PEMAKNAAN SAMPUL DEPAN BUKU JOHN FISKE (Studi Semiotik Terhadap Sampul Depan Buku Karya John Fiske yang berjudul “Cultural And Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif”).

(1)

PEMAKNAAN SAMPUL DEPAN BUKU JOHN FISKE

(Studi Semiotik Terhadap Sampul Depan Buku Karya John Fiske yang berjudul “Cultural And Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif”).

SKRIPSI

oleh :

REZA ZAKARIA ANWAR

NPM. 0643010370

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


(2)

Disusun Oleh :

REZA ZAKARIA ANWAR NPM. 0643010370

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran ” Jawa Timur Pada Tanggal 14 Juni 2011

Pembimbing Tim Penguji

1) Ketua

Zainal Abidin A. S,Sos M,Si M,Ed Ir. H. Didiek Tranggono, Msi NPT. 3.7305.99.0170.1 NIP. 195812251990011001

2) Sekretaris

Drs. Saiffuddin Zuhri,M.Si NPT. 3 7006 94 0035 1 3) Anggota

Zainal Abidin A. S,Sos M,Si M,Ed NPT. 3.7305.99.0170.1

Mengetahui, DEKAN

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 19550718.198302.2001


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahhirabbil’allamiin, Puji syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT, serta sholawat dan salam penulis ucapkan kepada Baginda Rasul Nabi Allah Muhammad SAW. Karena karunia-Nya, penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini. Hanya kepadaNya-lah rasa syukur dipanjatkan atas selesainya Skripsi ini. Sejujurnya penulis akui bahwa kesulitan selalu ada di setiap proses pembuatan skripsi, tetapi faktor kesulitan itu lebih banyak datang dari diri sendiri, kesulitan itu akan terasa mudah apbila kita yakin terhadap kemampuan yang kita miliki. Semua proses kelancaran pada saat pembuatan proposal penelitian tidak lepas dari segala bantuan dari berbagai pihak yang sengaja maupun tak sengaja telah

memberikan sumbangsihnya. Maka penulis ″wajib″ mengucapkan banyak

terimakasih kepada mereka yang disebut berikut :

1. Abah dan Mamak yang telah mendukung, membimbing dengan penuh kasih

sayang dan perhatiannya secara moril maupun materiil, serta atas do’a yang tak henti-hentinya beliau haturkan untuk penulis.

2. Dra. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan FISIP UPN ″Veteran″ Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi.

4. Bapak Zaenal Abidin, S.Sos, M.Si, M.Ed selaku Dosen Pembimbing yang

sabar menghadapi mahasiswa dan terima kasih banyak.


(4)

Serta tak lupa penulis memberikan rasa terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu dalam pembuatan Skripsi ini, baik dari suport, bimbingan maupun do’anya : :

1. Teman satu perjuangan saat kuliah yang telah memberi semangat untuk

menyelesaikan proposal penelitian ini, Aliffadinya Paramarisa, Septhian Zulfikar, Indah Dwi Pratiwi, Pijar Art Crissandy, Nugroho, Fibri, Azis, Anna, Merly, Yanuar, Aditya, Dewa, Firmansyah, Eko Hariadi, Astrik, Dita, Dito, David, Delas Tohar, Tito dan semua temen-temen yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

2. Terima kasih buat dukungan dan do’anya.

Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam penyusunan Skripsi ini. Maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Terima Kasih.

Surabaya, April 2011


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... . i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR …. ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 11

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Media cetak ... 12

2.1.2 Buku Sebagai Media Massa Cetak ………... ... 13


(6)

2.1.7 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik... 23

2.1.8 Konsep Makna ... 26

2.1.9 Pendekatan Semiotik …… ... 29

2.1.10 Model Semiotika Charles S. Peirce …... 31

2.1.11 Pemaknaan Warna ………... ... 34

2.1.12 Pemahaman Huruf ……… ... 39

2.1.13 Anatomi Huruf ... 40

2.1.14 Keluarga Huruf ... 42

2.2 Kerangka Berpikir ... 45

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 48

3.2 Kerangka Konseptual ... 49

3.2.1 Korpus... 49

3.2.2 Unit Analisis ... 50

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 52

3.4 Teknik Analisis Data. ... 53

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian . ... 55


(7)

4.1.1 Buku Cultural And Communication Studies ... 55

4.2 Penyajian Data ... 58

4.3 Ilustrasi Sampul Depan Buku Cultural And Communication Studies Berdasarkan Analisis Semiotik Charles S. Peirce ... 60

4.4 Pemaknaan Terhadap Ilustrasi Sampul Depan Buku John Fiske “Cultural And Communication Studies “ Sebuah Pengantar Paling Komprehensif Berdasarkan Ikon, Indeks, Simbol ... 62

4.4.1 Ikon ... 62

4.4.2 Indeks ... 66

4.4.3 Simbol ... 68

4.5 Makna keseluruhan ilustrasi sampul depan buku John Fiske”Cultural And Communication Studies” Sebuah Pengantar Paling Komprehensif ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 72

5.2 Saran ………. 73 DAFTAR PUSTAKA


(8)

Gambar 2.2 ……….. 34

Gambar 2.3 ……….. 47

Gambar 3.1 ...………... 52

Gambar 3.2 ……….. 54

Gambar 4.1 ……….. 59


(9)

ABSTRAKSI

REZA ZAKARIA ANWAR, PEMAKNAAN SAMPUL DEPAN BUKU JOHN FISKE ( Studi Semiotik Terhadap Sampul Depan Buku Karya John Fiske yang berjudul “Cultural And Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif” ).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna yang dikomunikasikan ilustrasi sampul buku John Fiske yang berjudul “Cultural And Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif”).

Teori yang digunakan adalah semiotika Charles Sanders Peirce yang membagi antara tanda dan acuannya menjadi tiga kategori yaitu : ikon, indeks dan simbol adalah tanda yang hubungan antara penanda dan penandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan hasil yang didapat, menandakan bahwa pesan yang disampaikan melalui penggambaran ilustrasi tersebut bahwa kehidupan manusia yang tidak bisa lepas dari ketergantungan terhadap teknologi komunikasi dan media massa.

Kesimpulan dari penelitian ini, yang menjadi ikon dalam sampul buku John Fiske ini ditunjukkan dengan figur seorang lelaki, gambar earphone, gambar rol film, gambar televisi. Yang menjadi indeks dalam penelitian ini adalah warna background dan segala bentuk tulisan. Sedangkan untuk simbol adalah bentuk model rambut, figur orang memakai jas, letak gambar earphone, rol film, dan televisi.


(10)

1.1. Latar Belakang Masalah

Media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Ada beberapa pakar psikologi memandang bahwa dalam komunikasi anta manusia, maka media yang paling dominan dalam berkomunikasi adalah panca indra manusia seperti mata dan telinga. Pesan-pesan yang diterima panca indra selanjutnya diproses dalam pikiran manusia untuk mengontrol dan menentukan sikapnya terhadap sesuatu, sebelum dinyatakan dalam tindakan. Media yang dimaksud ialah media yang digolongkan atas empat macam yakni media antar pribadi, media kelompok, media publik, dan meedia massa.

Media massa terdiri dari media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak terdiri dari majalah, surat kabar, buku. Sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi, radio, film, internet, dan lain-lain. Media cetak seperti majalah, surat kabar, dan buku justru mampu memberikan pemahaman yang tinggi kepada pembacanya, karena ia sarat dengan analisa yang mendalam dibanding media lainnya ( Cangara, 2005:128 ).

Kita ketahui bahwa sebenarnya sejak dulu teknologi sudah ada atau manusia sudah menggunakan teknologi. Seseorang menggunakan teknologi


(11)

2

karena manusia berakal. Dengan akalnya mereka ingin keluar dari masalah yang ada, karena mereka ingin hidup lebih baik. Manusia sangat bergantung pada teknologi zaman sekarang, dan mereka akan selalu membutuhkan media-media tersebut sebagai proses komunikasi. Baik dengan cara melihat dan mendengar.

Televisi didasarkan pada teknologi elektronik. Dalam teknologi yang masih analog, kamera peka cahaya memindai sebuah adegan dengan pergeseran amat cepat melintasi beberapa ratus garis horizontal. Hasilnya adalah lintasan cahaya dtransmisikan ke penerima, dan penerima ini mengubahnya kembali menjadi gambar aslinya dengan memanfaatkan electron yang dikirimkan ke garis horizontal di layar kaca. Sekarang terjadi pergeseran dari teknologi analog ke digital.

Radio telah menjadi medium massa yang ada di mana-mana, tersedia di semua tempat, disepanjang waktu. Tetapi sebagai sebuah industri, ada tanda-tanda yang menggelisahkan. Acara utama radio, yakni musik, telah tersedia dalam bentuk perangkat lain, dan banyak yang tanpa iklan. Audien radio utama, yakni kelompok usia 18 sampai 24 tahun, telah banyak berkurang. Radio ada dimana-mana. Sinyal yang melewati spektrum elektromagnetik mencapai hampir setiap penjuru dunia. Hampir semua tempat di seluruh dunia bia menerima siaran radio. Ada rata-rata 6,6 penerimaan siaran radio di Amerika. Hampir semua mobil dilengkapi fasilitas radio. Orang bangun dan mendengar radio, tidur dengan mendengar radio, orang berpesta dengan boomboxes dan berkeliling dengan mobil sambil mendengarkan radio. Orang mendengarkan acara olahraga di radio meski mereka juga ada di stasion olahraga. Ribuan orang mengisi hari-harinya mendengarkan komentar dari si penyiar tersebut.


(12)

Jutaan orang mendengarkan siaran berita radio untuk mendapat informasi terbaru, orang juga mulai memilih penyiar favorit dan disc jockey favorit.

Film adalah bagian kehidupan sehari-hari kita dalam banyak hal. Bahkan cara kita bicara sangat dipengaruhi oleh metafora ini “Skenario pribadi kita terentang dalam urutan flashback, percakapan, dan peran. Kita mendekat, memilah-milah, lalu menghilang. Karena adanya pengaruh film yang sebagian riil dan sebagian tidak, maka penting untuk mengetahui tentang industri yang membuatnya. Ini terutama amat perlu sekarang setelah program hiburan televisi sebagian besar dikuasai oleh Hollywood dan industri buku, majalah, serta rekaman sudah terkait erat dengan industri film ini.

Internet muncul sebagian medium massa besar kedelapan dengan banyak isi, terutama melalui web coding, yang melibihi media tradisional dalam banyak hal. Internet adalah jaringan kabel dan telepon dan satelit yang menghubungkan computer. Hampir semua orang di planet ini yang memiliki computer bisa masuk ke jaringan. Dengan beberapa kali mengklik tombol mouse kita akan masuk ke lautan informasi dan hiburan yang ada di seluruh dunia.

Kendati dalam beberapa hal internet mirip dengan medium massa tradisional yang mengirim pesan dari titik transmisi sentral, tetapi internet lebih dari itu. Penerima pesan bisa mengklik hampir seketika dari satu sumber ke sumber lain. Perbedaan signifikan lain dari media massa adalah internet bersifat interaktif. Internet punya kapasitas untuk memampukan orang berkomunikasi, bukan sekedar menerima pesan bealaka, dan mereka bisa melakukannya secara real time.


(13)

4

Majalah adalah medium yang pervasive. Majalah bukan hanya untuk orang atas. Banyak majalah yang diterbitkan untuk kalangan bawah, yang berarti bahwa peran medium majalah dalam masyarakat melintasi hampir seluruh lapisan masyarakat. Bahkan orang buta huruf dapat memeperoleh kesenangan dan manfaat dari majalah yang umumnya banyak memuat gambar dan berwarna. Majalah sendiri telah mengungguli media lain dengan inovasi yang signifiakan dalam jurnalisme, advertising dan sirkulasi. Inovasi itu mencakup laporan investigasi, profil tokoh secara lengkap, dan fotojurnalisme.

Koran adalah medium massa utama bagi orang untuk memperoleh berita. Di sebagian besar kota, tak ada sumber berita yang bisa menyamai keluasan dan kedalaman liputan berita koran. Ini memperkuat popularitas dan pengaruh koran. Dan koran sendiri merupakan medium pilihan untuk lebih banyak iklan ketimbang media lainnya.

Buku sebagai salah satu media massa cetak merupakan medium yang memiliki kualitas permanen karena bisa disimpan untuk waktu yang lama. Media cetak juga bisa dipakai untuk mentrasmisikan warisan sosial dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebagai salah satu bentuk komnikasi melalui tulisan, media cetak berupa buku juga memiliki kemampuan membawa pesan yang sangat spesifik untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi, atau hiburan dengan penyajian mandalam yang sangat jarang ditemukan pada media lain.

Buku yang tesusun dari lembaran kertas berjilid dan berbentuk persegi panjang itu umumnya kurang menarik, yang menarik yang sering mempesona justru


(14)

sampulnya atau biasa disebut cover. Walaupun orang sering mengatakan “ Jangan melihat atau menilai sebuah buku hanya dari sampulnya atau covernya “,namun kekuatan sampul / cover sebagai daya tarik dari sebuah buku atau majalah juga tidak dapat dipungkiri. Sampul merupakan bagian yang tidak dapt dipisahkan dari sebuah buku dan memiliki peranan penting karena pada saat akan membeli atau membaca buku, yang pertama kali diperhatikan adalah sampul dan ilustrasi gambarnya. Karena melalui ilustrasi sampul, seorang penulis dapat menuangkan ide dan kreatifitasnya dari karya sastra yang dihasilkan. Sehingga sampul buku dibuat untuk membuat calon pembeli atau pembaca tertaik dalam hal pemahaman pesan.

Cover / sampul juga perlu didesain secara indah dan artistik agar mampu menarik perhatian khalayak untuk membaca atau membelinya. Pemilihan judul (teks) harus singkat, mudah dibaca, mudah dimengerti dan secara langsung dapat menginformasikan isi yang terkandung dalam buku atau majalah tersebut (Pudjiastuti, 1999 : 29). pada sebuah cover / sampul, ilustrasi digunakan sebagai gambaran pesan yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Meskipun ilustrasi merupakan attention-getter (penarik perhatian) yang palimg efektif, tetapi akan lebih efektif lagi bila ilustrasi tersebut juga mampu menunjang pesan yang terkandung dari sebuah cerita. Dengan ilustrasi, maka pesan menjadi lebih berkesan, karena pembaca akan lebih mudah mengingat gambar dari pada kata – kata. Karikatur sebagai wahana penyampai kritik sosial sering kali kita temui didalam berbagai media cetak, didalam media ini karikatur menjadi pelengkap terhadap tajuk rencana, opini, serta artikel pilihan lainnya. Keberadaannya biasanya disajikan


(15)

6

sebagai selingan atau dapat dikatakan sebagai penyejuk setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel – artikel yang lebih serius dengan sederet huruf yang cukup melelahkan mata dan pikiran. Meskipun sebenarnya pesan -pesan yang disampaikan dalam sebuah karikatur sama seriusnya dengan pesan – pesan yang disampaikan lewat artikel dan berita, namun pesan – pesan dalam karikatur lebih mudah dicerna karena sifatnya yang menghibur. Seringkali gambar terkesan lucu dan menggelikan sehingga membuat kritikan yang disampaikan oleh karikatur tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan.

Kesengajaan dalam membentuk sebuah pesan menggunakan bahsa simbol atau non verbal ini juga bukanlah tanpa maksud, penggunaan bentuk non verbal dalam karikatur diarahkan kepada pengembangan interpretasi oleh pembaca secara kreatif, sebagai respon terhadap apa yang diungkapkan melalui karikatur tersebut. Dengan kata lain, meskipun dalam suatu karya karikatur terdapat ide dan pandangan – pandangan seorang karikaturis, namun akan dapat berkembang secara dinamis, sehingga dapat menjadi lebih kaya serta lebih dalam maknanya.

Dalam sebuah karikatur yang baik, kita menemukan perpaduan dari unsur kecerdasaan, ketajaman dan ketepatan berpikir secara kritis serta ekspresif melalui seni lukis dalam menanggapi fenomena permasalahan yang muncul dalam kehidupan masyarakat luas, yang secara keseluruhan dikemas secara huoris, tapi terkadang juga tidak terlalu homuris. Dengan demikian memahami karikatur juga perlu memiliki referensi – referensi sosial agar mampu menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh karikaturisnya. Tokoh, isi, maupun metode pengungkapan kritik yang dilukiskan


(16)

secara karikaturalsangat bergantung pada isu besar yang berkembang yang dijadikan headline.

Dari uraian diatas, dapat dilihat bahwa cover / sampul yang berbentuk karikatur merupakan salah satu wujud lambang ( simbol ) atau bahasa visual yang keberadaanya dikelompokkan kedalam kategori non verbal dan dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ungkapan. Karikatur merupakan ungkapan ide dan pesan dari karikaturis kepada publik yang dituju melalui simbol yang berwujud gambar, tulisan dan lainnya.

Dalam pembuatan sebuah buku, kedudukan cover / sampul cukup penting untuk menarik perhatian khalayak. Gagasan menampilkan tokoh, yang realistis, diharapkan membentuk suasana emosional, karena gambar lebih mudah dimengerti disbanding dengan tulisan. Sebagai sarana komunikasi, gambar merupakan pesan non verbal yang dapat menjelaskan dan memberikan penekanan tertentu pada isi pesan. Dan peran gambar dalam sampul sangat besar pengaruhnya karena lebih mudah diingat daripada kata – kata, dan paling cepat untuk pemahaman dan dimengerti maksudnya, karena terkait maksud pesan yang terkandung dalam isi dan menampilkan tokoh yang sudah dikenal sebagian besar dari khalayak sasaran. Gambar mempunyai kekuatan berupa fleksibilitasnya yang tinggi untuk menghadirkan bentuk atau perwujudan gambar menurut kebutuhan informasi visual yang diperlukan.

Simbol – simbol atau tanda – tanda pada sebuah ilustrasi baik itu verbal maupun visual bukanlah tidak berarti apa –apa, di dalamnya ia mengemban sebuah


(17)

8

makna yang dapat digali kandungan faktualnya atau dengan kata lain bahasa simbolis tersebut menciptakan situasi yang simbolis pula, artinya penuh dengan tanda Tanya atau hal – hal yang mesti diungkap maksud dan arti yang terkandung dalam simbolnya. Dalam bidan perancangan grafis, kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual, banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambing visual, guna mengefektifkan pesan komunikasi yang terdapat pada ilustrasi sampul. Upaya mendayagunakan lambing visual, berangkat dari anggapan bahwa bahasa visual memiliki karakteristik bersifat khas untuk menimbulkan kesan tertentu pada pengamatanya. ( http : //www.fsrd.itb.ac.id/thesis-disertasi/magister-desain-angkatan-2000, Minggu, 01/08/2010/20. ).

Peneliti tertarik untuk menginterpretasikan makna – makna yang terdapat pada ilustrasi sampul depan buku “John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies. Karena dalam sampul depan majalah tersebut penulis sangat tertarik terhadap ilustrasi sampul tersebut, yaitu lukisan pria yang mengenakan jas hitam, dengan terdapat gambar televisi pada mata sebelah kiri, dan roll film pada mata sebelah kanan, serta gambar earphone yang melingkar pada kedua telingannya. Penulis ingin mengetahui makna dari hubungan pada setiap ilustrasi yang ada pada cover buku “John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies.

John Fiske lahir di Hartford, Connecticut, 30 Maret 1842. Dia adalah anak tunggal dari Brewster Edmund Green, dan Mary Fiske Bound, dari Middletown, Connecticut. Ayahnya adalah editor koran di Hartford, New York City, dan Panama, di mana ayahnya meninggal pada tahun 1852, dan ibunya menikah lagi dengan Edwin


(18)

W. Stoughton, dari New York, pada tahun 1855. Pada perkawinan kedua ibunya, Edmund Fiske Green diasumsikan nama ibu kakek buyutnya, John Fiske. Sebagai seorang anak, John Fiske tinggal di Middletown selama masa kanak-kanak, sampai ia masuk Harvard. Dia lulus dari Harvard College tahun 1863 dan dari Harvard Law School pada tahun 1865. Karirnya sebagai penulis dimulai pada tahun 1861, dengan sebuah artikel tentang “Mr. Buckle's Fallacies”yang diterbitkan dalam National Review Triwulanan. Setelah itu, dia adalah seorang kontributor sering untuk majalah Amerika dan Inggris. Bagian terbesar dari hidupnya dicurahkan untuk mempelajari sejarah.

http://en.wikipedia.org/wiki/John_Fiske_(philosopher).

Karena itulah dalam penelitian ini penulis menaruh perhatian terhadap pemaknaan ilustrasi sampul depan buku “John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies. Karena pada sampul buku John Fiske ini memiliki ilustrasi yang absurd, yaitu lukisan pria yang mengenakan jas hitam, dengan terdapat gambar televisi pada mata sebelah kiri, dan roll film pada mata sebelah kanan, serta gambar earphone yang melingkar pada kedua telingannya. Penulis ingin mengetahui makna dari hubungan pada setiap ilustrasi yang ada pada cover buku “John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies. Dengan background sampul berwarna sephia orange kecoklatan dan berbaur warna hitam. Dan terdapat tulisan dibagian bawah yang bertuliskan “John Fiske Cultural and Communication studies “. Gambar sampul tersebut memiliki ilustrasi yang unik dan sulit ditebak apa artinya, karena untuk menguak makna sebuah ilustrasi gambar sampul sebuah buku, pada


(19)

10

kenyataanya bukan sebuah pekerjaan mudah, mengingat pandangan setiap orang dalam memaknai sebuah gambar berbeda-beda.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik, yaitu studi tentang tanda dan yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan tanda-tanda lain, pengiriman dan penerimannya oleh mereka yang menggunakannya. Selain itu peneliti juga menggunakan warna sebagai acuan untuk meneliti sampul depan majalah atau buku ini karena warna memiliki makna yang bermacam-macam.

Dengan menggunakan metode semiotik dari Charles Sanders Peirce, maka tanda-tanda pada gambar ilustrasi tersebut dapat dilihat dari jenis tanda yang digolongkan dalam semiotic, yaitu icon, indeks, dan simbol. Dari interpretasi tersebut, maka dapat diungkapkan muatan pesan yang terkandung dalam ilustrasi sampul depan buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah makna pada ilustrasi sampul depan buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies?

1.3 Tujuan Penelitian


(20)

depan majalah buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Memberikan makna pada tanda dan lambang yang terdapat dalam objek untuk memperoleh hasil dari interpretasi data mengenai pemaknaan ilustrasi sampul depan buku dengan menggunakan metode semiotik Peirce.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Untuk mengetahui penerapan tanda dalam studi semiotik, sehingga dapat member masukan bagi para pembaca buku ini mengenai makna dari cover / sampul buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Media Cetak

Secara garis besar media massa dapat dibedakan menjadi dua, yakni media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak maupun media massa elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh masyarakat di berbagai lapisan sosial terutama di masyarakat kota. Keberadaan media massa seperti halnya pers, radio, televisi, film dan lain-lain, tidak terlepas kaitannya dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Media massa dapat menjadi jembatan yang menghubungkan komunikator dengan komunikan yang melintasi jarak, waktu, bahkan lapisan sosial dalam masyarakat (Sugiharti dalam Permana, 2009 : 14).

Media cetak dalam hal ini adalah suatu bentuk media yang statis yang mengutamakan pesan-pesan visual. Media ini terdiri dari lembaran dengan sejumlah kata, gambaran atau foto dalam tata warna dan halaman putih (Kasali, 1995 : 99).


(22)

2.1.2 Buku Sebagai Media Massa Cetak

Buku merupakan salah satu bentuk dari media massa cetak. Adapun syarat-syarat yang telah mampu dipenuhi oleh buku dalam kajian sebagai media massa cetak adalah melalui proses percetakan, memilih cover / sampul, mengangkat suatu isu (gender, politik, agama, budaya dan lainnya), adanya awalan dan akhiran pada cerita yang diangkat dan dipublikasikan. Buku dapat dikatakan sebagai media massa tertua sebelum ditemukannya film, radio dan televisi. Dengan kelebihannya yang mampu menyampaikan pesan secara lebih lengkap dan mendalam, bisa dibawa kemana-mana, namun hanya bisa dinikmati oleh mereka yang melek huruf (Cangara, 2005 : 128).

Media cetak seperti buku mampu memberi pemahaman yang lebih kepada pembacanya. Melalui sebuah buku, penulis atau penyusunnya bisa berbagi banyak hal, seperti ilmu pengetahuan, pengalaman, bahkan imajinasi kepada pembacanya, sehingga buku banyak digunakan untuk keperluan studi, pengetahuan, hobi, atau media hiburan dengan penyajian mendalam.

Menurut Rivers, Peterson, dan jensen dalam bukunya Media Massa dan Masyarakat Modern (2003 : 305), buku umumnya menarik minat mereka yang berpendidikan relatif tinggi, atau yang memerlukan sesuatu yang lebih serius atau mendalam dari pada isi media lain. Penggemar buku


(23)

14   

biasanya meminjam istilah Bernard Berelson-peka terhadap kebudayaan. Ciri-ciri penggemar buku adalah berusia dewasa, tinggal di perkotaan, berpenghasilan relatif tinggi, dan cenderung bersikap kritis. Berbagai studi menunjukan bahwa minat terhadap buku berbanding lurus dengan tingkat pendidikan. Kalau tingkat pendidikan formal turun, demikian pula dengan minat terhadap buku. Pengaruh pendidikan ini lebih kuat dari pada pengaruh usia, tingkat pendapatan, atau tempat tinggal.

2.1.3 Komunikasi Visual

Sejak awal terciptanya manusia di dunia ini, komunikasi antar manusia adalah bagian yang penting dan tak bisa dipisahkan dari kehidupan kita. Selain kata-kata, unsur rupa juga berperan dalam kegiatan berkomunikasi tersebut. Komunikasi visual yang dalam bentuk kehadirannya sering kali perlu ditunjang dengan suara pada hakikatnya adalah suatu bahasa. Tugas utamanya membawakan pesan dari seseorang, lembaga atau kelompok masyarakat tertentu pada yang lain (Pirous dalam

Tinaburko (http://puslitpetra.ac.id/journals/design, Rabu, 24/11/2010/11.00)).

Di dalam rancangan grafis yang kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual, banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual pesan guna mengefektifkan komunikasi. Upaya mendayagunakan lambang-lambang visual berangkat dari premis (dasar pikiran) bahwa bahasa visual memiliki karakteristik yang bersifat khas


(24)

bahkan sangat istimewa untuk menimbulkan efek tertentu kepada pengamatnya. Hal demikian adakalanya sulit dicapai bila diungkapkan dengan bahasa verbal. Media visual juga merupakan sarana yang paling cepat untuk menanamkan pemahaman, walau berupa gambar yang tak disertai tulisan sekalipun. Dengan adanya visualisasi, sesuatu yang abstrak dapat menjadi lebih jelas, sehingga desain komunikasi visual perlu dirancang dengan kreatif dan menarik (Kusmiati, 1999 : 85).

Desain komunikasi visual adalah ungkapan ide-ide dan pesan dari perancang kepada publik yang dituju melalui simbol berwujud gambar, warna, tulisan dan lainya. Ia akan komunikatif apabila bahasa yang disampaikan dapat dimengerti oleh publik. Ia juga akan berkesan apabila dalam penyajiannya terdapat suatu kekhasan atau keunikan sehingga tampak istimewa dan mudah dibedakan dengan yang lain (Tinaburko, 2003 : 31-32 (http://puslitpetra.ac.id/journals/design, Rabu, 24/11/2010/11.00)).

Komunikasi visual juga suatu sistem pemenuhan kebutuhan manusia di bidang informasi visual melalui lambang-lambang kasat mata. Dikatakan Umar Hadi (1993), desain komunikasi visual adalah ungkapan ide dan pesan dari perancang kepada publik yang dituju melalui simbol berwujud gambar, warna, tulisan dan lainnya. Maka dalam komunikasi juga perlu diketahui siapa publik yang dituju dan bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka.


(25)

16   

Dalam kegiatan komunikasi, gambar termasuk simbol non verbal berbeda dengan bentuk simbol verbal, karena memiliki karakteristik tersendiri diantaranya dapat mengungkapkan informasi dengan bahasa tulisan melalui headline, subhead, body teks, dan sebagainya. Ditampilkan secara singkat dan apabila digabungkan secara tepat bahasa simbol verbal, dan non verbal (visual) merupakan sarana sugesti yang tepat dalam komunikasi visual. Salah satu kekhasan gambar diantaranya unsur-unsur visual lainnya adalah sebagai alat ungkap pesan secara visual menawarkan kesempatan luas untuk didayagunakan sebagai alat memperjelas pesan, mudah dimengerti, menarik perhatian dalam rangka menawarkan produk, jasa maupun gagasan kepada khalayak. Sebagai bahasa seni rupa desain komunikasi visual merupakan ungkapan gagasan melalui simbol-simbol berwujud gambar, aksara, dan angka (tipografi dan tulisan), warna dan unsur-unsur lainnya. Desain menjadi komunikatif apabila penyampaian bahasa rupa enak dilihat, mudah dimengerti, dan jelas yang dimaksud. Komunikasi visual merupakan sebagian kebutuhan manusia di bidang informasi melalui lambing kasat mata khususnya pada media cetak yang dihadirkan dengan bentuk visual dengan beragam daya tariknya sendiri yang ditujukan kepada khalayak sasaran yang dituju (http://www.fsrd.itb.ac.id/thesis-disertai/magister-desain-angkatan-2000/, Kamis, 25/11/2010/19.30).

Desain menjadi komunikatif apabila penyampaian bahasa rupa enak dilihat, mudah dimengerti, dan jelas yang dimaksud. Dalam arti,


(26)

komunikatif pada penggunaan bahasa yang disampaikan agar dapat dimengerti public, juga komunikatif dalam penyajian. Sehingga akan lebih berkesan, tampil lebih istimewa, mudah dibedakan dengan yang lain karena mempunyai kekhasan dan keunikan tersendiri. Komunikasi visual merupakan sebagian kebutuhan dibidang informasi melalui lambang kasat mata khususnya pada media cetak yang dihadirkan dalam bentuk visual dengan beragam daya tariknya sendiri – sendiri yang ditunjukan kepada khalayak sasaran. Gambar merupakan salah satu wujud lambang atau bahasa visual, didalamnya terkandung struktur rupa seperti garis, warna, scale, dan komposisi. Struktur ini dikelompokan kedalam bahasa komunikasi non verbal (visual) dibedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan atau ucapan. Dalam bidang perancangan grafis, kemudian berkembang menjadi desain komunikasi visual banyak memanfaatkan daya dukung gambar sebagai lambang visual. Ada beberapa alasan yang menunjukan bahwa bahasa visual memiliki potensi yang istimewa. Pertama, bahasa visual mempunyai kesempatan untuk lebih cepat dan langsung dimengerti daripada bahasa verbal,tulisan, lisan, atau suara. Kedua, bahasa visual dapat lebih permanen daripada bahasa suara yang bergerak dalam waktu serta lebih mudah dipisahkan dari keadaan kompleksitasnya. Ketiga, bahasa visual memiliki kesempatan amat kuat nilai simbolisnya.


(27)

18   

2.1.4 Ilustrasi Sebagai Proses Komunikasi

Ilustrasi merupakan “Symbolic Speech” artinya penyampain pesan yang terdapat dalam sebuah ilustrasi tidak dilakukan secara langsung tetapi dengan menggunakan bahasa symbol. Simbol-simbol pada gambar tersebut merupakan symbol yang disertai makna (signal) yang digunakan dengan sadar oleh orang yang mengirimnya (si pengirim) dan mereka yang menerimanya (si penerima) (Van Zoest, 1993 : 3).

Melalui pergaulan social, orang menurunkan dan bertindak menurut makna yang membuat mereka mampu menciptakan dan menciptakan kembali dunia subyektif mereka. Dean Barnlund dalam (Nimmo, 1989 : 7) mengatakan bahwa :

“Komunikasi melukiskan evolusi makna, makna adalah sesuatu yang diciptakan, ditentukan, diberikan, dan bukan sesuatu yang diterima, jadi komunikasi bukanlah suatu reaksi terhadap sesuatu, juga bukan interaksi dengan sesuatu, melainkan sesuatu transaksi yang di dalamnya orang menciptakan dan memberikan makna untuk menyadari tujuan-tujuan orang itu”.

Berawal dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ilustrasi adalah sebuah proses komunikasi karena terdapat informasi atau pesan yang terkandung dalam ilustrasi tersebut yang sengaja digunakan oleh komunikator untuk disampaikan atau ditransmisikan kepada komunikan dengan menggunakan bahasa, namun hal ini bahasa yang digunakan dalam ilustrasi adalah bahasa symbol yang bisa berupa


(28)

kata-kata, gambar, grafik dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bernard Berelson dan Gary A. Seiner dalam (Mulyana, 2000 : 62) yang menyatakan bahwa komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan dan sebagainya dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figure grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

2.1.5 Ilustrasi Sampul Buku

Definisi dari ilustrasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gambar ( foto, lukisan ) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya. Dapat pula berupa gambar, desain atau diagram untuk menghiasi halaman sampul. ( KBBI edisi 3:2002).

Sesuai dengan pengertian diatas, maka ilustrasi sampul buku adalah sebuah gambar, baik berupa foto atau lukisan, dan tulisan-tulisan yang dipergunakan untuk menghias sebuah sampul buku. Selain itu ilustrasi juga digunakan untuk membantu mengkomunikasikan secara tepat, cepat, dan jelas, sekaligus sebagai media untuk memperjelas pandangan dan penilaian dari penulis terhadap sebuah fenomena kehidupan dalam buku tersebut.

Sampul adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah buku, meskipun makna sebuah buku terletak pada isinya, namun sampul juga mempunyai peranan penting karena merupakan bagian dari karya sastra


(29)

20   

secara keseluruhan, dimana ide dan kreatifitas dari seorang penulis juga dapat tertuang di sampulnya. Sehingga sampul suatu penerbitan perlu didesain secara indah, artistic dan jika perlu fenomenal, agar dapat makin menambah daya tarik buku tersebut.

Ilustrasi yang terdapat dalam sampul buku umumnya memiliki maksud tetentu yang ditujukan kepada khalayak umum. Melalui tanda-tanda dan lambang pesan disampaikan untuk dipahami pembaca. Gambar adalah lambang lain yang digunakan untuk menyatakan suatu pemikiran atau perasaan, keberadaannya termasuk dalam komuniksai non verbal, ia membedakan dengan bahasa verbal yang berwujud tulisan dan ucapan. Gambar merupakan bahasa visual yang didalamnya terdapat struktur rupa seperti garis, warna, dan komposisi. Gambar banyak dimanfaatkan sebagai lambang visual pesan guna mengekfektifkan komunikasi (http://puslitpetra.ac.id/journals/design, Senin, 29/11/2010/20.30).

Dengan adanya ilustrasi berupa gambar pada sampul sebuah buku, khlayak atau pembaca tertarik untuk mengetahui pesan dari cerita atau informasi yang disampaikan. Melalui ilustrasi khalayak dapat lebih mudah mendapatkan pemahaman yang lebih kaya dan dalam lagi terhadap ide-ide yang terdapat dalam cerita atau informasi buku tersebut.

Umumnya informasi bergambar lebih disukai dibandingkan dengan informasi tertulis, karena menatap gambar jauh lebih mudah. Sebuah gambar bila tepat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dari ribuan


(30)

kata, juga secara individual mampu untuk memikat perhatian khlayak (Kusmiati, 1999:36). Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan merupakan simbol yang jelas dan mudah dikenal.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka ilustrasi sampul buku sangat berperan penting dalam mengefektifkan proses komunikasi, karena ilustrasi merupakan sebuah proses komunikasi, dimana terdapat informasi atau pesan yang sengaja digunakan oleh komunikator untuk disampaikan kepada komunikan dengan menggunakan bahasa, namun dalam sampul depan buku “John Fiske Cultural and Communication studies” ini, bahasa yang digunakan dalam ilustrasi adalah bahas yang berupa gambar yang menampilkan lukisan pria yang mengenakan jas hitam, dengan terdapat gambar televisi pada mata sebelah kiri, dan roll film pada mata sebelah kanan, serta gambar earphone yang melingkar pada kedua telingannya, yang dirancang sedemikian rupa agar mampu menarik perhatian khlayak.

2.1.6 Teori Determinasi Komunikasi

Ide dasar dari teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berfikir, berperilaku dalam masyarakat dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya dari masyarakat suku yang belum mengenal huruf menuju masyarakat yang memakai peralatan komunikasi cetak, ke


(31)

22   

masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik. McLuhan berpikir bahwa kita dibentuk oleh bagaimana cara kita berkomunikasi dengan baik. Paling tidak, ada beberapa tahapan, yaitu yang pertama adalah penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan, kemudian yang kedua adalah perubahan di dalam jenis-jenis komunikasi yang pada akhirnya membentuk kehidupan manusia. Dan yang ketiga, sebagaimana yang dikatakan McLuhan bahwa “kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan tersebut untuk berkomunikasi yang kita gunakan itu akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri”. Kita belajar, merasa dan berfikir terhadap apa yang kita lakukan karena pesan yang diterima teknologi komunikasi menyediakan untuk itu. Artinya, teknologi komunikasi menyediakan pesan dan membentuk perilaku kita sendiri. Radio menyediakan kepada manusia lewat indera pendengaran (audio), sementara televisi dan film menyediakan tidak hanya pendengaran tetapi juga penglihatan (audio visual). Apa yang diterpa dari dua media itu masuk kedalam perasaan manusia dan mempengaruhi kehidupan sehari-hari kita. Selanjutnya, kita ingin menggunakanya lagi dan secara terus-menerus sampai pada kesimpulannya bahwa media adalah pesan itu sendiri (the medium is the messege).

Media tak lain adalah alat untuk memperkuat, memperkeras dan memperluas fungsi dan perasaan manusia. Dengan kata lain, masing-masing penemuan media baru yang kita betul-betul dipertimbangkan untuk


(32)

memperluas beberapa kemampuan dan kecakapan manusia. Misalnya, ambil sebuah buku. Dengan isi dari buku tersebut, sesorang bisa memperluas cakrawala, pengetahuan, termasuk kecakapan dan kemampuannya. Seperti yang sering dikatakan oleh masyarakat umum, dengan buku kita akan bisa “melihat dunia”. Mengikuti teori ini, ada beberapa perubahan besar yang mengikuti perkembangan teknologi dalam berkomunikasi. Yang masing-masingnya sama memperluas perasaan, dan pikiran manusia. McLuhan membagi lagi kedalam empat periode.

Di dalam masing0masing kasus yang menyertai perubahan itu atau pergerakan dari era satu ke era yang lain dengan membawa bentuk baru komunikasi yang menyebabkan beberapa macam perubahan dalam masyarakat. ( http://nurudin.staff.umm.ac.id/2010/01/21/teori-determinisme-teknologi-technological-determinism- ).

2.1.7 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik

Salah satu kebutuhan pokok komunikasi, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang sehingga manusia merupakan satu-satunya heewan yang menggunakan lambang (animal symbolicum) dan hal inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.(Mulyana, 2001:84).

Lambang atau simbol adalahsesuatu yang digunakan untuk menunjukan sesuatu lainnya berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang mempunyai beberapa sifat berikut ini :


(33)

24   

1. Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang. Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Lambang hadir diman-mana dan tidak henti-hentinya menerpa manusia.

2. Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; manusialah yang member makna pada lambang. Makna sebenarnya ada dalam kepala manusia, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Dengan kata lain, sebenarnya tidak ada hubungan yang alami antara lambang dengan referent (obyek yang dirujukan).

3. Lambang itu bervariasi. Dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lainnya.

Pada dewasa ini, peranan simbol sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Keberadaanya yang sangat tak terbatas, membuat simbol menjadi suatu kebutuhan manusia untuk berkomunikasi bahkan mereka bersaing untuk mewakili sesuatu untuk mewakili (simbol), seperti simbol kekayaan, simbol status, dan lain-lain. Salah satu sifat dasar manusia adalah kemampuannya untuk menggunakan simbol. Kemampuan manusia untuk menciptakan simbol membuktikan manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi, mulai dari simbol yang sederhana, sampai kepada simbol yang rumit. Simbol muncul dalam konteks yang sangat beragam dan digunakan untuk berbagai tujuan.

Simbol adalah suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari bagi manusia, dan respon manusia terhadap simbol


(34)

adalah dalam pengertian makna dan nilainya daripada pengertia stimulasi fisik dan alat-alt inderanya (Mulyana dalam Sobur, 2004:166). Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol. Kebudayaan terdiri atas gagasan-gagasan, simbol-simbol, dan nilai-nilai sebagai hasil karya dari tindakan manusia. Manusi berpikir, berperasaan, dan bersikap dengan ungkapan-ungkapan yang simbolis. Setiap manusia dalam pengertian tertentu membutuhkan sarana atau media untuk berkomunikasi. Media ini terutama ada dalam bentuk - bentuk simbolis sebagai pembawa maupun pelaksana makna atau pesan yang akan di komunikasikan. Makna atau pesan sesuai dengan maksud pihak komunikator dan mampu juga ditangkap dengan baik oleh pihak lain (komunikan). Hanya saja, simbol-simbol komunikasi tersebut adalah kontekstual dalam satu masyarakat dan kebudayaannya. Karena kebudayaan sendiri adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-simbol yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini. Jadi, makna yang “diejawantahkan” dalam simbol-simbol, konsep yang terungkap dalam bentuk-bentuk simbolis, dalam suatu konteks social yang khusus, mewujudkan suatu pola atau system yang dapat disebut kebudayaan (Dillistone, 2002:116).


(35)

26   

2.1.8 Konsep Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah yang membingungkan. Dalam bukunya The Meaning of Meaning, (Ogden dan Ricards dalam Kurniawan, 2008 : 27) telah mengumpulkan tidak kurang dari 22 batasan mengenai makna.

Makna sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (dalam Sobur 2004 : 248), merupakan konsep yang abstrak yang telah menarik perhatian para ahli filsafat dan para teoritis ilmu social selama 2000 tahun silam. Semenjak Plato mengkonseptualisasikan makna manusia sebagai salinan “ultarealitas”, para pemeikir besar telah sering mempergunakan konsep itu dengan penafsiran yang sangat luas yang merentang sejak pengungkapan mental dari Locke sampai ke respon yang dikeluarkan dari Skinner. “tetapi”, kata Jerold Katz dalam Kurniawan, 2008 : 47), “setiap usaha untuk memberikan jawaban yang langsunng telah gagal. Beberapa seperti misalnya Plato, telah terbukti terlalu samar dan spekulatif. Yang lainnya memberikan jawaban salah”.

Menurut Devito, makna terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. “Kita” lanjut Devito,menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita komunikasikan. Tetapi kata-kata ini secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Demikian pula makna yang didapat pendengar dari pesan-pesan akan sangat berbeda dengan makna yang ingin kita komunikasikan. Komunikasi


(36)

adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar dan apa yang ada dalam benak kita.

Ada tiga hal yang dijelaskan para filusuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal tersebut adalah (1) menjelaskan makna secara alamiah, (2) mendeskripsikan secara alamiah, (3) menjelaskan makna dalam proses komunikasi (Kempson dalam Sobur, 2004 : 258).

Ada beberapa pandangan yang menjelaskan teori atau konsep makna. Model konsep makna (Johnson dalam Devito 1997 : 123-125) sebagai berikut :

1. Makna dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata melainkan pada manusia. Kita menggunakan kata-kata untuik mendekati makna yang ingin kita komunikasikan, tetapi kata-kata itu tidak secara sempurna dan lengkap menggambarkan makna yang kita maksudkan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk memproduksi dibenak pendengar apa yang ada dalam benak kita dan proses ini adalah proses yang bisa salah. 2. Makna berubah. Kata-kata relatif statis, banyak dari kata-kata yang

kita gunakan 200 atau 300 tahun yang lalu. Tetapi makna dari kata-kata ini dan berubah dab ini khusus yang terjadi pada dimensi emosional makna.

3. Makna menbutuhkan acuan. Walaupun tidak semua komunikasi mengacu pada dunia nyata, komunikasi hanya masuk akal


(37)

28   

bilamana ia mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal.

4. Penyingkatan berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan gagasan bahwa acuan tersebut kita butuhkan bilamana terjadi masalah komunikasi yang akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkan acuan yang diamati. Bila kita berbicara tentang cerita, persahabatan, kebahagian, kejahatan dan konsep-konsep lain yang serupa tanpa mengaitkannnya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan bisa berbagi makna dengan lawan bicara.

5. Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu kebanyakan kita mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila ada sebuah kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

Makna yang dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu kejadian bersifat multi aspek dan sangat kompleks, tetapi hanya sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan. Banyak dari makna tersebut yang tetap tinggal dalam benak kita, karenanya pemaknaan yang sebenarnya mungkin juga merupakan tujuan yang ingin kita capai tetap tidak pernah tercapai (Sobur, 2003 : 285-289).

Secara singkat, analisis semiotik merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap


(38)

lambang-lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik yang terdapat pada media massa maupun yang terdapat di luar media massa. Urusan analisis semiotik adalah melacak makna-makna yang diangkut dengan teks berupa lambang (sign). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis semiotik (Pawito, 2007:155).

Menurut Littlejohn (1996:64), sign (tanda / lambang) adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Banyak hal bisa dikomunikasikan di dunia ini.

2.1.9 Pendekatan Semiotik

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat mencampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (1988:179) (Sobur, 2006:15).


(39)

30   

Konsep dasar ini mengikat bersama seperangkat teori yang amat luas berurusan dengan simbol, bahasa, wacana, dan bentuk–bentuk nonverbal, teori-teori yang menjelaskan bagaimana tanda berhubungan dengan maknanya dan bagaimana tanda disusun. Secara umum, studi tentang tanda merujuk kepada semiotika. Dengan tanda–tanda kita mencari keteraturan ditengah–tengah dunia yang centang–prenang ini, setidaknya agar kita sedikit punya pegangan. ”Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan–aturan tersebut dan membawanya pada sebuah kesadaran” ujar Pines (Sobur, 2006:16) .

Dengan semiotika kita lantas berurusan dengan tanda. Semiotika seperti kata Lechte (2001:191), adalah suatu disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana signs tanda–tanda yang berdasarkan pada sign system (code) tanda–tanda (Segers, 2000:4). Yang perlu kita garis bawahi dari berbagai definisi di atas adalah bahwa para ahli melihat semiotika atau semiosis itu sebagai ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda. Begitulah semiotika berusaha menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda, secara sistematik menjelaskan esensi, ciri–ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses signifikasi yang menyertainya (Sobur, 2006:16).

Tokoh–tokoh dalam ilmu semiotika itu adalah Ferdinand de Saussure, seorang ahli linguistik asal Swiss dan Charles Sanders Pierce, seorang ahli filsafat dari Amerika. Berdasarkan objeknya Pierce membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index) dan simbol (symbol). Ikon adalah


(40)

tanda yang hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan, misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dan pentandanya. Simbol tidak harus mempunyai kesamaan, kemiripan, atau hubungan dengan objeknya (Sobur, 2006:39).

2.1.10 Model Semiotika Charles S. Peirce

Charles Sanders Peirce ialah seorang ahli matematika dari AS yang sangat tertarik pada persoalan lambang-lambang. Peirce menggunakan istilah representamen yang tidak lain adalah lambang (sign) dengan pengertian sebagai something which stands to somebody for something in some respect or capacity (sesuatu yang mewakili sesuatu bagi seseorang dalam suatu hal atau kapasitas) (Pawito, 2007:157). Menurut Peirce, sebuah tanda itu mengacu pada sebuah acuan dan representasi adalah fungsi utamanya. Hal ini sesuai dengan definisi dari tanda itu sendiri, yaitu sebagai sesuatu yang memiliki bentuk fisik, dan harus merujuk pada sesuatu yang lain. Dari tanda tersebut Peirce ingin mengidentifikasikan partikel dasar dari tanda dan menggabungkannya kembali semua komponen ke dalam struktur tunggal. Peirce menggunakan


(41)

32   

teori segitiga makna (triangle meaning) yang terdiri atas : (Rachmat, 2006:265)

a. Sign (tanda)

adalah sesuatu fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Acuan tanda ini disebut objek.

b. Object (objek)

adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.

c. Interpretant (interpretan)

adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda.


(42)

Hubungan segitiga makna Peirce ditampilkan dalam gambar berikut (Fiske, 1990:40) :

 

Gambar II.1. Hubungan Tanda, Objek dan Interpretan Pierce Sumber : John Fiske, 1990

       Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon),

index (indeks), dan symbol (simbol). Icon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, icon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya : potret dan peta. Index adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Sedangkan symbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian) masyarakat (Sobur, 2006:42). Ketiga kategori terebut digambarkan dalam seuah model segitiga sebagai berikut :


(43)

34   

Gambar II.2. Model Kategori Tanda oleh Pierce Sumber : John Fiske, 1990

2.1.11 Pemaknaan Warna

Para teoritis bahasa mengemukakan bahwa kebanyakan kata memiliki makna majemuk. Setiap kata dari kata-kata seperti : merah, kuning, hitam, dan putih memiliki makna konotatif yang berlainan. Dalam Roget’s Thesaurus, seperti dikutip Mulyana (2003 : 260-261), terdapat kira-kira 12 sinonim untuk kata hitam, dalam beberapa kepercayaan warna-warna seperti warna hitam dan abu-abu memiliki asosiasi yang kuat dengan bahasa, hitam tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang bersifat buruk dan negatif, misal : daftar hitam, dunia hitam, dan kambing hitam.

Sedangkan terdapat sinonim untuk kata putih, dan semua bersifat positif. Warna putih kebalikan dari warna hitam, putih mewakili sesuatu yang menyenangkan dan mencerminkan segala sesuatu yang yang bersifat kebaikan, seperti : murni, bersih, dan suci. Jadi kata hitam umumnya

ICON 


(44)

berkonotasi negative dan warna putih berkonotasi positf (sobur, 2001 : 25).

Warna mampu memberikan pemaknaan tentang sesuatu hal, misalnya warna merah, berarti bisa api atau darah, dibeberapa kata merah darah lebih tua dibandingkan dengan kata merah itu sendiri, namun di beberapa bahasa kata merah digunakan pada saat bersamaan menjadi merah darah. Karena unsur-unsur tersebut, merah dapat diartikan sebagai hasrat yang kuat dalam hubungannya dengan ikatan, kebenaran dan kejayaan, namun tak jarang pula warna merah diartikan sebagai suatu kebencian dan dendam tergantung dari situasi.

Kuning bisa diartikan sebagai sebuah optimis, filosofi dalam budaya barat. Sedangkan warna ungu menandakan nuansa spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran dan keangkuhan. Warna oranye yang berarti energi, keseimbangan, kehangatan, menekankan pada suatu produk yang tidak mahal, menurut budaya barat (Mulyana, 2003 : 376).

Warna menurut Hoed dan Benny Hoedoro 1992. dalam bukunya “periklanan” memiliki beberapa makna dalam menunjang kegiatan periklanan karena perpaduan dan kombinasi warna yang menarik akan mempunyai nilai ketertarikan tersendiri dibenak khalayak, diantaranya :

1. Merah.

Merah merupakan warna power, energi, kehangatan, cinta, nafsu, agresif, bahaya, kekuatan, kemauan, eksentrik, aktif,


(45)

36   

bersaing, warna ini memberikan pengaruh berkemauan keras dan penuh semangat. Sering juga diapresiasikan untuk menunjuk emosi atau debaran jantung.

2. Oranye.

Oranye merupakan warna energi, keseimbangan, kehangatan, antusiasme, perluasan, pencapaian bisnis, karir, kesuksesan, keadilan, penjualan, persahabatan, kesehatan pikiran dan pengetahuan, daya tahan, kegembiraan, gerak cepat, sesuatu yang tumbuh, tekanan sosial, modal kecil, murah, ketertarikan dan independent.

3. Kuning.

Warna kuning ini bersifat menonjol, semangat untuk maju dan toleransi tinggi. Pengaruh warna ini antara lain riang, dermawan, dan sukses. Kuning adalah warna yang berkesan optimis, dan termasuk pada golongan warna yamg mudah menarik perhatian. Warna ini dapat digunakan untuk menaikkan metabolisme.

4. Merah Muda.

Merah muda berarti memiliki asosiasi yang kuat dengan citra, keberanian dan kesenangan. Ikatan antara merah dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam kebudayaan di bumi.


(46)

5. Hijau.

Hijau melambangkan alami, sehat, keberuntungan, pembaharuan, warna bumi, penyembuhan fisik, kesuksesan materi, kelimpahan, kesuburan, keajaiban, tanaman dan pohon, pertumbuhan, pencapaian personal, kebangkitan, jiwa muda, stabilitas, daya tahan, kesegaran, lingkungan, keamanan, rujukan, cinta, keseimbangan, ketenangan, harapan, ketergantungan, dan persahabatan. Warna hijau melambangkan elastisitas keinginan. Cenderung pasif, bertahan, mandiri, posesif, susah menerima pemikiran orang lain. Pengaruh dari warna ini adalah teguh dan kokoh, mempertahankan miliknya, keras kepala, dan berpendirian tetap.

6. Biru.

Biru melambangkan kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan, keteraturan, komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi, spiritual, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari dalam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, empati, dingin, konservatisme, persahabatan dan harmoni serta kasih sayang, kalem, ketenangan, menenangkan namunjuga dapat berarti dingin dan


(47)

38   

depresi. Sebagai dari akibat efek menenangkan, warna biru dapat membuat orang lebih konsentrasi.

7. Abu-abu.

Abu-abu melambangkan intelek, masa depan, kesederhanaan, kesedihan, keamanan, reabilitas, kepandaian, tenang, serius, kesederhanaan, kedewasaan, konservatif, praktis, kesedihan, bosan, professional, kualitas, diam dan tenang.

8. Putih.

Putih melambangkan positif, ketepatan, ketidak bersalahan, steril, kematian, kedamaian, pencapaian ketinggian diri, spiritualitas, kedewasaan, keperawanan atau kesucian, kesederhanaan, kebersihan, kesempurnaan, cahaya, persatuan, lugu, murni, ringan, netral dan fleksibel.

9. Hitam.

Hitam melambangkan power, seksualitas, kecanggihan, kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, keanggunan, perlindungan, pengusiran, sesuatu yang negative, mengikat, formalitas, kekayaan, kejahatan, perasaan yang dalam, kemarahan, harga diri dan ketangguhan.

10. Ungu/Jingga.

Ungu/jingga melambangkan spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi, kekasaran, keangkuhan, pengaruh, pandangan ketiga, pengetahuan yang tersembunyi, aspirasi yang tinggi,


(48)

upacara, kebijakan, pencerahan, arogan, intuisi, mimpi, ketidaksadaran, telepati, empati, imajinasi, kepercayaan yang dalam, harga diri, indepedensi, kontemplasi dan meditasi, ambisi, kemewahan, kekayaan, feminim, artistic, kuno dan romantik.

11. Cokelat

Warna cokelat adalah warna yang kesannya paling dekat dengan bumi sehingga membuat kita merasa dekat. Cokelat bisa menjadi sumber energi yang konstan, serta membuat kita merasa kuat. Warna ini mewakili rasa aman, komitmen dan kepercayaan. Cokelat juga memberikan rasa nyaman dan hangat.

2.1.12 Pemahaman Huruf

Huruf atau biasa juga dikenal dengan istilah "Font" atau "Typeface" adalah salah satu elemen terpenting dalam Desain Grafis karena huruf merupakan sebuah bentuk yang universal untuk menghantarkan bentuk visual menjadi sebuah bentuk bahasa. Huruf (Tipo/Typeface/Type/Font) adalah bentuk visual yang dibunyikan sebagai kebutuhan komunikasi verbal.

Tipografi adalah Ilmu yang mempelajari tentang Huruf dan penggunaan Huruf dalam aplikasi desain komunikasi visual. Tipografi merupakan suatu ilmu dalam memilih dan menata huruf dengan pengaturan penyebarannya


(49)

40   

pada ruang-ruang yang tersedia, untuk menciptakan kesan tertentu, sehingga dapat menolong pembaca untuk mendapatkan kenyamanan membaca semaksimal mungkin.Dikenal pula seni tipografi, yaitu karya atau desain yang menggunakan pengaturan huruf sebagai elemen utama. Dalam seni tipografi, pengertian huruf sebagai lambang bunyi bisa diabaikan. Setiap bentuk huruf dalam sebuah alfabet memiliki keunikan fisik yang menyebabkan mata kita dapat membedakan antara huruf ‘m’ dengan ‘p’ atau ‘C’ dengan ‘Q’. Sekelompok pakar psikologi dari Jerman dan Austria pada tahun 1900 memformulasikan sebuah teori yang dikenal dengan teori Gestalt. Teori ini berbasis pada ‘pattern seeking’ dalam perilaku manusia. Salah satu hukum persepsi dari teori ini membuktikan bahwa untuk mengenal atau ‘membaca’ sebuah gambar diperlukan adanya kontras antara ruang positif yang disebut dengan figure dan ruang negative yang disebut dengan ground.

2.1.13 Anatomi Huruf

Langkah awal untuk mempelajari tipografi adalah mengenali atau memahami anatomi huruf. Gabungan seluruh komponen dari suatu huruf merupakan identifikasi visual yang dapat membedakan antar huruf yang satu dengan yang lain. Apabila kita telah memahami anatomi huruf secara baik, dengan mudah kita dapat mengenal sifat dan karakteristik dari setiap jenis huruf

Setiap individu huruf, angka, dan tanda baca dalam tipografi disebut sebagai character. Seluruh character secara optis rata dengan baseline.


(50)

Tinggi dari badan huruf kecil secara optis rata dengan x-height. Setiap character apakah huruf besar atau kecil memiliki batang (stem) yang pada bagian ujung-ujungnya dapat ditemukan beberapa garis akhir sebagai penutup yang disebut terminal. Pada dasarnya setiap huruf terdiri dari kombinasi berbagai guratan garis (strokes) yang terbagi menjadi dua, yaitu guratan garis dasar (basic stroke) dan guratan garis sekunder (secondary stroke)

Apabila ditinjau dari sudut geometri, maka garis dasar yang mendominasi struktur huruf dalam alfabet dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu:

1. kelompok garis tegak-datar; EFHIL

2. kelompok garis tegak-miring; AKMNVZXYW 3. kelompok garis tegak-lengkung; BDGJPRU 4. kelompok garis lengkung; COQS

Huruf memiliki dua ruang dasar bila ditinjau dalam hukum persepsi dari teori Gestalt, yaitu figure dan ground. Apabila kita menelaah keberadaan ruang negatif dari seluruh huruf maka secara garis besar dapat dipecah menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Ruang negatif bersudut lengkung; BCDGOPQRSU 2. Ruang negatif bersudut persegi-empat, EFHILT

3. Ruang negatif bersudut


(51)

42   

Perhitungan tinggi fisik huruf memiliki azas optikal-matematis, dalam pengertian bahwa dalam perhitungan angka, beberapa huruf dalam alfabet memiliki tinggi yang berbeda-beda, namun secara optis keseluruhan huruf tersebut terlihat sama tinggi. Huruf yang memiliki bentuk lengkung dan segitiga lancip pada bagian teratas atau terbawah dari badan huruf akan memiliki bidang lebih dibandingkan dengan huruf yang memiliki bentuk datar. Apabila beberapa huruf tersebut dicetak secara berdampingan akan tercapai kesamaan tinggi secara optis.

2.1.14 Keluarga Huruf

Keluarga huruf terdiri atas berbagai kembangan yang berakar dari struktur bentuk dasar (regular) sebuah alfabet dan setiap perubahan berat huruf masih memiliki kesinambungan bentuk. Perbedaan tampilan yang pokok dalam keluarga huruf dibagi menjadi tiga bentuk pengembangan, yaitu: berat, proporsi, dan kemiringan.

Berat

Perubahan berat dari struktur bentuk dasar huruf terletak pada perbandingan antara tinggi dari huruf yang tercetak dengan lebar stroke. Bila ditinjau dari berat huruf, maka anggota dari keluarga huruf ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok pokok, yaitu: light, regular, dan bold. Setiap anggota keluarga huruf baik light, regular, dan bold memiliki kesamaan ciri fisik, namun dengan tampilnya perbedaan berat dapat memberikan dampak visual yang


(52)

berbeda. Seperti contoh, huruf bold karena ketebalannya memiliki potensi yang kuat dalam menarik perhatian mata. Biasanya kelompok huruf bold ini banyak sekali digunakan untuk judul (headline) sebuah naskah, baik untuk iklan, poster, maupun media terapan lainnya.

Proporsi

Perbandingan antara tinggi huruf yang tercetak dengan lebar dari huruf itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga kelompok bila ditinjau dari perbandingan proporsi terhadap bentuk dasar huruf tersebut. Pembagiannya adalah condense, regular, dan extended.

Kemiringan

Huruf yang tercetak miring dalam terminologi tipografi disebut italic. Huruf italic ini biasanya digunakan untuk memberikan penekanan pada sebuah kata. Di samping itu, huruf-huruf ini juga dipakai untuk menunjukkan istilah atau kata yang berasal dari bahasa asing. Umumnya, huruf italic digunakan untuk teks dalam jumlah yang tidak terlalu panjang, seperti untuk keterangan gambar (caption), highlight dari naskah (copy blurb) serta kadang juga digunakan sebagai headline atau sub-head. Apabila kita perhatikan secara seksama, huruf italic dirancang dengan sudut kemiringan tertentu untuk mencapai toleransi terhadap kenyamanan mata kita dalam membacanya. Sudut kemiringan yang terbaik adalah 12 derajat. Mata kita akan sukar mengidentifikasikan huruf italic apabila sudut kemiringan lebih besar dari 12 derajat, akan mempengaruhi keseimbangan bentuk huruf.


(53)

44   

Set Characters

Setiap alfabet memiliki berbagai character yang terdiri dari huruf besar atau yang disebut uppercase (sering juga disebut dengan capitals atau caps) dan huruf kecil atau yang disebut lowercase. Istilah ini berasal dari subsistem teknologi mesin cetak yang awalnya ditemukan oleh Johan Gutenburg. Pada masa itu cetakan huruf yang berupa potongan-potongan blok metal disimpan dalam sebuah kotak yang disebut dengan type case. Huruf besar disimpan di dalam kotak pada bagian atas (upper case), sedangkan huruf kecil diletakkan pada bagian bawah dari kotak (lower case). Kelengkapan character dalam sebuah alfabet (set character) biasanya memiliki uppercase yang berjumlah 26 dan lowercase dalam jumlah yang sama. Selain uppercase dan lowercase masih terdapat berbagai jenis character yang melengkapi sebuah alfabet. Sebagai catatan, setiap jenis huruf digital memiliki jumlah character yang berbeda-beda, hal ini tergantung pada seberapa banyak si perancang huruf mendesain jumlah character. Satu set characters yang lengkap biasanya terdiri dari lebih 200 jenis character. Penambahan character seperti ligatures disebut sebagai expert set characters.

Berikut adalah jenis-jenis character tambahan selain upper case dan lower case.

1. Ligatures, Dua buah character atau lebih yang digabungkan menjadi satu kesatuan unit. Seperti; fi, fl, Æ, æ, Œ


(54)

2. Modern Figures, Angka-angka yang memiliki ketinggian yang sama dengan upper case. Modern figures sering juga disebut sebagai lining figures.

3. Old Style Figures, Angka-angka yang memiliki ketinggian yang sama dengan meanline dari lower case.

4. Foreign Accents, Character yang melengkapi sebuah set characters dalam sebuah bahasa tertentu, seperti beberapa tanda baca atau huruf2 tertentu, seperti beberapa tanda baca atau huruf-huruf tertentu seperti yang terdapat dalam bahasa Jerman atau Prancis.

5. Small Caps, Upper case yang memiliki tinggi yang sama dengan lower case (x-height).

6. Fractions, Angka-angka pecahan Punctuation Marks, Tanda-tanda baca

 

2.2 Kerangka Berpikir

Setiap individu mempunyai latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan adanya pengalaman (Field Of Experience) dan pengetahuan (Field Of Prefrence) yang berbeda-beda pada individu tersebut. Begitu juga peneliti dalam hal memaknai tanda dan lambang yang ada dalam objek, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti.


(55)

46   

Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan pemaknaan atau menginterpretasikan dengan cara mengidentifikasi secara keseluruhan sampul depan buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies tersebut terangkum berbagai makna dan tanda. Dengan menggunakan konsep Charles Sanders Pierce yang mengategorikan tanda ke dalam ikon, indeks, symbol secara spesifik. Kemudian setelah di dapatkan data-data yang mendukung terbentuknya makna dari setiap tanda yang terdapat pada sampul depan buku tersebut, maka peneliti akan menginterpretasikan keseluruhan makna dengan menggunakan model Triangle Meaning Pierce. Sehingga akan didapatkan hubungan dari keseluruhan sistem tanda dan bisa mengungkap makna yang terkandung dalam ilustrasi sampul depan buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communication Studies.


(56)

Adapun hasil dari kerangka di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan :

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berfikir Sampul depan 

buku ” John  Fiske” yang  berjudul Cultural  and 

Communication  Studies. 

Analisis semiotik  Pierce melalui :  Ikon : Orang,  earphone, rol film,  televisi, jas berwarna  hitam, kerah baju  warna putih, dasi.  Indeks : Warna  background, segala  bentuk tulisan,  bayangan earphone.  Simbol : Bentuk  model rambut, orang  memakai jas warna  hitam, letak  earphone, rol film,  televisi. 

Hasil analisis  berupa  interpretasi 


(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Alasan digunakannya metode ini berdasarkan beberapa perimbangan sebagai berikut: pertama, metode ini akan lebih menyesuaikan apabila dalam penelitian terdapat kenyataan ganda ; kedua, dapat menyajikan langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden ; ketiga, metode ini lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan banyak pengaruh terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Maleong,2002:5).

Lebih lanjut Bogdan dan Taylor dalam Maleong (2002 : 3) menyatakan, bahwa metode penelitian kualitatif mempunyai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata lisan, tulisan, serta gambar dan bukan angka-angka dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut.

Untuk menginterpretasikan makna ilustrasi cover tersebut, harus diketahui dahulu sistem tanda yang terdapat pada ilustrasi sampul depan buku atau majalah yang akan dijadikan korpus dalam penelitian ini, penelitian ini mengginakan pendekatan semiotika untuk menganalisis dan memahami makna pada korpus tersebut.


(58)

Sebuah peristiwa dalam analisis semiotic tidak hanya mengandung satu makna saja bagi setiap orang. Setiap komunikator dapat memberikan bermacam-macammakna atas suatu peristiwa. Semiotic memberikan pandangan bahwa sebuah teks atau peristiwa dapat bermakna ganda dan tidak stabil (berubah-ubah) (Lindlof dalam Harapan, 2002:31).

Semiotika berkaitan dengan hal yang dapat dimaknai suatu tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang dapat dilekati (dimaknai) sebagai penggantian yang signifikan untuk sesuatu yang lainnya. Segala sesuatu ini tidak begitu mengharuskan akan adanya atau untuk mengaktualisasikan adanya tempat entah dimana pada saat suatu tanda memaknainya ( Berger, 2000 : 4 ).

3.2. Kerangka Konseptual

3.2.1. Korpus

Dalam penelitian kualitatif diperlukan suatu batasan masalah yang disebut sebagai korpus. Korpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas atau berbatas yang ditentukan pada perkembangannya oleh analisis kesemenaan. Korpus sebenarnya haruslah cukup luas untuk member harapan yang beralasan supaya unsur-unsurnya yang akan memelihara sebuah sistem kemiripan yang lengkap. Korpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogeny bertaraf substansial maupun homogeny pada taraf waktu ( sinkroni ) ( Kurniawan, 2001 : 70 ). Sifat yang homogeny ini diperlukan untuk member harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai keseluruhan.


(59)

50

Korpus adalah kata lain dari sample, yang biasanya digunakan untuk analisis semiotik dan analisis wacana. Korpus pada penelitian ini adalah sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES”, bukan sampul belakang atau sampul samping, karena sampul belakang dan sampul samping merupakan gambaran umum dari penulis, serta terdapat gambar iklan yang tidak termasuk dalam materi majalah tersebut. Peneliti hanya mengambil korpus sampul depan saja karena lebih menarik perhatian dan simbol-simbol atau tanda-tanda yang terdapat pada ilustrasi sampul depan buku pengantar CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES tersebut bukanlah tidak berarti apa-apa.

3.2.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah keseluruhan tanda-tanda yang ada dalam ilustrasi sampul depan buku “John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES” “ berupa pemaknaan sampul yang di interpretasikan dengan menggunakan ikon (tanda yang mempunyai kemiripan dengan objeknya, tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya ).

Ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan ( Sobur, 2004 : 41 ). Ikon dalam ilustrasi sampul depan buku ini adalah ; lukisan seorang pria yang mengenakan jas berwarna hitam, yang gambarnya hanya sampai bahu. Disebut sebagai ikon karena gambar ini merupakan gambar atau bentuk yang bersifat kemiripan dengan maksud yang ingin disampaikan oleh


(60)

sang illustrator majalah tersebut.

Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal dan hubungan sebab akibat ( Sobur, 2004 : 42 ). Indeks dari ilustrasi sampul depan buku ini adalah tulisan “ John Fiske ” , “ CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES ” , “ Sebuah Pengantar Paling Komprehensif “ dan tulisan “ Kata Pengantar : Idi Subandy Ibrahim “, serta warna background. Karena tanpa adanya tulisan, dan gambar itu, kita tidak akan bisa menginterpretasikan makna dari ilustrasi tersebut. Disebut sebagai indeks karena adanya hubungan sebab akibat dengan tanda dalam ilustrasi sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES” dan mendukung ikon dalam ilustrasi sampul buku tersebut.

Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah, antara penanda dengan petandanya, bersifat arbiter atau semena, hubungan konvensi ( perjanjian masyarakat ) (Sobur, 2004 : 42). Simbol dari ilustrasi sampul depan buku tersebut adalah gambar rol film yang terletak di mata sebelah kanan, gambar televisi yang terletak di mata sebelah kiri, gambar earphone yang terletak pada kedua telinga, dan semua warna yang terdapat dalam ilustrasi sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES”.


(61)

52

Gambar 3.1 Bagan Unit Analisis

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui cara mengamati sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES” secara langsung, sehingga bisa disebut sebagai data premier penelitian dan selanjutnya di analisis berdasarkan landasan teori yaitu semiotik Charles Sanders Pierce. Teknik pengumpulan data lainnya melalui penggunaan bahan documenter seperti buku-buku, internet, sumber bahan documenter tersebut di

Sampul depan buku ” John Fiske” yang berjudul Cultural and Communicatio n Studies. Analisis semiotik Pierce melalui : Ikon : Figur Orang, gambar earphone, gambar rol film, gambar televisi, jas, baju berkerah, dasi.

 

Indeks : Warna background, segala bentuk tulisan, bayangan gambar earphone.

Simbol : Bentuk model rambut, figur orang memakai jas, letak gambar earphone, gambar rol film, gambar televisi.

Hasil analisis berupa interpretasi


(62)

gunakan untuk memperoleh informasi tentang berbagai hal mengenai makna sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES” yang menjadi bahan penelitian ini. Data dari penelitian ini kemudian di gunakan untuk mengetahui makna apa yang terkandung dalam sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES” ke dalam system tanda komuniksai berupa gambar, tulisan, dan warna yang menjadi latar belakang di dalam sampul depan majalah tersebut.

3.4. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis sistem tanda pada sampul depan buku John Fiske “CULTURAL AND COMMUNICATION STUDIES” tersebut, peneliti terlebih dahulu mengamati sampul tesebut, kemudian dari hasil pengamatan dan berdasarkan analisis semiotik milik Charles Sanders Pierce, maka akan ditemukan pemaknaan melalui sistem tanda dan lambang, yang mengategorikan tanda ke dalam tiga unsur yaitu ikon, indeks, simbol. Setelah masing-masing unsur jelas, maka peneliti mulai menginterpretasikan makna satu dengan makna lainnya berdasarkan segitiga Pierce yaitu, tanda, objek, dan interpretan. Hasil interpretasi adalah hasil dari studi kepustakaan yang di tunjang oleh frame of reference dan field of experience peneliti untuk memperkuat tafsiran yang dibuat sekaligus untuk mengutuhkan makna.


(63)

54

Penulis memaknai hasil tersebut dengan mengaplikasikannya ke dalam teori segitiga makna (triangle meaning):

Sign : Keseluruhan tanda dan lambang

Object : Cover buku Interpretant : Peneliti

Gambar 3.2. Hubungan Tanda, Objek dan Interpretan Pierce Sumber : John Fiske, 1990


(64)

  4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

4.1.1. Buku Cultural And Communication Studies

Buku ini merupakan karya dari penulis yang ahli dibidang komunikasi yang diterbitkan oleh JALASUTRA, Cetakan I, 2004, dengan ukuran 15 x 21 cm dan setebal 292 halaman. Buku adalah sebuah Pengantar Paling Komprehensif karya John Fiske yang memuat banyak teori-teori “baru”. Kenapa harus meggunakan tanda petik? Sebenarnya banyak teori yang dijelaskan oleh Fiske, di sini adalah teori-teori yang berkembang pada tahun 70-an dan 80-an. Namun hal itu tetap terasa baru untuk ukuran negara kita,yaitu indonesia. Karena masalah yang sudah di kemukakan di atas. Dalam buku ini, Fiske memberikan banyak penjelasan yang sederhana, penuh ilustrasi, dan disertai bagan-bagan yang mempermudah pemahaman. Teks yang sudah hampir menjadi klasik ini merupakan pengantar otoritatif dalam bidang komunikasi. Buku ini ditujukan terutama kepada para mahasiswa yang baru pertama kali memasuki pokok perbincangan ini, menguraikan sejumlah metode untuk menganalisis contoh komunikasi, dan mendeskripsikan teori-teori yang menopangnya. Dari buku ini pembaca akan sanggup menyingkap makna budaya tersembunyi di balik komunikasi yang terlihat sederhana, seperti foto berita atau


(65)

56   

program TV. Di dalam buku seharga Rp.37.800,- tidak hanya memperkenalkan sejumlah karya dari para ahli yang utama dalam tiap-tiap mazhab. Tapi juga memperkenalkan teori-teori substantif dan model-model formal yang cukup representatif dalam studi komunikasi. Selain itu, buku ini menyuguhkan sejumlah data empiris yang kaya dan kompleks yang di rangkum dari temuan beberapa peneliti komunikasi terdahulu untuk menopang topik-topik bahasan dalam tiap-tiap mazhab. Buku ini, sebagaimana juga harapan Fiske, ingin mendorong para mahasiswa untuk mengadopsi sebuah pendirian yang kritis dalam studi komunikasi; yakni secara kritis sadar akan metode studi mereka, demikian pula subjek studi mereka, dan sanggup mengartikulasikan mengapa mereka mempelajari komunikasi dengan cara yang mereka yakini.

John Fiske lahir di Hartford, Connecticut, 30 Maret 1842. Dia adalah anak tunggal dari Brewster Edmund Green, dan Mary Fiske Bound, dari Middletown, Connecticut. Ayahnya adalah editor koran di Hartford, New York City, dan Panama, di mana ayahnya meninggal pada tahun 1852, dan ibunya menikah lagi dengan Edwin W. Stoughton, dari New York, pada tahun 1855. Pada perkawinan kedua ibunya, Edmund Fiske Green diasumsikan nama ibu kakek buyutnya, John Fiske.

Sebagai seorang anak, John Fiske tinggal di Middletown selama masa kanak-kanak, sampai ia masuk Harvard. Dia lulus dari Harvard College tahun 1863 dan dari Harvard Law School pada tahun 1865. Karirnya sebagai penulis dimulai pada tahun 1861, dengan sebuah artikel tentang “Mr. Buckle's Fallacies”yang diterbitkan dalam


(66)

National Review Triwulanan. Setelah itu, dia adalah seorang kontributor sering untuk majalah Amerika dan Inggris.

Dari 1869-1871, John Fiske menjadi dosen filosofi di universitas Harvard, pada tahun 1870 instruktur dalam sejarah sana, dan pustakawan asisten 1872-1879. Pada posisi terakhir mengundurkan diri pada tahun 1879, ia terpilih sebagai anggota dewan pengawas, dan pada waktu berakhirnya jangka waktu enam-tahun terpilih kembali pada 1885. Mulai tahun 1881, John Fiske kuliah setiap tahun pada sejarah Amerika di Washington University, St Louis, Missouri, dan mulai pada tahun 1884 menjadi guru sejarah Amerika di institusi tersebut lalu membuat rumahnya di Cambridge, Massachusetts. Dia kuliah tentang sejarah Amerika di University College London pada 1879, dan di Royal Institution Britania Raya pada tahun 1880. Dia memberikan ratusan ceramah, terutama pada sejarah Amerika, di kota-kota utama Amerika Serikat dan Inggris.

Bagian terbesar dari hidupnya dicurahkan untuk mempelajari sejarah, tetapi pada pertanyaan usia dini ke sifat kemajuan manusia membuatnya sebuah studi yang cermat terhadap doktrin evolusi, dan itu melalui popularisasi karya Charles Darwin bahwa ia pertama kali dikenal ke publik. John Fiske menerapkan dirinya pada interpretasi filosofis karya Darwin dan menghasilkan banyak buku dan esai tentang hal ini. Filosofinya dipengaruhi oleh pandangan Herbert Spencer tentang evolusi. Dalam sebuah surat dari Charles Darwin untuk John Fiske, tanggal dari 1874, naturalis pernyataan: "Saya tidak pernah dalam hidup saya membaca begitu jelas


(67)

58   

sebuah ekspositor (dan karena itu pemikir) seperti Anda." antusiasme abad kesembilan belas untuk ukuran otak sebagai ukuran sederhana dari kinerja manusia, yang diperjuangkan oleh beberapa ilmuwan yang sangat cerdas (termasuk Darwin sepupu Francis Galton dan neurolog Perancis Paul Broca) dipimpin Fiske percaya pada keunggulan rasial dari "ras Anglo-Saxon" . Namun, tidak ada alasan yang baik untuk mempertimbangkan Fiske rasis asli atau Darwinis Sosial. Dalam bukunya "The Destiny of Man" (1884), ia mencurahkan satu bab ke "Akhir dari kerja seleksi alam atas manusia", dan menggambarkannya sebagai "fakta keagungan tak tertandingi." Dalam pandangannya, "tindakan seleksi alam sebagai manusia telah dasarnya berkurang melalui operasi kondisi sosial."

4.2. Penyajian Data

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan terhadap sampul depan buku Cultural And Communication Studies, karya John Fiske, maka akan dapat disajikan hasil dari pengamatan terhadap cover / sampul tersebut.

Dalam tampilan sampul depan buku ini, terdapat dua macam pesan yang disampaikan. Yaitu pesan visual yang didukung oleh pesan verbal. Adapun pesan visualnya menyajikan figur seorang dengan tampilan separuh badan memakai kemeja dan menggunakan jas beserta dengan dasi. Dan terdapat pula gambar Earphone yang melingkar pada kedua telinga figur orang tersebut, gambar Televisi yang terletak di mata bagian kanan figur orang tersebut, kemudian gambar Rol Film terdapat pada


(68)

mata bagian kiri figur orang tersebut. Ada pula bayangan Earphone yang terletak pada cover buku tersebut. Warna latar belakang / background ini sendiri lebih dominan dengan warna orange. Sedangkan pesan-pesan verbal yang terdapat pada cover tersebut adalah tulisan “John Fiske ”Cultural And Communication Studies”, terletak di pojok kanan bagian bawah yang berwarna putih.

Gambar 4.1

Sampul depan buku “John Fiske”Cultural And Communication Studies”Sebuah Pengantar Paling Komprehensif”


(1)

71   

 

telivisi sebagai pengganti kedua matanya. Namun tanda dan simbol yang terdapat dalam sampul buku tersebut dibuat untuk mewakili maksud yang ingin disampaikan oleh sang ilustrator.


(2)

72   

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pemaknaan ilustrasi “ Cultural And Communication Studies “ sampul depan buku “ John Fiske “. Berdasarkan analisis semiotik milik Charles S. Peirce yang mengategorikan tanda menjadi ikon, indeks, simbol. Maka dapat disimpulkan bahwa visualisasi sampul depan buku ini adalah penggambaran atau perwakilan dari isi artikel di dalam buku ini. Pada ilustrasi sampul depan buku ini, banyak terdapat tanda-tanda yang mengandung unsur-unsur atau pesan komunikasi, seperti gambar earphone yang ada pada kedua telinga, gambar rol film dan gambar telivisi yang ada pada kedua mata pria di sampul buku tersebut. Dipilihnya tampilan ilustrasi demikian karena dianggap dapat mewakili keseluruhan dari rangkaian peristiwa terjadinya sebuah pemahaman proses komunikasi yang ada di dalamnya. Walaupun di dalam sampul tersebut tidak ditampilkan langsung penggambaran seseorang yang sedang melakukan komunikasi, hanya berupa ilustrasi seorang pria menggunakan earphone di kedua telinga, rol film dan telivisi sebagai pengganti kedua matanya. Namun tanda dan simbol yang terdapat dalam sampul buku tersebut dibuat untuk mewakili maksud yang ingin disampaikan oleh sang ilustrator.


(3)

73   

Secara keseluruhan ilustrasi sampul depan buku tersebut menggambarkan seseorang yang misterius karena hanya digambarkan gambar seorang pria berambut rapi dengan menggunakan jas. Sampul depan buku John Fiske ini bisa dibilang cukup unik dan menarik, pesan gambar yang tidak terbaca, namun bisa mewakili cerita dalam bentuk grafis yang memikat. Karena gambar mempunyai peluang yang luas untuk menghadirkan simbol visual dari perbendaharaan bentuk, warna, yang ada pada seorang penggambar untuk meringkas, menyeleksi dan mendistorsinya guna mempertajam karakter ungkapan simbol untuk memperkuat visualisasi pesan. Melalui penciptaan suatu ilustrasi pada sampul buku, realitas cerita dalam buku tersebut dapat terwakilkan.

5.2. Saran

Konsep pemaknaan sampul depan buku John Fiske “ CULTURAL AND COMMUNNICATION STUDIES “ Sebuah pengantar Paling komprehensif ini cukup menarik, namun dalam bab ini peneliti akan memberikan saran bagi penelitian yang akan datang agar pembuatan ilustrasi yang kemudian dijadikan sampul pada buku hendaknya memiliki makna yang jelas, tidak ambigu kata atau bermakna ganda. Meskipun judul harus dibuat dengan kata yang singkat, jelas dan memwakili pesan yang disampaikan. Agar orang merasa tidak bingung atau bahkan kecewa karena setiap orang memiliki Field of Experience dan Frame of Refrence yang berbeda-beda.


(4)

74   

Sehingga dengan maksud dan tujuan tersebut diharapkan suatu permasalahan yang diangkat melalui ilustrasi harus dapat mampu memahami khalayak. Dengan menggunakan tanda-tanda non verbal, penampilan gambar dan warna sehingga makna dan pesan dari ilustrasi dapat mengenai sesuai dengan konsep yang ditampilkan. Penelitian ini belum sempurna, maka diharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi sempurnanya pemaknaan ilustrasi buku John ini.


(5)

Daftar Pustaka

Buku :

Cangara, Hafid, 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Dillistone, F. W. 2002. The power of symbol. Yogyakarta : Kanisius

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori< dan Filasfat Komunikasi. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti

Fiske, John. 2004. Cultural and Comunication Studies : Sebuah pengantar paling Konprehensif. Yogyakarta : Jalasutra

Kurniawan, 2001. Semiologi Roland Barthes, Magelang : Yayasan Indonesia Tera Kusmiati R., Artini, et al. 1999. Teori Dasar Desain Komunikasi Visual. Jakarta:

Djambatan.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT . Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2004. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Suprapto, Tommy. 2006. Pengantar Teori Komunikasi. Yogyakarta : Media

Pressindo.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.3, cet.2. Jakarta : Balai Pustaka.

Van Zoest, Aart. 1993. Semiotika Tentang Tanda, Cara Bekerjanya dan apa yang kita lakukan dengannya, Jakarta : Yayasan Sumber Agung.

Non Buku :

( http : //www.fsrd.itb.ac.id/thesis-disertasi/magister-desain-angkatan-2000, Minggu, 01/08/2010/20. ).

(DalamTinaburko,http://www.petra.ac.id/~puslit/journals/request.php?PublishedID=


(6)

( http://digilib.ti.itb.ac.id/go.php?id=jbptunikompp-gdl-s12004-adityoraha-838/22:33/02/08/10).

(http://puslitpetra.ac.id/journals/design,Senin,02/08/10/21.57 ). (http://www.tipsdesain.com/teoriwarna.html ).


Dokumen yang terkait

Badik Titipan Ayah Estetika Teori John Fiske.docx

0 5 22

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL BUKU POCONGGG JUGA POCONG ( Studi Semiotik Pada Ilustrasi Sampul Buku ”Poconggg Juga Pocong” Pada Bukune).

0 1 157

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL BUKU ”POCONGGG JUGA POCONG” (Studi Semiotik Ilustrasi Sampul Buku ”Poconggg Juga Pocong” Pada ”Bukune”).

0 0 157

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL DEPAN VERSI MATA “CIA KUASAI RI” (Studi Semiotik Terhadap Pemaknaan Ilustrasi Versi Mata “CIA kuasai RI” Pada Sampul Depan Majalah Intelijen Edisi September 2011).

0 0 110

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL DEPAN MAJALAH TEMPO (Analisis Semiotik Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret Sampai 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror).

1 4 93

sampul depan & dalam

0 0 2

PEMAKNAAN SAMPUL DEPAN BUKU JOHN FISKE (Studi Semiotik Terhadap Sampul Depan Buku Karya John Fiske yang berjudul “Cultural And Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif”).

0 0 20

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL DEPAN MAJALAH TEMPO (Analisis Semiotik Ilustrasi Sampul Depan Majalah Tempo Edisi 22 Maret Sampai 28 Maret 2010 Yang Berjudul Angkatan Baru Penebar Teror)

0 0 19

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL BUKU ”POCONGGG JUGA POCONG” (Studi Semiotik Ilustrasi Sampul Buku ”Poconggg Juga Pocong” Pada ”Bukune”) SKRIPSI

0 0 88

PEMAKNAAN ILUSTRASI SAMPUL BUKU ”POCONGGG JUGA POCONG” (Studi Semiotik Ilustrasi Sampul Buku ”Poconggg Juga Pocong” Pada ”Bukune”) SKRIPSI

0 0 88