PENGARUH KELAYAKAN BENGKEL DAN PRESTASI MATA PELAJARAN INSTALASI TERHADAP KESIAPAN KERJA SEBAGAI INSTALATIR LISTRIK SISWA SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

(1)

i

PENGARUH KELAYAKAN BENGKEL DAN PRESTASI MATA PELAJARAN INSTALASI TERHADAP KESIAPAN KERJA SEBAGAI

INSTALATIR LISTRIK SISWA SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Teknik Elektro

Oleh

MOHAMMAD FATKHUR ROKHMAN NIM 08501241029

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar

dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati

supaya menetapi kesabaran” (Qs Al-Ashr, 1-3)

Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu

Orang-orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan

Jika kita hanya mengerjakan yang sudah kita ketahui,

kapankah kita akan mendapatkan pengetahuan baru?


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk :

Terima kasih kepada Allah Azza wa Jalla atas ijin dan ridhoMulah Tugas

Akhir Skripsi ini dapat selesai

Terima kasih kepada Bapak dan

Ibu atas do’a dan dukunganmu sehingga

Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan

Terima kasih kepada Kakak

kakak Saya atas

do’a dan dukunganmu sehingga

Tugas Akhir Skripsi ini dapat terselesaikan

Terima kasih kepada teman-teman Pendidikan Teknik Elektro Angkatan 2008

atas partisipasinya sehingga Skripsi ini dapat selesai dengan baik

Terima kasih kepada seseorang di sana yang telah memberi semangat dan doa

tiada henti


(7)

vii

PENGARUH KELAYAKAN BENGKEL DAN PRESTASI MATA PELAJARAN INSTALASI TERHADAP KESIAPAN KERJA SEBAGAI

INSTALATIR LISTRIK SISWA SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA Oleh:

Mohammad Fatkhur Rokhman NIM. 08501241029

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kelayakan Bengkel, Prestasi Belajar Mata Pelajaran Instalasi Rumah terhadap Kesiapan Kerja sebagai Instalatir Listrik Siswa SMK N 3 Yogyakarta.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian ex post facto, dan merupakan penelitian asosiasif bila dilihat dari tingkat kejelasannya (level of explanation). Data yang diperoleh berupa data interval. Variabel dalam penelitian ini adalah Kelayakan Bengkel (X1) dan Prestasi Belajar Mata Pelajaran Instalasi Rumah (X2) sebagai variabel bebas serta Kesiapan Kerja sebagai Instalatir Listrik siswa Kelas XI SMKN 3 Yogyakarta (Y) sebagai variabel terikatnya. Teknik pengambilan data menggunakan tiga cara, yaitu observasi, angket, dan dokumentasi. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI di SMKN 3 Yogyakarta yang seluruhnya berjumlah 90 responden. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi product moment, analisis regresi sederhana dan analisis regresi ganda dengan dua prediktor.

Pengujian hipotesis dengan tingkat signifikansi (α) sebesar 0,05, dengan

dk = 88 dan uji dilakukan dengan satu sisi, menunjukan bahwa: 1) terdapat pengaruh yang signifikan Kelayakan Bengkel terhadap Kesiapan Kerja sebagai Instalatir Listrik Siswa Kelas XI SMKN 3 Yogyakarta, dengan kontribusi 16,24% dan sisanya 83,76% ditentukan oleh variabel lain, 2) terdapat pengaruh yang signifikan Kelayakan Bengkel terhadap Kesiapan Kerja sebagai Instalatir Listrik Siswa Kelas XI SMKN 3 Yogyakarta, dengan kontribusi 14,74% dan sisanya 85,26% ditentukan oleh variabel lain, 3) Fhitung lebih besar dari pada Ftabel atau 17,10 > 3,11 yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan Kelayakan Bengkel dan Prestasi Belajar terhadap Kesiapan Kerja sebagai Instalatir Listrik Siswa Kelas XI SMKN 3 Yogyakarta.

Kata kunci: kela yakan bengkel, prestasi belajar mata pelajaran instalasi rumah dan kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kita, sehingga atas ijin dan ridhonya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Skripsi dengan judul “PENGARUH KELAYAKAN BENGKEL, PRESTASI MATA PELAJARAN INSTALASI TERHADAP KESIAPAN KERJA SEBAGAI INSTALATIR LISTRIK SISWA SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA”.

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Moch Bruri Triyono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Teknik UNY.

2. Bapak K. Ima Ismara, M.Pd., M.Kes. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Elektro UNY dan Dosen Pembimbing Skripsi.

3. Bapak Mutaqin, M.Pd, MT selaku penguji Ujian Tugas Akhir Skripsi. 4. Bapak Drs. Nur Kholis, M.Pd selaku sekretaris Ujian Tugas Akhir Skripsi. 5. Bapak dan Ibu Dosen, Teknisi serta Staff Laboratorium di Lingkungan

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik UNY.

6. Kepala Sekolah dan Kepala Bidang Keahlian Teknik Elektro SMK Negeri 3 Yogyakarta, guru, instruktur, dan siswa yang telah membantu kelancaran selama penelitian.

7. Kedua orang tua dan segenap keluarga yang telah memberikan kasih sayang dan semangat.

8. Teman-temanku semua angkatan 2008 Teknik Elektro, terima kasih atas bantuan kalian.

9. Semua pihak tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya selama penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, saran dan kritik sangat penulis harapkan demi terciptanya karya yang lebih baik lagi dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Yogyakarta, Agustus 2012

Mohammad Fatkhur Rokhman NIM. 08501241029


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

1. Gambaran Umum Pendidikan Kejuruan ... 8

2. Bengkel ... 9

3. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 14

4. Penerapan 5S ... 19

5. Ergonomi ... 21

6. Kompetensi ... 23

7. Prestasi Belajar ... 31

8. Instalasi Listrik ... 35

9. Kesiapan Kerja ... 36

B. Penelitian Yang Relevan ... 37

C. Kerangkan Berfikir ... 39

D. Hipotesis Penelitian ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan ... 44

B. Jenis Penelitian ... 44

C. Variabel Penelitian ... 45

1. Variabel Penelitian ... 45

2. Paradigma Penelitian ... 45

3. Definisi Operasional Variabel ... 46


(10)

x

1. Populasi Penelitian ... 48

2. Sampel Penelitian ... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

1. Teknik Dokumentasi ... 50

2. Teknik Penyebaran Angket ... 51

3. Observasi ... 51

F. Skala Pengukuran ... 51

G. Instrumen Penelitian ... 52

H. Validasi dan Reabilitas Instrumen Penelitian ... 54

1. Validitas Instrumen ... 54

2. Reabilitas Instrumen ... 57

I. Teknik Analisis Data ... 59

1. Uji Persyaratan Analisis ... 59

2. Uji Hipotesis ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 65

1. Analisis Univariat ... 65

a. Tabulasi Data ... 66

b. Presentase Masing-masing Skror Variabel ... 68

2. Hasil Tingkat Kelayakan Bengkel ... 74

3. Hasil Uji Persyaratan Analisis ... 75

a. Hasil Uji Normalitas ... 75

b. Hasil Uji Linieritas ... 76

c. Uji Multikolinieritas ... 77

4. Hasil Uji Hipotesis ... 78

a. Pengaruh Kelayakan Bengkel (X1)terhadap Kesiapan Kerja Siswa Sebagai Instalatir Listrik (Y)... 79

b. Pengaruh Prestasi Belajar (X2) terhadap Kesiapan Kerja Siswa Sebagai Instalatir Listrik (Y)... 81

c. Pengaruh Kelayakan Bengkel dan Prestasi Belajar (X2) terhadap Kesiapan Kerja Siswa Sebagai Instalatir Listrik (Y) ... 83

B. Pembahasan ... 85

1. Pengaruh Kelayakan Bengkel (X1)terhadap Kesiapan Kerja Siswa Sebagai Instalatir Listrik (Y) ... 85

2. Pengaruh Prestasi Belajar (X2) terhadap Kesiapan Kerja Siswa Sebagai Instalatir Listrik (Y) ... 89

3. Pengaruh Kelayakan Bengkel dan Prestasi Belajar (X2) terhadap Kesiapan Kerja Siswa Sebagai Instalatir Listrik (Y) ... 90


(11)

xi BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 93

B. Keterbatasan Penelitian ... 94

C. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(12)

xii

DAFTAR TABEL

HALAMAN

Tabel 1. Empat Penanda Keselamatan Kerja . ... 16

Tabel 2. Jumlah Sampel Tiap Kelas . ... 50

Tabel 3. Kriteria Penilaian ... 52

Tabel 4. Skala Likert Empat Alternatif Jawaban ... 53

Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Kelayakan Bengkel ... 53

Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Kesiapan Kerja Sebagai Instalatir ... 54

Tabel 7. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Kelayakan Bengkel ... 56

Tabel 8. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Kesiapan Kerja ... 57

Tabel 9. Interpretasi Nilai Koefisien Reabilitas ... 58

Tabel 10. Hasil Nilai Koefisien Reabilitas ... 58

Tabel 11. Perhitungan Deskriptif ... 66

Tabel 12. Distribusi Frekuensi Skor Variabel Kelayakan Bengkel (X1) ... 69

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Variabel Prestasi Belajar (X2) ... 71

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Skor Variabel Kesiapan Kerja Siswa (Y) ... 73

Tabel 15. Rangkuman Hasil Uji Linieritas ... 77

Tabel 16. Rangkuman Hasil Uji Multikolinieritas ... 77

Tabel 17. Ringkasan Statistik X1, X2, Terhadap Y ... 78

Tabel 18. Hasil Analisis Regresi Sederhana ... 78

Tabel 19. Ringkasan Statistik X1, X2, Terhadap Y ... 83


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

HALAMAN

Gambar 1. Penanda Larangan ... 16

Gambar 2. Penanda Pemadam Kebakaran ... 17

Gambar 3. Penanda Peringatan ... 17

Gambar 4. Penanda Perintah ... 18

Gambar 5. Penanda Informasi Keselamatan Kerja ... 18

Gambar 6. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen ... 43

Gambar 7. Deskripsi Data Variabel X1 ... 66

Gambar 8. Deskripsi Data Variabel X2 ... 67

Gambar 9. Deskripsi Data Variabel Y ... 67

Gambar 10. Histogram Variabel Kelayakan Bengkel (X1). ... 70

Gambar 11. Histogram Variabel Prestasi Belajar Siswa (X2) ... 72


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyediaan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) pada masa sekarang merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian utama, khususnya bagi lembaga-lembaga pendidikan sebagai produsen tenaga kerja. Era globalisasi juga menyebabkan semakin terbukanya untuk bekerjasama, saling mengisi dan melengkapi untuk memperoleh keuntungan bersama. Semua jenis pekerjaan yang tercipta dalam era globalisisai membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidangnya.

Kenyataan yang ada di lapangan, salah satu pokok masalah yang dihadapi bangsa ini dalam era globalisasi adalah kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang relatif rendah yang dicermati dari pemilikan latar pendidikannya. Peningkatan kualitas SDM menjadi perhatian semua pihak, terlebih dalam suasana krisis multidimensi yang terjadi saat ini, masyarakat membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menghadapi persaingan bebas. Berdasarkan hal tersebut pendidikan memegang peranan penting bagi peningkatan kualitas sumber daya yang dimiliki. Hal ini para pelaku pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu pendidikan Indonesia agar dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja dengan menyesuaikan pembangunan pendidikan itu sendiri.

Kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan salah satunya seperti yang telah dimuat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang


(15)

Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalamnya mencakup dasar dan tujuan, penyelenggaraan pendidikan termasuk wajib belajar, penjaminan kualitas pendidikan serta peran masyarakat dalam sistem pendidikan nasional. Kebijakan tersebut dibuat untuk menghasilkan Pendidikan Indonesia yang baik dan lulusan berkualitas disektor jenjang pendidikan. Tahap pertama untuk mendukung hal tersebut terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dibentuk pula Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai badan yang menentukan 8 (delapan) standar dan kriteria pencapaian penyelenggaraan pendidikan.

Standar-standar yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 (Peraturan Pemerintah, 2005: 4) tersebut yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, (7) standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pada dasarnya bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sesuai dengan sifat spesialisasi kejuruan dan persyaratan dunia industri dan dunia usaha. Menghadapi era industrialisasi dan persaingan bebas dibutuhkan tenaga kerja yang produktif, efektif, disiplin dan bertanggung


(16)

jawab sehingga mereka mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja.

Kenyataannya, tamatan SMK hanya diakui oleh sekolah sendiri dan masih minimnya kepercayaan dunia usaha dan dunia industri. Hal ini mungkin karena pembelajaran pendidikan kejuruan belum mengacu pada standar-standar yang diterapkan oleh dunia usaha dan dunia industri. Penyelenggaraan pendidikan secara sepihak seperti ini menyebabkan anak didik tertinggal oleh kemajuan dunia usaha/dunia industri, tidak jelas kompetensi yang dicapai, tidak mengakui keahlian yang diperoleh di luar sekolah.

Proses belajar mengajar di SMK Negeri 3 Yogyakarta ini terdiri dari sekitar 30% teori dan 70% praktik. Hal tersebut membuat kebutuhan akan sarana dan prasarana untuk praktik sangat tinggi. SMK Negeri 3 Yogyakarta sebagai salah satu sekolah yang mempunyai program keahlian teknik ketenagalistrikan mengartikan bahwa sekolah ini harus mampu menyiapkan bengkel yang berstandar nasional.

Kebutuhan bengkel untuk praktik dimaksudkan sebagai antisipasi dinamika kurikulum maupun untuk mempersiapkan tuntutan dunia industri yang semakin meningkatkan dalam hal kualitas lulusan SMK. SMK N 3 Yogyakarta sebagai penyedia lulusan yang siap diterjunkan dalam dunia industri ternyata masih memiliki bengkel praktik yang belum sesuai dengan standar industri.


(17)

Bengkel praktik yang belum sesuai tentunya membuat pembelajaran terganggu karena sebuah SMK harus mencetak siswa mempunyai kompetensi yang memadai. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa pada Jurusan Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta khususnya mata pelajaran instalasi listrik adalah kompetensi sebagai instalatir listrik. Berdasarkan pengamatan sementara masih cukup banyak siswa yang belum mempunyai kompetensi yang memadai khususnya pada keahlian tersebut. Kondisi tersebut dimungkinkan dipengaruhi oleh kelayakan bengkel yang kurang khususnya untuk mata pelajaran instalasi listrik rumah, masih rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran tersebut. Data tersebut peneliti dapatkan dari hasil observasi awal, selain itu juga terdapat pihak sekolah yang tidak mementingkan ergonomi.

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu Ergon (kerja) dan Nomos (hukum alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja. Ergonomi membutuhkan studi tentang sistem manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas bahwa khususnya pembelajaran praktik dengan menggunakan bengkel di Jurusan Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta dengan tujuan yang hendak


(18)

dicapai ternyata memerlukan dukungan dari berbagai aspek. Sehubungan dengan itulah penelitian tentang “Pengaruh Kelayakan Bengkel dan Prestasi Mata Pelajaran Instalasi Terhadap Kesiapan Kerja Sebagai Instalatir Listrik Di Bidang Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta” ini dilakukan. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas maka dapat diindentifikasi pokok-pokok masalah antara lain sebagai berikut.

1. Belum lengkapnya sarana dan prasarana bengkel terutama untuk kompetensi instalasi listrik.

2. Masih rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi rumah. 3. Masih banyaknya siswa yang kesiapan kerja sebagai instalatir listrik

rendah.

4. Belum lengkapnya sarana dan prasarana bengkel terutama untuk kompetensi instalasi listrik dan masih rendahnya prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi listrik dimungkinkan merupakan dua faktor yang mempengaruhi rendahnya kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik.

C. Batasan Masalah

Guna membatasi perluasan masalah, penelitian ini membatasi masalah hanya pada pengaruh kelayakan bengkel, prestasi belajar terhadap kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik.


(19)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tentang permasalahan di atas dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut.

1. Apakah kelayakan bengkel Jurusan Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta mempunyai pengaruh terhadap kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik?

2. Apakah prestasi belajar siswa pada mata pelajaran instalasi rumah mempunyai pengaruh terhadap kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik?

3. Apakah kelayakan bengkel Jurusan Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta dan prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi rumah mempunyai pengaruh terhadap kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik?

E. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh kelayakan bengkel terhadap kesiapan siswa bekerja sebagai instalatir listrik.

2. Mengetahui pengaruh prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi rumah terhadap kesiapan siswa bekerja sebagai instalatir listrik.

3. Mengetahui pengaruh simultan dari kelayakan bengkel dan prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi rumah terhadap kesiapan siswa bekerja sebagai instalatir listrik.


(20)

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengharapkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk satu pihak, namun juga beberapa pihak yang terkait.

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan literatur yang memperkaya khasanah ilmu pengetahuan maupun kajian pustaka serta penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan bidang kependidikan. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi SMK Negeri 3 Yogyakarta

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai informasi dan masukan mengenai standarisasi bengkel, sehingga dapat diketahui hal yang perlu disiapkan pada bengkel Jurusan Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta.

b. Bagi perguruan Tinggi

Penelitian ini merupakan perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya bidang penelitian yang hasil penelitian ini digunakan perguruan tinggi sebagai persembahan kepada masyarakat.

c. Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat menambah wawasan dan sebagai wahana dalam melatih kemampuan menulis karya tulis ilmiah.


(21)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori

1. Gambaran Umum Sekolah Menengah Kejuruan

UUD 1945 menyatakan bahwa tujuan dari pembangunan adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Berlandaskan hal itu dalam pembangunan tersebut pendidikan memegang peranan penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pemerintah mempunyai kewajiban dalam melaksanakan setiap kebijakan pendidikan yang diambil untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut, sehingga arah kebijakan pendidikan menjadi bagian dari upaya dalam melaksanakan amanat yang terkandung dalam UUD 1945. Menurut Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 Bab I, pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa, ”Pendidikan Menengah Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perkembangan kemampuan siswa untuk

melaksanakan jenis pekerjaan tertentu” (Peraturan Pemerintah, 1990:1).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan tentang Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional, pada pasal 2 dan 3 (UU No. 20, 2003: 6) yaitu: Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


(22)

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Bachtiar Hasan (2002: 11) fungsi pendidikan kejuruan diuraikan sebagai berikut: (1) menyiapkan siswa manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan, (2) menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif, dan (3) menyiapkan siswa menguasai IPTEK.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan kejuruan adalah merupakan pendidikan menengah yang mepersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu dan harus dapat merencanakan dan mengusahakan proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai dan moral sejalan dengan program pembangunan karakter bangsa.

2. Bengkel a. Definisi

Peraturan Pememerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1980 Tentang Pokok-Pokok Organisasi Universitas/Institut Negeri


(23)

pengertian bengkel dijelaskan pada pasal 27 dan Pasal 28 (UU No. 5, 1980: 7). Pasal 27 menjelaskan tentang pengertian bengkel, sedangkan Pasal 28 menjelaskan tentang personal yang berhak mengelola bengkel. Kedua pasal tersebut berbunyi antara lain, Pasal 27 menyebutkan bahwa, ”laboratorium/studio adalah sarana penunjang jurusan dalam satu atau sebagian ilmu, teknologi atau seni tertentu sesuai dengan

keperluan bidang studi yang bersangkutan. ”Selanjutnya, pada Pasal 28

menjelaskan, laboratorium/studio dipimpin oleh seorang guru atau seorang tenaga pengajar yang keahliannya telah memenuhi persyaratan sesuai dengan cabang ilmu, teknologi, dan seni tertentu dan bertanggungjawab langsung kepada ketua jurusan.

Bengkel dan laboratorium merupakan salah satu komponen prasarana dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang efektif yang urgensinya sangat dominan dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan pada umumnya yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu lulusan yang optimal.

Bengkel atau workshop secara garis besar memiliki fungsi sebagai tempat untuk memberikan kelengkapan bagi pelajaran teori yang telah diterima sehingga antara teori dan praktik bukan merupakan dua hal yang terpisah, melainkan dua hal yang merupakan satu kesatuan. Bengkel juga memiliki peranan untuk memberikan keterampilan kerja ilmiah bagi siswa, serta untuk memupuk dan


(24)

membina rasa percaya diri sebagai keterampilan yang diperoleh di bengkel (Alim, 2011: 20).

b. Standar Bengkel

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2008 Tentang Standar sarana dan prasarana untuk sekolah menengah kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK), sebuah sekolahan terutama SMK harus mempunyai bengkel atau tempat praktik yang memadai. Hal tersebut supaya siswa dapat mempraktikkan langsung materi yang didapat. Bengkel yang layak atau memadai untuk praktik paling tidak memenuhi beberapa hal sebagai berikut: (1) atmosfer bengkel (kondisi bengkel) yang baik, (2) perawatan bengkel yang terjaga (3) peralatan praktik yang memadai, (4) perlengkapan bahan praktik yang memadai, (5) penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi personel bengkel dan siswa (6) penerapan 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke) di bengkel.

Bengkel merupakan sarana untuk menunjang dan mengembangkan atas teori yang dikuasainya, untuk memenuhi persyaratan standar internasional maka bengkel harus memenuhi ketentuan dalam Workplace (Health, Safety and Welfare) 1992 dan Approved Code of Practice no: L24. Kenyamanan praktik di dalam bengkel akan mempengaruhi hasil praktik itu sendiri, untuk itu diperlukan perancangan bengkel yang memenuhi standar. Beberapa


(25)

persyaratan yang harus dipenuhi oleh bengkel menurut Health and Safety Executive (2009: 27) sebagai berikut.

1) Tempat kerja, peralatan tetap dan perabotannya, maupun peralatan dan sistemnya yang terintegrasi atau tambahan, harus: a) terawat dengan baik, b) tetap bersih, c) dalam keadaan efisien, d) dalam urutan kerja yang efisien, dan e) dalam kondisi baik dan sebaiknya diberi sistem cadangan dengan pemeliharaan terencana dan pencatatan yang sesuai, sedangkan untuk pemeliharaan, meliputi: a) inspeksi, b) penyetelan, c) pelumasan, d) pembersihan seluruh peralatan dan perlengkapan bengkel.

2) Atmosfer bengkel meliputi beberapa persyaratan, yaitu: a) kondisi sekeliling bengkel harus terpelihara dengan cara membuka jendela, memasang kipas angin di dinding atau langit-langit untuk memberi kesejukan udara di bengkel, b) jika ventilasi diperlukan untuk melindungi para personel bengkel, sistemnya harus dipasangi alarm pendeteksi kegagalan, mampu memasok udara bersih 5-8 liter/detik/pekerja, dirawat, dibersihkan dan kinerjanya diperiksa secara rutin.

3) Temperatur tempat kerja selama jam kerja, harus memenuhi persyaratan, seperti: a) untuk pekerjaan normal: 160 C (60,80 F) untuk pekerjaan berat:130 C (55,40 F), b) apabila di dalam bengkel terdapat pemanas atau pendingin maka tidak boleh


(26)

menghembuskan uap yang berbahaya, c) sejumlah termometer dipasang di dalam bengkel.

4) Pencahayaan, harus: a) harus memadai dan mencukupi, b) jika memungkinkan memanfaatkan cahaya alami, c) lampu darurat harus dipasang untuk berjaga-jaga seandainya lampu utama mengalami kegagalan dan menimbulkan bahaya.

5) Perawatan (house keeping): a) tempat kerja, perabotan, dan fitting harus tetap bersih, b) dinding, lantai dan langit-langit harus tetap bersih, c) memeriksa penumpukan debu di atas permukaan datar terutama pada sruktur bangunan, balok girder penopang atap dan sebagainya, d) dinding yang dicat harus dibersihkan dan dicat ulang secara berkala (misalnya masing-masing 12 bulan dan 7 tahun), e) lantai harus dibersihkan dengan cara menyapu dan mengepel (minimal seminggu sekali), f) sampah jangan menumpuk karena dapat menimbulkan resiko kesehatan dan kebakaran, g) sampah harus diletakkan pada tempatnya, tempat sampah harus tahan terhadap api, h) tumpahan harus dibersihkan menggunakan material yang dapat menyerap dengan baik.

6) Workstation: a) harus nyaman untuk semua yang bekerja di sana, b) memiliki pintu darurat yang ditandai dengan jelas, c) lantai harus tetap bersih dan tidak licin, d) bahaya sandungan disingkirkan, e) bekerja pada posisi kaku dan janggal sebaiknya


(27)

tidak dilakukan terlalu lama, f) benda-benda kerja dan material kerja harus mudah diraih dari posisi kerja.

7) Tempat duduk: a) di manapun pekerjaan dilakukan, tempat duduk harus tersedia, b) tempat duduk harus sesuai dengan jenis pekerjaannya dan memiliki sandaran punggung dan penumpu kaki (foot rest), c) harus pada kondisi yang baik jika terjadi kerusakan harus diperbaiki atau diganti.

8) Lantai harus: a) tidak diberi beban berlebih, b) rata dan mulus, c) tidak berlubang, bergelombang atau rusak yang mungkin menyebabkan bahaya sandungan, d) bebas hambatan dari barang-barang di letakkan di tempat yang telah ditentukan, e) tidak licin, f) memiliki sarana drainase yang memadai jika ada kemungkinan terkena air, g) memiliki pemisah antara jalur-jalur lalulintas dan pejalan kaki berupa hand rail, penghalang atau marka lantai, h) memiliki penghalang di sekitar lubang atau tempat yang tersedia.

Penentuan standar sarana dan prasarana merupakan acuan mutlak bagi setiap sekolah menengah kejuruan. Kesesuaian atau ketercapaian sarana dan prasarana setiap sekolah akan mempengaruhi kelancaran proses belajar mengajar.

3. Keselamatan dan Kesehatan kerja (K3) Bengkel

Budaya K3 merupakan kombinasi dari attitude, beliefs, norms, dan persepsi dari para siswa calon pekerja organisasi tertentu yang terkait dengan iklim K3, serta perilaku sehat dan selamat secara praktis.


(28)

Menurut Harry Ghautama (2009: 20) hirarki pengendalian risiko K3 yaitu dengan lima cara, yaitu (1) elimination, yaitu menghilangkan sumber bahaya, misalnya memperkenalkan pengangkatan secara mekanik untuk menghilangkan bahaya pengangkatan manual, (2) substitution yaitu mengganti dengan material dan mesin yang lebih tidak berbahaya, misalnya penggantian bagian yang sudah rusak dengan yang baru, (3) engineering control yaitu memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya, misalnya menginstal sistem ventilasi, pemberian pelindung pada mesin, pengurungan sumber suara, (4) administrative control yaitu membuat beberapa sistem berupa prosedur untuk memastikan pekerja melakukan pekerjaan yang aman, misalnya rambu, standar, prosedur kerja aman, pemeriksaan peralatan dan (5) PPE (protect the personal with specific equipment) yaitu melindungi orang dengan menggunakan peralatan yang spesifik dari paparan bahaya, misalnya penggunaan safety glasses, sarung tangan atau respirator.

Penggunaan papan penanda keselamatan yang benar di tempat kerja dapat menggalakkan instruksi-instruksi dan aturan-aturan keselamatan kerja, memberi informasi atas resiko dan tindakan pencegahan yang harus diambil. Jenis, bentuk dan warna untuk papan penanda keselamatan kerja tercantum dalam The Health dan Safety (Safety Sign an Signals) Regulation 1996. Berikut merupakan tabel warna dan makna dari masing-masing penanda.


(29)

Tabel 1. Empat Warna Penanda dan Makna Penanda Keselamatan Kerja

Warna Makna Keterangan

Merah

Penanda larangan

Penanda berbahaya

Peralatan pemadam api

Tindakan yang diperlihatkan TIDAK boleh dilakukan

Mematikan, mengevakuasi,

mengoperasikan alat-alat darurat, menghentikan tindakan Identifikasi peralatan dan lokasinya

Kuning Penanda peringatan

Berhati-hati, ambillah tindakan pencegahan, lakukan dengan hati-hati

Biru Penanda perintah

Instruksi HARUS diikuti

Peralatan yang ditunjukkan HARUS dikenakan

Hijau Penanda informasi keselamatan

Rule keluar darurat, lokasi pos P3K

Sumber: (Health and Safety Executive, 2009).

Penanda-penanda yang dinyatakan dengan dengan warna-warna tersebut di atas terdiri dari desain dan bentuk tertentu:

a. Penanda larangan: bentuk lingkaran, piktogram hitam di atas dasar putih, garis lingkaran dan diagonal warna merah

Gambar 1. Penanda Larangan


(30)

b. Penanda pemadam kebakaran: persegi panjang atau bujur sangkar dan piktogram putih di atas dasar merah

Gambar 2. Penanda Pemadam Kebakaran Sumber:(Health and Safety Executive, 2009).

c. Penanda peringatan: bentuk segitiga, piktogram hitam di atas dasar kuning dan pinggiran berwarna hitam

Gambar 3. Penanda Peringatan

Sumber:(Health and Safety Executive, 2009).

d. Penanda perintah: bentuk lingkaran dan piktogram di atas dasar biru


(31)

Gambar 4. Penanda Perintah

Sumber:(Health and Safety Executive, 2009).

e. Penanda informasi keselamatan kerja: persegi panjang atau bujur sangkar, piktogram putih di atas dasar hijau, harus konsisten di seluruh tempat kerja.

Gambar 5. Penanda Informasi Keselamatan Kerja Sumber: (Health and Safety Executive, 2009).

Pemasangan papan penanda peringatan masih tetap perlu dilakukan untuk menunjukkan sifat resiko dan tindakan pencegahan apabila masih ada resiko residual setelah penilaian resiko (John Ridley, 2008: 129).


(32)

Kotak P3K minimal harus memuat: kartu petunjuk, 20 bungkus perban balut steril perekat, 4 bungkus perban segitiga, 6 buah peniti, 6 bungkus perban balut steril berukuran sedang tanpa obat, 2 bungkus perban balut steril berukuran besar tanpa obat, 3 bungkus perban balut steril berukuran ekstra tanpa obat, 1 pasang sarung tangan sekali pakai dan 2 tampal mata steril. Fasilitas P3K harus mudah dijangkau oleh para tamu, kontraktor ketika mereka telah diberi ijin untuk berada dalam lingkungan bengkel.

4. Penerapan 5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke)

Teori 5S merupakan suatu metode penataan dan pemberdayaan area kerja, pemrakarsa metode ini adalah Jepang. 5S sendiri merupakan singkatan dari Seiri (pemilahan), Seiton (penataan), Seiso (pembersihan), Seiketsu (pemantapan) dan Shitsuke (pembiasaan). Indonesia mencoba mentransformasi metode 5S dengan sebutan 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin). 5S maupun 5R keduanya bertujuan untuk membuat area kerja menjadi tertata, bersih, merngurangi pemborosan sekaligus mengubah sikap para pelaku metode tersebut.

Manfaat yang akan didapat dengan menerapkan 5S secara garis besar sebagai berikut:

a. kemudahan mengidentifikasi barang, b. penggunaan alat kerja secara benar, c. memperlancar waktu proses,


(33)

d. menghilangkan kerancuan dan ketidak pastian, e. kemampuan konsentrasi kerja lebih baik, f. aliran transportasi internal yang lebih baik, g. mempersingkat waktu pencarian barang, h. tempat yang aman dan aman untuk berkerja.

Gerakan 5S jelas memberikan hasil dalam penyempurnaan besar di dalam bekerja, akan tetapi hal ini tentu harus diikuti dengan perubahan sikap dan komitmen yang tinggi dari pekerja (Deny, 2011: 22).

Penerapan 5S bertujuan untuk memelihara ketertiban, efisiensi, dan disiplin di lokasi kerja sekaligus meningkatan kinerja perusahaan secara menyeluruh. Teori 5S pada dasarnya merupakan proses perubahan sikap dengan menerapkan penerapkan penataan dan kebersihan tempat kerja (Hiroyuki Hirano, 1995: 156).

Prinsip 5S tidak sulit untuk dipahami, tapi 5S sangat sulit untuk dilaksanakan dengan benar. 5S memerlukan kegigihan, kebulatan tekad dan memerlukan usaha yang terus menerus. 5S mungkin tidak akan memberikan hasil yang dramatis. 5S membuat pekerjaan lebih mudah. 5S akan mengurangi pemborosan waktu kerja kita. 5S akan membuat kita bangga atas pekerjaan kita. 5S akan meningkatkan produktifitas kerja dan mutu yang lebih baik (Hiroyuki Hirano, 1995: 176).


(34)

5. Ergonomi

Eko Nurminanto (2003: 20) memberikan definisi ergonomi sebagai berikut:

“Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-optimalnya”.

Faktor keluhan fisik yang menimbulkan gangguan tersebut akibat dari gerakan yang berulang-ulang, mengangkat beban yang berat, pengerahan tenaga yang berlebihan, kontak stress, getaran, postur tubuh yang janggal dan akibat yang terjadi dapat berupa nyeri pinggang, linu pada pergelangan tangan, bahkan menyebabkan trauma pada tulang belakang yang berakibat fatal seperti kelumpuhan (Asri Santoso, 2009: 31).

Penerapan faktor ergonomi sangat penting dilakukan, ergonomi dapat diterapkan dalam pengaturan sikap, tatacara dan perencanaan alat yang tepat. Masalah yang timbul akibat oleh faktor ergonomi mempunyai dampak buruk terhadap pekerja yang akan menyebabkan baik gangguan secara fisik maupun secaea psikologis. Gangguan ini biasanya terjadi karena terjadi ketidaksesuaian antara kapasitas fisik seseorang dengan perkerjaan yang dilakukannya.

Ergonomi dapat dapat digunakan dalam menelaah sistem manusia dan produksi yang kompleks. Hal ini berlaku baiik dalam industri maupun sektor informal. Prinsip ergonomi tersebut dapat


(35)

ditentukan pekerjaan apa yang sesuai bagi tenaga kerja atau konstruksi alat seperti apa yang layak digunakan agar mengurangi kemungkinan keluhan dan menunjang produktifitas (Eko Nurminanto, 2003: 42).

Penerapan ergonomi menurut Eko Nurminanto (2003: 44) dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:

a. Pendekatan kuratif

Pendekatan ini dilakukan pada suatu proses yang sudah atau yang sedang berlangsung. Kegiatan berupa interfensi, modifikasi atau perbaikan dari proses yang telah berjalan. Sasaran dari kegiatan ini adalah kondisi kerja dan lingkungan kerja.

b. Pendekatan konseptual

Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan sistem dan akan sangat efektif dan efisien jika dilakukan pada saat perencanaan. Jika terkait dengan teknologi, sejak proses pemilihan dan alih teknologi, prinsip-prinsip ergonomi telah ditetapkan penerapanya bersama-sama dengan kajian lain, misalnya kajian teknis, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Pendekatan holistik ini dikenal dengan pendekatan Teknologi Tepat Guna.


(36)

Beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu:

a. semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian,

b. semua sikap tubuh yang tidak alami harus dihindari. Seandainya hal ini dapat memungkinkan hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil,

c. tempat duduk harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak membebani, melainkan memberikan relaksasi pada otot-otot yang sedang dipakai untuk bekerja dan tidak menimbulkan penekanan pada bagian tubuh (paha). Hal ini dimaksud untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha, mencegah keluhan kesemutan yang dapat menggangu aktifitas. 6. Kompetensi

a. Pengertian Kompetensi

Kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Hal ini dapat dilihat dari pendapat Mc Ashan dalam kutipan Mulyasa (2008: 37-38) yang mengemukakan bahwa

kompetensi: “is a knowledge, skill, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the exent he or she can satifactorily perform particular cognitive, afective, and psychomotor behaviors”. Hal ini, kompetensi diartikan sebagai


(37)

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Menurut Gordon yang dikutip oleh Mulyasa (2008: 38-39) menjelaskan beberapa aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi sebagai berikut:

1) pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, misalnya seorang guru mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan belajar dan bagaimana melakukan pembelajaran terhadap peserta didik sesuai dengan kebutuhannya,

2) pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif dan afektif yang dimiliki oleh individu. Misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pembelajaran harus memiliki pemahaman yang baik tentang karakteristik dan kondisi peserta didik, agar dapat melaksanakan pembelajaran secara efektif dan efisien,

3) keterampilan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya kemampuan guru dalam memilih dan membuat alat peraga sederhana untuk memberi kemudahan belajar kepada peserta didik,


(38)

4) nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya standar perilaku guru dalam pembelajaran (kejujuran, keterbukaan, demokratis),

5) sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan upah dan sebagainya,

6) minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan. Misalnya minat untuk melakukan sesuatu.

E. Mulyasa (2005: 189) memberi pengertian tentang kompetensi sebagai berikut:

“Kompetensi merupakan sesuatu yang ingin dimiliki oleh

peserta didik dan merupakan komponen utama yang harus dirumuskan dalam pembelajaran yang mempunyai peran penting

dan menentukan arah pembelajaran”.

Berdasarkan dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi meliputi empat kriteria yaitu: (1) pengetahuan yang luas, (2) kemampuan atau keterampilan yang memadahi, (3) sikap seseorang merupakan bagian dari kepribadian setiap individu yang relatif stabil dan dapat dilihat serta diukur dari perilakunya dan (4) kreativitas kerja.


(39)

b. Standar Kompetensi Lulusan SMK N 3 Yogyakarta

Standar Kompetensi Kelulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dalam Kepmendiknas nomor. 23 Tahun 2006.

1) Standar Kompetensi Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. Siswa yang lulus dari sebuah Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan dapat berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja, mengembangkan diri secara optimal dengan memanfaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya, dan dapat menyesuaikan atau beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga lulusan tersebut dapat bertahan hidup dengan baik.

2) Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran.

Standar kompetensi lulusan mata pelajaran bagi sebuah SMK harus memenuhi beberapa mata pelajaran diantaranya: a) pendidikan agama islam SMK, b) pendidikan kewarganegaraan SMK, c) pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan SMK, d) bahasa indonesia SMK, e) matematika kelompok teknologi SMK, f) ilmu pengetahuan SMK, g) fisika kelompok teknologi SMK, h) kimia kelompok teknologi SMK, i) seni budaya/seni musik SMK, j) keterampilan komputer dan pengelolaan informasi SMK, dan k) kewirausahaan SMK.


(40)

3) Standar Kompetensi Kejuruan

Kompetensi kejuruan adalah kompetensi yang dibutuhkan peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

c. Kompetensi SMK

Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh industri atau dunia usaha, substansi diklat dikemas dalam berbagai mata diklat yang dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi 3 program diklat, yaitu: (1) program normatif, (2) program adaptif, (3) muatan lokal dan (4) pengembangan diri.

1) Program Normatif.

Program normatif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik secara utuh, yang memiliki norma-norma kehidupan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial (anggota masyarakat) baik sebagai warga negara Indonesia maupun sebagai warga dunia. Program normatif diberikan agar peserta didik bisa hidup dan berkembang selaras dalam kehidupan pribadi, sosial, dan bernegera. Program ini berisi mata diklat yang menitik beratkan pada norma, sikap, dan perilaku yang harus diajarkan, ditanamkan dan dilatihkan pada peserta didik, disamping kandungan pengetahuan dan keterampilan yang ada di dalamnya. Mata diklat pada program normatif berlaku sama untuk semua program keahlian. Mata


(41)

diklat yang termasuk program normatif sebagai berikut: (a) pendidikan agama, (b) pendidikan kewarganegaraan dan sejarah, (c) bahasa Indonesia, (d) pendidikan jasmani dan olah raga dan (e) seni dan budaya.

2) Program Adaptif

Program adaptif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membentuk peserta didik sebagai individu agar memiliki dasar pengetahuan yang luas dan kuat untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan sosial, lingkungan kerja, serta mampu mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Program adaptif berisi mata diklat yang lebih menitik beratkan pada pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk memahami dan menguasai konsep dan prisip dasar ilmu dan teknologi yang dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan atau melandasi kompetensi untuk bekerja. Program adaptif diberikan agar peserta didik tidak hanya memahami dan

menguasai “apa” dan “bagaimana” suatu pekerjaan dilakukan,

tetapi memberi juga pemahaman dan penguasaan tentang

“mengapa” hal tersebut harus dilakukan. Program adaptif terdiri

dari kelompok mata diklat yang berlaku sama bagi semua program keahlian dan mata diklat yang hanya berlaku bagi


(42)

program keahlian tertentu sesuai dengan kebutuhan masing-masing program keahlian. Mata diklat yang termasuk program adaptif untuk Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik adalah: (a) matematika, (b) bahasa inggris, (c) fisika, (d) kimia, (e) IPA, (f) IPS, (g) kewirausahaan dan (h) KKPI.

3) Program Produktif

Program produktif adalah kelompok mata diklat yang berfungsi membekali peserta didik agar memiliki kompetensi kerja sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Progarm produktif bersifat melayani permintaan pasar kerja, karena itu lebih banyak ditentukan oleh dunia usaha/industri atau asosiasi profesi. Program produktif diajarkan secara spesifik sesuai dengan kebutuhan tiap program keahlian.

d. Teknisi Biro Teknik Listrik

Berdasarkan klasifikasi jabatan Indonesia, lulusan SMK Jurusan Teknik Listrik yang bekerja di Industri menempati posisi sebagai Teknisi Teknik Listrik dan berfungsi untuk: (1) membantu pekerjaan dan pengembangan yang berhubungan dengan sistem dan peralatan listrik, (2) menyiapkan perkiraan terperinci mengenai jumlah dan biaya bahan serta tenaga kerja yang diperlukan untuk pembuatan dan pemasangan, (3) membantu pengawas pekik (pekerja teknik) dalam pembuatan, pemasangan dan penggunaan, perawatan dan perbaikan sistem dan peralatan listrik, (4) menerapkan tentang pengetahuan teori


(43)

dan praktek teknik listrik untuk memahami dan memecahkan masalah yang timbul dalam pekerjaan, dan (5) tukang memasang peralatan listrik (Zamtinah, 1999: 41).

Tugas seorang teknisi adalah (1) melakukan pekerjaan teknis, biasanya dengan petunjuk pengawasan Ahli Teknik Listrik dalam tugas perancangan, pengembangan, pembangunan, pemasangan, pemeliharaan dan perbaikan sistem serta perlatan listrik, (2) memasang alat-alat listrik dan melakukan percobaan, pengujian, membuat catatan hasil observasi serta membantu pekerjaan penelitian dan pengembangan mengenai peralatan pembangkit dan distribusi tenaga listrik, peralatan listrik untuk industri dan rumah tangga, (3) membuat perkiraan terinci mengenai kebutuhan jumlah untuk biaya, beban dan tenaga yang diperlukan untuk membuat dan memasang perlatan dan menyiapkan jadwal kerja, (4) melakukan pengawasan teknisi dan memberikan bimbingan teknis kepada pekerja dalam pembuatan, pemasangan, perbaikan dan menguji pekerjaan yang telah diselesaikan untuk menjamin terpeliharanya spesifikasi dan standar norma keselamatan kerja, (5) memeriksa dan mengatur operasi instalasi pembangkit tenaga listrik yang telah terpasang untuk proses produksi dan keperluan lain dan (6) menerapkan pengetahuan teknik kelistrikan secara teori dan praktek untuk mengenal dan memecahkan masalah yang mungkin timbul dalam pekerjaan (Zamtinah, 1999: 41).


(44)

7. Prestasi Belajar a. Pengertian Belajar

Sudarwan Danim dan Khairi (2010:93) memberikan definisi belajar sebagai berikut:

“Belajar diartikan sebagai proses menciptakan nilai tambah

berupa kognitif, afektif, dan psikomotor yang tercermin dari perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan”.

Menurut perspektif kognitif, belajar dilihat sebagai “mengubah

pemahaman penting yang dimiliki, bukan mengakuisisi secara

sederhana apa yang tertulis di papan tulis yang kosong”. Manusia telah

belajar begitu banyak sejak meraka lahir, bahwa belajar dan perkembangan adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Belajar berjalan pada anak kecil adalah sebagian besar karena perkembangan, tetapi juga tergantung pada pengalaman dan aktivitas lain. Anak kecil yang takut ketika melihat dokter membawa alat suntik adalah tingkah laku belajar (Sudarwan Danim dan Khairi 2010:94).

Sementara menurut E. Mulyasa (2006:189) memberi pengertian tentang belajar sebagai berikut:

“Belajar pada hakekatnya merupakan usaha sadar yang

dilakukan individu memenuhi kebutuhannya. setiap kegiatan belajar yang dilakukan peserta didik akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam dirinya yang dikelompokan


(45)

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar menurut E. Mulyasa (2006: 190) mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu:

1) perubahan bersifat intensional, dalam arti pengalaman atau praktik latihan itu dengan sengaja dan disadari silakukan dan bukan secara kebetulan,

2) perubahan bersifat positif, dalam arti sesuai dengan yang diharapkan (normatif) atau kriteria keberhasilan (criteria of success), baik dipandang dari segi peserta didik maupun dari segi guru,

3) perubahan bersifat afektif, dalam arti perubahan hasil belajar itu relatif tetap, dan setiap saat diperlukan dapat direproduksikan dan digunakan.

Selanjutnya dalam kamus pedagogik dikatakan bahwa belajar

adalah “berusaha memiliki pengetahuan atau kecakapan” (Abu

Ahmadi, 2005: 280). Seseorang telah mempelajari sesuatu terbukti dari perbuatannya. Ia baru dapat melakukan sesuatu hanya dari hasil proses belajar sebelumnya. Belajar juga mempunyai hubungan yang erat dengan masa peka, yaitu suatu masa dimana sesuatu fungsi maju dengan pesat untuk dikembangkan.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar merupakan usaha sadar untuk mencapai kebutuhan manusia melalui proses perubahan di dalam dirinya, baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor.


(46)

b. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi adalah suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual atau kelompok. Pengertian prestasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dan sebagainya). Saiful Bahri Djamarah (2007: 23) berpendapat bahwa prestasi adalah apa yang telah dapat diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Prestasi adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa berkenaan dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada siswa.

Menurut James O. Whitaker yang dikutip oleh Wasty Soemanto (2003: 99) belajar adalah ”Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience”, bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai proses tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa selama berlangsungnya proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu. Penghargaan prestasi belajar di sekolah yaitu berbentuk pemberian nilai (angka) dari guru kepada siswa. Pemberian nilai diberikan sebagai indikasi sejauh mana siswa telah menguasai materi pelajaran yang disampaikannya. Prestasi belajar ini dapat dinyatakan dengan angka, huruf, atau kalimat dalam periode tertentu.


(47)

c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut E. Mulyasa (2006: 190), prestasi belajar merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: (1) bahan atau materi yang dipelajari, (2) lingkungan, (3) faktor instrumental dan (4) kondisi peserta didik.

Uraian di atas menunjukan bahwa prestasi belajar bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi hasil berbagai faktor yang melatar belakanginya, meliputi faktor internal dan eksternal.

1) Faktor Internal

Pengaruh atau rangsangan dari faktor eksternal yang mendorong individu belajar, keberhasilan belajar itu akan ditentukan oleh faktor diri (internal) beserta usaha yang dilakukannya. Faktor internal mencakup:

a) faktor-faktor fisiologis yang menyangkut keadaan jasmani atau fisik individu, yang dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu keadaan jasmani pada umunya dan keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu terutama panca indera, b) faktor-faktor psikologis yang berasal dari dalam diri


(48)

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar peserta didk dapat digolongkan ke dalam faktor sosial dan non-sosial. Faktor sosial menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi sosial, termasuk faktor lingkungan keluarga, sekolah (guru, teman sekolah), teman, dan masyarakat. Faktor non-sosial adalah faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial seperti lingkungan alam dan fisik seperti keadaan rumah, ruang belajar, fasilitas belajar, buku-buku sumber dan sebagainya.

8. Instalasi Listrik

a. Pengertian Instalasi Listrik

Menurut kamus besar Indonesia, instalasi adalah perangkat peralatan teknik beserta perlengkapannya yang dipasang pada posisinya dan siap dipergunakan (generator, mesin, diesel, bangunan pabrik dan sebagainya). Instalasi listrik adalah susunan perlengkapan listrik yang saling bertalian satu dengan yang lain, serta memiliki ciri terkoordinasi untuk memenuhi suatu tujuan tertentu.

Menurut Badan Standar Nasional (BSN) dalam PUIL 2000 mengemukakan bahwa instalasi khusus adalah instalasi listrik dengan karakteristik tertentu sehingga penyelenggaraanya memerlukan ketentuan tersendiri, misalnya instalasi Derek, instalasi lampu penerangan tanda dan lainnya. Bedasarkan pengertian ini maka ruang


(49)

lingkup instalasi litrik khusus ini meliputi segala sesuatu perangkat atau peralatan listrik yang dirangkai dengan ketentuan tersendiri.

Masa ke masa perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi, manusia sekarang membutuhkan kehidupan yang lebih nyaman. Hal tersebut tentu saja secara tidak langsung akan mempengaruhi kebutuhan listrik meningkat. Hal ini bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari energi listrik bermanfaat untuk kebutuhan rumah tangga, antara lain penerangan lampu, pompa air, pendingin lemari es/freezer, pengkondisi udara dingin, kompor listrik, mesin kopi panas, setrika listrik dan sebagainya.

b. Prestasi Mata Pelajaran Instalasi Rumah

Berdasarkan pengertian instalasi listrik yang telah dipaparkan, maka prestasi instalasi listrik dapat diartikan sebagai hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam mata pelajaran instalasi Rumah dan dituangkan dalam bentuk nilai oleh guru.

9. Kesiapan Kerja

a. Pengertian Kesiapan Kerja

Kesiapan atau readiness menurut Jamies Drever yang dikutip Slamet (2003: 59) adalah Preparedness to respond or react. Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesedian itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan. Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar


(50)

dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.

Kesiapan kerja adalah suatu kondisi yang menunjukan keserasian antara kematangan fisik dan mental serta pengalaman belajar sehingga individu memiliki kemampuan yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan kematangan mental yang cukup didukung dengan fisik atau befungsinya indera dan organ tubuh sesuai dengan bidang keahliannya (Cony Semiawan, 2007: 49).

b. Indikator Kesipan kerja

Kesiapan Kerja dapat ditinjau dari aspek mental atau afektif memiliki beberapa ciri yaitu: (1) mempunyai pertimbangan yang logis dan obyektif. Siswa SMK setelah lulus akan berhadapan dengan banyak pilihan, maka dalam mengambil keputusan sudah harus sesuai dengan akal sehat dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, (2) mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja sama, (3) mempunyai sikap kritis, individu yang memiliki sikap kritis terhadap bidang kerjanya, (4) bertanggung jawab secara individu (5) mempunyai ambisi untuk maju dan berusaha mengikuti perkembangan (Dali Gulo, 2008: 245).

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin Fauzi Zaman (2010) yang

berjudul “Relevansi Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kurikulum SMK YAPPI Gunung Kidul Program Keahlian Teknik Instalasi Tenaga Listrik


(51)

Menurut Standar Kinerja Teknisi Biro Teknik Listrik” menyimpulkan bahwa Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar Kurikulum SMK YAPPI Gunung Kidul program keahlian teknik instalasi tenaga listrik relevan menurut standar kinerja teknisi biro teknik listrik. Hal ini dapat dilihat dari rerata relevansi standar kompetensi lulusan SMK YAPPI Gunungkidul dengan standar kinerja teknisi biro teknik listrik sebesar 83,77% atau dilihat dari komposisi responden yang sebagian besar responden yaitu sebanyak 83,33% atau 25 responden menyatakan bahwa kompetensi lulusan SMK YAPPI Gunungkidul relevan menutut standar kinerja teknisi biro teknik listrik.

Selanjutnya penelitian oleh Munfarid Sukwijat Hivi (2011) dengan

judul ”Pengaruh Prestasi Menggambar Teknik Danprestasi Tune–Up Terhadap Kesiapan Kerjapada Siswa Kelas Xi Program Keahlianteknik Mekanik Otomotif di SMK Ma'arif 1 Kebumen tahun 2010/2011” menyimpulkan bahwa Prestasi Menggambar Teknik dan prestasi Tune-Up secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kesiapan kerja pada siswa kelas XI Program Keahlian Teknik Teknik Mekanik Otomotif di SMK

Ma’arif 1 Kebumen tahun ajaran 2010/2011.

Penelitian oleh Faizal Edy Prabowo (2011) dengan judul

“Keefektifitas Penggunaan Sarana dan Prasarana terhadap Prestasi Siswa

SMK RSBI di EKS-Karisiden Surakarta Tahun Ajaran 2009-2010” menyimpulkan bahwa tidak ada korelasi antara penggunaan sarana prasarana dengan prestasi belajar siswa.


(52)

Penelitian Natsir Hendra Pratama (2011) dengan judul “Studi Kelayakan Sarana Dan Prasarana Bengkel Komputer Jurusan Teknik Gambar

Bangunan SMK Negeri 2 Yogyakarta” menyimpulkan bahwa secara umum tingkat kelayakan sarana dan prasarana bengkel komputer jurusan teknik gambar bangunan SMK Negeri 2 Yogyakarta dapat dikatakan layak.

Yang terakhir penelitian Rakhmat Bary Nur Setyanto (2011) dengan

judul “Hubungan antara Komitmen, Kepemimpinan dan Kesejahteraan Terhadap Fraud dalam Manajemen Pendidikan di BLPT Yogyakarta” menyimpulkan bahwa Fhitung lebih besar dari pada Ftabel atau 37,101 > 2,752 yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara variabel komitmen, kepemimpinan dan kesejahteraan secara bersama-sama terhadap fraud dalam manajemen pendidikan di BLPT Yogyakarta.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan deskripsi di atas maka dapat diambil kerangka berpikir untuk hubungan antara variabel bebas dan terikat. Kerangka berfikir hubungan antara variabel bebas dan terikat kaitannya dengan penelitian yang dilakukan sebagai berikut.

4. Pengaruh Kelayakan Bengkel terhadap Kesiapan kerja siswa sebagai Instalatir Listrik di bidang Ketenagalistrikan SMK N 3 Yogyakarta.

Kelayakan bengkel merupakan aspek yang dapat berpengaruh terhadap kemampuan dan keterampilan siswa dalam melakukan praktik. Bengkel yang tidak layak tentu saja akan membuat siswa kesulitan dalam mempraktikkan materi yang didapat di sekolah. Bengkel yang layak tentu


(53)

saja akan mempermudah siswa dalam mempraktikkan materi instalasi listrik yang didapat.

Siswa yang mudah dalam mempraktikkan tentu saja akan lebih siap kerja sebagai instalatir listrik, begitu juga sebaliknya siswa yang kesulitan mempraktikkan karena bengkel yang kurang layak tentu saja belum siap kerja sebagai instalatir listrik.

5. Pengaruh Prestasi Siswa pada Mata pelajaran instalasi Rumah terhadap Kesiapan Bekerja sebagai Instalatir Listrik di bidang Ketenagalistrikan SMK N 3 Yogyakarta.

Prestasi belajar instalasi listrik adalah suatu hasil belajar Mata pelajaran instalasi rumah yang merupakan tingkah laku baik berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru berupa nilai akhir serta merupakan kriteria keberhasilan seseorang dalam proses belajar mata pelajaran instalasi Rumah. Prestasi belajar mata pelajaran instalasi rumah ini dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap siswa khususnya dalam instalasi listrik.

Pencapaian prestasi belajar mata pelajaran instalasi rumah yang tinggi akan menimbulkan perasaan senang dan ketertarikan siswa untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh di sekolah dengan menggeluti dunia kerja yang berkaitan dengan instalasi listrik, salah satunya dengan menjadi instalatir listrik. Siswa yang mempunyai prestasi belajar mata pelajaran instalasi listrik yang tinggi, maka tinggi pula kesiapan kerja sebagai


(54)

instalatir, begitu pula sebaliknya jika prestasi belajar mata pelajran instalasi listrik rendah maka rendah pula kesiapan kerja sebagai instalatir. 6. Pengaruh Kelayakan Bengkel dan Prestasi Siswa pada Mata

pelajaran instalasi Rumah terhadap Kesiapan kerja Sebagai Instalatir Listrik di bidang Ketenagalistrikan SMK N 3 Yogyakarta.

Seorang siswa dapat menjadi seorang instalatir listrik yang siap kerja tentu saja harus mempunyai pengalaman praktik yang bagus dan pengetahuan mengenai teorinya memadai. Kedua hal tersebut dapat dicapai apabila ketika praktik kelayakan bengkelnya memadai dan prestasi belajar yang bagus. Siswa yang praktik dengan bengkel layak tentu saja akan mendapatkan keterampilan memadai, begitu juga dengan siswa yang mempunyai prestasi belajar yang bagus tentu saja pengetahuannya lebih baik dari pada siswa dengan prestasi yang rendah.

Berdasarkan uraian tersebut, dinyatakan bahwa tinggi rendahnya kesiapan kerja siswa sebagai instalatir listrik mempunyai pengaruh bersama-sama dengan tingkat tinggi rendahnya kelayakan bengkel dan prestasi belajar siswa.


(55)

Paradigma atau model hubungan antara variabel X1, X2 dan Y dapat digambarkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Paradigma Ganda dengan Dua Variabel Independen Keterangan:

X1 : Kelayakan bengkel

X2 : prestasi mata pelajaran Instalasi Rumah Y : kesiapan kerja sebagai instalatir

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut.

1. Kelayakan bengkel berpengaruh positif terhadap kesiapan bekerja sebagai instalatir listrik di bidang teknik ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta.

2. Prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi rumah berpengaruh positif terhadap kesiapan bekerja sebagai instalatir listrik di bidang teknik ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta.

X1

Y


(56)

3. Kelayakan bengkel dan prestasi siswa pada mata pelajaran instalasi rumah secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap kesiapan bekerja sebagai instalatir listrik di bidang teknik ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta.


(57)

44 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 3 Yogyakarta, tepatnya di kelas XI Program Keahlian Teknik Ketenagalistrikan. Pelaksanaan penelitian membutuhkan waktu 2 bulan yaitu Mei dan Juni 2012.

B. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian expostfacto. Penelitian expostfacto yaitu penelitian yang hanya mengungkap fakta berdasarkan pengukuran gejala yang telah terjadi pada diri responden (Nana Sudjana dan Ibrahim, 2007: 56). Penelitian ini, peneliti tidak membuat perlakukan atau manipulasi terhadap variabel penelitian. Pengukuran dilakukan secara alami tanpa perlakuan khusus (treatment).

Berdasarkan tingkat penjelasannya (level of explanation) penelitian ini termasuk jenis penelitian assosiatif, yaitu untuk mengetahui hubungan yang terjadi antar variabel independen maupun antar variabel independen dengan variabel dependen. Data yang diperoleh berupa data interval, sehingga teknik statistik yang digunakan adalah teknik statistik inferensial parametris. Teknik ini digunakan untuk menarik kesimpulan berdasarkan data yang diperoleh dari sampel untuk menggambarkan karakterisktik atau ciri dari suatu populasi.


(58)

C. Variabel Penelitian 1. Variabel Penelitian

a. Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, predictor, antecedent. Variabel Independen dalam bahasa Indonesia sering disebut variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat) (Sugiyono, 2009:4). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Kelayakan Bengkel Jurusan Teknik Ketenagalistrikan SMK Negeri 3 Yogyakarta (X1) dan Prestasi Siswa pada Mata Pelajaran Instalasi Rumah (X2).

b. Variabel Dependen

Variabel ini disebut sebagai variabel output, kriteria, dan konsekuen. Variabel dependen dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009: 4). Variabel terikat dalam penelitian ini, variabel terikatnya adalah Kesiapan Bekerja Sebagai Instalatir Listrik (Y). 2. Paradigma Penelitian

Penelitian kuantitatif/positivistik, yang dilandasi pada suatu asumsi bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala bersifat kausal (sebab akibat), maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan memfokuskan kepada beberapa variabel saja. Pola hubungan


(59)

antara variabel yang akan diteliti tersebut selanjutnya disebut sebagai paradigma penelitian atau model penelitian.

Paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang menunjukan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan (Sugiyono, 2009: 8).

3. Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

a. Variabel kelayakan bengkel (X1) adalah ketersediaan prasarana ruang dan fasilitas yang mendukung kesiapan kerja sebagai instalatir listrik pada Program Keahlian Ketenagalistrikan di SMK N 3 Yogyakarta. Jenis data pada variabel ini adalah interval. Pengukuran variabel ini menggunakan angket yang dibatasi pada indikator:

1) atmosfer bengkel (kondisi bengkel), 2) perawatan bengkel,

3) peralatan praktik,

4) perlengkapan bahan praktik,

5) penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (k3), 6) penerapan 5s (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke).


(60)

b. Variabel prestasi mata pelajaran Instalasi Rumah (X2) adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa kelas XI Program Keahlian Ketenagalistrikan di SMK N 3 Yogyakarta yang dituangkan oleh guru dalam bentuk nilai. Jenis data pada variabel ini adalah interval. c. Variabel kesiapan kerja sebagai instalatir (Y) adalah kesiapan kerja

siswa kelas XI Program Keahlian Ketenagalistrikan SMK N 3 Yogyakarta untuk terjun ke dunia kerja sebagai instalatir listrik dengan bekal kemampuan-kemampuan dibidang listrik yang dimilikinya. Jenis data pada variabel ini adalah interval. Pengukuran variabel ini menggunakan angket yang dibatasi pada indikator:

1) mempunyai pertimbangan yang logis, 2) mempunyai kemampuan untuk bekerja sama, 3) mempunyai sikap kritis,

4) bertanggung jawab, 5) berambisi untuk maju,

6) mempunyai kemampuan membaca gambar instalasi listrik,

7) mempunyai kemampuan menentukan jumlah biaya bahan serta tenaga kerja yang diperlukan untuk pembuatan dan pemasangan instalasi listrik,


(61)

9) memiliki pengetahuan teori praktik instalasi listrik untuk memahami dan memecahkan masalah yang timbul dalam pekerjaan,

10) menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja (k3). D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti utuk dipelajari dan kemudahan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 61).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI Program Keahlian Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik SMKN 3 Yogyakarta, semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 116 siswa yang terbagi dalam empat kelas.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Populasi yang besar membuat peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono, 2009: 62).


(62)

Penentuan sampel penelitian ini diambil secara acak (random sampling). Semua anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel, sedangkan teknik penentuan jumlah sampel menggunakan persamaan dari Taro Yamane atau Solvin (Riduwan 2007: 254) sebagai berikut.

... (1) Keterangan:

n = Ukuran sampel,

N = Ukuran populasi = 116 responden (diambil dari data siswa kelas

XI SMK N 3 Yogyakarta),

d = Presisi (ditetapkan 5% dengan tingkat kepercayaan 95%)

Berdasarkan persamaan (1) diperoleh jumlah sampel sebesar: responden

Jumlah sampel sebanyak 90 responden tersebut kemudian ditentukan jumlah masing-masing sampel menurut tingkat siswa yang berada di masing-masing kelas secara proportionate sampling dengan persamaan:

... (2) Keterangan:

n = Ukuran sampel seluruhnya,

ni = Jumlah sampel menurut stratum,

N = Ukuran populasi = 116 responden (diambil dari data siswa kelas XI SMK N 3 Yogyakarta),

Ni = Jumlah populasi menurut stratum.

Dengan menggunakan persamaan (2) di atas, maka diperoleh jumlah sampel menurut masing-masing strata sebagai berikut.


(63)

Kelas XI TL1 = responden

Kelas XI TL2 = responden

Kelas XI TL3 = responden

Kelas XI TL4 = responden

Berdasarkan perhitungan di atas dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 2. Jumlah Sampel Tiap Kelas

Kelas Jumlah Populasi Jumlah Sampel

XI TL 1 28 22 siswa

XI TL 2 32 25 siswa

XI TL 3 32 25 siswa

XI TL 4 24 19 siswa

Jumlah 116 90 siswa

Teknik pengambilan sampel yang dipakai adalah incidental sampling, maksudnya siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sebagai sampel.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi adalah “teknik pengumpulan data dengan cara mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya” (Suharsimi Arikunto, 2006: 231). Teknik ini digunakan untuk menjaring data prestasi Instalasi Rumah (X2) pada siswa kelas XI Program Keahlian Ketenagalistrikan di SMK N 3 Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.


(64)

2. Teknik Penyebaran Angket atau Kuesioner

Teknik penyebaran kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data variabel kelayakan bengkel (X1) dan kesiapan kerja sebagai instalatir (Y) siswa kelas XI Program Keahlian Teknik Ketenagalistrikan di SMK N 3 Yogyakarta tahun pelajaran 2011/2012.

Angket yang digunakan merupakan angket tertutup dengan bentuk jawaban skala 4 dari Likert. Tiap-tiap butir pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban.

3. Observasi

Observasi dalam penelitian ini merupakan pengamatan secara langsung mengenai kondisi teknis yang ada dilapangan. Hal yang akan diobservasi adalah mengenai lingkungan bengkel meliputi kelengkapan peralatan praktik, perawatan praktik.

F. Skala Pengukuran

Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2010). Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah Rating Scale (skala bertingkat). Rating Scale sendiri adalah skala pengukuran dimana data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kuantitatif. Penggunaan skala pengukuran rating scale yang terpenting adalah harus dapat mengartikan


(65)

setiap angka yang diberikan pada alternatife jawaban pada setiap item instrumen (Sugiyono, 2010: 133).

Penelitian ini dibuat dalam bentuk checklist dengan menggunakan skala bertingkat yaitu: (a) bobot 4 (sangat siap), (b) bobot 3 (siap), (c) bobot 2 (kurang siap), dan (d) bobot1 (tidak siap). Keempat dimensi tersebut selanjutnya akan dijabarkan menurut metode rating scale.

Proses perhitungan persentase dilakukan dengan cara mengalikan hasil bagi skor riil dengan skor ideal dengan seratus persen (Sugiyono, 2010: 133), dengan rumus sebagai berikut:

Pencapaian = x 100 % Tabel 3. Kriteria Penilaian

Bobot Definisi Kriteria Pencapaian

4 3 2 1

Sangat Layak Layak Kurang Layak

Tidak Layak

76% - 100% 51% - 75% 26% - 50% 0% - 25% sumber: (Sugiyono: 2010).

G. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa angket (kuesioner) untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan bengkel berdasarkan standar yang ada pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2008 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan Kesiapan Kerja sebagai Instalatir Listrik. Angket (kuesioner) ini disajikan dalam bentuk skala likert empat alternatif

jawaban, sehingga responden tinggal memberi tanda silang (√ ) pada jawaban


(66)

Tabel 4. Skala Likert Empat Alternatif Jawaban

No Alternatif Jawaban Skor Item

Pernyataan 1 Sangat Setuju / Selalu/ Semua 4 2 Setuju / Sering / Sebagian Besar 3 3 Tidak Setuju / Jarang/ Sebagian Kecil 2 4 Sangat Tidak Setuju/ Tidak Pernah/ Tidak

Ada 1

Berdasarkan definisi operasional masing-masing variabel, maka dapat disusun indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut. Kisi-kisi pengembangan instrumen untuk masing-masing variabel dijabarkan di dalam Tabel 5.

Tabel 5. Kisi-Kisi Instrumen Kelayakan Bengkel

No Indikator No Butir Jumlah

1 Atmosfer Bengkel (Kondisi Bengkel). 1-10 10

2 Perawatan Bengkel. 11-16 6

3 Peralatan Praktik. 17-36 20

4 Perlengkapan Bahan Praktik. 37-50 14 5 Penerapan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (K3). 51-55 5

6 Penerapan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke/Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin).

55-60 5


(67)

Tabel 6. Kisi-Kisi Instrumen Kesiapan Kerja Sebagai Instalatir

No Indikator Nomor Jumlah

1. Mempunyai pertimbangan logis 1-4 4 2. Mempunyai kemampuan bekerja sama. 5-8 4

3. Memiliki sikap kritis. 9-11 3

4. Bertanggung jawab. 12-14 3

5. Mempunyai ambisi untuk maju. 15-18 4 6. Mempunyai kemampuan membaca gambar

instalasi listrik. 19-21 3

7. Mempunyai kemampuan menentukan jumlah biaya bahan serta tenaga kerja yang diperlukan untuk pembuatan dan pemasangan instalasi listrik.

22-24 3

8. Memiliki kemampuan memasang instalasi

listrik. 25-29 5

9. Memiliki pengetahuan teori praktek instalasi listrik untuk memahami dan memecahkan masalah yang timbul dalam pekerjaan.

30-34 5 10. Menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3). 35-40 6

Jumlah 40

sumber: (Dali Gulo, 2008).

H. Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian 1. Validitas Instrumen

Penelitian ini menggunakan validitas isi dan validitas konstruksi, dimana kedua validitas ini dapat dijabarkan sebagai berikut.

a. Validitas Konstruksi (Construct validity)

Sebuah instrumen dikatakan mempunyai validitas konstruksi, apabila butir-butir instrumen tersebut mengukur setiap aspek berfikir yang telah disebutkan dalam tujuan instruksional khusus. Uji validitas konstruk dilaksanakan dengan jalan Expert Judgement yaitu


(68)

dikonsultasikan pada pakar ahli tentang butir-butir instrumen yang telah dibuat, konsultasi ini dilakukan para pakar ahli dari Universitas Negeri Yogyakarta. Hasil dari konsultasi dengan pakar ahli tersebut dijadikan masukan untuk menyempurnakan instrumen sehingga layak dipakai untuk mengambil data.

b. Validitas Isi (Content validity)

Validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui isi instrumen yang sesuai dengan data yang akan diukur. Cara yang ditempuh adalah (1) menyusun butir-butir instrumen berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan dari masing-masing variabel, dan (2) mengkonsultasikan instrumen kepada para ahli (experts judgement) dalam penelitian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing, maka selanjutnya diujicobakan pada sampel. Data yang sudah didapat dan ditabulasikan, maka pengujian validitas isi dilakukan dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor butir instrumen dengan persamaan P earson Product Moment sebagai berikut.

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara X dan Y N = Jumlah responden

ΣXY = Total perkalian antara skor butir dengan skor total

ΣX = Jumlah skor butir

ΣY = Jumlah skor total

ΣX2

= Jumlah kuadrat skor butir

ΣY2

= Jumlah kuadrat skor total (Sugiyono, 2009: 228)


(69)

Selanjutnya dihitung dengan rumus: thitung =

Dimana:

thitung = Nilai t hitung

r = Koefisien korelasi hasil r hitung n = Jumlah Responden

(Sugiyono, 2009:230)

Distribusi (Tabel t) untuk α = 0,05 dan derajat kebebasan

(dk=n-2). Kaidah keputusan: Jika thitung > ttabel berarti valid, jika sebalikya thitung < ttabel berarti tidak valid.

Butir instrumen yang gugur tidak diganti dengan butir instrumen yang baru karena indikator variabel masih terwakili oleh butir instrumen yang valid. Berikut ini hasil dari uji validitas instrumen penelitian untuk variabel Kelayakan Bengkel (X1), dan Kesiapan Kerja Siswa sebagai Instalatir Listrik (Y).

1) Instrumen Kelayakan Bengkel

Tabel 7. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Kelayakan Bengkel

No Indikator No Butir

Soal No Butir Soal Valid No Butir Soal Gugur 1 Atmosfer Bengkel (Kondisi

Bengkel).

1-10 1-10

2 Perawatan Bengkel. 11-16 11-16

3 Peralatan Praktik. 17-36 17-36

4 Perlengkapan Bahan Praktik. 37-50 37-50 5 Penerapan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3).

51-55 51-52, 54,55

53

6

Penerapan 5S (Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke/Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin).

55-60 55-60


(70)

2) Instrumen Kesiapan Kerja Sebagai Instalatir Listrik

Tabel 8. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Kesiapan Kerja

No Indikator

No Butir Soal No Butir Soal Valid No Butir Soal Gugur 1. Mempunyai pertimbangan logis 1-4 1-4

2. Mempunyai kemampuan bekerja sama. 5-8 5-8 3. Memiliki sikap kritis. 9-11 9-11

4. Bertanggung jawab. 12-14 12-14

5. Mempunyai ambisi untuk maju. 15-18 15-17 18 6. Mempunyai kemampuan membaca

gambar instalasi listrik. 19-21 19-21 7. Mempunyai kemampuan menentukan

jumlah biaya bahan serta tenaga kerja yang diperlukan untuk pembuatan dan pemasangan instalasi listrik.

22-24 22-24 8. Memiliki kemampuan memasang

instalasi listrik . 25-29 25-29

9. Memiliki pengetahuan teori praktek instalasi listrik untuk memahami dan memecahkan masalah yang timbul dalam pekerjaan.

30-34 30-34 10. Menerapkan Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3). 35-40 35-40

Jumlah 40 39 1

2. Reabilitas Instrumen

Instrumen memiliki tingkat reliabilitas memadai jika instrumen tersebut digunakan mengukur aspek yang diukur beberapa kali dan hasilnya sama atau relatif sama. Reliabilitas instrumen dengan satu kali pengukuran ditentukan berdasarkan koefisien reliabilitas yang dimiliki. Pengujian instrumen dengan metode Alpha perlu untuk dilakukan. Berikut ini adalah rumus metode Alpha.


(71)

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pertanyaan/soal = Jumlah varians butir

= Varians total (Sugiyono, 2009: 365)

Hasil perhitungan reliabilitas (koefisien alpha) akan berkisar antara 0 sampai dengan 1. Semakin besar nilai koefisien reliabilitas maka semakin besar pula keandalan alat ukur yang digunakan. Penentuan tingkat reliabilitas instrumen penelitian maka digunakan pedoman berdasarkan nilai koefisien reliabilitas korelasi sebagai berikut.

Tabel 9. Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Tingkat Reliabilitas 0,800 – 1,000 Sangat tinggi 0,600 – 0,799 Tinggi 0,400 – 0,599 Cukup 0,200 – 0,399 Rendah Kurang dari 0,200 Sangat rendah

Hasil dari pengujian tingkat reliabilitas pada angket yang akan digunakan untuk penelitian dengan 30 responden ditunjukan pada Tabel 10 menunjukkan data sebagai berikut.

Tabel 10. Hasil Nilai Koefisien Reliabilitas

No. Instrumen Penelitian Jumlah

Butir

Koefisien (α)

Tingkat

Reliabilitas Keterangan

1. Kelayakan Bengkel 60 0,994 Sangat tinggi Reliable

2. Kesiapan Kerja

Sebagai Instalatir Listrik


(1)

(2)

163

7. Kondisi Bahan Praktik Instalasi listrik


(3)

163

LAMPIRAN VII SURAT IJIN PENELITIAN


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH GAYA BELAJAR DAN MOTIVASI BERPRESTASI SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR PRAKTIK INSTALASI LISTRIK DI SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA.

0 1 93

KONTRIBUSI KREATIVITAS KERJA DAN HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN PRODUKTIF TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XI KOMPETENSI TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK 1 SEDAYU BANTUL.

0 0 122

PENGARUH KOMPETENSI KERJA DAN MOTIVASI KERJA TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KELAS XII PROGRAM STUDI TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK N 2 YOGYAKARTA.

0 2 95

PENGARUH KESADARAN BELAJAR, KEMANDIRIAN BELAJAR, DAN FASILITAS BENGKEL TERHADAP KOMPETENSI SISWA PADA MATA DIKLAT DASAR INSTALASI LISTRIK DI SMK N 3 YOGYAKARTA.

1 1 165

PENGARUH MOTIVASI MEMASUKI DUNIA KERJA TERHADAP KESIAPAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI SISWA DI SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

0 1 132

PENGARUH WAWASAN TECHNOPRENEURSHIP, BIMBINGAN KARIER, DAN INFORMASI DUNIA KERJA TERHADAP KESIAPAN BERWIRAUSAHA SISWA KELAS XII TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

0 3 166

PENGARUH PRESEPSI SISWA TENTANG KELAYAKAN BENGKEL DAN PRESTASI TEORI PROSES PEMESINAN TERHADAP PRESTASI PRAKTIK BUBUT SISWA KELAS XII TEKNIK PEMESINAN SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA.

1 6 85

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF PADA MATA PELAJARAN INSTALASI MOTOR LISTRIK DI SMK NEGERI 3 YOGYAKARTA.

0 1 237

PENGARUH BIMBINGAN DAN KESIAPAN KERJA TERHADAP PRESTASI PRAKTIK INDUSTRI PROGRAM KEAHLIAN TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK SISWA KELAS XI SMK DI KULON PROGO.

0 0 143

PENGARUH PRESTASI MATA PELAJARAN PRODUKTIF, PRAKTIK KERJA INDUSTRI TERHADAP KESIAPAN KERJA SISWA KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK KOMPUTER DAN JARINGAN SMK NEGERI 1 BANTUL.

0 0 168