi

Kewenangan Daerah

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan


(14)

pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi unggulan dan kekhasan daerah.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi: 1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial;

7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; 9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan

menengah termasuk lintas kabupaten/kota; 10. Pengendalian lingkungan hidup;

11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota; 12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;

14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota;

15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.

Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;

2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; 3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat;

4. Penyediaan sarana dan prasarana umum; 5. Penanganan bidang kesehatan;

6. Penyelenggaraan pendidikan; 7. Penanggulangan masalah sosial; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;

10. Pengendalian lingkungan hidup; 11. Pelayanan pertanahan;

12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; 13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14. Pelayanan administrasi penanaman modal; 15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.


(15)

Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.

Gambar: Pembagian Urusan Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota

Sumber : Undang-undang No. 32 Tahun 2004

C.

Lembaga Pemerintah Pusat

Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa Pemerintah Pusat atau Pemerintah adalah Presiden RI yang memegang kekuasaan pemerintahan negara RI. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Kesekretariatan yang membantu Presiden; Kejaksaan Agung; Perwakilan RI di Luar

Negeri; Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI (Polri); Badan/Lembaga Ekstra Struktural.

1. Kementerian Negara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara, disebutkan bahwa Kementerian Negara terdiri dari Kementerian Koordinator, Kementerian Negara yang berbentuk Departemen dan Kementerian Negara.

a. Kementerian Koordinator

Kedudukan

Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

Kementerian Koordinator mempunyai tugas membantu Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan kebijakan di bidangnya.

Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Koordinator menyelenggarakan fungsi:

1) Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan di bidangnya;


(16)

3) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan, sebagaimana dimaksud pada huruf 1) dan 2);

4) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

5) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

6) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh Presiden;

7) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tiga Kementerian Koordinator, yaitu: Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; dan Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. 1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum,

dan Keamanan mengkoordinasikan: Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan; Departemen Hukum dan HAM; Kejaksanaan Agung; BIN; TNI; POLRI; dan Instansi yang dianggap perlu.

2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan: Departemen Keuangan; Departemen Energi dan SDM; Departemen Perindustrian; Departemen Perdagangan; Departemen Pertanian; Departemen Kehutanan;

Departemen Perhubungan; Departemen Kelautan dan Perikanan; Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; Departemen Pekerjaan Umum; Departemen Kominfo; Kementerian Negara Ristek; Kementerian Negara Koperasi dan UKM; Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal; dan Instansi yang dianggap perlu.

3) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat mengkoordinasikan: Departemen Kesehatan; Departemen Pendidikan Nasional; Departemen Sosial; Departemen Agama; Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; Kementerian Negara Lingkungan Hidup; Kementerian Negara PP; Kementerian Negara PAN; Kementerian Negara Perumahan Rakyat; Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga; dan Instansi lain yang dianggap perlu.

Susunan Organisasi

Kementerian Koordinator dibantu oleh: 1) Sekretariat Kementerian Koordinator; 2) Deputi;

3) Staf Ahli;

4) Di lingkungan Kementerian Koordinator dapat diangkat tiga orang Staf Khusus Menteri (Perpres No.62 Tahun 2005).


(17)

b. Departemen Kedudukan

Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

Departemen mempunyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan. Fungsi

Dalam pelaksanaan tugasnya, Departemen menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidangnya; 2) Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan

bidang tugasnya;

3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) ada 20 (dua puluh) Departemen, yaitu:

1) Departemen Dalam Negeri; 2) Departemen Luar Negeri; 3) Departemen Pertahanan;

4) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia;

5) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral 6) Departemen Perindustrian;

7) Departemen Perdagangan; 8) Departemen Pertanian; 9) Departemen Kehutanan; 10)Departemen Perhubungan;

11)Departemen Kelautan dan Perikanan; 12)Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi; 13)Departemen Pekerjaan Umum;

14)Departemen Kesehatan;

15)Departemen Pendidikan Nasional; 16)Departemen Sosial;

17)Departemen Agama;

18)Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; 19)Departemen Komunikasi dan Informatika; 20)Departemen Keuangan.

Susunan Organisasi

Departemen terdiri dari: 1) Menteri;

2) Sekretariat Jenderal, bertugas melaksanakan pembinaan dan koordinasi pelaksanan tugas dan administrasi Departemen;

3) Direktorat Jenderal, bertugas melaksanakan rumusan dan pelaksanaan kebijakan serta standarisasi teknis di bidangnya;

4) Inspektorat Jenderal, bertugas melaksanakan pengawasan fungsional;


(18)

5) Badan dan/atau Pusat; 6) Staf Ahli;

7) Di lingkungan Departemen dapat diangkat 3 (tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62 Tahun 2005).

Departemen yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah dapat membentuk Instansi Vertikal yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Departemen secara selektif dapat membentuk UPT sebagai pelaksana tugas teknis operasional dan/atau tugas teknis penunjang.

c. Kementerian Negara

Kedudukan

Kementerian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

Kementerian Negara mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.

Fungsi

Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Negara menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan nasional di bidangnya; 2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;

3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang mengabdi tanggung jawabnya;

4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden;

Berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2005, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Negara Perumahan Rakyat, dan Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga, di samping melaksanakan fungsi-fungsi sebagaimana tersebut diatas, juga melaksanakan fungsi teknis pelaksanaan/fungsi operasionalisasi kebijakan di bidang masing-masing.

Dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Kementerian Negara terdiri dari:

1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi; 2) Kementerian Negara Koperasi dan UKM; 3) Kementerian Negara Lingkungan Hidup; 4) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan; 5) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara;

6) Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal;

7) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (Keppres No.


(19)

171/M/Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua Keppres No. 187/M/ Tahun 2005);

8) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara; 9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat;

10)Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga.

Susunan Organisasi

Kementerian Negara dibantu oleh: 1) Sekretariat Kementerian Negara; 2) Deputi;

3) Staf Ahli;

4) Di lingkungan Kementerian Negara dapat diangkat 3 (tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62 Tahun 2005).

2. Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND)

LPND diatur dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 yang telah enam kali mengalami perubahan terakhir perubahannya dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005.

Kedudukan

LPND dalam Pemerintahan Negara RI adalah lembaga pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden. LPND berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Tugas

LPND mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan tertentu dari Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dalam Perpres No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima atas Keppres No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND, pada Pasal 3-nya menyebutkan bahwa LPND terdiri dari: 1) Lembaga Administrasi Negara (LAN);

2) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI); 3) Badan Kepegawaian Negara (BKN); 4) Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas);

5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas);

6) Badan Pusat Statistik (BPS); 7) Badan Standarisasi Nasional (BSN);

8) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN); 9) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN); 10) Badan Intelijen Negara (BIN);

11) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);

12) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN); 13) Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN); 14) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional

(BAKOSURTANAL);

15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP);

16) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); 17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); 18) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)


(20)

19) Badan Pertanahan Nasional (BPN) 1

20) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) 21) Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANNAS) 2 22) Badan Meterologi dan Geofisika (BMG)

23) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia 3

24) Badan SAR Nasional 4

25) Badan Nasional Penanggulangan Nasional 5

Sesuai dengan Perpres No. 64 Tahun 2005, masing-masing LPND melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh Menteri, yang meliputi:

1) Menteri Dalam Negeri bagi BPN;

2) Menteri Pertahanan bagi LEMHANAS dan LEMSANEG;

3) Menteri Perdagangan bagi BKPM;

4) Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN;

1

Berdasarkan Perpres No. 10 Tahun 2006, BPN merupakan LPND dimana di

dalam lingkungan BPN dapat diangkat Staf Khusus paling banyak 3 (tiga) orang yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala BPN sesuai dengan penugasan dari Kepala BPN. Selain itu dalam Perpres tersebut, dalam rangka menggali pemikiran dan pandangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan bidang pertanahan dan dalam rangka perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan, BPN membentuk

Komite Pertanahan.

2 Berdasarkan Perpres No. 67 Tahun 2006, LEMHANNAS merupakan LPND

dimana di dalam lingkungan struktur organisasi LEMHANNAS memiliki sedikit perbedaan dengan struktur organisasinya LPND lainnya, yaitu selain terdapat Gubernur, Wakil Gubernur, Deputi dan Inspektorat, juga terdapat Dewan Pengarah dan Tenaga Ahli.

3 Pembentukan berdasarkan Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

4

Pembentukan berdasarkan Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2007 tentang

Badan SAR Nasional

5 Pembentukan berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang

Badan Nasional Penanggulangan Bencana

5) Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS; 6) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara bagi

LAN, BKN, BPKP, dan ANRI;

7) Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN, BAKOSURTANAL, dan BSN;

8) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional bagi BPS;

9) Menteri Perhubungan bagi BMG.

Dalam Keppres No. 103 Tahun 2001, Susunan Organisasi LPND diatur sebagai berikut:

1) Kepala;

2) Bila dipandang perlu Kepala dapat dibantu oleh seorang Wakil Kepala;

3) Sekretariat Utama, sebagai pelaksana fungsi staf/penunjang dan mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan dan pengendalian terhadap program administrasi dan sumber daya yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama;

4) Deputi, pelaksana fungsi lini dan membawahi Direktorat dan/atau pusat Direktorat digunakan sebagai nomenklatur unit yang fungsinya pembinaan. Sedangkan Pusat untuk unit yang fungsinya pelaksanaan;

5) Unit pengawasan dapat berbentuk Inspektorat Utama atau Inspektorat, dan bertugas untuk melaksanakan pengawasan fungsional;


(21)

3. Kesekretariatan yang Membantu Presiden

a. Sekretariat Negara

Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2005, Sekretariat negara adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas untuk memberikan dukungan teknis dan administrasi kepada Presiden selaku Kepala Negara dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan negara. Sekretariat Negara dipimpin oleh Sekretaris Negara.

b. Sekretariat Kabinet

Berdasarkan Perpres No. 31 Tahun 2005, Sekretariat Kabinet adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administrasi, serta analisis kepada Presiden dan Wakil Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah, penyiapan rancangan Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, dan Instruksi Presiden, penyiapan penyelenggaraan sidang kabinet serta pengangkatan dan pemberhentian dalam jabatan pemerintahan dan kepangkatan pegawai negeri sipil yang kewenangannya berada di tangan Presiden dan pegawai negeri sipil di lingkungan Sekretariat Kabinet. Sekretariat Kabinet dipimpin oleh Sekretaris Kabinet.

4. Kejaksaan Agung

Berdasarkan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara secara merdeka di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan.

Pelaksanaan kekuasaan negara bidang penuntutan ini diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri.

Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara RI dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara RI. Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.

Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota yang daerah hukumnya meliputi wilayah daerah kabupaten/kota.

Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri dapat dibentuk cabang Kejaksaan Negeri:

a. Tugas dan Wewenang

Umum

1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

(a) Melakukan penuntutan;

(b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;


(22)

(c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan putusan lepas bersyarat; (d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana

tertentu berdasarkan UU;

(e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik;

2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah;

3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:

(a) Peningkatan kesadaran hukum;

(b) Pengamanan kebijakan penegakkan hukum; (c) Pengawasan peredaran barang cetakan;

(d) Pengawasan aksi kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara;

(e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

(f) Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

4) Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan Undang-undang;

5) Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi NAD sesuai Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Khusus

Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:

1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakkan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;

2) Mengefektifkan proses penegakkan hakim yang diberikan oleh Undang-undang;

3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; 4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;

5) Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;

6) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah NKRI karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(23)

5. Perwakilan RI di Luar Negeri

Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya Aparatur yang mewakili kepentingan Negara RI secara keseluruhan di negara lain atau pada Organisasi Internasional, dan dapat berupa Kedutaan Besar RI (KBRI), Konsulat Jenderal RI (KONJENRI), Konsulat RI, Perutusan Tetap RI (PTRI) pada PBB maupun Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara. Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan Diplomatik dan Perwakilan Konsulat.

a. Perwakilan Diplomatik

Cakupan kegiatan Perwakilan Diplomatik menyangkut semua kepentingan Negara RI dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara penerima atau yang bidang kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu Organisasi Internasional.

Perwakilan Diplomatik terdiri atas Kedutaan Besar RI dan Perwakilan Tetap RI yang dipimpin oleh seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan bertanggungjawab kepada Presiden selaku Kepala Negara melalui Menteri Luar Negeri.

Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik adalah mewakili Negara RI dalam melaksanakan hubungan diplomatik dengan negara penerima atau Organisasi Internasional serta melindungi segenap kepentingan negara dan warga negara RI di negara penerima sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk hukum dan tata cara hubungan internasional.

b. Perwakilan Konsuler

Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua kepentingan negara RI di bidang konsuler dan mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah negara penerima.

Perwakilan Konsuler terdiri atas Konsulat Jenderal RI dan Konsulat RI yang dipimpin oleh Konsul Jenderal dan Konsul, yang bertanggung jawab kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, bertanggung jawab langsung kepada Menteri Luar Negeri.

Tugas Pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili negara RI dalam melaksanakan hubungan konsuler dengan negara penerima di bidang perekonomian, perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta mengeluarkan izin prinsip penanaman modal asing di Indonesia untuk Menteri Luar Negeri atas nama Menteri yang bertanggungjawab di bidang investasi sesuai dengan kebijakan pemerintah yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Tentara Nasional Indonesia (TNI)

Peran, tugas, susunan dan kedudukan TNI secara pokok-pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR /2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia; TAP No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan kemudian diatur dengan


(24)

Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Kedudukan

Sesuai dengan Undang-undang No. 34 Tahun 2004 kedudukan TNI diatur sebagai berikut:

a. Dalam pengesahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah Presiden;

b. Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi; TNI di bawah koordinasi Departemen Pertahanan.

TNI terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya secara merata atau gabungan di bawah pimpinan Panglima. Tiap-tiap angkatan (AD, AL, dan AU) mempunyai kedudukan yang sama dan sederajat.

Peran

TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Fungsi

Sebagai alat pertahanan negara, TNI berfungsi sebagai: a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan

ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;

b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana tersebut butir a;

c. Pemulihan terhadap kondisi keamanan negara yang terganggu akibat kekacauan keamanan.

Dalam melaksanakan fungsi tersebut, TNI merupakan komponen utama Sistem Pertahanan Negara.

Tugas Pokok

TNI mempunyai tugas pokok untuk: a. Menegakkan kedaulatan negara;

b. Mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;

c. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.

Susunan Organisasi

Organisasi TNI terdiri dari:

a. Markas Besar TNI membawahi: Markas Besar TNI Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan Markas Besar TNI Angkatan Udara.

b. Markas Besar TNI terdiri dari: unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan Komando Utama Operasi.

c. Markas Besar Angkatan terdiri atas unsur pimpinan, unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana pusat, dan komando utama pembinaan.


(25)

TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR.

Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggungjawab kepada Panglima. Kepala Staf Angkatan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.

7. Kepolisian Negara RI (Polri)

Peran, tugas, susunan dan kedudukan POLRI, sebagaimana TNI secara pokok-pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR/2000 dan TAP No. VII/MPR/ 2000. Kemudian diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Peran dan Tugas POLRI

a. POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

b. Selain tugas pokok tersebut di atas, POLRI juga melaksanakan tugas bantuan:

1) Dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada TNI yang diatur dengan undang-undang;

2) Turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan kejahatan internasional sebagai anggota

International Criminal Police Organization – Interpol;

3) membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace keeping operation) di bawah bendera PBB.

Susunan dan Kedudukan POLRI:

a. POLRI merupakan Kepolisian Nasional yang organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat pusat sampai tingkat daerah;

b. POLRI berada di bawah Presiden;

c. POLRI dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara RI (KAPOLRI) yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR;

d. Anggota POLRI tunduk pada kekuasaan peradilan umum;

Lembaga Kepolisian Nasional

a. Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara RI dibantu oleh lembaga kepolisian nasional, yang dibentuk oleh Presiden yang diatur dengan undang-undang.

b. Lembaga Kepolisian Nasional memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian KAPOLRI.


(26)

Keikutsertaan POLRI dalam penyelenggaraan negara: a. POLRI bersikap netral dalam politik dan tidak

melibatkan diri pada kegiatan politis praktis;

b. Anggota POLRI dapat menduduki jabatan diluar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

8. Badan/Lembaga Ekstra Struktural

Badan/Lembaga Ekstra Struktural pada dasarnya adalah badan/lembaga yang bersifat penunjang dan/atau pelengkap tatanan organisasi pemerintahan yang melaksanakan fungsifungsi khusus di bidang tertentu untuk menunjang pelaksanaan urusan pemerintahan. Badan/Lembaga ini secara organik tidak termasuk dalam struktur organisasi Kementerian Negara (Kementerian Koordinator, Departemen, Kementerian Negara) dan/atau LPND. Badan/Lembaga Ekstra Struktural dapat dipimpin atau di Ketuai oleh Menteri, bahkan Presiden atau Wakil Presiden.

Badan/Lembaga ini mempunyai karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang signifikan terletak pada dasar hukum pembentukannya. Nomenklatur yang digunakan juga beragam seperti: Dewan, Badan, Komisi, Komite, Lembaga, dan Tim.

Badan/Lembaga Ekstra Struktural yang terbentuk:

a. Dewan, antara lain : Dewan Pertimbangan Otonomi

Daerah; Dewan Gula Nasional; Dewan Ketahanan

Pangan; Dewan Riset Nasional; Dewan Pers; Dewan Pertimbangan Presiden.

b. Badan, antara lain : Badan Narkotika Nasional; Badan Pengatur Jalan Tol; Badan Perlindungan Konsumen Nasional; Badan Penaggulangan Lumpur Sidoarjo; Badan Koordinasi Keamanan Laut.

c. Komisi, antara lain : Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia (Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).

d. Komite, antara lain : Komite Kebijakan Sektor

Keuangan, Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Komite Nasional Pengendalian Flu Burung.

e. Lembaga, antara lain : Lembaga Sensor Film, Lembaga

Kerjasama Tripatrit.

D.

Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah

Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian lembaga pemerintah tingkat daerah disebut perangkat daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam penyelenggaraan


(27)

pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh perangkat daerah.

Secara umum perangkat daerah terdiri dari:

1. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam Lembaga Sekretariat;

2. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah;

3. Unsur pelaksana urusan daerah, diwadahi dalam Lembaga Dinas Daerah.

Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari :

1. Sekretariat Daerah; 2. Sekretariat DPRD; 3. Dinas Daerah; dan 4. Lembaga Teknis Daerah.

Perangkat Daerah Kabupaten /Kota, terdiri atas:

1. Sekretariat Daerah; 2. Sekretariat DPRD; 3. Dinas Daerah;

4. Lembaga Teknis Daerah; 5. Kecamatan; dan

6. Kelurahan.

Sekretariat Daerah

Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas

usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan karena kedudukannya Sekretaris Daerah sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya.

Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, Sekretaris Daerah bertanggung jawab kepada kepala daerah.

Sekretariat DPRD

Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris DPRD diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota dengan persetujuan DPRD.

Tugas Sekretaris DPRD adalah:

1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD; 2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD; 3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD;

4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan kemampuan keuangan daerah.

Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat DPRD secara teknis operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada


(28)

pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Dinas

Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

Lembaga Teknis Daerah

Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah berbentuk badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.

Badan, Kantor, atau Rumah Sakit Umum Daerah masing-masing dipimpin oleh Kepala yang diangkat oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.

Kepala Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Umum Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

Kecamatan

Kecamatan dibentuk di wilayah Kebupaten/Kota dengan peraturan daerah (Perda) dengan berpedoman pada peraturan pemerintah.

Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Di samping itu, Camat juga menyelenggarakan tugas umum pemerintahan yang meliputi:

1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat; 2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentuan dan

ketertiban umum;

3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan perundang-undangan;

4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat kecamatan;

6. Membina penyelenggaraan pemerintahan dasar dan/atau kelurahan;

7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintahan daerah atau kelurahan.

Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Camat dibantu oleh Perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada


(29)

Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat.

Kelurahan

Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan peraturan daerah (Perda).

Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/ Walikota. Di samping itu, Lurah mempunyai tugas:

1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan; 2. Pemberdayaan masyarakat;

3. Pelayanan masyarakat;

4. Penyelenggaraan ketentuan dan ketertiban umum; 5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Lurah dibantu oleh perangkat kelurahan dan bertanggung jawab kepada Bupati/ Walikota melalui Camat. Perangkat kelurahan bertanggung jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah, pada kelurahan dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu ditangani. Akan tetapi tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan harus dibentuk atau diwadahi dalam organisasi tersendiri.

Besaran organisasi atau susunan organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor:

1. Kemampuan keuangan; 2. Kebutuhan daerah;

3. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan;

4. Jenis dan banyaknya tugas;

5. Luas wilayah kerja dan kondisi geografis; 6. Jumlah dan kepadatan penduduk;

7. Potensi daerah yang bertahan dengan urusan yang akan ditangani;

8. Sarana dan prasarana penunjang tugas.

Dengan demikian kebutuhan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak selalu sama.

Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Peraturan Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu (beban tugas, cakupan wilayah, jumlah pegawai) dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah (catatan: pada waktu penulisan modul ini Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah


(30)

adalah PP No. 8 Tahun 2003 dalam proses Revisi karena akan disesuaikan dengan makna Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dan kondisi obyektif lainnya).

Pengendalian penataan organisasi perangkat daerah dalam arti penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplifikasi dilakukan oleh:

1. Pemerintah untuk perangkat daerah provinsi; dan

2. Gubernur untuk perangkat daerah Kabupaten/Kota dengan tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah.

E.

Lembaga Perekonomian Negara

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, juga dikenal adanya lembaga perekonomian negara yang disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

BUMN saat ini diatur dengan UU No.19 Tahun 2003. BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam Sistem Perekonomian Nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang dipasarkan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat.

Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi.

BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.

a. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN.

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 19 Tahun 2003, maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

2) Mengejar keuntungan;

3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa pengendalian barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat diselesaikan oleh sektor swasta dan koperasi; 5) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan

kepada pengusaha kalangan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.


(31)

b. Jenis BUMN.

BUMN terdiri dari: Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Umum (Perum).

1) Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau Persero yang melakukan penawaran umum yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Maksud dan Tujuan Pendirian Persero adalah: a) Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu

tinggi dan berdaya saing kuat;

b) Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Organ Persero adalah: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris.

2) Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi

atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.

Maksud dan Tujuan pendirian Perum adalah untuk kemanfaatan umum berupa pengendalian barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan yang sehat.

Organ Perum adalah: Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas.

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004; Pasal 177 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Perusahaan Daerah dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah dan yang dimaksud adalah semua perusahaan yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang. Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah. Pembinaan umum terhadap Perusahaan Daerah dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.


(32)

Agar pengelolaan Perusahaan Daerah dapat diselenggarakan secara efisien, efektif dan produktif, sehingga benar-benar dapat menunjang perwujudan otonomi seluas-luasnya, maka sambil menunggu berlakunya undang-undang yang baru tentang Perusahaan Daerah, sudah diterbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan Bentuk Badan Usaha Milik Daerah ke dalam dua bentuk, yaitu Perumda dan Perseroda.

a. Perumda (Perusahaan Umum Daerah Public Corporation/ Service)

Didirikan dengan maksud, tujuan dan sifat usahanya adalah mengutamakan penyelenggaraan pelayanan umum di samping mencari keuntungan sebagai sumber pendapatan asli daerah, dengan tetap berpegang teguh pada: (1) syarat-syarat efisiensi dan efektivitas, (2) prinsip-prinsip ekonomi perusahaan dan (3) pelayanan yang baik pada masyarakat.

b. Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah)

Maksud dan tujuan usaha Perseroda adalah untuk memupuk keuntungan dalam arti baik pelayanan dan pembinaan organisasinya harus secara efektif dan efisien dengan orientasi bisnis.

F.

Rangkuman

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah membentuk lembaga-lembaga pemerintah baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang terkait.

Setiap lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan urusan pemerintahan tertentu. Urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal, yustisi, dan agama. Sedangkan urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah terbagi ke dalam dua pula, yaitu: urusan wajib dan urusan pilihan.

Lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian Koordinator, Departemen, Kementerian Negara, LPND, Kesekretariatan yang membantu Presiden, Kejaksaan Agung, Perwakilan RI di Luar Negeri, TNI, POLRI, Badan/Lembaga Ekstra Struktural. Lembaga pemerintah tingkat daerah meliputi: Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Lembaga Perekonomian Negara meliputi: Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Derah. BUMN berbentuk Persero dan Perum. Sedangkan BUMD berbentuk Perseroda dan Perumda.

Dasar utama penyusunan lembaga-lembaga pemerintah dalam bentuk organisasi baik di tingkat pusat maupun di daerah adalah adanya urusan pemerintahan yang harus ditangani. Namun tidak semua urusan-urusan pemerintahan tersebut dibentuk dalam organisasi tersendiri.


(33)

G.

Latihan/Diskusi

1. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat?

2. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah?

3. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah tingkat Pusat?

4. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah tingkat Daerah?

5. Apa tujuan dibentuknya Lembaga Perekonomian Negara?

BAB V

PROSES MANAJEMEN

PEMERINTAHAN

Dalam modul ini uraian tentang proses manajemen pemerintahan mencakup empat aspek, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

A.

Perencanaan

Landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang ini ditetapkan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan melibatkan masyarakat. Perencanaan Pembangunan Nasional terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk: 1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;


(34)

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antar Pusat dan Daerah;

3. Menjamin keterkaitan dan konstitusi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat;

5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Sebagai tindak lanjut dari UU No. 25 Tahun 2004 ini, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004 – 2009.

RPJM Nasional Tahun 2004 – 2009 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. RPJM Nasional ini menjadi pedoman bagi:

1. Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis Kementerian/Lembaga;

2. Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah; 3. Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah. Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan:

1. Penyusunan Rencana

Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu sistem rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4 (empat) langkah yaitu:

a) Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur;

b) Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan; c) Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan

menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan;

d) Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. 2. Penetapan Rencana

Menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya.

Menurut UU No. 25 Tahun 2004, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/Daerah (20 Tahun) ditetapkan sebagai UU/Perda, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/Daerah (5 Tahun) ditetapkan sebagai Perpres/Kepala Daerah, dan Rencana Pembangunan Tahunan Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Perpres/Kepala Daerah. 3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana

Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan


(1)

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II

84

Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi ditanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lajut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Setiap pejabat/instansi berkewajiban memberi tanggapan terhadap pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan dari DPR/DPRD, dengan sebaik-baiknya. Pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan itu harus dimanfaatkan sebagai masukan baik bagi pelaksanaan waskat maupun wasnal, termasuk dalam rangka mengambil langkah-langkah tindak lanjut. Pandangan, kritik, saran, temuan, pertanyaan dari DPR/DPRD harus dijadikan salah satu indikator keberhasilan waskat dan wasnal pada khususnya, dan pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan pada umumnya.

e. Pengawasan Masyarakat (Wasmas)

Pengawasan masyarakat (Wasmas) atau kontrol sosial adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat sendiri atas penyelenggaraan pemerintahan dan

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II 85

pembangunan. Wasmas perlu sekali

ditumbuhkembangkan, sehingga merupakan pengawasan yang efisien dan efektif. Adapun alasan-alasannya, antara lain adalah seperti berikut:

1) Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan demokrasi, di mana kedaulatan ditangan rakyat. Pegawai Negeri bukan saja unsur aparatur negara dan abdi negara, tetapi sekaligus juga abdi masyarakat;

2) Keberhasilan penyelenggaraan negara antara lain tergantung kepada partisipasi seluruh rakyat. Wasmas merupakan suatu bentuk partipasi masyarakat tersebut;

3) Salah satu arah kebijakan bidang penyelenggara negara adalah membersihkan penyelenggara negara dari praktek KKN dengan memberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan intern dan fungsional serta pengawasan masyarakat dan mengembangkan etika dan moral.

4) Wasmas diperlukan karena keterbatasan kemampuan

waskat dan wasnal. Wasmas mendukung

keberhasilan Waskat dan Wasnal.

5) Tujuan pengembangan Wasmas yang sehat dan positif adalah makin tumbuh dan meningkatnya tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan negara. Oleh karena itu aparatur pemerintah berkewajiban untuk selalu memberikan


(2)

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II

86

kesempatan agar masyarakat mampu melaksanakan wasmas atau kontrol sosial dengan sebaik-baiknya. Bagaimanapun kecilnya nilai informasi yang disampaikan, wasmas harus diperhatikan dan dihargai pula. Surat kaleng sekalipun misalnya, perlu mendapat perhatian, karena seringkali informasi yang disampaikan ternyata memang benar dan sangat berharga.

Kriteria Wasmas yang baik

Wasmas yang baik antara lain memiliki kriteria berikut:

1) Obyektif tidak bersifat memfitnah; 2) Dimaksudkan untuk adanya perbaikan;

3) Memberitahukan faktanya dengan jelas dan lengkap dengan bukti-buktinya;

4) Memberitahukan bentuk-bentuk pelanggaran, penyimpangan, penyelewengan, penyalahgunaan wewenang, kesalahan atau kelemahan yang terjadi;

5) Menjelaskan patokan-patokan yang dilanggar; 6) Memuat saran-saran;

7) Jelas identitas yang menyampaikannya.

Memang tidak dapat selalu diharapkan, wasmas memenuhi kriteria tersebut. Adalah kewajiban instansi untuk berusaha melengkapi, memperjelas, memastikan kebenaran serta mengungkapnya lebih lanjut, sehingga dapat diambil langkah-langkah tindak lanjut yang tepat.

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II 87

f. Pengawasan Yudikatif

Salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah mengawasi peraturan perundang-undangan yang antara lain dilaksanakan dengan:

1) Menguji secara material terhadap Peraturan Perundangan di bawah Undang-Undang;

2) Menyatakan tidak sah semua Peraturan Perundangan di bawah Undang-Undang apabila bertentangan dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi. Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan bersifat formal untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan demikian, Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang sekaligus kewajiban untuk melakukan pengawasan ekstern terhadap pemerintah. Pengawasan ini sangat penting, karena negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga: 1) Dapat dicegah penyalahgunaan wewenang baik yang

disengaja maupun tidak;

2) Kepastian dan tertib hukum dapat diwujudkan dengan baik.

E. Rangkuman

Proses manajemen pemerintahan negara pada dasarnya meliputi empat aspek, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.


(3)

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II

88

Perencanaan pembangunanan Nasional dasar hukumnya adalah UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk: mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi; sinkronisasi dan sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.

Pengorganisasian dapat diartikan sebagai penetapan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan tugas dan pembangunan pekerjaan kepada setiap pegawai dan penetapan hubungan kerja. Agar pengorganisasian dapat dilaksanakan dengan baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian. Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan pada dasarnya terbagi habis kepada setiap aparat pemerintah atau lembaga-lembaga pemerintah. Dengan kata lain bahwa setiap aparat pemerintah atau masing-masing lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan sebagian urusan-urusan pemerintahan di bidangnya masing-masing. Agar pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan tersebut berjalan dengan baik maka sangat diperlukan koordinasi yang baik pula. Koordinasi sudah harus dimulai sejak penyusunan kebijakan dan perencanaan. Pada dasarnya koordinasi ada dua jenis, yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi fungsional. Koordinasi fungsional dapat dibedakan

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II 89

atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi fungsional diagonal dan koordinasi fungsional teritorial.

Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara secara menyeluruh koordinasi dapat dilaksanakan melalui: sidang kabinet; rapat-rapat koordinasi oleh Menko; rapat-rapat koordinasi antar Departemen di tingkat pusat dan daerah, rapat koordinasi antara aparat pusat dan aparat daerah, dan lain-lain.

Pengawasan, yang pada dasarnya adalah kegiatan pimpinan yang berupa agar tugas-tugas terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau dapat mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan.

Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terdapat berbagai jenis pengawasan seperti: pengawasan melekat; pengawasan fungsional; pengawasan teknis fungsional; pengawasan legislatif; pengawasan masyarakat; dan pengawasan yudikatif.

F. Latihan/Diskusi

1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional? Dan apa pula yang dimaksud dengan RPJM Nasional?

2. Mengapa pengorganisasian diperlukan dalam

penyelenggaraan pemerintahan negara? Sebutkan pula prinsip-prinsip pengorganisasian.

3. Mengapa koordinasi sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan?


(4)

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II

90

4. Apa saja fungsi DPR dan apa saja hak yang dimiliki DPR dalam rangka pelaksanaan pengawasan bagi pemerintah? 5. Mengapa waskat merupakan pengawasan intern yang paling

pokok?

6. Bagaimana sikap aparatur pemerintah sebaiknya dalam menghadapi wasmas?

91

BAB VI

P E N U T U P

A. TES

Dari uraian yang telah disajikan dalam Bab II sampai dengan Bab V, diharapkan peserta dapat memahami pengertian dari beberapa hal penting dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Sebagai salah satu sarana untuk mengukur keberhasilan pembangunan tersebut, di bawah ini disiapkan bahan tes yang dapat membantu peserta.

1. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan UUD 1945?

2. Berapa kali seseorang bisa dipilih menjadi Presiden atau Wakil Presiden?

3. Sebutkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang baik?

4. Apakah akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah itu? 5. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara Departemen dan

Lembaga Non Departemen?

6. Dalam penyelenggaran pemerintahan daerah, apakah perbedaan pokok antara Sekretariat, Dinas, Badan dan Kantor?


(5)

Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II

92

B. Tindak Lanjut

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara mencakup bahasan yang sangat luas. Apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai dengan Bab V, baru memberikan pengertian tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan beberapa hal yang penting saja. Masih banyak lagi hal-hal penting yang tidak disampaikan dalam modul ini. Ada di antaranya yang telah menjadi mata pelajaran tersendiri dalam Diklat ini. Di samping itu ada pula bagian-bagian lain yang menjadi mata Diklat pada program Diklat jenjang yang lebih tinggi.

Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara ini, peserta dianjurkan untuk mempelajari, antara lain:

bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul ini, sebagaimanan tersebut dalam referensi.

Modul mata pelajaran lain seperti tentang kepegawaian, administrasi keuangan dan lain-lain.

REFERENSI

Undang-undang Dasar RI Tahun 1945.

Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia.

Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional.

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,

Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 – 2009.

Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementeri an Negara.


(6)

94

Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia. Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima

Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001

tentang Unit Organisasi dan Tugas eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.

Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001

tentang Kedududkan, Tugas, Fungsi, Kewenang an, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Peraturan Presiden No. 81 Tahun 2006 tentang Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Peraturan Presiden No. 99 tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional

Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Nasional

Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pengawasan.

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat

95 Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah.

Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 21 Tahun 1998 tantang Pedoman dan Proses Pemben tukan Kelembagaan di Lingkungan Instansi Pusat, Perwakilan, Republik Indonesia di Luar dan Pemerintah Daerah.