BAB IV PRINSIP-PRINSIP TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT
DALAM PENGANGKUTAN LAUT MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
A. Hak dan Kewajiban Pengangkut Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, adapun kewajiban dari pengangkut dalam pengangkutan laut antara lain:
1. Perusahaan angkutan wajib mengangkut penumpang danatau barang terutama
angkutan pos yang disepakati dalam perjanjian pengangkutan. 2.
Perusahaan angkutan di perairan wajib memberikan fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah 5 lima
tahun, orang sakit dan lanjut usia tanpa mengenakan biaya tambahan. 3.
Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap keselamatan dan kenyamanan penumpang danatau barang yang
diangkutnya serta melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Perusahaan angkutan di perairan wajib memenuhi beberapa persyaratan
tertentu dalam mengangkut barang berbahaya dan barang khusus, seperti: a
Pengemasan, penumpukan, dan penyimpanan di pelabuhan, penanganan bongkar muat, serta penumpukan dan penyimpanan
selama berada di kapal. b
Keselamatan sesuai dengan peraturan dan standar, baik nasional maupun internasional bagi kapal khusus pengangkut barang
berbahaya, dan
Universitas Sumatera Utara
c Pemberian tanda tertentu sesuai dengan barang berbahaya yang
diangkut. 5.
Perusahaan angkutan laut yang mengangkut barang berbahaya dan khusus wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Syahbandar sebelum kapal
pengangkut barang khusus danatau barang berbahaya tiba di pelabuhan.
B. Tanggung Jawab Pengangkut Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
Berkaitan dengan prinsip-prinsip tanggung jawab pengangkut di atas, maka dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran dapat diketahui
bahwa terdapat 3 tiga prinsip tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan laut adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Kesalahan
Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti
kerugian atas segala kerugian yang timbul dari kesalahannya. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 pada Pasal 40 ayat 1 dan Pasal
41 ayat 1 yang menyebutkan, “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang, dan atau barang yang
diangkutnya. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan akibat pengoperasian kapal, berupa:
a kematian atau lukanya penumpang yang diangkut,
b musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut,
c keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut,
d kerugian pihak ketiga”
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu terlebih dahulu. Beban pembuktian ada pada pihak yang
dirugikan, bukan pada pengangkut. 2.
Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga Bersalah Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya, tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan
dari kewajiban membayar ganti rugi. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada Pasal 41 ayat 2 yang
menyebutkan, “Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b, c, dan d bukan disebabkan oleh kesalahannya,
perusahaan angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya tanggung jawabnya”.
Yang dimaksud dengan tidak bersalah adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa
yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang
dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.
3. Prinsip Pembatasan Tanggung Jawab Pengangkut
Mengenai pembatasan tanggung jawab pengangkut ini diatur dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran pada Pasal 40 ayat 2 dan
Pasal 41 ayat 2 yang menyebutkan, “Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah
yang dinyatakan dalam dokumen muatan danatau perjanjian atau kontrak
Universitas Sumatera Utara
pengangkutan yang telah disepakati. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat ditimbulkan akibat pengoperasian kapal, berupa:
a kematian atau lukanya penumpang yang diangkut,
b musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut,
c keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut,
d kerugian pihak ketiga”
Bila tidak ada pembatasan tanggung jawab pengangkut, maka ada kemungkinan pengangkut akan menderita rugi dan jatuh pailit. Menghindari
hal ini, maka undang-undang memberikan batasan tentang ganti rugi. Jadi, pembatasan ganti rugi dapat dilakukan oleh pengangkut sendiri dengan cara
mengadakan klausula dalam perjanjian pengangkutan, konosemen atau charter party, dan oleh pembentuk undang-undang.
C. Pemberian Ganti Rugi Oleh Pengangkut Terhadap Penumpang Dan Pengirim Barang Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008
Tentang Pelayaran.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pemberian ganti rugi yang dilakukan oleh pengangkut terhadap penumpang dan
pengirim barang dalam pengangkutan laut tidak diatur secara khusus. Akan tetapi pengaturrannya digabung bersama penerapan tanggung jawab pengangkut, atau
seperti yang terdapat pada Pasal 41 ayat 1 dan 2 berikut: Ayat 1, Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dapat
ditimbulkan akibat pengoperasian kapal, berupa: a
kematian atau lukanya penumpang yang diangkut, b
musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut, c
keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut, d
kerugian pihak ketiga
Universitas Sumatera Utara
Ayat 2, Jika dapat membuktikan bahwa kerugian sebagaimana dimaksud ayat 1 huruf b, c, dan d bukan disebabkan oleh kesalahannya, perusahaan
angkutan di perairan dapat dibebaskan sebagian atau seluruhnya tanggung jawabnya.
Ayat 3, Perusahaan angkutan di perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap keselamatan dan kenyamanan penumpang danatau barang
yang diangkutnya serta melaksanakan asuransi perlindungan dasar penumpang umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN