Moch. Iqbal Sany F3309072

(1)

commit to user

iii

HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH

STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA

TUGAS AKHIR

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Akuntansi

Oleh :

MOCH. IQBAL SANY NIM F3309072

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

iv

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Tugas Akhir dengan judul “HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN

KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA)“ telah disetujui oleh

Dosen Pembimbing untuk diujikan guna mencapai derajat Ahli Madya Program Studi DIII Akuntansi FE UNS

Surakarta, Agustus 2012

Disetujui dan diterima oleh,

Pembimbing

Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. NIP. 197511032000122001


(3)

commit to user

v

HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Tugas Akhir Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Akuntansi

Nama : Moch Iqbal Sany

NIM : F3309072

Judul Tugas Akhir : Hambatan Dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel

Sebagai Akibat Dari Otonomi Daerah (Studi Kasus Pada DPPKA Kota Surakarta)

Surakarta, Agustus 2012

Tim Penguji Tugas Akhir

1. Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak. (……….)

NIP. 195912161990031001 Penguji

2. Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. (………)

NIP. 197511032000122001 Dosen Pembimbing


(4)

commit to user

vi MOTTO

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. Alam Nasyroh: 5)

“Laa yukallifullaahu nafsan ilaa wus’ahaa”,

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”. (QS. Al-Baqarah:286)

Jangan berputus asa dalam mencari Ilmu bila Ilmu yang dicari itu tidak mau masuk kedalam sanubari, tapi bersabarlah,karena air yang lembut itu apabila menitis keatas sebiji batu yang besar secara berterusan, batu itu

pasti akan mempunyai lekuk. (Penulis).

PERSEMBAHAN

karya ini penulis persembahkan untuk:

1. Almighty Allah SWT.

2. Mami dan Papiku.

3. Adikku, Fa’i dan Faza.

4. Sahabat-sahabatku yang selalu

menemaniku dalam suka dan duka.

5. Almamaterku


(5)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya serta ridho-Nya, sehingga Tugas Akhir dengan judul “HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA “ dapat terselesaikan dengan baik.

Penyusunan Tugas Akhir ini bertujuan untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya Akuntansi Keuangan jurusan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini Penulis mendapat bimbingan, petunjuk dan bantuan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga Tugas Akhir ini dapat Penulis selesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu dengan segenap cinta dan ketulusan batin, Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. The Almighty Allah SWT, Engkau Maha Pengasih dan Maha Penolong.

2. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.Si., selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret

3. Bapak Dr. Wisnu Untoro, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas

Sebelas Maret.

4. Bapak Drs. Agus Budiatmanto, M.Si., Ak. Selaku Ketua Prodi DIII Akuntansi


(6)

commit to user

viii

5. Ibu Christiyaningsih Budiwati, SE.,MSi., Ak. Selaku Dosen Pembimbing

Tugas Akhir yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan kepada Penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.

6. Bapak Drs. AG. Agung Hendratno.,Msi. Selaku Kepala Bidang DAFDA &

Dokumentasi DPPKA Surakarta, karena telah memberikan ijin untuk magang kerja di bidang DAFDA & Dokumentasi DPPKA Surakarta dan atas bimbingan serta pengarahannya selama magang kerja kepada Penulis.

7. Bapak Sumitro, S.Sos selaku Staf Seksi Pendaftaran dan Pendataan DPPKA

Surakarta yang bersedia memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran.

8. Seluruh Karyawan DAFDA & Dokumentasi, atas bantuannya Penulis

mengucapkan banyak terimaksih.

9. Bapak Sutaryo, SE, Msi, Ak. Selaku dosen yang bersedia memberikan

bimbingan dan konsultasinya.

10.Seluruh Staf Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada Penulis.

11.Mami dan Papi tersayang dan tercinta, terima kasih atas segala cinta dan kasih

sayangnya, perhatian, dan pengorbanan yang selama ini engkau berdua berikan secara moril dan materiil, serta doa engkau berdua yang luar biasa dan takkan pernah putus. Engkau adalah teladan hidupku.

12.Adik-adiku Faikar dan Faza yang selalu mendukung. Terima kasih atas kasih

sayang, perhatian, kerukunan, dan canda tawanya. Semoga kita tetap bersatu sampai kapanpun dan selalu kompak.


(7)

commit to user

ix

13.Teman-teman terbaikku sepanjang masa : Lusiana, Icha, Logam, Iphan,

Fanda, Kaendah. Semoga kita bersahabat selamanya, sampai jumpa dalam sebuah masa depan dan kesuksesanmu kawan. I love you and I miss you!!!!

14.Dua teman spesial kongkow2, Saif Prambors dan Leon PTPN

15.Teman-teman Liason Officer (LO): Leonnore, Saif, Dhamar, Galih, Khakim,

Satriyo, Yustian, dan teman-teman sekelas lainnya Haris, Gunawan, Heru, Husein. Semoga kita selalu kompak dan setia dalam suka dan duka. Keep your spirit, Move On…..Friends!!!!

16.Teman-teman magang Balai Kota dan teman-teman DIII Akuntansi ABC

2009 yang selalu kompak dan rajin. We are the best!!!.

17.Dan semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu, Penulis

ucapkan banyak terimakasih

Tiada balasan lebih yang dapat Penulis berikan selain ucapan terimakasih dan do’a atas seluruh bantuan, dukungan, nasehat, bimbingan dan do’a restu yang telah diberikan dengan tulus kepada Penulis. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlipat. Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, maka dengan terbuka Penulis menerima saran dan kritik demi kesempurnaan penulisan Tugas akhir ini.

Akhir kata Penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi Pembaca pada khususnya dan Masyarakat pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Surakarta, 2012


(8)

commit to user

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. GAMBARAN UMUM DPPKA SURAKARTA 1. Fungsi dan Tugas Pokok DPPKA Kota Surakarta ... 1

2. Struktur Organisasi DPPKA Kota Surakarta ... 4

3. Deskripsi Divisi/Bidang DPPKA Kota Surakarta ... 7

4. Rencana Stratejik DPPKA Kota Surakarta ... 14

B. LATAR BELAKANG MASALAH ... 17

C. PERUMUSAN MASALAH ... 23

D. TUJUAN PENELITIAN ... 24


(9)

commit to user

xi

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Pajak ... 26

2. Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya ... 31

3. Pengertian Pajak Daerah ... 32

4. Jenis-jenis Pajak Daerah ... 34

5. Tujuan Pajak Daerah ... 35

6. Fungsi Pajak Daerah ... 35

7. Landasan Hukum Pajak Daerah ... 36

8. Syarat-syarat Pemungutan Pajak ... 37

9. Sistem Pemungutan Pajak ... 39

10. Pengertian Hotel ... 43

11. Pengertian Pajak Hotel ... 43

12. Nama ... 46

13. Subjek Pajak Hotel ... 46

14. Wajib Pajak Hotel ... 46

15. Objek Pajak Hotel ... 46

16. Dasar Pengenaan Pajak Hotel ... 47

17. Tarif Pajak Hotel ... 48

18. Cara Penghitungan Pajak Hotel ... 49

19. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah Pemungutan Pajak ... 49


(10)

commit to user

xii

21. Pengertian Sistem ... 52

22. Pengertian Pemungutan Pajak ... 53

23. Pengertian Kas ... 53

24. Klasifikasi Hotel/Penginapan ... 54

25. Pengertian Otonomi Daerah ... 56

26. Surat Pemberitahuan Pajak daerah (SPTPD) ... 56

27. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) ... 56

28. Surat Ketetapan Pajak daerah (SKPD) ... 56

29. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) ... 57

30. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) ... 57

31. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)... 57

32. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB) ... 57

33. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) ... 57

34. Surat Keputusan Pembetulan ... 57

35. Surat Keputusan Keberatan ... 58

36. Putusan Banding ... 58

B. PEMBAHASAN 1. Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel pada DPPKA Kota Surakarta ... 58

2. Hambatan dalam Sistem Pemungutan Kas Pajak Hotel Bagi DPPKA Kota Surakarta ... 66


(11)

commit to user

xiii

3. Hambatan dalam Sistem Pembayaran Kas Pajak Hotel

Bagi Wajib Pajak Hotel Kota Surakarta ... 73

4. Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Sistem Pemungutan

Kas Pajak Hotel... 76

BAB III TEMUAN

A. KELEBIHAN ... 78

B. KELEMAHAN ... 81

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN ... 82

B. SARAN ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

commit to user

xiv DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

I.1. Jumlah Pegawai DPPKA Berdasarkan Jabatan ... 13

I.2. Jumlah Pegawai DPPKA Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 13


(13)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman


(14)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pernyataan

2. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD)

3. Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD)

4. Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD)


(15)

commit to user

ABSTRAK

HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH

STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA

MOCH IQBAL SANY F3309072

Penelitian dalam rangka penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hambatan dalam proses pemungutan pajak hotel dan bagaimana upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta (DPPKA) terhadap masalah tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis melakukan pengumpulan data antara lain metode wawancara, metode dokumentasi. Metode wawancara dilakukan wawancara terhadap petugas pelaksana pemungut kas pajak hotel (karyawan DPPKA) dan Wajib Pajak Hotel di Kota Surakarta. Metode dokumentasi penulis mencari informasi dari buku, jurnal, dan sumber-sumber lain yang dapat mendukung. Sedangkan metode studi pustaka, penulis mempelajari peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang berkaitan dengan pajak hotel.

Berdasarkan penelitian ini, penulis menemukan hambatan-hambatan yang menjadikan menurunnya respon para wajib pajak dalam menyetorkan pajak hotel di DPPKA Kota Surakarta. Penulis membaginya menjadi dua bentuk hambatan yaitu, hambatan internal antara lain tidak dilaksanakannya audit secara terus-menerus, tidak terkoordinir secara baik mengenai sosialisasi dan penyuluhan peraturan pajak daerah. Kemudian hambatan eksternal yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif seperti kurangnya kesadaran masyarakat, perkembangan intelektual dan moral masyarakat, selain itu sistem perpajakan yang sulit

dipahami. Selain itu penerapan sistem pemungutan full self assessment system

juga berpengaruh besar dalam pemungutas kas pajak hotel.

Mengingat kontribusi pajak hotel yang cukup besar terhadap penerimaan sektor pajak, penulis menyarankan, sudah selayaknya terus-menerus dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, agar pajak hotel dapat maksimal dan terus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.


(16)

commit to user

ABSTRACT

HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH

STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA

MOCH IQBAL SANY F3309072

The objective of this research is to find out how obstacle in the collecting of cash hotel process, and how the effort of DPPKA for handling this obstacle. To reach that purpose, the writer do the data collecting such as interview method and documentation method. To do the Interview method, the writer interviewed some collected cash hotel tax staff (DPPKA staff) and tax payer in Surakarta. For Documentation Method, the writer find an information from some sources which support to finish this research. Meanwhile, for the library study method, writer learn the rules of law and also local rules which has a relation with the hotel tax.

Based on this research, the writer find the obstacle that cause responsibility decrease of tax payer to pay the tax in DPPKA Surakarta.The writer divided this obstacles into two parts, first, the internal obstacle problem, which is careless of audit in continous, and careless of socialism coordinate about local tax rules. Then, the external obstacle problem such as active fight and passive fight, like the less of public obligation, intellectual improving, and public morality, in addition

of it, such as tax payment system that hard to understood. Beside it, the full self

assessment system also has a big influence in tax hotel payment.

Remember the contribution of hotel tax which make an acceptance income of local tax is big enough, the writer suggest, it should be continue to do the intensification and extensification of tax, in order that the hotel tax can do the maximum, and always has the improvement for years later.


(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. GAMBARAN UMUM DPPKA SURAKARTA

1. Fungsi dan Tugas Pokok DPPKA Surakarta

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) merupakan salah satu dinas daerah yang mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan pengelolaan keuangan dan asset.

Pendapatan yang menjadi kewenangan pengelolaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset meliputi :

a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu :

1) Hasil Pajak Daerah.

2) Hasil Retribusi Daerah.

3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan

4) Lain – lain PAD yang sah.

b. Dana Perimbangan, dan

c. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.

Dalam melaksanakan pengelolaan keuangan dan aset DPPKA mempunyai kewenangan sebagai berikut.

a. Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan


(18)

commit to user

(PPAS) dan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA – SKPD).

b. Penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

c. Pelaksanaan dan perubahan APBD.

d. Panatausahaan Keuangan Daerah.

e. Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

f. Pengendalian defisit anggaran dan penggunaan surplus APBD.

g. Pengelolaan Kas Umum Daerah.

h. Pengelolaan Piutang Daerah.

i. Pengelolaan Investasi daerah.

j. Pengelolaan Barang Milik Daerah.

k. Pengelolaan dana cadangan.

l. Pengelolaan utang daerah.

m. Pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah.

n. Penyelesaian kerugian daerah.

o. Pengelolaan Keuangan badan layanan umum daerah.

p. Pengaturan pengelolaan keuangan daerah.

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta sesuai dengan Perda No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota No. 24 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta.


(19)

commit to user

Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset

Untuk Melaksanakan tugas pokok tersebut Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset mepunyai fungsi sebagai berikut.

a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas.

b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan.

c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib

retribusi.

d. Pelaksanaan perhitungan, penetapan dan angsuran pajak dan retribusi.

e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta

pendapatan lain.

f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan

pendapatan lain.

g. Penyelenggaraan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan

akuntansi.

h. Pengelolaan aset barang daerah.

i. Penyiapan penyusunan, perubahan dan perhitungan anggaran

pendapatan dan belanja daerah.

j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah.

k. Penyelenggaraan sosialisasi.

l. Pembinaan jabatan fungsional.


(20)

commit to user 2. Struktur Organisasi DPPKA Surakarta

Dalam suatu badan organisasi diperlukan adanya struktur organisasi untuk memperlancar tugas serta fungsi dari masing masing staff yang diharapkan.


(21)

commit to user

Sesuai dengan Perda Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta Bagian Keempatbelas Pasal 35, Susunan Organisasi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah sebagai berikut.

a. Kepala.

b. Sekretariat, membawahi :

1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan.

2) Subbagian Keuangan.

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi :

1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan.

2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data.

d. Bidang Penetapan, membawahi :

1) Seksi Perhitungan.

2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan.

e. Bidang Penagihan, membawahi :

1) Seksi Penagihan dan Keberatan.

2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain

f. Bidang Anggaran, membawahi :

1) Seksi Anggaran I.


(22)

commit to user

g. Bidang Perbendaharaan, membawahi :

1) Seksi Pembendaharaan I.

2) Seksi Perbendaharaan II.

h. Bidang Akuntansi, membawahi :

1) Seksi Akuntansi I.

2) Seksi Akuntansi II.

i. Bidang Aset, membawahi :

1) Seksi Perencanaan Aset.

2) Seksi Pengelolaan Aset.

j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

k. Kelompok Jabatan Fungsional.

Kepala Dinas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi tersebut diatas; membawahi :

a. Sekretariat

b. Bidang pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi

c. Bidang Penetapan

d. Bidang Penagihan

e. Bidang Anggaran

f. Bidang Perbendaharaan

g. Bidang Akuntansi

h. Bidang Aset

i. Bidang UPTD


(23)

commit to user 3. Deskripsi Divisi/Bidang DPPKA Surakarta

a. Sekretariat

Sekretariat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan, perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan, keuangan, umum dan kepegawaian.

Untuk melaksanakan tugas tersebut diatas, sekretariat mempunyai fungsi sebagai berikut.

1) Penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan,

pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang perencanaan, evaluasi dan pelaporan.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan,

pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, dan pelaksanaan di bidang keuangan.

3) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan,

pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi dan pelaksanaan di bidang umum dan kepegawaian.

4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai


(24)

commit to user

b. Pendaftaran, Pendataan (DAFDA) & Dokumentasi

Bidang Pendaftaran, pendataan dan dokumentasi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pendaftaran, pendataan, dokumentasi dan pengolahan data. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi mempunyai fungsi :

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang pendaftaran dan pendataan.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang dokumentasi dan pengolahan data.

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

c. Penetapan

Bidang penetapan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perhitungan dan penerbitan surat ketetapan. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, Bidang Penetapan mempunyai fungsi :

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang perhitungan.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan


(25)

commit to user

3) Pelaksanaan tuags lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

d. Penagihan

Bidang Penagihan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penagihan, keberatan dan pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lain. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Bidang penagihan mempunyai fungsi :

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang penagihan dan keberatan.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lain.

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

e. Anggaran

Bidang Anggaran mempunyai tugas pokok melaksabnakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan, pengelolaan dan pengendalian anggran pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan APBD dan Perubahan APBD. Untuk melaksanakan tugas


(26)

commit to user

pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Bidang Anggaran mempunyai fungsi :

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang anggaran I.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijkan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang anggaran II.

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

f. Perbendaharaan

Bidang Perbendaharaan mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I dan II. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Bidang Perbendaharaan mempunyai fungsi:

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan I.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakanteknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang pengelolaan perbendaharaan II.

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai


(27)

commit to user

g. Akuntansi

Bidang akuntansi mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang penyelenggaraan tata akuntansi keuangan daerah pada tingkat Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan penyusunan laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kota Surakarta. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Bidang Akuntansi mempunyai fungsi:

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang akuntansi I.

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang akuntansi II.

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oelh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

h. Aset

Bidang Aset mempunyai tugas pokok melaksanakan perumusan kebijaan teknis, pembinaan dan pelaksanaan di bidang perencanaan aset dan pengelolaan aset. Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidang Aset mempunyai fungsi:

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan


(28)

commit to user

2) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan

pelaksanaan di bidang pengelolaan aset.

3) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai

dengan tugas dan fungsinya.

i. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan Jabatan Fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1) Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga

fungisonal yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.

2) Jumlah jabatan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat(1),

ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

3) Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Pembinaan terhadap Pejabat Fungsional sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber daya manusia di Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta menurut jabatan dan tingkat pendidikan adalah sebagai berikut.


(29)

commit to user a. Menurut Jabatan

Tabel I 1. Jumlah Pegawai DPPKA berdasarkan Jabatan

No Jabatan/Golongan Jumlah

1 2 3 4 5 6 7 Eselon II Eselon III a Eselon III b Eselon IV a Eselon IV b Staff PHS Staff THL 1 1 6 20 3 103 19 Sumber : DPPKA Kota Surakarta

b. Menurut Tingkat Pendidikan

Tabel I 2. Jumlah Pegawai DPPKA berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah

1 2 3 4 5 6 S2 S1 D3 SMA SMP SD / Sarjana Muda

14 50 9 58 - 3 Sumber : DPPKA Kota Surakarta


(30)

commit to user 4. Rencana Stratejik DPPKA Surakarta

Sebagai unsur pelaksana pemerintah daerah di bidang pendapatan pengelolaan keuangan dan aset, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset merumuskan rencana stratejik dalam bentuk visi dan misi yang dijabarkan dalam tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

a. Visi dan Misi Visi :

“Terwujudnya peningkatan pendapatan daerah , pengelolaan keuangan dan aset daerah yang optimal, efektif, efisien, transparan serta akuntabel, menuju kemandirian keuangan daerah guna mendukung pembangunan daerah”

Misi :

1) Meningkatkan dan mengintensifkan pendapatan daerah secara

optimal

2) Meningkatkan kelancaran dan ketertiban pengelolaan keuangan

dan aset daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku

3) Mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang efektif efisien

serta akuntabel dengan memperhatikan azas kepatutan dan keadilan


(31)

commit to user b. Tujuan dan Sasaran

Tujuan :

1) Mengoptimalkan sumber – sumber pendapatan daerah untuk

mencapai target pendapatan yang ditetapkan.

2) Mewujudkan efisiensi dan efektifitas dalam pengelolaan keuangan

daerah berdasarkan peraturan yang berlaku.

3) Menyelamatkan dan memberdayakan aset pemerintah kota secara

optimal.

4) Meningkatkan profesionalisme dan peningkatan pelayanan kepada

masyarakat

Sasaran :

1) Terwujudnya pencapaian pendapatan daerah sesuai target yang

ditetapkan

2) Terwujudnya manajemen keuangan daerah yang efektif, efisien,

transparan dan akuntable.

3) Terwujudnya pembakuan status hukum / pensertifikatan dan

perlindungan aset daerah.

4) Peningkatan kesadaran masyarakat sebagai wajib pajak.

c. Kebijakan dan Program

Sesuai dengan perda no. 6 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta yang ditindaklanjuti dengan Perwali no. 24 tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset.


(32)

commit to user

Untuk Kebijakan program yang ditetapkan kaitannya dengan tugas pokok dan fungsi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah sebagai berikut:

1) Dalam usaha untuk mencapai tingkat pendapatan yang telah

ditetapkan, diupayakan dengan mengintesifikasikan sumber – sumber pendapatan daerah yang dikelola Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset, baik dengan jemput bola, pendekatan pelayanan melalui wilayah – wilayah terdekat, sosialisasi kepada masyarakat langsung dengan pembagian leaflet, maupun melalui media elektronik (TATV). Bahkan sampai dengan pembagian hadiah bagi wajib pajak bumi dan bangunan yang melakukan pembayaran tepat waktu.

2) Dalam mengelola keuangan daerah harus dilaksanakan secara

tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan meperhatikan azas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat.

3) Dalam usaha meningkatkan pengelolaan aset daerah diupayakan

dengan meningkatkan pemberdayaan aset daerah, peningkatan status hukum dan pengamanan aset daerah.


(33)

commit to user

B. LATAR BELAKANG MASALAH

Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang dapat diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, oleh karena itu hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pembangunan Daerah juga merupakan bagian dari Pembangunan Nasional, dan Pembangunan Nasional tidak lepas dari Otonomi Daerah merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi yang nyata maksudnya pemberian otonomi kepada daerah berdasarkan faktor-faktor perhitungan tindakan dan kebijaksanaan yang benar-benar menjamin daerah yang bersangkutan secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Sedangkan bertanggung jawab maksudnya pemberian otonomi itu benar-benar sejalan dengan tujuannya yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh pelosok negara dan daerah serta dapat menjamin perkembangan dan pembangunan daerah. Pemberian otonomi bagi pemerintah telah dilaksanakan oleh pemerintah pusat, walaupun belum semua daerah di Indonesia diberi hak otonomi sendiri. Prinsip otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab bagi pemerintah pada dasarnya adalah untuk membantu pemerintah pusat dalam menyelenggarakan pemerintahan. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama menyelenggarakan pemerintahan.


(34)

commit to user

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pengertian daerah otonom adalah daerah otonom selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi konsep otonomi daerah menurut UU No 32 Tahun 2004 adalah pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat ke daerah untuk mengurusi rumah tangganya sendiri. Tanggung jawab daerah adalah menata dan mengelola sumber penerimaan untuk keberlangsungan pembangunan di daerahnya sendiri-sendiri, karena tidak semua pembiayaan pembangunan harus dibiayai oleh pusat, melainkan juga dibiayai oleh daerah. Otonomi daerah adalah hak daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan inisiatif bebas (Soedjito, 1990 :104 )

Dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah disebutkan bahwa :

“Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan di ikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang- Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah, dimana besarnya di sesuaikan dan diselesaikan dengan pembagian kewenangan antara pemerintahan dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah”.


(35)

commit to user

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa daerah otonom itu sendiri mengandung arti bahwa kepada daerah diberi kewenangan untuk mengurus sendiri rumah tangganya. Salah satunya kewenangan dalam bidang keuangan daerah yang meliputi pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah, menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah, mengadakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta penghitungannya. Peranan Pendapatan Daerah merupakan peranan yang sangat penting karena merupakan factor factor yang sangat penting menentukan volume, kekuatan dan kemampuan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah.

Sesuai dengan pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, ditetapkan bahwa sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi adalah:

1. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yaitu :

a. Hasil Pajak Daerah.

b. Hasil Retribusi Daerah.

c. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan

d. Lain – lain PAD yang sah.

2. Dana Perimbangan, dan

3. Lain – lain Pendapatan Daerah yang sah.

Berdasarkan uraian tersebut diatas maka Pajak Daerah merupakan salah satu factor pendukung dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah, karena pembiayaan dan pendanaan yang dipungut dari sektor pajak sangat diperlukan


(36)

commit to user

untuk kegiatan menunjang Pembangunan Daerah. Pajak Daerah umumnya merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelengaraan Pemerintahan Daerah dan Pembangunan Daerah.

Dasar Hukum Pemungutan Pajak Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Tetang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagai berikut.

1. Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Undang-Undang

2. Penentuan tarif dan tata cara pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah

ditetapkan dengan peraturan daerah sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan.

Adapun jenis Pajak Daerah Kota/Kabupaten berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan PP Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah, adalah :

1. Pajak Hotel

2. Pajak Restoran

3. Pajak Hiburan

4. Pajak Reklame


(37)

commit to user

6. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7. Pajak Parkir

8. Pajak Air Tanah

9. Pajak Sarang Burung Walet

10.Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan

11.Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Dari beberapa jenis Pajak Daerah tersebut, yang mengalami peningkatan dalam pengembangan setiap tahunnya adalah Pajak Hotel dan Restoran. Peningkatan ini ditunjang dengan adanya potensi pariwisata yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Adapun keterkaitan antara sektor pariwisata dan sektor perpajakan, yakni bahwa dalam sektor pariwisata terdapat sarana penunjang wisata yaitu objek wisata, hotel dan restoran serta keanekaragaman seni dan budaya, dari setiap penggunaan sarana wisata tersebut dikenakan pajak kepada para penggunanya. Dengan demikian semakin banyak masyarakat yang melakukan kegiatan pariwisata ini maka semakin besar pendapatan bagi sektor pajak.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Hotel yaitu :

Pasal 4 :

1. Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan


(38)

commit to user

sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas ruang pertemuan, olahraga dan hiburan.

2. Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah fasilitas

telepon, facsimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.

3. Tidak termasuk Objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

adalah :

4. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau

Pemerintah Daerah.

a. Jasa sewa apartemen, kondominium dan sejenisnya.

b. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan.

c. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti

asuhan, dan panti social lainnya yang sejenis, dan

d. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh

hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum. Pasal 5 :

1. Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan

pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan Hotel.

2. Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan


(39)

commit to user

3. Dasar perhitungan dan penetapan pajak berdasarkan penetapan tarif pajak

hotel, sesuai Peraturan Daerah untuk Pajak Hotel Nomor 4 Tahun 2011, dimana pengenaan pajak masing-masing yaitu 10% setiap bulan, dari penerimaan, penyelenggaraan, pengusaha hotel.

Namun besar kecilnya penerimaan pajak daerah dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yang menjadi hambatan dalam sistem pemungutan kas Pajak Hotel yaitu sikap Wajib Pajak yang ditunjukkan oleh tingkat kepatuhan Wajib Pajak, sistem perpajakan yang ditunjukkan dengan penerapan Undang-Undang Pajak dan aparat pelaksana yang ditunjukkan dengan pelayanan yang diberikan kepada Wajib Pajak..

Berdasar latar belakang diatas, dalam hal ini penulis ingin meneliti bagaimanakah hambatan dalam proses pemungutan pajak hotel dan apa saja upaya yang dilakukan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Asset Kota Surakarta (DPPKA) sehubungan dengan masalah itu. Serta menuangkannya dalam bentuk Tugas Akhir yang berjudul :

“HAMBATAN DALAM SISTEM PEMUNGUTAN KAS PAJAK HOTEL SEBAGAI AKIBAT DARI OTONOMI DAERAH (STUDI KASUS PADA DPPKA KOTA SURAKARTA)”.

C. PERUMUSAN MASALAH

Penerimaan pendapatan dari sektor pajak hotel merupakan potensi pendapatan yang terbesar bagi Kota Surakarta. Dalam hal ini, keefektifan sistem pemungutan kas pajak hotel sangat perlu untuk diperhatikan guna


(40)

commit to user

mengatasi dan menghindari kendala maupun hambatan dalam pemungutan kas pajak hotel di Kota Surakarta. Untuk itu, dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas, antara lain tentang :

1. Apa saja jaringan prosedur yang membentuk sistem pemungutan kas Pajak

Hotel yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta ?

2. Apa saja hambatan yang ditemui dalam sistem pemungutan kas Pajak

Hotel oleh DPPKA Kota Surakarta dan pembayaran Kas Pajak Hotel oleh Wajib Pajak Hotel?

3. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam sistem pemungutan kas

Pajak Hotel di DPPKA Kota Surakarta ?

D. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengetahui jaringan prosedur yang membentuk sistem pemungutan

kas pajak hotel yang dilaksanakan oleh DPPKA Kota Surakarta,

2. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi oleh DPPKA Kota

Surakarta dalam pemungutan pajak hotel dari Wajib Pajak Hotel sehingga ditemukan solusi maupun upaya dalam mengatasi hambatan tersebut dengan tetap memperhatikan standar dan pedoman yang telah ditetapkan.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta :

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi dalam mengatasi kendala maupun hambatan terkait implementasi sistem pemungutan kas pajak hotel sebagai otonom daerah di Kota Surakarta.


(41)

commit to user

2. Bagi Penulis :

a. Menambah wawasan Penulis tentang perpajakan

b. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama menjalani

perkuliahan tentang Akuntansi Sektor Publik dan Sistem Informasi Akuntansi dalam konsep Pemerintah Daerah.

3. Bagi Pembaca / Pihak lain :

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan tambahan pengetahuan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.


(42)

commit to user

26 BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Pajak

Ilyas dalam Suhendi (2008:33) menjelaskan bahwa penerimaan pemerintah yang digunakan dalam membiayai pembangunan berasal dari beberapa sumber yang dapat dibedakan antara penerimaan pajak dan bukan pajak. Penerimaan bukan pajak salah satunya adalah penerimaan pemerintah yang berasal dari pinjaman pemerintah, baik pinjaman dalam negeri maupun luar negeri dan penerimaan dari badan usaha milik pemerintah sedangkan sumber penerimaan yang lainnya adalah berasal dari pajak.

Masalah pajak adalah masalah masyarakat dan Negara. Dengan demikian setiap orang yang hidup dalam suatu Negara pasti dan harus berurusan dengan pajak baik mengenai pengertiannya, kegunaan dan manfaat serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak. Pajak sebagai sumber penerimaan yang besar bagi Negara dan juga merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang termasuk penting untuk membiayai pembiayaan umum pemerintah dan segala kegiatan kenegaraan, dimana dana adalah merupakan penggerak segala kegiatan dan aktivitas yang sedang dan yang akan dilaksanakan. Salah satu sumber pendapatan daerah di Kota Surakarta yang memberikan andil besar


(43)

commit to user

dibanding pendapatan daerah lainnya yaitu pemungutan pajak hotel yang berada di wilayah Kota Surakarta.

Sebelum Penulis membahas tentang uraian hambatan sistem penerimaan kas pajak hotel, terlebih dahulu Penulis uraikan beberapa pengertian tentang pajak menurut ahli di bidang ekonomi, antara lain sebagai berikut.

a. Menurut Soemitro dalam Mardiasmo (2006;1), pajak adalah iuran

rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

b. Menurut Soemahamidjaja dalam Suandy (2005;10), pajak adalah

iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutupi biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.

c. Menurut Smeets dalam Suandy (2005;10), pajak adalah prestasi

kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan, tanpa ada kalanya kontrapestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual: maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

d. Menurut Djajadiningrat dalam Munawir (2003:1).pajak adalah suatu


(44)

commit to user

disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesehjahteraan umum.

e. Menurut Adriani dalam Resmi (2003;2), pajak adalah iuran

masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

f. Menurut Fieldmann dalam Resmi (2003;1) pajak adalah prestasi

yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran- pengeluaran umum.

g. Menurut Prakoso dalam Rahmanto (2007;22) pengertian Pajak

adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada negara karena Undang-Undang, dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat ditunjuk.

h. Menurut Resmi dalam Resmi (2003;.2). mengatakan pajak dipungut


(45)

commit to user

berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi

pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.

i. Menurut Djajadiningrat dalam Tjahjono dan Husein (2005;2) pajak

sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum,

j. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989;636)

pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada Negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan harga beli barang dan sebagainya.

Penulis menemukan ada dua hal yang penting yaitu pertama iuran yang dapat dipaksakan, artinya iuran yang mau tidak mau harus dibayar oleh rakyat yang dikenakan membayar kewajiban tersebut. Seandainya rakyat atau badan hukum yang oleh pemerintah dikenakan kewajiban membayar iuran tersebut (lazim disebut wajib pajak) tidak melaksanakan pembayaran tersebut, maka wajib pajak yang bersangkutan dapat dikenakan tindakan hukum oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang atau dengan


(46)

commit to user

perkataan lain wajib pajak tersebut dapat dipaksakan oleh pemerintah untuk memenuhi kewajiban perpajakannya dengan menggunakan Surat Paksa dan Sita. Kedua tanpa jasa timbal atau kontra prestasi atau imbalan langsung, yang dapat ditunjukan mengandung arti bahwa wajib pajak yang membayar iuran kepada Negara tidak ditunjukan secara langsung imbalan apa yang diperolehnya dari pemerintah atas pembayaran iuran tersebut. Dari berbagai definisi pajak menurut para ahli diatas, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik kesimpulan tentang cirri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain sebagai berikut.

a. Pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat atau pemerintah

daerah berdasarkan atas Undang-Undang serta aturan pelaksananya.

b. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya)

dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor Negara

(pemungut pajak/administrator pajak).

c. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum

pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin mauapun pembangunan.

d. Tidak dapat ditunjukan adanya imbalan kontraprestasi individual

oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.


(47)

commit to user

e. Selain fungsi budgeter (anggaran) berfungsi mengisi kas

Negara/anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup

pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksakan kebijakan Negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi mengatur).

2. Pajak menurut lembaga pemungutnya

a. Pajak Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

b. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

Pajak daerah terdiri atas:

1) Pajak Propinsi

Contoh: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.

2) Pajak Kabupaten/Kota

Contoh: Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan.


(48)

commit to user 3. Pengertian Pajak Daerah

Bahwa pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna meningkatkan pendapatan asli daerah dan kemandirian daerah dalam rangka percepatan perwujudan kesejahteraan masyarakat dalam Perda (2011;1).

Berikut Penulis jelaskan beberapa pengertian mengenai pajak daerah, yaitu.

a. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011

Tentang Pajak daerah , yaitu Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU

Nomor 34 Tahun 2000 dan UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan beradasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.


(49)

commit to user

c. Menurut Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 1957 Tentang Peraturan Pajak Daerah Pasal 2, yang dimaksud dengan pajak daerah, ialah pungutan Daerah menurut peraturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk pembiayaan rumah tangganya sebagai badan hukum publik.

d. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Daerah dalam Mardiasmo (2006;6).

Dari beberapa pengertian pajak daerah tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan ciri-ciri yang melekat pada pajak daerah, yaitu.

a. Pajak Daerah dipungut berdasar atas kekuatan Undang-Undang

serta aturan pelaksananya.

b. Tidak mendapat imbalan atau kontra prestasi secara langsung

c. Pajak Daerah dipungut oleh Pemeruntah Daerah

d. Pajak Daerah dipungut untuk pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan daerah/rumah tangga daerah

e. Pajak daerah berasal dari pajak Negara yang diserahkan kepada

daerah sebagai pajak daerah.

4. Jenis Jenis Pajak Daerah

Adapun jenis Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) dan Tingkat II (Kota/Kabupaten) berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 2 perubahan atas


(50)

commit to user

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan PP Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah, adalah :

a. Jenis Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi) terdiri atas:

1) Pajak Kendaraan Bermotor;

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;

3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

4) Pajak Air Permukaan; dan

5) Pajak Rokok.

b. Jenis Pajak Daerah Tingkat II (Kota/Kabupaten) terdiri atas:

1) Pajak Hotel

2) Pajak Restoran

3) Pajak Hiburan

4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7) Pajak Parkir

8) Pajak Air Tanah

9) Pajak Sarang Burung Walet

10)Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan


(51)

commit to user 5. Tujuan Pajak Daerah

a. untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber

dari konsumsi

b. untuk mendorong tabungan dan menanam modal

c. untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan

pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah

d. untuk memodifikasi pola investasi

e. untuk mengurangi ketimpangan ekonomi

f. untuk memobilisasi surplus ekonomi

6. Fungsi Pajak daerah

Fungsi pajak dibagi menjadi 4 macam , antara lain :

a. Fungsi Anggaran (Budgeter), yaitu pajak berfungsi sebagi salah satu

sumber pendapatan Negara untuk membiayai

pengeluaran-pengeluarannya. Misalnya untuk membiayai pengeluaran rutin dan

pembangunan. Bila terdapat sisa, maka sisa terebut sebagai public

saving yang akan digunakan untuk public investment.

b. Fungsi Mengatur (regulered), yaitu pajak berfungsi sebagai alat

untuk melakasanakan kebijakan Negara dalam bidang ekonomi, social, cultural dan sebagainya. Misalnya kebijakan di bidang ekonomi, yaitu mendorong produksi dalam negeri.

c. Fungsi sosial (social), yaitu pajak berfungsi sebagai salah satu alatu


(52)

commit to user

pemungutan pajak disesuaikan dengan keadaan ekonomi wajib pajak yang kurang mampu untuk membayar pajak yang tidak besar.

d. Fungsi Pemerataan (Distribution) yaitu pajak mempunyai fungsi

pemerataan artinya dapat digunakan untuk menyeimbangkan dan menyesuaikan antara pembagian pendapatan dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, pajak berfungsi untuk pemerataan pendapatan masyarakat, sebagaimana yang tercantum dalam Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.

7. Landasan Hukum Pajak daerah

Landasan hukum yang mengatur pajak daerah telah mengalami beberapa kali perubahan/pembaharuan, antara lain sebagai berikut.

c. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

d. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang

Pajak Daerah dan retribusi daerah.

e. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi daerah.

f. Peraturan Pemerintah republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001

tentang Pajak Daerah.

g. Undang Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1957


(53)

commit to user

h. Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang

Pajak Daerah.

8. Syarat–Syarat Pemungutan Pajak

Dalam pembayaran pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan maka harus memenuhi beberapa syarat dalam Tjahjono dan Husein (2005;17), yaitu :

a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang- undang (syarat

yuridis).

c. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis).

d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.

Pemungutan pajak dibenarkan hukum karena adanya hubungan kausalitas dari pajak itu sendiri. Secara umum dapat dikatakan bahwa pajak yang dipungut secara langsung ataupun tidak langsung akan kembali digunakan oleh masyarakat dalam bentuk infrastruktur dan pelayanan dalam Tjahjono dan Husein (2005;18). Beberapa landasan yang menjadi dasar pembenaran pemungutan pajak adalah :

a. Teori Asuransi

Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung). Kelemahan teori ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya


(54)

commit to user

ada penggantian dari negara kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang dibayar dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung.

b. Teori Kepentingan

Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masing-masing orang. Teori ini dalam ajarannya yang semula hanya memperhatikan pembagian beban pajak yang harus dipungut dari seluruh penduduk. Pembagian beban ini harus didasarkan atas kepentingan orang masing- masing dalam tugas-tugas pemerintah (yang bermanfaat baginya), termasuk perlindungan atas jiwa

orang-orang beserta harta bendanya.Teori ini dikenal sebagai Benefit

Approach Theory.

c. Teori Gaya Pikul

Teori ini menekankan pada asas keadilan, bahwasanya pajak haruslah sama besarnya untuk setiap orang. Pajak harus dibayar menurut gaya pikul seseorang. Gaya pikul seseorang dapat diukur berdasar besarnya penghasilan dengan memperhitungkan besarnya pengeluaran atau pembelanjaan seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to Pay Approach Theory.

d. Teori Bakti (Teori Kewajiban Pajak Mutlak)

Teori ini mendasarkan pada paham Organische Staatsleer.

Paham mengajarkan bahwa karena sifat negara sebagai suatu perkumpulan dari individu-individu maka timbul hak mutlak


(55)

commit to user

Negara untuk memungut pajak. Dari sudut pandang rakyat, membayar pajak kepada negara merupakan bukti rasa baktinya rakyat/warga kepada negaranya.

e. Teori Asas Daya Beli

Teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara memungut pajak,melainkan hanya melihat pada efeknya dan memandang efek yang baik ini sebagai dasar keadilannya. Penyelenggaraan kepentingan masyarakat dianggap sebagai dasar keadilan pemungutan pajak, bukan kepentingan individu dan bukan pula untuk kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat yang meliputi keduanya.

9. Sistem Pemungutan Pajak

a. Official Assessment System

Sistem ini dilaksanakan sampai pada tahun 1967. Pada sistem ini wewenang pemungutan pajak ada pada fiskus. Fiskus memiliki hak untuk menentukan besarnya utang pajak orang pribadi maupun badan dengan mengeluarkan surat ketetapan pajak, sebagai bukti timbulnya suatu utang pajak. Jadi Wajib Pajak (WP) bersifat pasif dan menunggu ketetapan fiskus mengenai utang pajaknya. Sistem ini menguntungkan pihak fiskus yang menyalahgunakan kewenangannya untuk mencari kesempatan dalam kesempitan misalnya dalam proses negosiasi penetapan atau perhitungan besarnya pajak seringkali muncul tawar


(56)

commit to user

menawar antara fiskus dan WP. Hal ini dimungkinkan juga karena pada sistem ini petugas pajaklah yang mendatangi masyarakat untuk mendaftar warga masyarakat sebagai WP.

Kesimpulan atas kelemahan dari sistem official assessment ini adalah

1) Pelaksanaan kewajiban perpajakan sangat tergantung pada aparat

perpajakan, yang berakibat kurangnya kesadaran atau tanggung jawab dari WP dalam memikul beban negara yang pada

hakekatnya adalah untuk kepentingannya sendiri dalam

bermasyarakat, bernegara dan berpemerintahan;

2) Kelemahan dari sistem ini didukung pula dengan permasalahan dan

kelemahan produk perundang-undangan pajak yang lama, yang memuat terlalu banyak peraturan pajak dengan penetapan bermacam-macam tarif yang cenderung tinggi, yang justru membingungkan sistem pemungutannya dan bahkan ada

kecendrungan terjadinya perlawanan pajak dengan cara

menghindar dari kewajiban perpajakannya;

3) ragam dan jenis pajak dalam sistem perpajakan yang lama terlalu

banyak;

4) sistem pemungutan pajak yang terlalu berbelit-belit.

b. Semi self Assessment system

Sistem ini dilaksanakan pada periode 1968-1983, semi self

Assessment system adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh


(57)

commit to user

seseorang berada pada kedua belah pihak yaitu Wajib Pajak (WP). dan fiskus. Mekanisme pelaksanaannya berdasarkan suatu anggapan bahwa WP. pada awal tahun menaksir sendiri besarnya utang pajak yang harus dibayarkan dan pada akhir tahun pajak besarnya pajak terutang

yang sesungguhnya ditetapkan oleh fiskus. Indonesia menerapkan

sistem semi self Assessment ini bersama-sama dengan withholding

system yang pada saat itu dikenal dengan sebutan tatacara Menghitung Pajak Sendiri (MPS) dan Menghitung Pajak Orang (MPO).

c. With holding system

adalah suatu sistem pemungutan pajak dimana wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh seseorang berada pada pihak ketiga bukan pada fiskus maupun WP. Besarnya angsuran pajak ditentukan oleh WP dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan, sedangkan besarnya pajak terutang sesungguhnya akan ditetapkan kemudian oleh fiskus. Sistem ini lebih baik dari sistem sebelumnya (Official Assessment System), tetapi pada sistem ini juga masih terjadi

penyimpangan-penyimpangan oleh oknum pajak, contohnya

pembayaran pajak atas dasar kompromi artinya “Tahu Sama Tahu” dimana fiskus sering menawarkan jasa perhitungan pembayaran pajak asal pihak yang dibantu dapat”TST” dan saling mengerti. Tata cara MPS dan MPO yaitu suatu tata cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang. Maksudnya pajak dapat dihitung sendiri oleh WP dan oleh pihak ketiga berdasarkan suatu anggapan atau perkiraan


(58)

commit to user

mengenai besarnya utang pajak yang terutang. Pada tata cara MPS, masyarakat harus menghitung sendiri besarnya pendapatan, kekayaan dan labanya berikut pajak yang harus dibayarkan dan disetorkan ke kas negara tanpa adanya campur tangan aparatur pajak. Aparatur pajak terbatas pada pemberian penerangan, penjelasan, penelitian dan pemeriksaan perhitungan dan penyetoran pajak kepada WP pada akhir

tahun takwim. Untuk menunjangperhitungan dengan sistem MPS agar

pembayaran pajak tepat waktu dan kondisi yang memungkinkan bagi WP untuk melaksanakan kewajibannya, maka dirasa perlu adanya sistem MPO untuk melengkapi tatacara pelaksanaan MPS. Tatacara MPO adalah suatu tatacara untuk menghitung pajak orang lain serta melakukan pemotongan dan penyetoran pajak kepada kas negara dengan menunjuk perorangan atau badan-badan oleh Kantor Inspeksi Pajak (KIP) yang berwenang.

d. Full self assessment system

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak sepenuhnya ditangan wajib pajak. Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu memahami peraturan perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak. Disini


(59)

commit to user

fiskus hanya bertugas memberikan penerangan dan pengawasan. Dengan demikian berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak bergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan ada pada Wajib Pajak).

10. Pengertian Hotel

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4

Tahun 2011 pengertian Hotel adalah fasilitas penyedia jasa

penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, Hotel adalah

bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat

menginap/istirahat memperoleh pelayanan, dan/atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.


(60)

commit to user 11. Pengertian Pajak Hotel

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 pengertian Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel.

Sedangkan menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan retribusi daerah, Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel termasuk rumah penginapan, fasilitas penginapan/ fasilitas tinggal jangka pendek, pelayanan penunjang, fasilitas olahraga dan hiburan yang disediakan atau dikelola hotel, dengan pembayaran.

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini termasuk juga rumah penginapan yang memungut pembayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan dalam Siahaan (2005;245).


(61)

commit to user

Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. Terminologi tersebut adalah sebagai berikut, dalam Siahaan (2005;246).

a. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk

dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali oleh pertokoan dan perkantoran.

b. Rumah penginapan adalah penginapan dalam bentuk dan klasifikasi

apa pun beserta fasilitasnya yang digunakan untuk menginap dan disewakan untuk umum.

c. Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa

pun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang jasa penginapan.

d. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima

sebagai imbalan atas penyerahan barang atau pelayanan sebagai pembayaran kepada pemilik hotel.

e. Bon penjualan (bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus

sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atas jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak.


(62)

commit to user

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dijelaskan mengenai Nama Pajak, Subjek Pajak, Wajib Pajak, Objek Pajak, Dasar Pengenaan, Tarif, Cara Penghitungan Pajak, Masa Pajak, dan Sanksi Pajak Hotel.

12. Nama

Setiap pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran dipungut pajak dengan nama Pajak Hotel

13. Subjek Pajak Hotel

Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.

14. Wajib Pajak Hotel

Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang megnusahakan Hotel.

15. Objek Pajak Hotel

Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.


(63)

commit to user

Jasa penunjang sebagaimana dimaksud pada paragraf diatas adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.

Tidak termasuk objek Pajak Hotel sebagaimana dimaksud pada paragraf diatas adalah:

a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah

atau Pemerintah Daerah;

b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;

c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagaman;

d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo,

panti asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan

e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan

oleh Hotel yang dapat dimanf tkan oleh umum.

16. Dasar Pengenaan Pajak Hotel

Dasar pengenaan Pajak Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada Hotel. Jika pembayaran dipengaruhi oleh hubungan istimewa, harga jual atau penggantian dihitung atas dasar harga pasar yang wajar pada saat pemakaian jasa hotel. Contoh hubungan istimewa adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan jasa hotel dengan pengusaha hotel, baik langsung atau tidak langsung, berada di bawah pemilikan atau penguasaan orang pribadi atau badan yang sama.


(64)

commit to user

Pembayaran adalah jumlah uang yang harus dibayar oleh subjek pajak kepada wajib pajak untuk harga jual jumlah uang yang dibayarkan maupun penggantian yang seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukaran atas pemakaian jasa tempat penginapan dan fasilitas penunjang termasuk pula semua tambahan dengan nama apapun juga dilakukan berkaitan dengan usaha hotel.

17. Tarif Pajak Hotel

Tarif Pajak adalah besarnya tarif hotel yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dan besarnya sesuai dengan keputusan Pemerintah masing- masing daerah.

Tarif Pajak Hotel ditetapkan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

a. Tarif Pajak Hotel sebesar 10% (sepuluh persen),

b. Tarif Pajak selain Hotel sebesar 5% (lima persen) yaitu ;

1) Home Stay

2) Rumah Kos

3) Gubug Pariwisata / Cottage

4) Motel

5) Wisma Pariwisata

6) Pesanggrahan

7) Losmen


(65)

commit to user

Tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang sesuai dengan kondisi masing- masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian, setiap daerah kabupaten/kota diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya, asalkan tidak lebih dari sepuluh persen.

18. Cara Penghitungan Pajak

Besaran pokok Pajak Hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak Hotel dengan Dasar Pengenaan Pajak. Secara umum perhitungan Pajak Hotel adalah dengan rumus sebagai berikut.

19. Masa Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak dan Wilayah Pemungutan Pajak.

a. Masa Pajak

Pada pajak hotel, masa pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang

Pajak terutang = Tarif pajak X Dasar pengenaan pajak =Tarif pajak X Jumlah pembayaran yang


(66)

commit to user

ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh.

b. Tahun Pajak

Tahun pajak adalah jangka waktu yang lamanya satu tahun takwim, kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun takwim.

c. Pajak Terutang

Saat Pajak Hotel terutang pada saat terjadinya pelayanan hotel. Pajak yang terutang merupakan pajak hotel yang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu saat, dalam masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah tentang pajak hotel yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota setempat. Saat pajak terutang dalam masa pajak ditentukan menurut keadaan, yaitu pada saat terjadi pembayaran atau pelayanan jasa penginapan di hotel atau penginapan.

d. Wilayah Pemungutan

Pajak hotel yang terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat hotel berlokasi.Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya terbatas atas setiap hotel yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.

Setiap pengusaha hotel yang menjadi wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel dari konsumen yang menggunakan jasa hotel


(67)

commit to user

ditetapkan lain oleh bupati/walikota. Termasuk pengertian penggunaan

bon penjualan adalah penggunaan mesin cash register sebagai bukti

pembayaran. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus

mencantumkan catatan tentang jenis kamar yang ditempati, lama menginap dan fasilitas hotel yang digunakan. Bon penjualan harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan diberi nomor seri dan digunakan sesuai dengan nomor urut.

Bon penjualan harus diserahkan kepada subjek pajak sebagai bukti pemungutan pajak pada saat wajib pajak mengajukan jumlah yang harus

dibayaroleh subjek pajak. Kewajiban wajib pajak untuk menerbitkan dan

menyerahkan bon penjualan kepada subjek pajak selain untuk kepentingan pengawasan terhadap peredaran usaha wajib pajak juga dimaksudkan sebagai bagian untuk memasyarakatkan kesadaran tentang pajak hotel kepada masyarakat selaku subjek pajak. Salinan nota pesanan yang sudah digunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam jangka waktu tertentu sesuai peraturan daerah atau keputusan bupati/walikota, misalnya dalam waktu setahun, sebagai bukti dalam pembuatan surat pemberitahuan pajak daerah.

Wajib pajak yang wajib menggunakan bon penjualan, tetapi tidak menggunakan bon penjualan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar dua persen per bulan dari dasar pengenaan pajak. Bon penjualan baru dapat digunakan setelah diporporasi oleh bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk. Wajib pajak wajib melegalisasi bon penjualan kepada


(68)

commit to user

Dinas Pendapatan Daerah kabuapten/kota, kecuali dietapkan lain oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Wajib pajak yang wajib melegalisasi bon penjualan,tetapi menggunakan yang tidak dilegalisasi dikenakan sanksi administrasi, umumnya berupa denda sebesar dua persen per bulan dari dasar pengenaan pajak.

20. Pembayaran dan Sanksi Pajak Hotel

a. Pembayaran Pajak Hotel dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain

yang ditunjuk oleh Walikota, sesuai waktu yang ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak.

b. Pembayaran harus dilakukan secara tunai atau lunas paling lambat 10

(sepuluh) hari setelah berakhirnya masa pajak.

c. Keterlambatan atas pembayaran pajak dikenakan sanksi administrasi

berupa bunga 2% setiap bulan.

Bunga = 2% x Dasar Pengenaan Pajak

21. Pengertian Sistem

Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa yunani system yang artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :


(1)

commit to user

berlaku. Kemudian Bagian Perhitungan dan Penetapan, bertujuan untuk menghitung besarnya pajak dan menetapkan pajak hotel. lalu Bagian Pembayaran Pajak, bertujuan untuk menghimpun kas pajak dan sebagai tempat pembayaran pajak, dan Bagian Penagihan Pajak bertujuan untuk menagih pajak dengan menerbitkan surat teguran, surat peringatan, dan surat paksa. Terakhir Bagian Pembukuan dan Pelaporan bertujuan untuk membuat laporan realisasi penerimaan pajak dan tunggakan pajak, dan hasilnya untuk pelaporan dan pertanggungjawaban. Semua Pembagian fungsi ini, dimaksudkan untuk memperlancar proses penerimaan kas pajak dan mencegah atau meminimalisir tindakan kecurangan/penggelapan pajak dalam pemungutannya.

b. Program Audit atau pemeriksaan mendadak di berbagai hotel sudah dijalankan sesuai prosedur, hal ini dimaksudkan untuk mencegah tindakan penggelapan pajak maupun kecurangan pajak yang dapat berpengaruh terhadap besar kecilnya penerimaan kas pajak daerah. c. Sosialisasi persuasif melalui poster, banner maupun iklan media

elektronik sudah dijalankan dan diterapkan di lapangan.

d. Penyuluhan mengenai Peraturan- peraturan Daerah atau kebijakan-kebijakan baru dengan cara memanggil para pemilik usaha hotel. e. Sudah diterapkannya penerbitan Surat Teguran, Surat Peringatan,

Surat Paksa, Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB), Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) sesuai


(2)

commit to user

dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah dalam rangka meningkatkan penerimaan kas pajak hotel.

f. Penggunaan database yang sudah cukup memadai, sehingga dalam pendataan, perhitungan maupun penetapan pajak dapat dioptimalkan dan mempermudah proses pemungutan pajak.

g. Pelaksanaan Sanksi Administrasi bagi Wajib Pajak Hotel sudah sesuai Perda Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. h. Dukungan Pemerintah Kota dari sektor Hiburan, pariwisata, atau

event-event berskala nasional maupun internasional, sehingga akan

menambah hunian Hotel bagi yang menginap. Dengan adanya kegiatan ini akan menambah penghasilan hotel, dan pastinya juga akan menmbah penerimaan kas pajak hotel.

2. Ekstensifikasi Pajak

a. Bagian Pendataan dan Pendaftaran sudah dijalankan sesuai prosedur, dimaksudkan untuk mendata dan mendaftar penambahan jumlah Objek Pajak maupun Wajib Pajak.

b. Bagian perijinan mendirikan usaha bangunan pada Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) sudah dijalankan sesuai prosedur, hal ini sangat membantu proses pendataan jumlah Objek Pajak, khususnya hotel. c. Diterbitkannya Surat Teguran bagi pengusaha hotel yang belum

mendata dan mendaftarkan Objek Pajaknya dan belum mendapat NPWPD.


(3)

commit to user

B. KELEMAHAN

1. Keterlambatan Penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Ketidakjelasan data yang akan dimasukan ke dalam komputer menyebabkan SKPD tidak bisa dicetak sehingga terjadi keterlambatan penyampaian dan penandatanganan oleh Kepala DPPKA.

2. Program Audit atau pemeriksaan mendadak walaupun sudah dijalankan sesuai prosedur tetapi tidak dilaksanakan secara continue atau terus-menerus yaitu setiap 3 (tiga) bulan sekali. Audit ini hanya dilakukan ketika saat munculnya dugaan atau kecurigaan terhadap Wajib Pajak Hotel saja

(audit by accident).

3. Walaupun sosialisasi dan penyuluhan dengan cara memanggil para pengusaha hotel sudah dilakukan, tetapi pelaksanaan ini tidak terkoordinir secara baik dan berkelanjutan terutama sosialisasi khususnya hanya untuk hotel berbintang saja, sedangkan untuk hotel kelas melati masih terabaikan. Sehingga menyebabkan kelalaian para Wajib Pajak untuk hotel kelas melati.

4. Kurang tegasnya pelaksanaan sanksi administratif sesuai Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

5. Kurang berjalannya penerbitan Surat Teguran, Surat Tagihan, Surat Peringatan, Surat Paksa, SKPDLB, SKPDKB.

6. Dalam besaran tarif pajak hotel kurang mengakomodir aspirasi wajib pajak.


(4)

commit to user

83

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Semenjak diberlakukannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah, masing-masing wilayah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Salah satunya kewenangan dalam bidang keuangan daerah yang meliputi pemungutan sumber-sumber pendapatan daerah, menyelenggarakan pengurusan, pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah, mengadakan anggaran pendapatan dan belanja daerah serta penghitungannya. Peranan Pendapatan Daerah merupakan peranan yang sangat penting karena merupakan faktor faktor yang sangat penting menentukan volume, kekuatan dan kemampuan keuangan daerah dalam rangka pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah. Pajak Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang sangat vital, antara lain Pajak Hotel, Pajak Reklame, Pajak Parkir, Pajak Restoran, dan lain sebagainya. Maka dari itu Pemerintah Kota Surakarta menerbitkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah sebagai pedoman untuk mengatur dan menetapkan pajak daerah. Pajak Hotel adalah pajak daerah yang memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi pada akhir-akhir tahun ini, pemasukan kas Pajak Hotel cenderung menurun.


(5)

commit to user

Berdasarkan penelitian ini, penulis menemukan hambatan-hambatan yang menjadikan menurunnya respon para wajib pajak dalam menyetorkan pajak hotel di DPPKA Kota Surakarta. Penulis membaginya menjadi dua bentuk hambatan yaitu, hambatan internal antara lain keterlambatan penyampaian Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), tidak dilaksanakannya audit secara terus-menerus, tidak terkoordinir secara baik mengenai sosialisasi dan penyuluhan peraturan pajak daerah, kurang tegasnya sanksi administratif. Kemudian hambatan eksternal yaitu perlawanan aktif dan perlawanan pasif seperti kurangnya kesadaran masyarakat, perkembangan intelektual dan moral masyarakat, selain itu sistem perpajakan yang sulit dipahami, tidak ada timbal balik secara langsung yang dirasakan masyarakat, tax avoidance, tax evasion

dan melalaikan pajak. Tidak hanya uraian diatas saja yang menjadikan hambatan, melainkan sistem pemungutan full self assessment system juga berpengaruh besar dalam pemungutas kas pajak hotel.

B. SARAN

Dari pembahasan atas penelitian mengenai hambatan dalam sistem pemungutan kas pajak hotel sebagai otonom daerah studi kasus pada DPPKA Kota Surakarta, penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut.

1. Perlunya peningkatan kinerja DPPKA Kota Surakarta, mengingat institusi inilah yang memegang peranan penting dalam melaksanakan proses pemungutan pajak hotel di Kota Surakarta.


(6)

commit to user

2. Dilaksanakannya audit atau pemeriksaan mendadak setiap 3 (tiga) bulan sekali dengan tanggal audit yang berbeda-beda.

3. Sosialisasi dan penyuluhan secara terus-menerus terhadap pengusaha hotel terutama hotel kelas melati, dengan cara memanggil pengusaha hotel, agar tumbuh kesadaran dan tanggungjawab sebagai Wajib Pajak.

4. Perlunya diterapkan sistem reward and punishment di dalam proses pemungutan kas pajak hotel di Kota Surakarta.

5. Mengingat kontribusi pajak hotel yang cukup besar terhadap penerimaan sektor pajak, maka sudah selayaknya terus-menerus dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak, agar pajak hotel dapat maksimal dan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

6. Bagi peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian ini kembali, mengenai hambatan dalam penerimaan kas pajak daerah tidak hanya pajak hotel saja, melainkan pajak reklame, pajak parkir, pajak restoran dan pajak lainnya. Serta lebih fokus dalam menambah data-data atau sumber lainnya yang berkaitan tentang hambatan dalam pembayaran kas pajak hotel bagi Wajib Pajak, karena banyak masalah dan batasan yang dialami penulis, sehingga penulis tidak dapat menjelaskan secara terperinci dan luas mengenai hambatan yang terjadi pada Wajib Pajak dalam membayar pajak daerah.