Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB II

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1

Manajemen Pendidikan

Pengelolaan atau manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat dan profesi. Dikatakan sebagai ilmu karena manajemen dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha mema-hami mengapa dan bagaimana orang bekerja. Dikata-kan sebagai kiat karena manajemen mencapai sasaran melalui cara-cara dengan mengatur orang lain menja-lankankan tugas. Dipandang sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu prestasi manajer, dan para profesional dituntut oleh suatu kode etik (Fattah, 2008: 1).

Prinsip dasar manajemen adalah menjalankan fungsi perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian menjadi suatu rangkaian kegiatan pengambilan kepu-tusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh. Dalam hal ini menyangkut proses pendayagunaan segala sumber daya secara efisien disertai penetapan cara pelaksanaannya oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.

Sagala (2006:18) mendefinisikan pengelolaan sebagai proses untuk merencanakan dan memperta-hankan lingkungan tempat individu dapat bekerja-sama dalam kelompok secara efisien dalam rangka


(2)

mencapai tujuan. Dalam pendidikan, pengelolaan itu dapat diartikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat pada usaha menca-pai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelum-nya. Pengelolaan pendidikan juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan penge-lolaan proses pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, mene-ngah, maupun tujuan jangka panjang.

Purwanto (2006: 8) menyatakan bahwa manaje-men pendidikan adalah suatu proses keseluruhan, kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan, dan pem-biayaan, dengan menggunakan atau memanfaatkan fasilitas yang tersedia, baik persoalan material, mau-pun spiritual, untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

Proses-proses manajemen pada dasarnya adalah perencanaan segala sesuatu secara mantap untuk melahirkan keyakinan sehingga dapat melakukan sesuatu sesuai dengan aturan dan memiliki manfaat. Dalam dunia pendidikan, seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran, karena pada dasarnya suatu kegiatan yang direncanakan terlebih dahulu maka tujuannya akan lebih berhasil (Mulyono, 2008: 20).


(3)

2.2

Perencanaan

Perencanaan adalah proses kegiatan rasional dan sistemik dalam menetapkan keputusan, kegiatan atau langkah-langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Mulyono, 2008: 25). Uno (2008: 2) mengatakan perencanaan merupakan suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjang-an ykesenjang-ang terjadi sehingga kegiatkesenjang-an tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sa’ud dan Makmun (2007: 3) mengatakan peren -canaan adalah suatu rangkaian proses kegiatan me-nyiapkan keputusan mengenai apa yang diharapkan terjadi (peristiwa, keadaan, suasana dan sebagainya) dan apa yang akan dilakukan (intensifikasi, eksistensi, revisi, renovasi, substitusi, kreasi, dan sebagainya).

Mulyono (2008: 26-27) menyatakan dalam kegi-atan perencanaan, mengacu pada hal-hal berikut ini:

1. Langkah-langkah perencanaan: (a) Memilih sa-saran (tujuan) organisasi; (b) Sasa-saran (tujuan) ditetapkan untuk setiap sub unit organisasi divisi, departemen dan sebagainya; (c) Program ditentukan untuk mencapai tujuan dengan cara yang sistematik (tentunya dengan mem-pertimbangkan kelayakan program tersebut); 2. ProsesPerencanaan: (a) Merumuskan tujuan

yang jelas/operasional; (b) Mengidentifikasi dan menganalisis data terkait dengan masalah; (c) Mengomparasikan alternatif yang ditemu-kan, antara alternatif yang tepat guna, berhasil


(4)

guna dan praktis; (d) Mengambil keputusan; (e) Menyusun rencana kegiatan;

3. Aspek perencanaan: (a) Sentiasa future oriented; (b) Disajikan untuk mencapai tujuan; (c) Sebagai usaha menjabarkan kegiatan-ke-giatan yang akan dilaksanakan pada masa yang akan datang; (c) Kegiatan yang mengi-dentifikasi sumber-sumber yang dapat menun-jang pelaksanaan kegiatan; (d) Merupakan kegiatan mempersiapkan sejumlah alternative; 4. Prinsip-prinsip perencanaan: (a) Mengacu pada

tujuan yang ingin dicapai; (b) Mempertimbang-kan efisiensi: (a) Praktis dapat dilaksanaMempertimbang-kan; (b) Mempertimbangkan potensi sumber daya yang ada; (c) Komprehensif: berwawasan luas; (d) Integreted: terpadu dengan semua kompo-nen terkait; (e) Berorientasi ke masa depan; (f) Fleksibel: mudah disesuaikan dengan peru-bahan; (g) Mengikutsertakan komponen-kom-ponen terkait; (h) Jelas: tidak menimbulkan interpretasi ganda.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa perencanaan merupa-kan kegiatan yang dijadimerupa-kan pedoman kemana tujuan organisasi dan bagaimana cara pencapaian organisasi tersebut. Proses ini memerlukan pemikiran tentang apa yang akan dikerjakan, mengapa, bagaimana, dan di mana suatu kegiatan dilakukan serta siapa yang akan melakukannya, sehingga diperlukan adanya peranserta dari semua anggota organisasi untuk menghasilkan perencanaan yang partisipatif. Karena perencanaan ini dilaksanakaan di sekolah tentunya melibatkan semua unsur yang ada di sekolah seperti siswa, guru, orang tua dan komite.


(5)

2.3

Sekolah Ramah Anak

2.3.1 Pengertian Sekolah

Menurut Gorton (Sagala, 2006: 53), sekolah adalah suatu sistem organisasi yang di dalamnya terdapat sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang dikenal sebagai tujuan instruksional. Komariah dan Triatna (2006: 2) mendefinisikan sekolah merupakan suatu sistem yang kompleks karena selain terdiri atas input-prosees-output juga memiliki akuntabilitas terhadap konteks pendidikan dan outcome. Dengan demikian, pendekat-an contex-input-process-product-outcome (CIPP and out-come) menjadi pendekatan sistem sekolah. Namun demikian, dalam konsepnya kita dapat memasukkan contex menjadi bagian dari input dan outcome dari product Sekolah Dasar (SD) sebagai salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang Pendidikan Dasar (Anonim, 2008: 5).

Sekolah Dasar dimana penelitian ini dilakukan adalah bentuk satuan pendidikan dasar yang menye-lenggarakan program enam tahun. Sekolah Dasar merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendi-dikan dasar 9 tahun yang diselenggarakan di SD 6 tahun dan SLTP 3 tahun. Pendidikan dasar yang di-selenggarakan di SD bertujuan memberikan bekal

kemampuan “Baca Tulis Hitung“, pengetahuan dan


(6)

dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Sedang pendi-dikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupan sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan anggota umat manusia serta mempersiap-kan peserta didik untuk mengikuti pendidimempersiap-kan mene-ngah (Anonim, 2006: 9).

2.3.2 Pengertian Sekolah Ramah Anak

Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psiko-sosial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus (Supiandi, dkk. 2012: 9).

Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang secara sadar berupaya menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara teren-cana dan bertanggung jawab (Risnawati, 2013: 1). Prinsip utama adalah non diskriminasi kepentingan, hak hidup serta penghargaan terhadap anak. Sebagai-mana dalam bunyi pasal 4 UU No.23/2002 tentang perlindungan anak, menyebutkan bahwa anak mem-punyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlin-dungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan


(7)

di atas salah satunya adalah berpartisipasi yang dija-barkan sebagai hak untuk berpendapat dan didengar-kan suaranya. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendo-rong tumbuh kembang dan kesejahteraan anak.

Menurut Fataha (2011: 1-2) menyatakan bahwa Sekolah ramah anak dapat dimaknai sebagai suatu sekolah yang dapat memfasilitasi dan memberdayakan potensi anak.Untuk memberdayakan potensi anak sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya yang menyebabkan potensi anak tumbuh dan ber-kembang. Konsekuensi menciptakan sekolah ramah anak tidaklah mudah karena sekolah di samping harus menciptakan program sekolah yang memadai, sekolah juga harus menciptakan lingkungan yang edukatif.

Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk memba-ngun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu untuk belajar. Komunitas sekolah ramah dan terbuka terhadap kebutuhan kesehatan dan keaman-an siswa (UNICEF, 2010: 2). Agus Hartono dkeaman-an Alam Pamungkas (2010: 4) menyatakan bahwa sekolah ramah anak bertujuan untuk mewujudkan lingkungan belajar yang mendorong anak untuk tumbuh kembang dengan aman, layak, dan menyenangkan untuk mendapatkan hak atas pendidikan dan lingkungan yang baik.


(8)

Oluremi (2012) dalam penelitiannya yang berju-dul ”Creating a Friendly School Learning Environment

For Nigerian Children” menyatakan bahwa terdapat

beberapa sebab sekolah dikatakan tidak ramah anak yaitu:

a. Kurangnya ruang kelas, peralatan dan bahan dalam pembelajaran seperti meja dan kursi. b. Kurangnya motivasi guru dalam pembelajaran; c. Penggunaan metode pengajaran yang kurang

baik;

d. Kekuranganair bersihdan fasilitas sanitasi yang ada di sekolah;

e. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam pen-didikan

Berdasarkan beberapa pengertian di atas pene-liti menyimpulkan bahwa sekolah ramah anak adalah sekolah dimana siswa merasa aman dan nyaman berada didalamnya sehingga siswa dapat mengem-bangkan potensinya dengan baik.

2.3.3 Ciri-Ciri Sekolah Ramah Anak

Ada beberapa ciri-ciri Sekolah Ramah Anak yang ditinjau dari beberapa aspek (Umy, 2010: 7-8):

a. Sikap terhadap murid: (1) Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan perempuan, cerdas-lemah, kaya-miskin, normal-cacat, anak pejabat-anak buruh; (2) Penerapan norma agama, sosial dan budaya setempat; (3) Kasih sayang kepada murid, memberikan perhatian bagi mereka yang lemah dalam proses belajar karena mem-berikan hukuman fisik maupun nonfisik bisa menjadikan anak trauma; (4) Saling


(9)

menghor-mati hak-hak anak, baik antar murid dengan pendidik, pendidik dengan tenaga kependidik-an maupun kependidik-antara tenaga kependidikkependidik-an dengan murid;

b. Metode Pembelajaran: (1) Terjadi proses belajar sedemikian rupa sehingga siswa merasakan senang mengikuti pelajaran, tidak ada rasa takut, cemas dan was-was, siswa menjadi lebih aktif dan kreatif serta tidak merasa rendah diri karena bersaing dengan teman siswa lain; (2) Terjadi proses belajar yang efektif yang di-hasilkan oleh penerapan metode pembelajaran yang variatif dan inovatif. Misalnya: belajar tidak harus di dalam kelas, guru sebagai fasi-litator proses belajar menggunakan alat bantu untuk meningkatkan ketertarikan dan kese-nangan dalam pengembangan kompetensi, termasuk lingkungan sekolah sebagai sumber belajar (pasar, kebun, sawah, sungai, laut, dll); (3) Proses belajar mengajar didukung oleh media ajar seperti buku pelajaran dan alat bantu ajar/peraga sehingga membantu daya serap murid. Guru sebagai fasilitator menerap-kan proses belajar mengajar yang kooperatif, interaktif, baik belajar secara individu maupun kelompok; (4) Terjadi proses belajar yang parti-sipatif. Murid lebih aktif dalam proses belajar. Guru sebagai fasilitator proses belajar mendo-rong dan memfasilitasi murid dalam menemu-kan cara/jawaban sendiri dalam menghadapi suatu persoalan; (5) Murid dilibatkan dalam berbagai aktifitas yang mengembangkan kom-petensi dengan menekankan proses belajar melalui berbuat sesuatu (learning by doing, demonstrasi, praktek langsung, dll);

c. Penataan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam penataan bangku, dekorasi dan ilustrasi yang menggambarkan ilmu pengetahuan, dll. Pena-taan bangku secara klasikal (berbaris ke belakang) mungkin akan membatasi kreatifitas murid dalam interaksi sosial dan diskusi kelompok; (2) Murid dilibatkan dalam menen-tukan warna dinding atau dekorasi dinding kelas sehingga murid menjadi betah di dalam kelas; (3) Murid dilibatkan dalam memajang


(10)

hasil karya murid, hasil ulangan/test, bahan ajar dan buku sehingga artistik dan menarik serta menyediakan space untuk baca (pojok baca); (4) Bangku dan kursi sebaiknya ukuran-nya disesuaikan dengan ukuran postur anak Indonesia serta mudah untuk digeser guna menciptakan kelas yang dinamis; (5) Dengan keterlibatan langsung, siswa diharapkan mera-sa bertanggungjawab terhadap perawatan, ke-bersihan, dan ketertiban penataan kelasnya; d. Lingkungan Kelas: (1) Murid dilibatkan dalam

mengungkapkan gagasannya dalam mencipta-kan lingkungan sekolah (penentuan warna dinding kelas, hiasan, kotak saran, majalah dinding, taman kebun sekolah, dll); (2) Terse-dia fasilitas air bersih, higienis dan sanitasi, fasilitas kebersihan dan fasilitas kesehatan; (3) Fasilitas sanitasi seperti toilet, tempat cuci tangan, disesuaikan dengan postur dan usia anak; (4) Di sekolah diterapkan kebijakan/ peraturan yang mendukung kebersihan dan kesehatan. Kebijakan/peraturan ini disepakati, dikontrol dan dilaksanakan oleh semua murid (dari-oleh-dan untuk murid).

Dalam penelitian ini, sekolah berusaha untuk menciptakan sekolah ramah anak sehingga pihak sekolah dan guru terus berusaha untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman serta melakukan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa melalui penataan ruang kelas bersama siswa sesuai dengan kondisi siswa.

2.3.4 Aspek Pengembangan Sekolah Ramah Anak Sekolah harus menciptakan suasan kondusif agar anak merasa nyaman dan dapat bebas bereks-presi sesuai potensinya. Agar suasana kondusif


(11)

tersebut tercipta, maka ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan sesuai dengan panduan dari Dinas Pen-didikan Jawa Tengah (2013: 11-12) sebagai berikut:

a. Program Sekolah yang Sesuai

Program sekolah seharusnya disesuaikan dengan dunia anak, artinya program disesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak tidak harus dipaksakan melakukan sesu-atu tetapi dengan program tersebut anak secara otomatis terdorong untuk mengekplorasi dirinya. Faktor penting yang perlu diperhatikan sekolah adalah partisipasi aktif anak terhadap kegiatan yang dipro-gramkan. Partisipasi yang tumbuh karena sesuai dengan kebutuhan anak.

Pada anak SD ke bawah, program sekolah lebih menekankan pada fungsi dan sedikit proses, bukan menekankan produk atau hasil. Produk hanya meru-pakan konsekuensi dari fungsi. Kekuatan sekolah ter-utama kualitas guru, tanpa mengabaikan faktor lain. Guru memiliki peran penting dalam menyelenggarakan pembelajaran yang bermutu. Untuk SD dan TK, guru harus memiliki minimal tiga potensi, yaitu: (1) rasa kecintaan kepada anak (having sense of love the children), (2) memahami dunia anak (having sense of love to the children), (3) mampu mendekati anak dengan tepat (baca: metode) (having appropriate approach).


(12)

b. Lingkungan Sekolah yang Mendukung

Suasana lingkungan sekolah seharusnya menja-di tempat aman bagi anak untuk belajar tentang kehidupan, apalagi sekolah yang memprogramkan kegiatan belajar mengajarnya sampai sore. Suasana aktivitas anak yang ada di masyarakat juga depro-gramkan di sekolah sehingga anak tetap mendapatkan pengalaman-pengalaman yang seharusnya ia dapatkan di masyarakat. Bagi anak lingkungan dan suasana yang memungkinkan untuk bermain sangatlah penting karena bermain bagi anak merupakan bagian

dari hidupnya. Bahkan UNESCO menyatakan “Right to play” (hak bermain). Disamping itu, penciptaan ling-kungan yang bersih, akses air minum yang sehat, bebas dari sarang kuman, dan gizi yang memadai merupakan faktor yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.

c. Aspek Sarana Prasarana yang Memadai

Sarana dan prasarana utama yang dibutuhkan adalah berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran anak. Sarana prasarana tidak harus mahal tetapi sesuai dengan kebutuhan anak.

Adanya zona aman selamat ke sekolah, adanya kawasan bebas reklame rokok, pendidikan inklusif juga merupakan faktor yang diperhatikan sekolah. Sekolah juga perlu melakukan penataan lingkungan sekolah dan kelas yang menarik, memikat,


(13)

mengesan-kan, dan pola pengasuhan dan pendekatan individual sehingga sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman dan menyenangkan.

Dari uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa untuk menjadi sekolah ramah anak, harus memperhatikan beberapa aspek pengembangan seko-lah yaitu sekoseko-lah harus mampu membuat program yang sesuai dengan kebutuhan anak dan benar-benar berpusat pada kepentingan anak, sekolah harus mampu menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak seperti lingkungan yang bersih, hijau dan sehat, akses air minum yang cukup, sehat dan sanitasi air dan masih banyak lagi. Sekolah juga harus memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana yang memadai yang sesuai dengan minat dan bakat siswa pada proses pembelajarannya.

2.3.5 Ruang Lingkup Sekolah Ramah Anak

Kewajiban negara untuk menghormati, melin-dungi dan memenuhi Hak Pendidikan Anak juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. Dalam hal ini, penerapan SRA memastikan para pemangku kepentingan menghormati ketersedia-an pendidikketersedia-an dengketersedia-an tetap menghormati partisipasi masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan. Negara harus melindungi aksesibilitas anak perem-puan dan anak laki-laki termasuk anak berkebutuhan


(14)

khusus; menerapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang memastikan pendidikan diselenggarakan relevan secara budaya termasuk bagi kelompok minoritas dan penduduk asli. Di samping itu harus memenuhi ketersediaan pendidikan dengan aktif me-ngembangkan sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, rindang, inklusif dan nyaman bagi perkem-bangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk ABK, juga memenuhi ketersediaan pendidikan melalui pengembangan kurikulum yang mencerminkan kebutuhan semua anak untuk tumbuh kembang di dunia yang selalu berubah.

PHPA melalui Penerapan SRA harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, pe-ningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manaje-men pendidikan untuk manaje-menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasio-nal, dan global sehingga perlu dilakukan pembaha-ruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Sehubungan dengan hal tersebut, ruang lingkup Petunjuk Teknis Penerapan SRA disusun sebagai berikut (Supiandi, 2012: 20-24):

a. Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum yang relevan secara budaya, sosial dan bahasa sangat diperlukan dalam pengembangan karakter bangsa sejak usia dini di


(15)

sekolah/madrasah. Melalui petunjuk teknis tentang pengembangan kurikulum ini diharapkan para penye-lenggara sekolah/ madrasah senantiasa mempertim-bangkan eksplorasi, kekhususan, ragam media dan bahan ajar yang mendorong anak perempuan dan anak laki-laki termasuk ABK dapat mengembangkan diri secara aktif. Proses pembelajaran dilakukan se-cara inspiratif menyenangkan, interaktif, menantang, memotivasi dan memberi ruang bagi prakarsa kreati-vitas dan kemandirian anak sesuai minat, bakat dan kebutuhannya untuk tumbuh kembang. Dukungan orangtua dalam menciptakan lingkungan inklusif dan ramah bagi pembelajaran anak di rumah sangat penting dalam pengembangan kurikulum SRA. Media massa dan lingkungan sekitar pun diharapkan secara proaktif mendukung tersedianya sumber belajar yang ramah anak.

b. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/ Madrasah Aman dari Bencana yang disusun oleh BNPB bersama K/L/D/I melengkapi Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/ MTs, SMA/ MA dan lampirannya yang mengatur lebih rinci mengenai persyaratan kesehatan, kesela-matan, kemudahan termasuk kelayakan bagi penyan-dang cacat, kenyamanan dan keamanan. Hal ini


(16)

sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003Pasal 45 Ayat 1 yang menya-takan:

“Setiap satuan pendidikan formal dan non-formal menyediakan sarana dan prasarana yang meme-nuhi keperluan pendidikan sesuai dengan partum-buhan dan perkembangan potensi fisik, kecer-dasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan

peserta didik”.

c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Ketersediaan guru dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah dalam jumlah yang cukup dan tepat dengan kondisi kerja dan kompensasi yang layak sangat diperlukan dalam upaya membangun gerakan aman, sehat, hijau, inklusi dan ramah anak dengan dukungan keluarga di sekolah/madrasah. Mekanisme dukungan dan pengawasan bagi pendidik dan tenaga kependidikan senantiasa mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik anak. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu mendorong lembaga pendidik dan tenaga kependidikan serta Serikat Pekerja Profesi Guru (SPPG) agar berpartisipasi aktif dalam memastikan ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kemampuan untuk menerapkan SRA.

Pendidik selain diperankan oleh guru, juga diperankan oleh orangtua di dalam rumah tangga dan masyarakat. Orangtua merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak sebagaimana dinyatakan dalam


(17)

Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional yang berbunyi: (1) Orangtua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan pendi-dikan anaknya; (2) Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya.

d. Pengelolaan

Pengelolaan sumber daya pendidikan mulai dari kebijakan dan anggaran yang diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah teridentifikasi dengan jelas dan dapat digunakan untuk menerapkan kesempatan bela-jar yang sesuai dengan tumbuh kembang dan perlin-dungan anak dalam semua tahap pelaksanaannya.

MBS yang peduli anak perlu dikembangkan ber-dasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai SRA. Mulai dari ketersediaan data di sekolah/madrasah berupa penerimaan peserta didik baru atau pindahan, seyo-gyanya ditindaklanjuti oleh guru dan guru bimbingan konseling (BK) untuk melakukan pemetaan profil tumbuh kembang peserta didik dan kemudian data tersebut dipertimbangkan untuk menjadi salah satu Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di dalam pembela-jaran oleh masing-masing guru.

Laporan perkembangan peserta didik merupa-kan salah satu bentuk tanggung jawab pihak sekolah kepada orangtua peserta didik. Format laporan per-kembangan peserta didik disusun oleh guru dan


(18)

tenaga kependidikan lainnya serta mudah dibaca oleh orang tua peserta didik. Hal ini penting dilakukan guna mendorong adanya sinergi dalam penerapan SRA di sekolah/madrasah dan di rumah.

Hubungan antara kepala sekolah/madrasah dengan guru, kepala sekolah/madrasah dengan peser-ta didik serpeser-ta guru dengan peserpeser-ta didik selama berada di sekolah/madrasah hendaknya menjadi tonggak pe-nanaman pendidikan karakter anak. Kepala sekolah/ madrasah berkewajiban untuk memiliki jam tatap muka dengan peserta didik di dalam pembelajaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kepala seko-lah/madrasah berwenang untuk memberikan arahan dan supervisi kepada para guru di dalam perencana-an, proses dan evaluasi pendidikperencana-an, sehingga ada hubungan yang berkelanjutan antara kepala sekolah/ madrasah dengan para guru di dalam mengimplemen-tasikan rencana program sekolah/madrasah.

Komite sekolah/madrasah merupakan badan independen di sekolah/madrasah memegang peranan penting dalam manajemen berbasis sekolah/madra-sah. Orangtua/wali, keluarga, masyarakat, media cetak, media elektronik, dan dunia usaha seyogyanya bekerjasama mendorong partisipasi anak dalam peren-canaan, desain, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi SRA dalam koordinasi antara komite dengan sekolah/madrasah. Pengkajian kebutuhan PHPA ter-masuk dalam situasi darurat dilaksanakan secara


(19)

transparan, partisipatif dan holistik melibatkan multi pihak. Diperlukan strategi pemenuhan pendidikan inklusi yang mencakup gambaran yang jelas tentang konteks, hambatan terhadap PHPA dan strategi untuk mengatasi hambatan PHPA dalam setiap ruang ling-kupnya.

Pemantauan dilaksanakan secara berkala terha-dap kegiatan pendidikan dan kebutuhan belajar pada usia anak termasuk dalam situasi darurat melalui Evaluasi Diri Sekolah/Madrasah (EDS/M) yang sudah diatur dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan oleh Tim Pengembang Sekolah/Madrasah. Hal ini dilaksanakan dengan senantiasa mempertimbangkan kepentingan terbaik anak. Evaluasi pendidikan dilak-sanakan secara sistematis dan tidak memihak dalam upaya memperbaiki kualitas layanan pemenuhan hak pendidikan anak dan meningkatkan akuntabilitas pendidikan.

e. Pembiayaan

Pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan Amandemen IV yang menyatakan bahwa:

“Setiap warga negara berhak mendapat pendidik -an; setiap warga negara wajib mengikuti pendi-dikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; pemerintah dan pemerintah daerah memprioritas-kan anggaran pendidimemprioritas-kan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pen-dapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk


(20)

me-menuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan

nasional”.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.

Daerah diberi hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa kepastian tersedia-nya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya, hak untuk mengelola kekayaan daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan yang sah serta sumber-sumber pembiayaan lainnya. Dengan pengaturan tersebut, dalam hal ini pada

dasarnya Pemerintah menerapkan prinsip “uang mengikuti fungsi”.


(21)

Penentuan komponen pembiayaan dan sumber pendanaan pendidikan melibatkan secara aktif para pemangku kepentingan pendidikan termasuk anak. Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota memberikan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang masih melakukan berbagai pungut-an ypungut-ang menjadi hambatpungut-an program penuntaspungut-an wajib belajar pendidikan dasar.

Peranserta masyarakat seperti yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 8 menyatakan:

“Masyarakat berhak berperan serta dalam peren -canaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi

program pendidikan”, dan Pasal 9 menyatakan: “Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.

Peningkatan efektivitas peranserta masyarakat terutama dunia usaha seyogyanya diatur oleh pemerintah dan pemerintah kabupaten/kota guna mendukung penerapan SRA.

2.3.6 Pengembangan Sekolah

Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengeta-huan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002).

Kajian tentang pengembangan sekolah diawali dari teori-teori yang identik dan relevan dengan pendi-dikan yaitu Inovasi Pendipendi-dikan. Di dalam Kamus Besar


(22)

Bahasa indonesia, Inovasi adalah pemasukan atau pengenalan hal-hal baru, penemuan baru yang berbe-da berbe-dari yang suberbe-dah aberbe-da atau yang suberbe-dah dikenal sebelumnya (gagasan, metode atau alat) (Anonim, 2012: 1). Maksud pengertian inovasi pendidikan di sini adalah suatu peradaban yang baru dan bersifat kualitatif, berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu dalam pendidikan.

Tujuan utama dari inovasi yaitu berusaha meningkatkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Jadi, keseluruhan sistem perlu ditingkatkan agar semua tujuan yang direncanakan dapat tercapai dengan sebaik-baiknya. Tujuan yang direncanakan mengha-ruskan adanya perincian yang jelas tentang sasaran dan hasil-hasil yang ingin dicapai, yang sedapat mungkin bisa diukur untuk mengetahui perbedaan antara keadaan sesudah dan sebelum inovasi (Hasbullah, 2010: 191).

Peranan pendidikan dan tingkat perkembangan manusia merupakan faktor dominan terhadap kemam-puannya untuk menanggapi masalah kehidupannya sehari-hari. Tingkat kemajuan suatu bangsa juga dapat ditinjau dari tingkat pendidikan rakyatnya. Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat, semakin


(23)

maju pula bangsanya. Sebaliknya, semakin terpuruk dan rendah pendidikan rakyat, jangan harap bangsa-nya akan maju.

Sekolah sebagai institusi pengelola pelayanan pendidikan diharapkan dapat memfungsikan seluruh sumber daya yang ada di sekolah secara efektif dalam pencapaian tujuan dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya tersebut. Fungsi dan tugas utama sekolah adalah meneruskan, mempertahankan, dan mengembangkan kebudayaan masyarakat melalui pembentukan kepribadian anak-anak agar menjadi manusia dewasa dari sudut usia maupun intelektual-nya, serta terampil dan bertanggungjawab sebagai upaya mempersiapkan generasi pengganti yang mampu mempertahankan eksistensi kelompok atau masyarakat bangsanya dengan budaya yang mendu-kungnya (Sagala, 2008: 58).

Berpedoman pada pendapat Hasbullah (2010: 191) tentang tujuan inovasi yaitu berusaha mening-katkan kemampuan, yakni kemampuan dari sumber-sumber tenaga, uang, sarana dan prasarana, terma-suk struktur dan prosedur organisasi, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang sekolah ramah anak. Kepala Sekolah bekerjasama dengan guru, orang tua, komite sekolah dan masyarakat serta dinas pendidikan untuk meningkatkan semua sumber daya yang ada di sekolah.


(24)

2.4

Komponen yang Dipersiapkan dalam

Perencanaan

2.4.1 Evaluasi Diri Sekolah

Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah suatu proses evaluasi yang bersifat internal dengan melibatkan pemangku kepentingan untuk melihat kinerja sekolah berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang digunakan sebagai dasar penyusunan RKS dan RKAS dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah secara konsisten dan berkelanjutan, serta sebagai masukan bagi perencanaan investasi pendidikan tingkat kab/kota (Sudrajat, 2012:1).

Tujuan Evaluasi Diri Sekolah (EDS) adalah: (a) Menilai kinerja sekolah berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP); (b) Mengetahui tahapan pengembangan dalam pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) sebagai dasar peningkatan mutu pendidikan; dan (c) Menyusun RKS/RKAS sesuai kebutuhan nyata dalam rangka pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Manfaat Evaluasi Diri Sekolah (EDS) untuk tingkat sekolah, antara lain:

a. sekolah dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangannya sendiri dan merencana-kan pengembangan dan peningkatan ke depan. b. sekolah dapat memiliki data dasar yang akurat sebagai dasar untuk pengembangan dan peningkatan di masa mendatang.


(25)

c. Sekolah dapat mengidentifikasi peluang untuk meningkatkan mutu pendidikan, meng-kaji peningkatan tersebut berjalan dengan baik dan menyesuaikan program sesuai dengan hasilnya;

d. Sekolah dapat memberikan laporan formal ke-pada pemangku kepentingan demi meningkat-kan akuntabilitas sekolah.

Lingkup Evaluasi Diri Sekolah (EDS) menjawab tiga pertanyaan utama: (1) Seberapa baik kualitas kinerja sekolah kita?; (2) Bagaimana kita mengiden-tifikasi dan mengetahuinya?; dan (3) Bagaimana kita berupaya memperbaikinya? Evaluasi Diri Sekolah (EDS) dilaksanakan oleh Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang secara langsung terlibat penuh dengan kondisi dan laju sekolah terdiri atas: (1) Kepala Sekolah; (2) Wakil unsur guru; (3) Wakil Komite Sekolah; (4) wakil siswa dan Pengawas sebagai fasili-tator/pembimbing/verifikator.

Instrumen Evaluasi Diri Sekolah (EDS) terdiri dari delapan standar sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Setiap Standar terdiri atas beberapa komponen. Setiap komponen terdiri dari beberapa sub komponen. Setiap sub komponen terdiri dari beberapa indikator. Setiap Indikator memberikan gambaran lebih rinci dari informasi-informasi yang berkaitan dengan kinerja sekolah.

2.4.2 Visi Misi Sekolah

Visi merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam


(26)

kurun waktu tertentu. Visi adalah pernyataan yang diucapkan atau ditulis hari ini, yang merupakan proses manajemen saat ini yang menjangkau masa yang akan datang (Akdon, 2006: 94).

Hax dan Majluf dalam Akdon (2006:95) menya-takan bahwa visi adalah pernyataan yang merupakan sarana untuk:

a. mengkomunikasikan alasan keberadaan orga-nisasi dalam arti tujuan dan tugas pokok; b. memperlihatkan framework hubungan antara

organisasi dengan stakeholders (sumber daya manusia organisasi, konsumen/citizen, pihak lain yang terkait);

c. menyatakan sasaran utama kinerja organisasi dalam arti pertumbuhan dan perkembangan.

Misi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang harus dicapai organisasi bagi pihak-pihak yang berke-pentingan di masa datang (Akdon, 2006: 97). Pernya-taan misi mencerminkan tentang penjelasan produk atau pelayanan yang ditawarkan. Pernyataan misi harus:

a. Menunjukkan secara jelas mengenai apa yang hendak dicapai oleh organisasi dan bidang kegiatan utama dari organisasi yang bersang-kutan;

b. Secara eksplisit mengandung apa yang harus dilakukan untuk mencapainya;

c. Mengundang partisipasi masyarakat luas terha-dap perkembangan bidang itama yang digeluti organisasi (Akdon, 2006:98).


(27)

2.4.3 SWOT

SWOT adalah singkatan dari Strengths (kekuat-an), Weakness (kelemahan), Opportunities (peluang), Threats (tantangan). Analisis SWOT adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu internal dan eksternal yang mempengaruhi kemampuan kita dalam memasarkan even kita. Analisis SWOT adalah sebuah bentuk analisa situasi dan kondisi yang bersifat deskriptif (memberi gambaran).

Dalam dunia pendidikan analisis ini digunakan untuk mengevaluasi fungsi pengembangan kurikulum, fungsi perencanaan dan evaluasi, fungsi ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi proses belajar mengajar, fungsi pelayanan kesiswaan, fungsi pengembangan iklim akademik, fungsi hubungan sekolah dengan masyarakat dan sebagainya. Maka untuk mencapai tingkat kesiapan setiap fungsi dan faktor-faktornya dilakukanlah analisis SWOT (Depdiknas, 2002).

Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali tingkat kesiapan setiap fungsi dari keselu-ruhan fungsi sekolah yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Berhubung tingkat kesiapan fungsi ditentukan oleh tingkat kesiapan masing-masing faktor yang terlibat pada setiap fungsi, maka analisis SWOT dilakukan terhadap keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor internal mau-pun eksternal (Depdiknas, 2002).


(28)

2.4.4 Perencanaan Strategis

Perencanaan strategis adalah proses yang dila-kukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory).

Perencanaan Strategis (Strategic Planning) ada-lah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organi-sasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan (Kerzner, 2001:3)

Untuk mencapai sebuah strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusa-haan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebu-ah sistem yang ada pada proses perencanaan strate-gis/strategic planning (Brown, 2005: 2). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehing-ga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi (Skinner, 1969). Untuk


(29)

mencapai sebuah strategi yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis (Brown, 2005: 3). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategis (Skinner, 1969).

Perencanaan strategis secara eksplisit berhu-bungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony, 1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979). Lorange (1980), menuliskan, bahwa strategic planning adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses dari inovasi dan merubah perusahaan, sehingga apabila strategik planning tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan.

Dapat penulis simpulkan bahwa perencanaan strategis merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk meningkatkan kondisi-nya di masa yang akan datang yang mencakup serang-kaian proses yng memndukung inovasi dan perubah-an.

2.4.5 Perencanaan Partisipatif

Perencanaan pasrtisipatif digunakan salah satu-nya untuk mengantisipasi terjadisatu-nya perpecahan dan


(30)

membentuk rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, mengingat bentuk geografis Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, suku, dan bahasa. Perencanaan merupakan sebuah istilah yang sangat umum di dunia pemerintahan khususnya bidang pendidikan. Perencanaan terbagi atas dua jenis yakni perencaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom up). Negara mana pun di dunia selalu berupaya memajukan negaranya dan selalu mengon-trol perkembangan negaranya. Konmengon-trol tersebut dapat dilakukan melalui prisip manajemen umum yang disebut dengan POAC (planning, organizing actuating, controlling) (Nuswantorotejo, 2013: 1).

Perencanaan partisipatif merupakan perencana-an yperencana-ang melibatkperencana-an semua (rakyat) dalam rperencana-angka memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Abe (2002:81) sebagai berikut: Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat.

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:9-10) adalah proses perencanaan yang diwujudkan


(31)

dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, roha-niwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-organisasi non-pemerintah.

Menurut Sumarsono (2010), perencanaan parti-sipatif adalah metode perencanaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang dipo-sisikan sebagai subjek pembangunan. Menurut penje-lasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional: “perencanaan partisipatif dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan

menciptakan rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, dijelaskan pula “partisipasi masyarakat” adalah

keikutsertaan untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pemba-ngunan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa perencanaan partisipatif me-rupakan perencanaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua anggota organisasi dengan tujuan agar semua anggota organisasi tersebut dapat terlibat secara langsung dan ikut bertanggung jawab dalam kegiatan yang akan direncanakan tersebut, keterlibat-an masyarakat dketerlibat-an semua unsur untuk memastikketerlibat-an


(32)

bahwa pelaksanaan perencanaan benar-benar ada keberpihakaan kepada mereka dimana warga merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberhasil-annya. Sehingga diperoleh sebuah perencanaan yang tersusun dengan baik.

2.5

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rubaniyatur Rohmah (2012) yang berjudul: Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai Upaya untuk Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) Dalam Bidang Pendidikan di Surakarta (Studi Kasus di Taman Pendidikan Prase-kolah Al Firdaus Surakarta)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

(1) Strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan Sekolah Ramah Anak (SRA) ada-lah dengan membuat peraturan daerah, melegal-kan Sekolah Ramah Anak dengan surat keputusan dari Sekertaris Daerah dan membuat Zona Sela-mat Sekolah (ZoSS); (2) Mulai dikenalnya Kota Layak Anak di kalangan masyarakat menjadi peluang pengembangan Sekolah Ramah Anak di Surakarta; (3) Kurangnya sosialisasi kepada ma-syarakat menjadi penghambat pengembangan Se-kolah Ramah Anak (SRA) di Surakarta; (4) Bentuk-bentuk kekerasan yang sering terjadi adalah kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan psikologis; (5) Sekolah Ramah Anak diwujudkan dengan penyediaan fasilitas yang dapat mewadahi bakat dan potensi anak dan menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).


(33)

Penelitian yang dilakukan Nur Fadhilah (2012)

tentang “Analisis Proses Pembelajaran Matematika

Dalam Perspektif Sekolah Ramah Anak Di MTs NU

Sidoarjo”. Dari hasil pengamatan dan penelitian dapat ditunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di kelas VIII sudah berlangsung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran matematika di kelas IX sudah berlang-sung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pem-belajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terha-dap proses pembelajaran.

Beberapa penelitian di atas menjadi pelengkap yang mendukung penelitian ini tentang perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA). Keberadaan Sekolah Ramah Anak (SRA) dapat menjadikan para peserta didik lebih aman, nyaman, dan gembira ketika berada di sekolah sehingga siswa mampu berekspresi, ber-kreasi dan berinovasi sesuai minat dan bakatnya tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan. Dengan demikian akan terjadi peningkatan yang optimal pada prestasi yang diperoleh peserta didik baik prestasi akademik maupun non akademik meliputi bidang


(34)

seni, olah raga, kepramukaan, keterampilan dan kewirausahaan.

2.6

Kerangka Pikir

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, psiko-logis, verbal, dan atau pengabaian/penelantaran ter-hadap anak. Selain kekerasan yang dialami oleh anak, pelaksanaan pembelajaran yang membosankan dan monoton juga menjadi salah satu alasan lahirnya sekolah ramah anak.

Sekolah ramah anak memastikan setiap anak secara inklusif berada dalam lingkungan yang aman secara fisik, melindungi secara emosional, dan men-dukung secara psikologis. Kemampuan sekolah untuk menjadi ramah anak sangat terhubung dengan tingkat dukungan, partisipasi, dan kerjasama yang diperoleh dari orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitar. Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk membangun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu untuk belajar. Oleh karena itu, bagi sebuah sekolah yang ingin menjadi sekolah yang ramah anak diperlukan adanya perencanaan yang matang agar tujuan sekolah dapat tercapai dengan baik.


(35)

Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kekerasan

Terhadap Anak

Pembelajaran yang

membosankandan

monoton

Peranserta semua anggota sekolah

Menghasil-kan perencanaan

partisipatif

Pembatasan hak anak untuk bermain

1. Melakukan EDS 2. Menyusun

visi dan misi 3. Melakukan

analisis SWOT 4. Membuat

perencana-an strategis 5. strategi


(1)

membentuk rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, mengingat bentuk geografis Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, suku, dan bahasa. Perencanaan merupakan sebuah istilah yang sangat umum di dunia pemerintahan khususnya bidang pendidikan. Perencanaan terbagi atas dua jenis yakni perencaan dari atas (top down) dan perencanaan dari bawah (bottom up). Negara mana pun di dunia selalu berupaya memajukan negaranya dan selalu mengon-trol perkembangan negaranya. Konmengon-trol tersebut dapat dilakukan melalui prisip manajemen umum yang disebut dengan POAC (planning, organizing actuating, controlling) (Nuswantorotejo, 2013: 1).

Perencanaan partisipatif merupakan perencana-an yperencana-ang melibatkperencana-an semua (rakyat) dalam rperencana-angka memecahkan masalah yang dihadapi yang bertujuan untuk mencapai kondisi yang diinginkan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Abe (2002:81) sebagai berikut: Perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya melibatkan kepentingan rakyat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara langsung maupun tidak langsung. Tujuan dan cara harus dipandang sebagai satu kesatuan. Suatu tujuan untuk kepentingan rakyat dan bila dirumuskan tanpa melibatkan masyarakat, maka akan sulit dipastikan bahwa rumusan akan berpihak pada rakyat.

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:9-10) adalah proses perencanaan yang diwujudkan


(2)

dalam musyawarah ini, dimana sebuah rancangan dibahas dan dikembangkan bersama semua pelaku pembangunan (stakeholders). Pelaku pembangunan berasal dari semua aparat penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif), masyarakat, roha-niwan, dunia usaha, kelompok profesional, organisasi-organisasi non-pemerintah.

Menurut Sumarsono (2010), perencanaan parti-sipatif adalah metode perencanaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang dipo-sisikan sebagai subjek pembangunan. Menurut penje-lasan UU. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional: “perencanaan partisipatif

dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan

menciptakan rasa memiliki”. Dalam UU No. 25 Tahun 2004, dijelaskan pula “partisipasi masyarakat” adalah

keikutsertaan untuk mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana pemba-ngunan.

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat peneliti simpulkan bahwa perencanaan partisipatif me-rupakan perencanaan yang dilakukan secara bersama-sama oleh semua anggota organisasi dengan tujuan agar semua anggota organisasi tersebut dapat terlibat secara langsung dan ikut bertanggung jawab dalam kegiatan yang akan direncanakan tersebut,


(3)

keterlibat-bahwa pelaksanaan perencanaan benar-benar ada keberpihakaan kepada mereka dimana warga merasa ikut memiliki dan bertanggung jawab atas keberhasil-annya. Sehingga diperoleh sebuah perencanaan yang tersusun dengan baik.

2.5

Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang relevan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Rubaniyatur Rohmah (2012) yang berjudul: Sekolah Ramah Anak (SRA) sebagai Upaya untuk Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA) Dalam Bidang Pendidikan di Surakarta (Studi Kasus di Taman Pendidikan Prase-kolah Al Firdaus Surakarta)”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:

(1) Strategi yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan Sekolah Ramah Anak (SRA) ada-lah dengan membuat peraturan daerah, melegal-kan Sekolah Ramah Anak dengan surat keputusan dari Sekertaris Daerah dan membuat Zona Sela-mat Sekolah (ZoSS); (2) Mulai dikenalnya Kota Layak Anak di kalangan masyarakat menjadi peluang pengembangan Sekolah Ramah Anak di Surakarta; (3) Kurangnya sosialisasi kepada ma-syarakat menjadi penghambat pengembangan Se-kolah Ramah Anak (SRA) di Surakarta; (4) Bentuk-bentuk kekerasan yang sering terjadi adalah kekerasan fisik, kekerasan verbal dan kekerasan psikologis; (5) Sekolah Ramah Anak diwujudkan dengan penyediaan fasilitas yang dapat mewadahi bakat dan potensi anak dan menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).


(4)

Penelitian yang dilakukan Nur Fadhilah (2012)

tentang “Analisis Proses Pembelajaran Matematika

Dalam Perspektif Sekolah Ramah Anak Di MTs NU

Sidoarjo”. Dari hasil pengamatan dan penelitian dapat

ditunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika di kelas VIII sudah berlangsung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pembelajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terhadap proses pembelajaran. Proses pembelajaran matematika di kelas IX sudah berlang-sung dengan baik. Sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada sekolah ramah anak yakni perencanaan, pengelolaan kelas, metode pembelajaran, media pem-belajaran, sikap positif guru pada siswa pada saat proses pembelajaran, dan respon positif siswa terha-dap proses pembelajaran.

Beberapa penelitian di atas menjadi pelengkap yang mendukung penelitian ini tentang perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA). Keberadaan Sekolah Ramah Anak (SRA) dapat menjadikan para peserta didik lebih aman, nyaman, dan gembira ketika berada di sekolah sehingga siswa mampu berekspresi, ber-kreasi dan berinovasi sesuai minat dan bakatnya tanpa adanya diskriminasi dan kekerasan. Dengan demikian akan terjadi peningkatan yang optimal pada prestasi yang diperoleh peserta didik baik prestasi


(5)

seni, olah raga, kepramukaan, keterampilan dan kewirausahaan.

2.6

Kerangka Pikir

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Kekerasan terhadap anak adalah tindak kekerasan secara fisik, seksual, psiko-logis, verbal, dan atau pengabaian/penelantaran ter-hadap anak. Selain kekerasan yang dialami oleh anak, pelaksanaan pembelajaran yang membosankan dan monoton juga menjadi salah satu alasan lahirnya sekolah ramah anak.

Sekolah ramah anak memastikan setiap anak secara inklusif berada dalam lingkungan yang aman secara fisik, melindungi secara emosional, dan men-dukung secara psikologis. Kemampuan sekolah untuk menjadi ramah anak sangat terhubung dengan tingkat dukungan, partisipasi, dan kerjasama yang diperoleh dari orang tua, masyarakat dan lingkungan sekitar. Sekolah Ramah Anak bertujuan untuk membangun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu untuk belajar. Oleh karena itu, bagi sebuah sekolah yang ingin menjadi sekolah yang ramah anak diperlukan adanya perencanaan yang matang agar tujuan sekolah dapat tercapai dengan baik.


(6)

Kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kekerasan

Terhadap Anak

Pembelajaran yang

membosankandan

monoton

Peranserta semua anggota sekolah

Menghasil-kan perencanaan

partisipatif

Pembatasan hak anak untuk bermain

1. Melakukan EDS 2. Menyusun

visi dan misi 3. Melakukan

analisis SWOT 4. Membuat

perencana-an strategis 5. strategi


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa SDN Bergas Kidul 03 Kec. Bergas Kabupaten Semarang T2 942012090 BAB II

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB IV

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942012068 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang

0 0 250

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perencanaan Sekolah Ramah Anak (SRA) di SD Negeri Gebugan 01 Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang

0 1 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian Standar Kualitas Pendidikan di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang T2 942008110 BAB II

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Regrouping SD Negeri Tukang 01 dan SD Negeri Tukang O2 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang T2 942015029 BAB II

3 51 55

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah Di SD Negeri Genuk 01 Ungaran Baratabupaten Semarang T2 BAB II

0 1 20