Berita Terorisme Dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan)

(1)

BERITA TERORISME DAN SIKAP REMAJA MUSLIM

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Diajukan Oleh :

MUHAMMAD TOHA HARAHAP (080922033)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI EKSTENSI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Muhammad Toha Harahap

NIM : 080922033

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim

(Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. HR. Danan Djaja, MA Drs. Amir Purba, MA

NIP. 95211091983031001 NIP.1952102191987011001

Dekan FISIP USU

Prof. M. Arif Nasution, MA NIP. 196207031987111001


(3)

ABSTRAKSI

Judul skripsi : Berita terorisme dan sikap remaja muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan).

Kata kunci : berita, terorisme, sikap remaja muslim

Penelitian ini berjudul Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan. Teori yang digunakan dalam pendekatan dengan sikap adalah teori S-O-R.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah SMA Al-azhar Medan, populasi berjumlah 360 orang. Untuk mendapatkan jumlah sampel, maka peneliti hanya mengambil 20% dari jumlah populasi yaitu diperoleh sebesar 72 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Sampling dan

Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field research).

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis korelasional dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Rank Order Spearman’s) dengan menggunakan aplikasi SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,370 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05. Dengan demikian maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One dan sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis mengajukan beberapa saran diantaranya adalah semoga dengan adanya berita terorisme di TV One, remaja muslim di SMA Al-azhar bisa mengambil sikap yang benar dan tepat dalam menilai dan memahami terorisme yang terjadi di Indonesia pada khususnya.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan).

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Hal ini juga dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan secara langsung ilmu yang telah diperoleh selama di bangku perkuliahan dan menambah pengalaman, khususnya yang berhubungan dengan ilmu komunikasi.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah membantu sebelum, selama dan setelah penulis mengerjakan skripsi. Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan setulus-tulusnya kepada kedua orang tua yang sangat penulis sayangi, yaitu Ayahanda H. Syaiful Akbar Harahap dan Ibunda Hj. Maha Dewi atas pengertian dan dukungannya baik secara lisan maupun doa kepada penulis. Mudah-mudahan semua yang penulis lakukan dapat membahagiakan dan membanggakan Ayahanda dan Ibunda tercinta.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, peneliti juga banyak mendapatkan bimbingan, nasehat serta dukungan dari banyak pihak. Maka dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis, MA, selaku dosen wali penulis.

4. Bapak Drs. HR. Danan Djaja, MA, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan meluangkan waktu, serta memberikan nasehat-nasehat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Komunikasi pada khususnya dan staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sumatera Utara pada umumnya. Terima kasih sebesar-besarnya atas ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan kepada penulis.

6. Kakak saya Magda dan adik saya Tika, yang selalu memberikan motivasi dan setia mendengarkan keluh-kesah penulis selama mengerjakan skripsi ini.

7. Buat teman-teman seperjuangan di bangku perkuliahan selama ini yang tidak bisa penulis ucapkan semua namanya disini karena keterbatasan, penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas kesediaannya membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan atas hari-harinya yang menyenangkan selama kita kuliah. Mudah-mudahan kita tetap menjalin persahabatan untuk selama-lamanya.

8. Kak Ros, Kak Maya dan Kak Icut, terima kasih atas bantuannya untuk segala urusan administrasi penulis.

9. Buat sahabat karib penulis yaitu Fifi, Rudi, Dedek, Golda, dan Syafriadi yang terus memotivasi penulis serta memberikan dukungan baik berupa doa dan perhatian yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis agar bisa segera menyelesaikan skripsi ini. 10. Buat orang yang spesial Jan dan Tata yang selalu ada dan siap membantu penulis kapan

saja selama pengerjaan skripsi ini hingga selesai dan terus memberikan support dalam berbagai hal bagi penulis. Terima kasih karena kalian sudah menjadi orang yang paling mengerti penulis.


(6)

11. Bapak Yayasan Hajjah Rahmah Nasution beserta kepala sekolah dan staff SMA Al-azhar Medan yang telah memberikan saya kepercayaan untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

12. Seluruh siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi responden bagi penulis dalam melakukan penelitian selama ini.

Menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dari isi skripsi hasil penelitian ini, maka penulis menerima saran dan kritik yang membangun demi menyempurnakan skripsi ini. Peneliti juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.

Medan, Juni 2010 Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1.Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 5

I.3 Pembatasan Masalah ... 6

I.4 Tujuan & Manfaat Penelitian Penelitian ... 6

I.5 Kerangka Teori ... 7

I.5.1 Pengertian Berita ... 7

I.5.2 Nilai Berita ... 8

I.5.3 Syarat Berita ... 9

I.5.4 Televisi Sebagai Media Penyiaran ... 10

I.5.5 Terorisme ... 11

I.5.6 Teori S-O-R ... 12

I.5.7 Sikap ... 13

I.6 Kerangka Konsep ... 13

I.7 Model Teoritis ... 14

I.8 Operasional Variabel ... 15

I.9 Definisi Operasional Variabel ... 16

I.10 Hipotesis ... 17

BAB II URAIAN TEORITIS ... 18

II.1. Pengertian berita ... 18

II.2. Nilai berita ... 21

II.3 Syarat berita ... 27

II.4 Televisi sebagai media penyiaran ... 30

II.5 Terorisme ... 32

II.5.1 Sejarah terorisme ... 32


(8)

II.6 Teori S-O-R ... 37

II.7 Sikap ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

III.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

III.1.1 Sejarah SMA Al-azhar Medan ... 45

III.1.2 Sejarah TV One ... 42

III.2 Metodologi Penelitian ... 43

III.3 Populasi dan Sampel ... 44

III.3.1 Populasi ... 44

III.3.2 Sampel ... 45

III.5 Teknik Penarikan Sampel ... 45

III.6 Pelaksanaan Pengumpulan Data ... 47

III.7 Teknik Analisa Data ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... ` 51

IV.1 Pelaksanaan Pengumpulan Data & Teknik ... 51

IV.1.1 Tahapan pengumpulan data ... 51

IV.1.2 Teknik pengolahan data ………. 51

IV.2 Analisis Deskriptif ... 52

IV.3 Analisis Korelasional ... 86

IV.4 Uji Hipotesis ……….. 95

IV.5 Pembahasan ……….... 97

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 98

V.1 Kesimpulan ... 98


(9)

ABSTRAKSI

Judul skripsi : Berita terorisme dan sikap remaja muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-Azhar Medan).

Kata kunci : berita, terorisme, sikap remaja muslim

Penelitian ini berjudul Berita Terorisme di TV One dan Sikap Remaja Muslim (Studi Korelasional tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional, yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan, seberapa besar hubungan tersebut dan berarti tidaknya hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan. Teori yang digunakan dalam pendekatan dengan sikap adalah teori S-O-R.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah siswa-siswi kelas 1 dan 2 SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010. Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak sekolah SMA Al-azhar Medan, populasi berjumlah 360 orang. Untuk mendapatkan jumlah sampel, maka peneliti hanya mengambil 20% dari jumlah populasi yaitu diperoleh sebesar 72 orang. Sementara teknik penarikan sampel yang digunakan adalah Proportional Sampling dan

Purposive Sampling.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui dua cara, yaitu penelitian kepustakaan (Library research) dan penelitian lapangan (Field research).

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, analisis korelasional dan uji hipotesis melalui rumus Koefisien Korelasi Tata Jenjang oleh Spearman (Rank Order Spearman’s) dengan menggunakan aplikasi SPSS 15.0 for Windows. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh koefisien korelasi rank spearman sebesar 0,370 dengan nilai probabilitas 0,001. Hal ini berarti nilai probabilitas tersebut lebih kecil dari tingkat signifikansi yaitu 0,05. Dengan demikian maka hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima. Artinya terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One dan sikap remaja muslim di SMA Al-azhar Medan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka penulis mengajukan beberapa saran diantaranya adalah semoga dengan adanya berita terorisme di TV One, remaja muslim di SMA Al-azhar bisa mengambil sikap yang benar dan tepat dalam menilai dan memahami terorisme yang terjadi di Indonesia pada khususnya.


(10)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

Teror dan terorisme adalah dua kata yang hampir sejenis yang dalam satu dekade ini menjadi sangat populer, atau tepatnya sejak peristiwa runtuhnya WTC (World Trade Center) tanggal 9 September 2001 yang lalu. Jika kita memasukan kata terorisme pada mesin pencari di internet, maka kita akan mendapati ribuan bahkan jutaan hasilnya, dengan segala latar belakang, pembelaan, tuduhan, perkembangan, dan lain-lainnya. Yang ironisnya, selalu saja menjadi kata sifat dan keterangan dari sebuah agama bernama Islam.

Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere. Namun di masa Revolusi Perancis, kata teror sendiri juga dikenal dengan sebutan “Le terreur” yang berasal dari bahasa Perancis. Kata tersebut semula hanya dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Maka secara tak langsung kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.

Terorisme berkembang sejak berabad lampau. Asalnya, terorisme hanya berupa kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai pelakunya. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme.


(11)

Sebagai bagian dari fenomena sosial, terorisme jelas berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi modern. Proses globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan menciptakan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan media yang luas membuat jaringan dan tindakan teror semakin mudah mencapai tujuan.

Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur sosial. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, Islam diidentifikasikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi atau pun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alasan yang jelas sama sekali.

Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia. Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama islam menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan boleh membunuh, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya.

Beberapa bulan terakhir, ditengah berkecamuknya suasana politik negeri ini terkait dengan kasus bail-out bank century, kita kembali disuguhi berita perburuan teroris di Pamulang dan Aceh. Dimana teroris di Aceh sekarang ini telah menjadi perbincangan hangat. Di media massa seperti koran, televisi dan lain-lain memuat berita tersebut. Teroris di Aceh ini diduga kuat adalah jaringan Al Qaeda. Seperti yang di katakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seakan ingin memastikan, keberadaan pemimpin teroris di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bukanlah asli orang Aceh. Presiden juga merasa yakin, apa yang terjadi di Aceh diindikasikan ada unsur terorisnya.


(12)

Padahal belum lepas dari ingatan kita, berita terorisme terkait dengan kejadian bom di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriott pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu tidak hanya membuat sibuk pengamat sosial, politik, keamanan dan budaya tetapi juga para insan olahraga karena tim kesayangannya, klub sepakbola kelas dunia MU (Manchester United) gagal ‘merumput’ di Gelora Bung Karno.

Sejak kejadian WTC 9 September itu, dunia pun mulai menyatakan perang terhadap teroris, Say No to Teroris. Slogan-slogan tersebut terus dijejalkan pada masyarakat dan tak lama kemudian dimulailah ‘operasi pembersihan’ di negara-negara yang dituduh sebagai ‘pabrik’ teroris, seperti Irak dan Afganistan (yang mana keduanya merupakan negara muslim). Meskipun pada perkembangan selanjutnya, banyak para ahli yang mulai curiga bahwa ada yang salah dalam cerita tragedi kemanusiaan itu namun masih lebih banyak yang tidak mau mencermati sejarah sehingga dengan mudah mereka menggunakan istilah teroris dan mengaitkannya dengan gerakan Islam radikal, militan, fundamentalis, atau garis keras seperti halnya yang digembar-gemborkan pihak Barat.

Hal ini membuat banyak kalangan kebingungan siapa sebenarnya yang teroris itu. Penelitian ini tentu tidaklah cukup refresentatif untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi paling tidak bisa memberikan sedikit gambaran bahwa terorisme pada dasarnya adalah sebuah ideologi komunitas tertentu yang melakukan aksi bom bunuh diri sebagai sarana untuk menyampaikan pesan anti Amerika dengan mengatasnamakan agama. Hal ini tentunya menodai citra Islam sebagai agama yang mengajarkan keselamatan dan kedamaian, agama yang rahmatan lil alamiin yang semua aspek ajarannya jika dipahami dan diaplikasikan secara integral dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi yang mulia, secara pribadi maupun sosial.

Karena Islam tidak mengenal konsep jihad dengan makna membunuh ketika berada dalam situasi damai dan ketentraman. Jihad itu maknanya adalah berjuang dalam dimensi


(13)

yang luas, yakni bisa bermakna memperbaiki nasib rakyat, bersedekah, mendirikan sarana pendidikan, mengayomi masyarakat dan berbagai kebajikan lainnya. Kalau kemudian jihad diartikan hanya berperang, itu sudah keliru dan akan melahirkan kekeliruan selanjutnya.

Pertanyaan yang juga sering muncul adalah mengapa pelaku bom bunuh diri tersebut yang sering disebut teroris, notabene adalah seorang muslim yang baik, shaleh, rajin shalat, taat menjalankan perintah agama, tidak pernah berbuat onar di masyarakat dan menguasai berbagai pengetahuan termasuk ilmu agama. Untuk menilai kepribadian seseorang tidak hanya bisa dilihat dari satu faktor saja. Sangat kompleks permasalahannya karena manusia adalah mahluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya. Dan banyak juga ini terjadi karena pengaruh lingkungan dan pergaulan. Terlebih jika dikaitkan dengan kecenderungan usia remaja (13 - 18 tahun) dimana keterikatan terhadap kelompok pergaulan lebih dominan ketimbang terhadap keluarga.

Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana kepribadian para teroris itu terbentuk perlu adanya pendekatan khusus. Masyarakat dan pemerintah harus melakukan kajian psikologis dan psikoanalisa jika ada pelaku-pelaku yang tertangkap. Dan sebagai antisipasi, perlu adanya konseling dan pendidikan yang lebih baik lagi bagi keluarga-keluarga teroris yang mempunyai potensi menjadi teroris juga. Bentengi diri dan keluarga kita dengan memupuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dalam keluarga sebagai lingkungan terdekat yang membentuk dan mempengaruhi pribadi dan budi pekerti seseorang. Dan tak kalah penting adalah selektif dalam memilih teman atau lingkungan.

Berita-berita mengenai terorisme yang pernah ditayangkan oleh TV One pun, tentu akan mendapatkan tanggapan yang beragam dari penontonnya. Informasi yang tersaji dalam bentuk gambar dan ilustrasi dapat merangsang penonton TV One untuk memberikan


(14)

tanggapan maupun sikap terhadap berita tersebut. Dengan adanya penonton yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda seperti usia, jenis kelamin maupun tingkat pendidikan, memunculkan ketertarikan peneliti untuk melihat fenomena yang terjadi akibat berita terorisme tersebut. TV One yang dipilih oleh peneliti sebagai perwakilan media televisi yang menayangkan berita terorisme dianggap sebagai saluran media televisi yang mampu memenuhi kebutuhan informasi akan suatu berita yang terdepan dalam mengabarkannya. Dalam penyajian berita, TV One dapat menayangkannya secara langsung dari tempat kejadian perkara dimana pun dan kapan pun kejadian tersebut berlangsung.

Lokasi penelitian yang peneliti anggap mampu meneliti permasalahan yang ingin diteliti adalah SMA Al-azhar Medan. Penelitian lokasi ini berdasarkan kesesuaian dengan judul yang peneliti angkat. Dimana peneliti ingin mengetahui akan sikap remaja muslim pada sekolah menengah umum yang ada di kota Medan. SMA Al-azhar merupakan salah satu sekolah menengah umum yang tidak hanya diutamakan menguasai ilmu dan teknologi tapi yang paling utama harus dibekali akhlak dan taqwa.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut : “Sejauhmanakah berita terorisme di TV One mempengaruhi sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan”


(15)

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk lebih memperjelas dan menghindari ruang lingkup yang terlalu luas, maka perlu dibuat pembatasan masalah.

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian mengenai berita terorisme hanya dibatasi pada lembaga penyiaran swasta TV One, karena lembaga penyiaran televisi swasta ini cukup representatif di dalam menyajikan berita-berita mengenai permasalahan terorisme.

2. Objek penelitian yang dipilih adalah siswa SMA Al-azhar Medan, dengan alasan lokasi penelitian dengan tempat tinggal penulis secara geografis cukup ideal sehingga penelitian ini dapat dilakukan.

3. Unit analisis penelitian ditetapkan siswa/siswi kelas 1 dan 2 di SMA Al-azhar Medan tahun ajaran 2009/2010.

4. Penelitian ini layak dilakukan dan dapat diselesaikan tepat pada waktunya dengan alasan ketersediaan dana, dukungan data yang memadai atau mencukupi.

I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian I.4.1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mencari hubungan pengaruh antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.

2. Untuk mengetahui sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan terhadap pemberitaan terorisme di TV One.

3. Untuk mengetahui tanggapan remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan setelah menonton berita terorisme di TV One.


(16)

I.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

a. Secara Akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada FISIP USU khususnya jurusan ilmu komunikasi dalam rangka memperkaya khasanah penelitian dan sumber bacaan.

b. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian khususnya di bidang komunikasi massa.

c. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian sejenis.

I.5. Kerangka Teori

Untuk memecahkan suatu masalah dengan jelas dan sisitematis, dibutuhkan teori-teori sebagai landasan dan kerangka berpikir. Teori berguna sebagai pendukung pemecahan masalah.

Menurut Kerlinger (dalam Rakhmat, 2007:6), teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

Adapun teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini adalah pengertian berita, nilai berita, syarat berita, televisi sebagai media penyiaran, terorisme, teori S-O-R dan sikap.

I.5.1. Pengertian Berita

Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan dalam bentuk cetak, siaran, internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Laporan berita merupakan tugas profesi wartawan, saat berita dilaporkan


(17)

oleh wartawan laporan tersebut maka akan menjadi fakta/ide terkini yang dipilih secara sengaja oleh redaksi pemberitaan atau media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita. Stasiun televisi biasanya memiliki acara berita atau menayangkan berita sepanjang waktu. Kebutuhan akan berita ada dalam masyarakat, baik yang melek huruf maupun yang buta huruf

(http://id.wikipedia.org/wiki/Berita).

Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya.

Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna

(significant), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati

oleh mereka. Defenisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang : a. baru dan penting,

b. bermakna dan berpengaruh,

c. menyangkut hidup orang banyak, d. relevan dan menarik.

I.5.2. Nilai Berita

Nilai berita (news value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis, yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana


(18)

peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan harus dilupakan.

Ada sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, di antaranya adalah :

1. Keluarbiasaan (unusualness) 2. Kebaruan (newness)

3. Akibat (impact) 4. Aktual (timeliness) 5. Kedekatan (proximity) 6. Informasi (information) 7. Konflik (conflict)

8. Orang Penting (prominence)

9. Ketertarikan Manusiawi (human interest) 10.Kejutan (surprising)

11.Seks (sex)

I.5.3. Syarat Berita

Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan seorang wartawan atau sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat diketahui bahwa syarat berita harus :

a. Fakta b. Obyektif


(19)

c. Berimbang d. Lengkap e. Akurat

I.5.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran

Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia. Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan menguntungkan pemerintah dalam hal kampanye pemilu. Kedua, dapat membentuk rasa persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi.

Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Dan pada akhir tahun 1980-an, masyarakat mulai jenuh terhadap tayangan TVRI. Hal ini ditangkap oleh beberapa pengusaha yang kemudian mendirikan beberapa stasiun televisi swasta.

Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat diulang.


(20)

Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang. Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai waktu).

Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok masyarakat terdidik, namun program itu akan ditinggalkan oeh sekelompok masyarakat lainnya.

I.5.5. Terorisme

Terorisme pada dasarnya merupakan suatu gejala kekerasan yang berkembang sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri. Terorisme sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, ditengarai telah ada sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, dan pada abad pertengahan. Terorisme secara klasik diartikan sebagai kekerasan atau ancaman kekerasan yang dilakukan untuk menciptakan rasa takut dalam masyarakat.

Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan. Di masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794 kata teror juga dikenal sebagai kata Le Terreur. Yang pada awalnya kata tersebut dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang dikembangkan oleh pemerintahan pasca Revolusi Perancis adalah dengan cara menghukum


(21)

Stimulus

Respon

Organisme :

- Perhatian - Pengertian - Penerimaan

mati para pegiat anti-pemerintah, dengan memenggal kepala korban di bawah tiang penggal

guillotin. Sejak itulah kata teror masuk dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa.

Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat. Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda.

I.5.6. Teori S-O-R

Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon).

Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :

a. Pesan (Stimulus) b. Penerima (Organisme) c. Efek (Respon)


(22)

Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila organisme memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya, sampai pada proses organisme tersebut memikirkannya hingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya.

I.5.7 Sikap

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab jika sudah terbentuk pada manusia ia akan turut menentukan cara manusia bertingkah laku terhadap objek-objek sikapnya. Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan pada sekelompok orang.

Interpretasi ini melahirkan pendirian/sikap (attitude) seseorang yaitu apa yang sebenarnya dirasakan oleh seseorang. Sikap juga merupakan opini yang masih tersembunyi di dalam hati seseorang. Sikap mempunyai tiga komponen pembentuk yang secara sederhana dikenal sebagai A (Affect ; perasaan/emosi) – B (behavior ; perilaku) – C (Cognition ; pengertian/keyakinan).


(23)

I.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori yang mendasari penelitian ini, selanjutnya disusun oleh suatu kerangka konsep yang didalamnya terdapat variabel-variabel dan indikator yang tujuannya menjelaskan masalah penelitian.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang akan diteliti, yaitu : 1. Variabel Bebas (X), merupakan variabel yang mempengaruhi variabel lain.

- Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berita terorisme di TV One

2. Variabel Terikat (Y), merupakan variabel yang memberikan reaksi/respon jika dihubungkan dengan variabel bebas.

- Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sikap remaja muslim

I.7. Model Teoritis

Gambar 1. Model Teoritis

I.8. Operasionalisasi Variabel

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang ada diatas, maka dibuat operasional variabel untuk membentuk kesamaan dan kesesuaian dalam penelitian, yaitu :

Variabel X

Berita terorisme di TV One

Variabel Y

Sikap Remaja Muslim


(24)

Tabel 1. Variabel Operasional

Variabel Teori Variabel Operasional

- Bentuk penyajian Variabel Bebas (X)

Berita terorisme di TV One

Karakteristik Responden

- Gaya bahasa - Kejelasan isi berita - Frekuensi penayangan - Narasumber

- Presenter - Wawancara

-Usia

-Jenis Kelamin

Komponen Sikap :

Variabel Terikat (Y) Sikap Remaja Muslim

• Komponen kognitif -Perhatian

-Kepedulian -Pengetahuan -Keyakinan

• Komponen afektif

-Sikap suka atau tidak terhadap berita terorisme

-Mendukung atau tidak mendukung berita terorisme

• Komponen behavior

-Takut atau tidak takut terhadap terorisme


(25)

I.9. Definisi Operasional

Adapun definisi dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (X), yaitu Berita Terorisme di TV One

- Bentuk penyajian adalah tata cara dan letak berita yang disajikan, apakah selalu sebagai headline news atau tidak.

- Gaya bahasa adalah di dalam pemberitaan, media massa menggunakan gaya bahasa yang bagaimana sehingga mampu membuat masyarakat memberikan respon, baik verbal maupun non verbal.

- Kejelasan isi berita adalah penggunaan kata-kata dalam berita tersebut apakah sangat jelas, sedikit rancu, atau tidak dapat dipahami responden.

- Frekuensi penayangan adalah kuantitas berita tersebut muncul di televisi.

- Narasumber adalah orang yang terkait dengan rangkaian fakta yang akan diberitakan, yang dimintai keterangan dan pernyataannya oleh seorang wartawan maupun reporter.

- Presenter adalah pembaca berita yang harus memiliki keahlian public speaking agar bisa menarik perhatian pemirsa.

- Wawancara adalah wawancara yang dilakukan di tempat peristiwa. Biasanya dilakukan dengan pihak-pihak terkait, bisa dari pihak pemerintah yang berwenang maupun masyarakat setempat.

2. Variabel Terikat (Y), yaitu Sikap Remaja Muslim • Komponen kognitif, meliputi :

- Perhatian adalah perhatian responden terhadap berita terorisme di TV One.

- Kepedulian adalah kepedulian responden terhadap berita terorisme di TV One.

- Pengetahuan adalah wawasan responden setelah menonton berita terorisme di TV One.


(26)

- Keyakinan adalah tingkat kepercayaan responden terhadap berita terorisme di TV One.

• Komponen afektif, meliputi :

- Sikap suka atau tidak terhadap berita terorisme di TV One. - Mendukung atau tidak mendukung berita terorisme di TV One.

• Komponen behavior, meliputi :

- Takut atau tidak takut terhadap terorisme setelah menonton dan memahami berita terorisme di TV One.

3. Karakteristik Responden

- Usia adalah tingkat kedewasaan seseorang yang menonton berita di TV One.

- Jenis kelamin adalah penonton remaja pria atau remaja perempuan.

I.10. Hipotesis

Hipotesis adalah pernyataan yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya yang mungkin benar dan mungkin salah. Berdasarkan konsep dan teori sebagaimana yang telah peneliti kemukan diatas maka peneliti akan coba mengemukakan hipotesis penelitian, yakni :

Ho : tidak terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA AL-Azhar Medan.

Ha : terdapat hubungan antara berita terorisme di TV One terhadap sikap remaja muslim di SMA Al-Azhar Medan.


(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Pengertian Berita

Secara sosiologis, berita adalah semua hal yang terjadi di dunia. Dalam gambaran yang sederhana, seperti dilukiskan dengan baik oleh para pakar jurnalistik, berita adalah apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan televisi. Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta merupakan berita. Berita biasanya menyangkut orang-orang, tetapi tidak setiap orang bisa dijadikan berita. Berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dilaporkan.

Banyak orang mendefinisikan berita sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa belum ada definisi berita secara universal. Untuk memperkuat penyajian atas peristiwa apa yang sedang kita pantau dan bagaimana menyajikannya, reporter pencari berita harus mempunyai definisi sendiri mengenai lingkup pekerjaannya.

Dalam buku Here’s the News yang dihimpun oleh Paul De Maeseneer, berita didefinisikan sebagai informasi baru tentang kejadian yang baru, penting, dan bermakna (signifikan), yang berpengaruh pada para pendengarnya serta relevan dan layak dinikmati oleh mereka. Definisi berita tersebut mengandung unsur-unsur yang :

a. Baru dan penting,

b. Bermakna dan berpengaruh, c. Menyangkut hidup orang banyak, d. Relevan dan menarik.


(28)

Definisi lain dari berita, menurut Doug Newson dan James A. Wollert dalam Media

Writing : News for the Mass Media (1985:11) mengemukakan dalam definisi sederhana,

berita adalah apa saja yang ingin dan perlu diketahui orang atau lebih luas lagi oleh masyarakat (dalam Sumadiria, 2005:64). Dengan melaporkan berita, media massa memberikan informasi kepada masyarakat mengenai apa yang mereka butuhkan.

Batasan-batasan yang diberikan oleh tokoh-tokoh lain mengenai berita, yang dikutip Assegaff, 1983 (dalam Mondry, 2008:132-133) antara lain sebagai berikut :

a. M. Lyle Spencer, dalam buku News Writing menyebutkan, berita merupakan kenyataan atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca. b. Williard C. Bleyer, dalam buku Newspaper Writing and Editing mengemukakan,

berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena dia dapat menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut.

c. William S. Maulsby dalam buku Getting in News menulis, berita dapat didefinisikan sebagai suatu penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang menarik perhatian para pembaca surat kabar yang memuat berita tersebut.

d. Eric C. Hepwood menulis, berita adalah laporan pertama dari kejadian yang penting dan dapat menarik perhatian umum.

Setelah merujuk kepada beberapa definisi diatas, meskipun berbeda-beda namun terdapat persamaan yang mengikat pada berita, meliputi : menarik perhatian, luar biasa dan termasa (baru). Karena itu, bisa disimpulkan bahwa berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak,


(29)

melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online internet (Sumadiria, 2005:65).

Dengan kata lain, berita bukan hanya menunjuk pada pers atau media massa dalam arti sempit dan tradisional, melainkan juga pada radio, televisi, film, dan internet atau media massa dalam arti luas dan modern. Berita pada awalnya, memang hanya milik surat kabar. Tetapi sekarang, berita juga telah menjadi ‘darah-daging’ radio, televisi dan internet. Tak ada media tanpa berita, sebagaimana halnya tak ada berita tanpa media. Berita telah tampil sebagai kebutuhan dasar (basic need) masyarakat modern di seluruh dunia.

Berita dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu berita berat (Hard News) dan berita ringan (Soft News). Selain itu, berita juga dapat dibedakan menurut lokasi peristiwanya, di tempat terbuka atau di tempat tertutup. Sedangkan berdasarkan sifatnya, berita bisa dipilah menjadi berita diduga dan berita tak diduga. Selebihnya, berita juga bisa dilihat menurut materi isinya yang beraneka macam.

Berita berat, sesuai dengan namanya, menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian seperti kebakaran, genpa bumi, kerusuhan. Sedangkan berita ringan, menunjukkan pada peristiwa yang lebih bertumpu pada unsur-unsur ketertarikan manusiawi, seperti pesta pernikahan bintang film atau seminar sehari tentang perilaku seks bebas di kalangan remaja.

Berdasarkan sifatnya, berita terbagi atas berita diduga dan berita tak terduga. Berita diduga adalah peristiwa yang direncanakan atau sudah diketahui sebelumnya, seperti lokakarya, pemilihan umum, peringatan hari-hari bersejarah. Proses penanganan berita yang sifatnya diduga disebut Making News. Artinya kita berupaya untuk menciptakan dan merekayasa berita. Proses penciptaan atau perekayasaan berita itu dilakukan melalui tahapan perencanaan di ruang rapat redaksi, diusulkan dalam rapat proyeksi, dikonsultasikan dengan pemimpin redaksi, dilanjutkan dengan observasi, serta ditegaskan dalam interaksi dan


(30)

konfirmasi dilapangan. Semuanya melalui prosedur manajemen peliputan yang baku, jelas, terstruktur dan terukur. Orang yang meliputnya disebut sebagai reporter (pelapor).

Berita tak terduga adalah peristiwa yang sifatnya tiba-tiba tidak direncanakan, tidak diketahui sebelumnya, seperti kereta api terguling, gedung perkantoran terbakar, bus tabrakan, kapal tenggelam, pesawat dibajak, anak-anak sekolah disandera atau terjadi ledakan bom di pusat keramaian. Proses penanganan berita yang sifatnya tidak diketahui dan tidak direncanakan sebelumnya, atau yang sifatnya tiba-tiba itu disebut Hunting News. Orangnya disebut sebagai hunter (pemburu).

Pengetahuan dan pemahaman tentang klasifikasi berita sangat penting bagi setiap reporter, editor, dan bahkan para perencana dan konsultan media (media planer) sebagai salah satu pijakan dasar dalam proses perencanaan (planning), peliputan (getting), penulisan (writing), dan pelaporan serta pemuatan, penyiaran, atau penayangan berita (reporting and publishing). Pada akhirnya, tahapan-tahapan pekerjaan jurnalistik itu sangat diperlukan dalam kerangka pembentukan, penetapan dan pengembangan manajemen media massa secara profesional dan visioner.

II.2. Nilai Berita

Nilai berita (News Value) merupakan acuan yang dapat digunakan oleh para jurnalis, yakni para reporter dan editor, untuk memutuskan fakta yang pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik. Kriteria mengenai nilai berita merupakan patokan berarti bagi reporter. Dengan kriteria tersebut, seorang reporter dapat dengan mudah mendeteksi mana peristiwa yang harus diliput dan dilaporkan, dan mana peristiwa yang tak perlu diliput dan harus dilupakan. Kriteria nilai berita juga sangat penting bagi para editor dalam mempertimbangkan dan memutuskan, mana berita terpenting dan terbaik untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan melalui medianya kepada masyarakat luas.


(31)

Kriteria umum nilai berita, menurut Brian S. Brooks, George Kennedy, Darly R. Moen, dan Don Ranly dalam News Reporting and Editing (1980:6-17), menunjukkan kepada sembilan hal mengenai nilai berita. Beberapa pakar lain menyebutkan, ketertarikan manusiawi (human interest) dan seks (sex) dalam segala dimensi dan manifestasinya, juga termasuk ke dalam kriteria umum nilai berita yang harus diperhatikan dengan seksama oleh para reporter dan editor media massa. (Sumadiria, 2005:80)

Sejumlah faktor yang membuat sebuah kejadian memiliki nilai berita, adalah :

1. Keluarbiasaan (unusualness)

Dalam pandangan jurnalistik, berita bukanlah suatu peristiwa biasa. Berita adalah suatu peristiwa luar biasa (news is unusual). Untuk menunjukkan berita bukanlah suatu peristiwa biasa, Lord Northchliffe, pujangga dan editor di Inggeris abad 18, menyatakan dalam sebuah ungkapan yang kemudian sangat populer dan kerap dikutip oleh para teoritis dan praktisi jurnalistik.

Lord menegaskan (Mot, 1958 dalam Sumadiria, 2005:81), apabila ada orang digigit anjing maka itu bukanlah berita, tetapi sebaliknya apabila orang menggigit anjing maka itulah berita. Prinsip seperti itu hingga kini masih berlaku dan dijadikan acuan para reporter dan editor dimana pun.

2. Kebaruan (newness)

Suatu berita akan menarik perhatian bila informasi yang dijadikan berita itu merupakan sesuatu yang baru. Semua media akan berusaha memberitakan informasi tersebut secepatnya, sesuai dengan periodesasinya.

Namun demikian, satu hal yang perlu diketahui tentang barunya suatu informasi, yaitu selain peristiwanya yang baru, suatu berita yang sudah lama terjadi, tetapi kemudian ditemukan sesuatu yang baru dari peristiwa itu, dapat juga dikatakan berita tersebut menjadi baru lagi.


(32)

3. Akibat (impact)

Berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Kenaikan harga bahan minyak (BBM), tarif angkutan umum, tarif telepon, bunga kredit pemilikan rumah (KPR), bagaimanapun sangat berpengaruh terhadap anggaran keuangan semua lapisan masyarakat dan keluarga. Apa saja yang menimbulkan akibat sangat berarti bagi masyarakat, itulah berita. Semakin besar dampak sosial, budaya, ekonomi atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai berita yang dikandungnya.

Dampak suatu pemberitaan bergantung pada beberapa hal, yakni seberapa banyak khalayak yang terpengaruh, pmberitaan itu langsung mengena kepada khalayak atau tidak, dan segera tidaknya efek berita itu menyentuh khalayak media surat kabar, radio, atau televisi yang melaporkannya.

4. Aktual (timeliness)

Berita adalah peristiwa yang sedang atau baru terjadi. Secara sederhana aktual berarti menunjuk pada peristiwa yang baru atau yang sedang terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik, media massa haruslah memuat atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Dalam memperoleh dan menyajikan berita-berita atau laporan peristiwa yang aktual ini, media massa mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya mulai dari wartawan sampai kepada daya dukung peralatan paling modern dan canggih untuk menjangkau nara sumber dan melaporkannya pada masyarakat seluas dan secepat mungkin. Aktualitas adalah salah satu ciri utama media massa. Kebaruan atau aktualitas itu terbagi dalam tiga kategori, yaitu : aktualitas kalender, aktualitas waktu dan aktualitas masalah.


(33)

5. Kedekatan (proximity)

Berita adalah kedekatan, yang mengandung dua arti yaitu kedekatan geogarfis dan kedekatan psikologis. Kedekatan geografis menunjuk pada suatu peristiwa atau berita yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Semakin dekat suatu peristiwa yang terjadi dengan domisili kita, maka semakin terusik dan semakin tertarik kita untuk menyimak dan mengikutinya. Sedangkan kedekatan psikologis lebih banyak ditentukan oleh tingkat keterikatan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu objek peristiwa atau berita.

6. Informasi (information)

Menurut Wilbur Schramm, informasi adalah segala yang bisa menghilangkan ketidakpastian. Tidak setiap informasi mengandung dan memiliki nilai berita. Setiap informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan atau ditayangkan media massa. Hanya informasi yang memiliki nilai berita atau memberi banyak manfaat kepada publik yang patut mendapat perhatian media.

7. Konflik (conflict)

Berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik atau pertentangan merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis. Selama orang menyukai dan menganggap penting olah raga, perbedaan pendapat dihalalkan, demokrasi dijadikan acuan, kebenaran masih diperdebatkan, peperangan masih terus berkecambuk di berbagai belahan bumi, dan perdamaian masih sebatas angan-angan, selama itu pula konflik masih akan tetap menghiasi halaman surat kabar, mengganggu pendengaran karena disiarkan radio dan menusuk mata karena selalu ditayangkan di televisi.

Ketika terjadi perselisihan antara dua individu yang makin menajam dan tersebar luas, serta banyak orang yang menganggap perselisihan tersebut dianggap penting untuk diketahui,


(34)

maka perselisihan yang semula urusan individual, berubah menjadi masalah sosial. Disanalah letak nilai berita konflik. Tiap orang secara naluriah, menyukai konflik sejauh konflik itu tak menyangkut dirinya dan tidak mengganggu kepentingannya. Berita konflik, berita tentang pertentangan dua belah pihak atau lebih, menimbulkan dua sisi reaksi dan akibat yang berlawanan. Ada pihak yang setuju (pro) dan ada juga pihak yang kontra.

8. Orang Penting (news maker, prominence)

Berita adalah tentang orang-orang penting, orang-orang ternama, pesohor, selebriti, publik figur. Orang-orang penting, orang-orang terkemuka, dimana pun selalu membuat berita. Jangakan ucapan dan tingkah lakunya, namanya saja sudah membuat berita. Teori jurnalistik menegaskan, nama menciptakan berita (names makes news).

Di Indonesia, apa saja yang dikatakan dan dilakukan bintang film, bintang sinetron, penyanyi, penari, pembawa acara, pejabat, dan bahkan para koruptor sekalipun, selalu dikutip pers. Kehidupan para publik figur memang dijadikan ladang emas bagi pers dan media massa terutama televisi. Mereka menabur perkataan dan mengukuhkan perbuatan, sedangkan pers melaporkan dan menyebarluaskannya. Semua dikemas lewat sajian acara paduan informasi dan hiburan (information dan entertainment), maka jadilah infotainment. Masyarakat kita sangat menyukai acara-acara ringan semacam ini.

9. Kejutan (suprising)

Kejutan adalah sesuatu yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan, tidak direncanakan, di luar perhitungan, tidak diketahui sebelumnya. Kejutan bisa menunjuk pada ucapan dan perbuatan manusia. Bisa juga menyangkut binatang dan perubahan yang terjadi pada lingkungan alam, benda-benda mati. Semuanya bisa mengundang dan menciptakan informasi serta tindakan yang mengejutkan, mengguncang dunia, seakan langit akan runtuh, bukit akan terbelah dan laut akan musnah.


(35)

10. Ketertarikan Manusiawi (human interest)

Kadang-kadang suatu peristiwa tak menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang, atau bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat tetapi telah menimbulkan getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya. Peristiwa tersebut tidak menguncangkan, tidak mendorong aparat keamanan siap-siaga atau segera merapatkan barisan dan tak menimbulkan perubahan pada agenda sosial-ekonomi masyarakat. Hanya karena naluri, nurani dan suasana hati kita merasa terusik, maka peristiwa itu tetap mengandung nilai berita. Para praktisi jurnalistik mengelompokkan kisah-kisah human interest ke dalam berita ringan, berita lunak (soft news).

11. Seks (sex)

Berita adalah seks; seks adalah berita. Sepanjang sejarah peradaban manusia, segala hal yang berkaitan dengan perempuan pasti menarik dan menjadi sumber berita. Seks memang identik dengan perempuan. Perempuan identik dengan seks. Dua sisi mata uang yang tak terpisahkan, selalu menyatu. Tak ada berita tanpa perempuan, sama halnya dengan tak ada perempuan tanpa berita. Di berbagai belahan dunia, perempuan dengan segala aktifitasnya selalu layak muat, layak siar, layak tayang.

Segala macam berita tentang perempuan, tentang seks, selalu banyak peminatnya. Selalu dinanti dan bahkan dicari. Seks bisa menunjuk pada keindahan anatomi perempuan, seks bisa menyentuh masalah poligami. Seks begitu akrab dengan dunia perselingkuhan para petinggi negara hingga selebriti. Dalam hal-hal khusus, seks juga kerap disandingkan dengan kekuasaan. Seks juga sumber bencana bagi kedudukan dan jabatan seseorang.

II.3. Syarat Berita

Wartawan atau reporter tugasnya sama, mencari informasi yang menarik dan akhirnya dapat ditulis menjadi sebuah berita. Tidak mungkin bagus tulisan seorang wartawan atau


(36)

sebuah reportase yang disampaikan reporter bila dia tidak mengerti sama sekali tentang persoalan yang diinformasikannya. Ada beberapa prinsip dasar yang harus diketahui oleh wartawan atau reporter dalam menulis berita, salah satunya adalah syarat berita. Dapat diketahui bahwa syarat berita harus :

1. Fakta

Berita merupakan fakta, bukan karangan (fiksi) atau dibuat-buat. Ada beberapa faktor yang menjadikan berita tersebut fakta, yaitu kejadian nyata, pendapat (opini) narasumber dan pernyataan sumber berita.

Opini atau pendapat pribadi wartawan atau reporter yang dicampuradukkan dalam pemberitaaan yang ditayangkan bukan merupakan suatu fakta dan bukan karya jurnalistik.

2. Obyektif

Sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak boleh dibumbui sehingga merugikan pihak yang diberitakan. Reporter atau wartawan dituntut adil, jujur dan tidak memihak, apalagi tidak jujur secara yuridis merupakan sebuah Pelanggaran Kode Etik

Jurnalistik.

3. Berimbang

Berita biasanya dianggap berimbang apabila wartawan atau reporter memberi informasi kepada pembacanya, pendengarnya atau pemirsanya tentang semua detail penting dari suatu kejadian dengan cara yang tepat. Porsi harus sama, tidak memihak atau tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran ilmu atau kebenaran berita itu sendiri dan bukan mengabdi pada sumber berita (check, re-check

and balance) yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi dari pihak-pihak yang


(37)

4. Lengkap

Berita yang lengkap adalah berita yang memuat jawaban atas pertanyaan who, what, why, when, where, dan how. Terkait dengan rumus umum penulisan berita yakni 5W+1H :

1. What : Peristiwa apa yang terjadi (unsur peristiwa) 2. When : Kapan peristiwa terjadi (unsur waktu) 3. Where : Dimana peristiwa terjadi (unsur tempat)

4. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian (unsur orang/manusia) 5. Why : Mengapa peristiwa terjadi (unsur latar belakang/sebab) 6. How : Bagaimana peristiwa terjadi (unsur kronologis peristiwa) 5. Akurat

Tepat, benar dan tidak terdapat kesalahan. Akurasi sangat berpengaruh pada penilaian kredibilitas media maupun reporter itu sendiri. Akurasi berarti ketepatan bukan hanya pada detail spesifik tetapi juga kesan umum, cara detail disajikan dan cara penekannya.

Ada juga pendapat dari James B. Roston dalam bukunya “Your Newspaper” menyebutkan, bahwa berita itu haruslah benar, lengkap, tidak berat sebelah dan aktuil. Hal itu berbeda dengan pendapat lainnya, baik F. Fraser Bond maupun Grant Milnor Hyde. Malahan Mitchell V. Charnley mengatakan, bahwa kebenaran dari suatu berita adalah untuk menjamin kepercayaan pembaca (the accuracy of news is in effect taken for guaranted by news

consumer). Mengenai lengkap atau “balance” dalam berita tidak lain adalah agar pembaca

memperoleh gambaran sebenarnya dari peristiwa itu. Tentang objektifitas atau tidak berat sebelah dalam pemberitaan merupakan satu hal paling penting dalam jurnalistik modern (dalam Danan Djaja, 1985:90).


(38)

II.4. Televisi Sebagai Media Penyiaran II.4.1. Sejarah Televisi

Prinsip televisi ditemukan oleh Paul Nipkow dari Jerman pada tahun 1884, namun baru tahun 1928 Vladimir Zworkyn (Amerikat Serikat) menemukan tabung kamera atau iconoscope yang bisa menangkap dan mengirim gambar ke kotak bernama televisi. Iconoscope bekerja mengubah gambar dari bentuk gambar optis ke dalam sinyal elektronis untuk selanjutnya diperkuat dan ditumpangkan ke dalam gelombang radio. Zworkyn dengan bantuan Philo Farnsworth berhasil menciptakan pesawat televisi pertama yang dipertunjukkan kepada umum pada pertemuan World’s Fair pada tahun 1939.

Perang dunia ke-2 sempat menghentikan perkembangan televisi. Namun setelah perang usai, teknologi baru yang telah disempurnakan selama perang, berhasil mendorong kemajuan televisi. Kamera televisi baru tidak lagi membutuhkan terlalu banyak cahaya sehingga para pengisi acara di studio tidak lagi kepanasan. Selain itu, layar televisi sudah menjadi lebih besar, terdapat lebih banyak program yang tersedia dan sejumlah stasiun televisi lokal mulai membentuk jaringan. Masa depan televisi mulai terlihat menjanjikan.

Pesawat televisi berwarna mulai diperkenalkan kepada publik pada tahun 1950-an. Siaran televisi berwarna dilaksanakan pertama kali oleh stasiun televisi NBC pada tahun 1960 dengan menayangkan program siaran berwarna selama tiga jam setiap harinya.

II.4.2. Televisi Sebagai Media Penyiaran

Pada tahun 1952, muncul gagasan untuk mendirikan stasiun televisi di Indonesia. Meskipun jumlah pesawat televisi saat itu masih belum banyak namun sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun 1962 berhasil didirikannya Televisi Republik Indonesia (TVRI). Ada tiga pemikiran yang menjadi dasar berdirinya TVRI. Pertama, secara politis akan menguntungkan pemerintah dalam hal kampanye pemilu. Kedua, dapat membentuk rasa


(39)

persatuan bangsa Indonesia. Ketiga, bangsa Indonesia akan mendapatkan prestise sebagai bangsa yang modern dengan adanya stasiun televisi.

Kemudian pemerintahan orde lama pun berakhir dan digantikan oleh pemerintahan orde baru. Pada pemerintahan ini TVRI memiliki tiga tujuan utama yaitu memajukan kesatuan dan persatuan nasional, memajukan stabilitas nasional dan memajukan stabilitas politik. Sejak pemerintah Indonesia membuka TVRI, maka selama 27 tahun penonton televisi di Indonesia hanya dapat menonton satu saluran televisi. Barulah pada tahun 1989, pemerintah memberikan izin operasi kepada kelompok usaha Bimantara untuk membuka stasiun televisi RCTI yang merupakan televisi swasta pertama di Indonesia, disusul kemudian dengan hadirnya SCTV, Indosiar, ANTV dan TPI.

Media penyiaran sebagai salah satu bentuk media massa memiliki ciri dan sifat yang berbeda dengan media massa lainnya, bahkan di antara sesama media penyiaran, misalnya antara radio dan televisi, terdapat berbagai perbedaan sifat. Media massa televisi meskipun sama dengan radio dan film sebagai media massa elektronik, tetapi mempunyai ciri dan sifat yang berbeda, terlebih lagi dengan media massa cetak seperti surat kabar dan majalah. Media cetak dapat dibaca kapan saja tetapi televisi hanya dapat dilihat sekilas dan tidak dapat diulang.

Televisi dapat dikelompokkan sebagai media yang menguasai ruang tetapi tidak menguasai waktu, sedangkan media cetak menguasai waktu tetapi tidak menguasai ruang. Artinya, siaran dari suatu media televisi dapat diterima dimana saja dalam jangkauan pancarannya (menguasai ruang) tetapi siarannya tidak dapat dilihat kembali (tidak menguasai waktu). Media cetak untuk sampai kepada pembacanya memerlukan waktu (tidak menguasai ruang) tetapi dapat dibaca kapan saja dan dapat diulang-ulang (menguasai waktu). Karena perbedaan sifat inilah yang menyebabkan adanya jurnalistik televisi, jurnalistik radio dan juga jurnalistik cetak, namun semuanya tetap tunduk pada ilmu induknya, yaitu ilmu komunikasi.


(40)

Siaran televisi sesuai dengan sifatnya yang dapat diikuti secara audio dan visual (suara dan gambar) secara bersamaan oleh semua lapisan masyarakat, maka siaran televisi tidak dapat memuaskan semua lapisan masyarakat. Siaran televisi dapat membuat kagum dan memukau sebagian penontonnya, tetapi sebaliknya siaran televisi dapat membuat jengkel dan rasa tidak puas bagi penonton lainnya. Suatu program mungkin disukai oleh kelompok masyarakat terdidik, namum program itu akan ditinggalkan kelompok masyarakat lainnya.

Perkembangan media komunikasi modern dewasa ini telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dimungkinkan karena adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Media penyiaran, yaitu radio dan televisi merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya media penyiaran memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu komunikasi pada umumnya dan khususnya ilmu komunikasi massa.

Kemampuan media penyiaran untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas menjadikan media penyiaran sebagai objek penelitian penting dalam ilmu komunikasi massa, di samping ilmu komunikasi lainnya, yaitu ilmu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi organisasi.

Media penyiaran merupakan organisasi yang menyebarkan informasi berupa produk budaya atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, seperti politik atau ekonomi, media massa khususnya media penyiaran merupakan suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang lebih luas.


(41)

II.5. Terorisme

II.5.1. Sejarah Terorisme

Sejarah tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme modern.

Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim teror. (sumber : http://id.wikipedia.org)

Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.

Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme


(42)

dimulai di Aljazair di tahun 50-an, dilakukan oleh FLN (Front de Liberation Nationale) yang mempopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60-an dan terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa saja untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini berkembang melalui tiga sumber, yaitu:

1. Kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.

2. Pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota.

3. Kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas.

Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai". Berbagai pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan. Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur - Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak. Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa warsa 70-an. Terorisme dan Teror telah berkembang dalam sengketa


(43)

ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan, pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara dan sarana menegakkan kekuasaannya.

Di Indonesia, terorisme pun sudah dikenal di awal kemerdekaan RI. Setidaknya, radikalisme gerakan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di bawah pimpinan Kartosuwiryo, menjadi embrio bagi berkembangnya kelompok-kelompok radikal yang menerapkan teror sebagai metode perjuangan.

II.5.2. Definisi Terorisme

Kata teror berasal dari bahasa latin yaitu terrere yang kurang lebih diartikan sebagai kegiatan atau tindakan yang dapat membuat pihak lain ketakutan (Ezzat A. Fattah, 1997 dalam Hakim, 2004:9).

Di masa Revolusi Perancis, sekitar tahun 1794, juga dikenal kata Le Terreur yang berasal dari bahasa Perancis. Kata tersebut pada awalnya dipergunakan untuk menyebut tindak kekerasan yang dilakukan rezim hasil Revolusi Perancis terhadap para pembangkang yang diposisikan sebagai musuh negara. Teror yang dikembangkan oleh pemerintahan pasca Revolusi Perancis adalah dengan cara menghukum mati para pegiat anti-pemerintah, dengan memenggal kepala korban di bawah tiang penggal guillotin. Sejak itulah kata teror masuk dalam khasanah bahasa-bahasa di Eropa.

Definisi terorisme sendiri sampai saat ini masih menimbulkan silang pendapat. Kompleksitas masalah yang terkait dengan tindakan terorisme, mengakibatkan pengertian terorisme itu sendiri masih diinterpretasikan dan dipahami secara berbeda-beda. Walter Laqueur (1999), mengkaji setidaknya lebih dari seratus definisi terorisme. Kajian Laqueur menyimpulkan ada unsur-unsur yang signifikan dari definisi terorisme yang dirumuskan berbagai kalangan, yaitu terorisme memiliki ciri utama digunakannya ancaman kekerasan dan tindak kekerasan. Selain itu, terorisme umumnya didorong oleh motivasi politik, dan dapat juga karena adanya fanatisme keagamaan.


(44)

Dalam konteks Indonesia, bisa saja gerakan-gerakan perlawanan yang menuntut kemerdekaan di Aceh dan Papua, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM), atau gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di awal kemerdekaan, dapat dikategorikan sebagai terorisme. Karena faktanya menunjukkan gerakan-gerakan itu menggunakan metoda teror yang berupa ancaman kekerasan dan tindak kekerasan, sebagaimana didiskripsikan oleh Laqueur.

Silang pendapat mengenai definisi terorisme, sejatinya telah mendorong badan dunia seperti Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk berusaha merumuskan pengertian terorisme. Pada tahun 1972, PBB membentuk Ad Hoc Committee on Terorism. Namun, setelah tujuh tahun komite Ad Hoc PBB yangg menangani terorisme ini bersidang, akhirnya juga gagal merumuskan definisi terorisme. Pangkal utama tidak disepakatinya definisi terorisme karena beragam dan berbedanya pandangan negara-negara anggota PBB di satu sisi, dan bervariasinya pendapat para pakar hukum internasional mengenai terorisme.

Di Indonesia sendiri, sejak aksi-aksi teror merebak pasca pemerintahan Orde Baru dengan klimaks peristiwa pemboman di Bali, pengertian terorisme ramai diperdebatkan publik. Adalah Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang disangkakan sebagai teroris, karena disebut-sebut sebagai tokoh Jamaah Islamiyah dan memiliki hubungan dengan Umar Al-Faruq, memiliki persepsi sendiri mengenai terorisme. Jamaah Islamiyah (JI) adalah kelompok Islam yang oleh pemerintah Malaysia dan Singapura diberi label “radikal”, dan ditenggarai sebagai jaringan Al Qaeda di Asia Tenggara. Sedangkan Umar Al-Faruq adalah orang yang diidentifikasi oleh CIA salah satu pimpinan Al Qaeda di Asia tenggara.


(45)

Stimulus

Respon

Organisme :

- Perhatian - Pengertian - Penerimaan II.6. Teori S-O-R

Pada awalnya model ini dikenal sebagai model Stimulus – Respon, akan tetapi kemudian De Fleur menambahkan organisme dalam bagiannya hingga menjadi model S-O-R (Stimulus-Organisme-Respon).

Teori ini dilandasi oleh suatu tanggapan bahwa organisme menghasilkan perilaku tertentu jika ada kondisi stimulus tertentu pula. Efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah :

a. Pesan (Stimulus) b. Penerima (Organisme) c. Efek (Respon)

Model ini dirumuskan sebagai berikut :

Dapat dilihat pada gambar diatas bahwa respon ataupun perubahan sikap bergantung pada proses terhadap individu. Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada organisme dapat berdampak diterima atau ditolak. Komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila organisme memberikan perhatian terhadap stimulus yang disampaikan kepadanya,


(46)

sampai pada proses organisme tersebut memikirkannya hingga timbul pengertian dan penerimaan atau mungkin sebaliknya.

II.7. Sikap

II.7.1. Pengertian Sikap

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pemandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Manusia tidak dilahirkan dengan sikap tertentu. Sikap dibentuk sepanjang perkembangannya. Peranan sikap di dalam kehidupan manusia sangat besar sebab jika sudah terbentuk pada manusia ia akan turut menentukan cara manusia bertingkah laku terhadap objek-objek sikapnya. Sikap individual dimiliki oleh seseorang, bukan pada sekelompok orang.

Masalah sikap merupakan masalah yang urgen dalam bidang Psikologi Sosial. Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang sikap, diantaranya (Azwar, 1988 dalam Dayakisni, 2003:95) :

1. Thurstone

Berpandangan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis.

2. Kimball Young (1945)

Menyatakan bahwa sikap merupakan suatu predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan.

3. Fishbein & Ajzen (1975)

Menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan obyek tertentu.


(47)

4. Sherif & Sherif (1956)

Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku.

Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan beberapa ahli tersebut dapat ditemukan unsur yang hampir sama pada sikap, yaitu sikap merupakan kecenderungan untuk bertindak dan untuk bereaksi terhadap rangsang. Oleh karena itu, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, akan tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah laku yang masih tertutup.

II.7.2. Komponen Sikap

Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude) yaitu :

1. Komponen Kognitif (keyakinan)

Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tersebut.

2. Komponen Afektif (perasaan)

Yaitu yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif (perilaku)

Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.

Dengan demikian sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari konstelasi ketiga komponen tersebut yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan,


(48)

dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga komponen itu saling konsisten satu dengan yang lainnya.

Disamping pendapat tersebut diatas, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa sikap melibatkan satu komponen yaitu komponen afek seperti yang dikemukan Thrustone. Komponen afek atau perasaan tersebut memiliki dua sifat, yaitu positif atau negatif. Individu yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu obyek psikologis dikatakan menyukai obyek tersebut atau mempunyai sikap yang favorable (perasaan mendukung atau memihak) terhadap obyek itu. Sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu obyek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable (perasaan tidak mendukung atau tidak memihak) terhadap obyek tersebut. Dalam sikap yang positif reaksi seseorang cenderung untuk mendekati atau menyenangi obyek tersebut, sedangkan dalam sikap yang negatif orang cenderung untuk menjauhi atau menghindari obyek tersebut.

II.7.3. Karakteristik Sikap

Menurut Brigham, 1991 (dalam Dayakisni, 2003:97) ada beberapa ciri sifat (karakteristik) dasar dari sikap, yaitu :

1. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku;

2. Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target object dimana sikap diarahkan;

3. Sikap dipelajari;

4. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu obyek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada obyek itu dengan suatu cara tertentu.


(49)

II.7.4. Fungsi Sikap

Menurut Kartz (1960 dalam Dayakisni, 2003:97) ada empat fungsi sikap, yaitu :

1. Utilitarian function yaitu sikap memungkinkan seseorang untuk memperoleh atau

memaksimalkan ganjaran (reward) atau persetujuan dan meminimalkan hukuman. Dengan kata lain, sikap dapat berfungsi sebagai penyesuaian sosial.

2. Knowledge function yaitu sikap membantu dalam memahami lingkungan (sebagai

skema) dengan melengkapi ringkasan evaluasi tentang obyek dan kelompok obyek atau segala sesuatu yang dijumpai di dunia ini.

3. Value-expressive function yaitu sikap kadang-kadang mengkomunikasikan nilai dan

identitas yang dimiliki seseorang terhadap orang lain.

4. Ego defensive function yaitu sikap melindungi diri, menutupi kesalahan, agresi dan

sebagainya dalam rangka mempertahankan diri.

II.7.5. Pembentukan dan Perubahan Sikap

Pada dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.

Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karenanya sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil dari dari belajar, sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia berkenaan dengan obyek tertentu.

Lebih tegas, menurut Bimo Walgito (1980 dalam Dayakisni, 2003:98) bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :


(50)

1. Faktor Internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menanggapi dunia luarnya dengan selektif sehingga tidak semua yang datang akan diterima atau ditolak. 2. Faktor Eksternal, yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang merupakan


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Deskripsi Lokasi Penelitian III.1.1. Sejarah SMA Al-Azhar Medan

Perguruan Al Azhar didirikan sebagai salah satu upaya Yayasan Hajjah Rachmah Nasution dalam mewujudkan visi dan misinya dalam bidang sosial, pendidikan dan keagamaan. Berdirinya Yayasan Hajjah Rachmah Nasution tidak terlepas dari rasa syukur keluarga besar H Abdul Manan Muis atas keberhasilan operasi jantung ibu Hajjah Rachmah Nasution. Sebagai wujud dari rasa syukur itu, keluarga besar berniat mendirikan sebuah masjid yang diberi nama Masjid Ar-Rahman yang berlokasi di tanah keluarga di Jalan Pintu Air IV Kuala Berkala, Padang Bulan Medan.

Yayasan Hajjah Rachmah Nasution didirikan tanggal 24 Agustus 1983 dengan Akte Notaris Raskami Sembiring SH No 39 tanggal 24 Januari 1983 dan diubah dengan Akte Notaris Raskami Sembiring SH No 17 tanggal 18 November 1997 lalu diubah kembali dengan Akte Notaris Adi Pinem SH No 36 tanggal 19 Juli 2001.

Pada tanggal 16 Juli 1983 Yayasan Hajjah Rachmah Nasution mendirikan Perguruan Al-Azhar yang menyelenggarakan jenjang pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah. Sedangkan Universitas Al-Azhar yang dibuka tanggal 27 Desember 1986 menyelenggarakan pendidikan tinggi. Nama Al-Azhar merupakan usulan dari seorang tokoh pengusaha Bapak Abdul Hakim Nasution (abang kandung Ibu Hajjah Rachmah Nasution) sebagai pengganti nama Perguruan Indra Utama. Maksud pendirian Perguruan/Universitas Al-Azhar adalah sebagai wadah untuk mendukung program pemerintah mendidik generasi penerus guna mencapai kualitas Insan Kamil.


(52)

Perguruan Al-Azhar mempunyai visi dan misi. Adapun visinya adalah sebagai Wadah intelektual muslim dan muslim intelektual. Sedangkan misinya adalah Melaksanakan pendidikan dengan dua muatan dan satu ciri khas. Pertama, bermuatan iman dan taqwa di qalbunya. Kedua, bermuatan ilmu dan teknologi dalam akal pikirannya. Maksud dari “satu ciri khas” adalah berakhlakul karimah dalam mengamalkan hablum minallah dan hablum

minannas.

Tujuan pendidikan Al-Azhar adalah melahirkan generasi muda yang berakhlakul karimah, unggul dalam prestasi, cemerlang dalam gagasan, menarik dalam penampilan, tanggap terhadap perubahan dan amanah dalam bertugas dan mempunyai daya saing tinggi. Adapun karakter siswa-siswi yang ingin dibentuk adalah sebagai berikut :

1. Menegakkan sholat lima waktu dan rutin membaca Al-Quran. 2. Berakhlak mulia dalam ucapan, sikap dan perbuatan.

3. Tidak melawan guru dan orangtua. 4. Belajar tekun dan berdisiplin.

5. Rapi dalam penampilan dan membudayakan hidup bersih.

Seluruh unit sekolah di Perguruan Al-Azhar Medan telah mendapatkan akreditasi dari Badan Akreditasi Nasional (BAN) Depdiknas RI. Sejak tahun 2002 SMA Al-Azhar Medan ditunjuk sebagai pilot project Sekolah Pelaksana Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Tahun ajaran 2000/2001 ditunjuk melaksanakan Program Akselerasi untuk SD dan dianggap berhasil sehingga diizinkan melaksanakan Program Akselerasi pada tahun ajaran 2002/2003 untuk jenjang SMP. Selanjutnya pada tahun ajaran 2004/2005 diizinkan pula menyelenggarakan Program Akselerasi untuk jenjang SMA. Tahun 2005 SD Al-Azhar Medan ditetapkan sebagai sekolah dengan status Sekolah Nasional Berwawasan Internasional dan SMP Al-Azhar Medan ditetapkan sebagai sekolah dengan status Sekolah Standar Nasional.


(53)

Pada tahun 2005, Yayasan Hajjah Rachmah Nasution selaku pengelola Peguruan/Universitas Al-Azhar Medan ditunjuk pemerintah sebagai pelaksana pembangunan TK-SD Berstandar Internasional.


(54)

III.1.2. Sejarah TV One

Tanggal 14 Februari 2008, pukul 19.30 WIB, merupakan saat bersejarah karena untuk pertama kalinya TV One mengudara. Peresmian dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, TV One menjadi stasiun tv pertama di Indonesia yang mendapatkan kesempatan untuk diresmikan dari Istana Presiden Republik Indonesia.

TV One secara progresif menginspirasi masyarakat Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas agar berpikiran maju dan melakukan perbaikan bagi diri sendiri serta masyarakat sekitar melalui program News and Sports yang dimilikinya.

Mengklasifikasikan program-programnya dalam kategori News One, Sport One, Info One, dan Reality One, TV One membuktikan keseriusannya dalam menerapkan strategi tersebut dengan menampilkan format-format yang inovatif dalam hal pemberitaan dan penyajian program.

Sebagai pendatang baru dalam dunia News, TV One telah mempersiapkan bentuk berita baru yang belum pernah ada sebelumnya. Seperti Apa Kabar Indonesia, yang merupakan program informasi dalam bentuk diskusi ringan dengan topik-topik terhangat bersama para narasumber dan masyarakat, disiarkan secara langsung pada pagi hari dari studio luar TV One. Program berita hardnews TV One dikemas dengan judul : Kabar Terkini, Kabar Pagi, Kabar Pasar, Kabar Siang, Kabar Petang dan Kabar Malam. Kemasan yang berbeda juga disuguhkan oleh Kabar Petang, menampilkan bentuk pemberitaan yang menghadirkan secara langsung berita-berita dari Biro Pusat Jakarta dan beberapa Biro Daerah (Medan, Surabaya, Makassar) dengan bobot pemberitaan yang berimbang antar semua Biro. Program ini meraih penghargaan MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai “Tayangan Berita yang Dibacakan Langsung Oleh 5 Presenter dari 4 Kota Yang Berbeda Dalam Satu Layar”. Sedangkan Kabar Malam bekerjasama dengan seluruh media nusantara untuk menghasilkan editorial yang lengkap, kredibel dan dinamis.


(1)

V.2. Saran

Saran-saran yang didapat dari hasil penelitian yang diberikan oleh para responden adalah sebagai berikut :

1. Dalam pemberitaan mengenai masalah terorisme disarankan pada stasiun televisi TV One agar lebih baik lagi dalam menyajikan isi berita kepada penontonnya. Bila ditinjau kembali sering kali berita terorisme diidentifikasikan dengan sebuah ajaran agama yaitu Islam. Oleh karena itu, hampir seluruh remaja muslim di SMA Al-azhar sangat menyayangkan jika terorisme itu selalu dikaitkan dengan agama Islam.

2. Agar penyesuain diri remaja muslim lebih baik lagi, maka hendaknya mereka diberikan pengarahan dan ajaran agama yang benar agar tidak terjadi penyimpangan dalam hal penerapan ilmu agama di dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam konteks berjihad dalam Islam.

3. Semoga dengan adanya berita terorisme di TV One, remaja muslim di SMA Al-azhar bisa mengambil sikap yang benar dan tepat dalam menilai dan memahami terorisme yang terjadi di Indonesia pada khususnya dan di dunia pada umumnya.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro & dkk. 2007. Komunikasi Massa : Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Cangara, hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Erdinaya, Komala & dkk. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

Hakim, Luqman. 2004. Terorisme di Indonesia. Surakarta : Forum Studi Islam Surakarta (FSIS).

Lubis, Suwardi. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Medan : USU Press.

Mahfuzh, Jamaluddin. 2004. Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Jakarta : Pustaka Al-kautsar.

McQuail, Dennis. 1996. Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nawawi, Hadari. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sumber Internet :


(3)

KUESIONER

BERITA TERORISME DAN SIKAP REMAJA MUSLIM

(Studi Korelasional Tentang Pengaruh Berita Terorisme di TV One Terhadap Sikap Remaja Muslim di SMA Al-azhar Medan)

Petunjuk Pengisian :

- Kuesioner ini semata-mata untuk keperluan akademis dan penelitian. - Berilah tanda (X) pada setiap jawaban yang paling sesuai menurut anda. - Mohon dijawab dengan jujur dan kerahasiannya akan dijaga.

- Kotak kode bernomor sebelah kanan mohon jangan diisi.

I. Karakteristik Responden

1. Nama : ……… 2. Usia : ……… tahun

1. 10-13 tahun 2. 14-17 tahun 3. 18-21 tahun 3. Jenis Kelamin :

1. Pria 2. Wanita

II. Variabel (X) : Berita Terorisme di TV One

4. Menurut anda, bagaimana bentuk penyajian berita terorisme di TV One? 1. Sangat Menarik

2. Menarik

3. Kurang Menarik 4. Tidak Menarik

5. Bagaimana tanggapan anda tentang gaya bahasa dalam berita terorisme di TV One? 1. Sangat Menarik

2. Menarik

3. Kurang Menarik 4. Tidak Menarik

6. Apakah anda memahami isi berita mengenai terorisme di TV One? 1. Sangat paham

2. Paham

3. Kurang Paham 4. Tidak Paham

7. Menurut anda, bagaimana frekuensi penayangan berita tentang terorisme di TV One? 1. Sangat Sering

2. Sering

3. Kurang Sering 4. Tidak Pernah

2 1 3 4 5 6 7 8


(4)

8. Bagaimana tanggapan anda mengenai narasumber yang ditampilkan oleh program berita di TV One?

1. Sangat Menarik 2. Menarik

3. Kurang Menarik 4. Tidak Menarik

Menurut anda, bagaimana penampilan presenter berita di TV One dilihat dari segi : Keterangan Tidak

Baik

Kurang

Baik Baik

Sangat Baik 9. Cara berpakaian

10. Cara membacakan berita 11. Pengetahuan atau wawasan presenter

12. Apakah wawancara yang dilakukan TV One membantu anda untuk memahami masalah terorisme di sekitar anda?

1. Sangat Membantu 2. Membantu

3. Kurang Membantu 4. Tidak Membantu

III. Variabel (Y) : Sikap Remaja Muslim

13. Apakah anda menaruh perhatian terhadap berita terorisme di TV One? 1. Sangat Perhatian

2. Perhatian

3. Kurang Perhatian 4. Tidak Perhatian

14. Frekuensi anda menonton berita di TV One : 1. Sangat Sering (5-6 kali seminggu) 2. Sering (3-4 kali seminggu)

3. Jarang (1-2 kali seminggu) 4. Tidak Pernah

15. Berapa jam rata-rata setiap hari, waktu yang anda habiskan untuk menonton berita di TV One?

1. Kurang dari 30 menit 2. 30-45 menit

3. 45-60 menit 4. Lebih dari 1 jam

10 11 12 16 18 14 15 17 13


(5)

16. Setelah menonton berita terorisme di TV One, apakah anda peduli terhadap pemberitaan itu?

1. Sangat Peduli 2. Peduli

3. Kurang Peduli 4. Tidak Peduli

17. Dari pemberitaan mengenai terorisme, apakah pengetahuan anda bertambah? 1. Sangat Bertambah

2. Bertambah 3. Agak Bertambah 4. Tidak Bertambah

18. Apakah anda yakin tentang berita terorisme di TV One? 1. Sangat Yakin

2. Yakin 3. Ragu-ragu 4. Tidak Percaya

19. Apakah anda suka menonton berita terorisme di TV One? 1. Sangat Suka

2. Suka 3. Biasa saja 4. Tidak Suka

20. Apakah anda mendukung pemberitaan seperti berita terorisme di TV One? 1. Sangat Mendukung

2. Mendukung

3. Kurang Mendukung 4. Tidak Mendukung

21. Setelah menonton dan memahami berita tentang terorisme di TV One, bagaimanakah sikap anda?

1. Sangat takut terhadap Terorisme 2. Takut terhadap Terorisme 3. Biasa saja

4. Tidak takut terhadap Terorisme

19

20

21

22


(6)

DATA PRIBADI

Nama : Muhammad Toha Harahap Tempat/tanggal lahir : Medan/27 Agustus 1984

Alamat : Komp. TASBIH Blok 1/14 Medan

Agama : Islam

Golongan darah : A

Telepon : 085658584345

e-mail :

RIWAYAT PENDIDIKAN

SD Swasta Ikal Medan (1990-1996) SLTP Negeri 1 Medan (1996-1999) SMU Al-azhar Medan (1999-2002) Diploma III Statistika F-MIPA USU (2003-2006)


Dokumen yang terkait

Majalah Gogirl! Dan sikap remaja (Studi Korelasional Pengaruh Rubrik Feature Majalah Gogirl! terhadap Sikap Remaja Putri di SMA Swasta Harapan I Medan)

0 45 119

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Remaja dalam Menghadapi Sindrom Premenstruasi di SMP Al-Azhar Medan Tahun 2010

3 59 57

Pemberitaan Terorisme dan Sikap Mahasiswa (Studi Korelasional tentang hubungan antara Pemberitaan Terorisme di tvOne dan Sikap Mahasiswa FISIP USU)

0 25 181

Pemberitaan ISIS dan Sikap Mahasiswa (Studi Korelasional Tentang Hubungan Antara Pemberitaan ISIS di TV One dan Sikap Mahasiswa FISIP USU)

0 25 117

Sikap Ideal Remaja Muslim Dalam Prespektif Al-Qur'an

0 3 2

PENGARUH TERPAAN BERITA TERORISME DI TELEVISI TERHADAP PEMAHAMAN TENTANG PENGARUH TERPAAN BERITA TERORISME DI TELEVISI TERHADAP PEMAHAMAN TENTANG JIHAD PADA SISWA SMAN 3 YOGYAKARTA (Studi Kuantitatif Mengenai Pengaruh Terpaan Berita Terorisme di Televis

0 6 15

HUBUNGAN TERPAAN SINETRON REMAJA DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP PERGAULAN BEBAS REMAJA DI SURABAYA (Studi Korelasional Hubungan Terpaan Sinetron Remaja Dengan Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas Remaja di Surabaya).

1 3 79

SIKAP MASYARAKAT MUSLIM PELAKU YOGA DI SURABAYA TENTANG BERITA FATWA MUI HARAMKAN YOGA.

0 0 9

PERSEPSI MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP BERITA ISLAMI DI TELEVISI : STUDI PADA MASYARAKAT MUSLIM KOTA SURABAYA PEMIRSA BERITA ISLAMI MASA KINI DI TRANS TV.

0 0 56

HUBUNGAN TERPAAN SINETRON REMAJA DENGAN SIKAP REMAJA TERHADAP PERGAULAN BEBAS REMAJA DI SURABAYA (Studi Korelasional Hubungan Terpaan Sinetron Remaja Dengan Sikap Remaja Terhadap Pergaulan Bebas Remaja di Surabaya)

0 3 18