Analisis sektor-sektor unggulan perekonomian Kabupaten Rembang 2000-2008

(1)

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN

KABUPATEN REMBANG TAHUN 2000-2008

OLEH :

MOKHAMAD WISNU GUNAWAN H14103039

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

MOKHAMAD WISNU GUNAWAN. Analisis Sektor-sektor Unggulan Perekonomian

Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008 (dibimbing oleh DEWI ULFAH WARDANI) Potensi daerah satu dengan daerah lainnya berbeda-beda, karena hal ini terkait dengan karakteristik masing-masing daerah tersebut. Pemerintah daerah harusnya semakin leluasa untuk mengoptimalkan pembangunan di daerahnya karena adanya sistem desentralisasi.

Kabupaten Rembang termasuk kategori daerah tertinggal yang perlu mendapatkan perhatian. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis kontribusi sumbangan masing-masing sektor perekonomian terhadap PDRB dan sektor basis di Kabupaten Rembang, (2) Menganalisis pertumbuhan perekonomian Kabupaten Rembang, (3) Menganalisis sektor-sektor unggulan di Kabupaten Rembang dan (4) Mengetahui model peramalan untuk perekonomian Kabupaten Rembang dimasa depan. Analisis yang digunakan adalah analisis Shift Share, MRP, LQ, Overlay (dari PB, RPs dan MRP) dan forecasting data runtut waktu dengan menggunakan Linier Trend Model, Quadratik Trend Model,Growth Curve Model dan Double Exponential Smooting.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Rembang adalah tertinggi dan sektor pertanian merupakan sektor terbasis (mempunyai surplus terbesar) di Kabupaten Rembang, sektor pertambangan merupakan sektor basis, mempunyai pertumbuhan dominan dan termasuk sektor yang progresif dengan pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing, hasil analisis overlay

menunjukkan bahwasannya sektor unggulan dalam perekonominan Kabupaten Rembang adalah sektor pertambangan dan penggalian, berdasarkan hasil forecasting (peramalan) seluruh sektor perekonomian Kabupaten Rembang pertumbuhannya cenderung dekat dengan trend quadratik, sehingga pertumbuhannya cenderung meningkat dan ada percepatan dalam pertumbuhan di sektor perekonomiannya. Disarankan agar pemanfaatan sektor pertambangan dan galian harus dilakukan secara bijak, karena sifat sektor pertambangan dan galian yang bersifat terbatas dan tidak bisa diperbaruhi, sumbangan yang besar sektor pertanian di Kabupaten Rembang perlu mendapatkan perhatian khusus karena merupakan penyumbang PDRB terbesar, penyerapan tenagakerja yang dominan dan didukung oleh kondisi geografis yang sangat menunjang seperti panjang garis pantai.


(3)

ANALISIS SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN

KABUPATEN REMBANG TAHUN 2000-2008

OLEH :

MOKHAMAD WISNU GUNAWAN H14103039

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(4)

Judul Skripsi : Analisis Sektor-sektor Unggulan Perekonomian Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008

Nama Mahasiswa : Mokhamad Wisnu Gunawan Nomor Registrasi Pokok : H14103039

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Ir. Dewi Ulfah Wardani, M.Si. NIP. 19620527 199002 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 1964 1022 198903


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor , Januari 2011

Mokhamad Wisnu Gunawan


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 28 November 1985 di Rembang, Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kandung dari pasangan Bapak Moch. Ischak, BA dan Ibu Maslikhah. F.

Penulis menyelesaikan pendidikan SD hingga SMU di Provinsi Jawa Tengah. Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1997 di SD Negeri 2 Pamotan. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTP Negeri 1 Pamotan, dan Sekolah Menengah Umum diselesaikan pada tahun 2003 di SMU Negeri 2 Rembang.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di beberapa kegiatan intra dan ekstra kampus. Tahun 2003-2004 penulis aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat IPB sebagai staff Departemen Pengabdian Masyarakat. Tahun 2004-2005 penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM FEM) sebagai staff Departemen Politik Kajian Startegis dan Advokasi, KAMMI Komisariat IPB sebagai Kepala Departemen Kewirausahaan, SES-C (Sharia Economics Student Club) sebagai staff Divisi Syiar dan Syariah, Kepala Departemen Kewirausahaan FORMASI (Forum Mahasiswa Studi Islam) dan selanjutnya di tahun 2005-2006 menjadi Kepala Departemen Politik, Kajian Strategis dan Advokasi BEM FEM. Penulis pernah menjadi bakal calon ketua BEM FEM pada tahun 2004 dan menjadi calon ketua BEM FEM pada tahun 2005. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam (MKU111) pada tahun 2004-2005 dan Tahun 2006-2007 penulis aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa KM IPB sebagai staff Departemen Kebijakan Nasional .

Penulis tergabung dalam Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP)

QUANTUM Generation di Divisi Penelitian dan Pengembangan tahun 2007 hingga sekarang. Penulis juga sempat bergabung dalam IMAGE GROUP (Image Computer) sebagai marketing dan tekhnisi Komputer dan Laptop, lalu dilanjutkan di Vision Computer, dan terakhir di image.net.


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Rabb Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia tak terhingga, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, Penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ir. Dewi Ulfah, MSi sebagai pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan dukungan, bimbingan dan arahan selama penyusunan skripsi ini.

2. Tanti Novianti, M.Si. sebagai penguji utama sidang yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi agar menjadi lebih baik.

3. Dr. Muhammad Findi selaku penguji komisi pendidikan atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Bapak dan Ibu serta keluarga tercinta, yang dengan penuh pengorbanan membiayai studi penulis, dan atas iringan do’anya selama ini yang senantiasa mengiringi gerak langkah penulis hingga saat ini.

5. Instansi-instansi terkait beserta staff dan jajarannya, seperti BPS Kabupaten Rembang, BAPEDA Kabupaten Rembang, BPS Pusat Jakarta perpustakaan LSI IPB dan perpustakaan FEM IPB yang telah mempermudah penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman di Departemen Ilmu Ekonomi, teman-teman seperjuangan di Pondok Al Ihsan, KAMMI Komisariat IPB 2003-2004, BEM FEM 2004-2005, KAMMI Komisariat IPB 2004-2005, SES-C 2004-2005, Formasi FEM IPB, Kabinet Bersatu BEM FEM 2006-2007, BEM KM IPB 2007-2008, JAKNAS BEM KM (Bergerak!! Karena Diam Adalah Mati), LPP Quantum Generation, LDK DKM Al Huriyyah, PPNSI dan


(8)

Ikhwah sebogor, terimakasih atas dukungan, dorongan dan motivasi yang sangat berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Rekan-rekan bisnis di IMAGE GROUP dan VNC ( Kang Armen, Kang Rezza, Mas Arie Putra, Mas Wahid Ari A, Arif, Ade, Hari, Ono, Deni, Dhani, Priyo, Aris, Kang Ayi, Ajat, Teh Ida, Iyang dan Teh Susan), di Image.net (Davit, Iping, Nirwan, Pansha, Farud, Aceng, Umar, Bule, dkk) dan di BRIGADE 554 (kang Riswan, kang Hanif dan Kang Livson). 8. Semua pihak yang telah membantu dan tidak tersebutkan satu per satu. Tak ada gading yang tak retak. Tiada sulaman yang paling sempurna. Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, sedangkan manusia adalah muara kekhilafan dan kesalahan belaka. Skripsi ini mungkin jauh dari sempurna, namun semoga dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

COVER DALAM ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Konsep Otonomi Daerah ... 5

2.2. Konsep Wilayah ... 8

2.3. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah ... 10

2.4. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah ... 14

2.5. Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 16

2.6. Kerangka Teoritis... 18

2.6.1. Analisis Shift Share ... 18

2.6.2. Analisis Location Quotient (LQ) ... 20

2.6.3. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 21

2.6.4. Analisis Overlay ... 22

2.6.5. Forecasting (peramalan) ... 22


(10)

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Waktu dan Lokasi ... 27

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 27

3.3. Metode Analisis Data ... 27

3.3.1. Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Rembang dan Analisis Location Quotient (LQ) ... 27

3.3.1.1.Kontribusi Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Rembang ... 27

3.3.1.2.Analisis Location Quotien (LQ) ... 28

3.3.2. Analisis Pertumbuhan Sektor Perkonomian Kabupaten Rembang ... 28

3.3.2.1.Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang Pertahun Mulai Tahun 2000-2008 ... 28

3.3.2.2.Analisis Shift Share ... 29

3.3.2.3.Profil Pertumbuhan dan Pergeseran Bersih ... 32

3.3.2.4.Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)... 34

3.3.3. Analisis Sektor Unggulan ... 35

3.3.4. Forecasting (peramalan) ... 35

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN REMBANG ... 37

4.1. Keadaan Geografis ... 37

4.2. Keadaan Penduduk ... 39

4.3. Kesehatan ... 40

4.4. Pendidikan ... 40

4.5. Ketenagakerjaan... 41

4.6. Perekonomian ... 41

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rembang ... 43

5.2. Kontribusi Sumbangan Masing-masing Sektor Ekonomi Kabupaten Rembang ... 44

5.2.1. Sumbangan Masing-masing Sektor Ekonomi Kabupaten Rembang ... 44


(11)

5.2.2. Analisis Location Quotien (LQ) ... 45

5.3. Pertumbuhan Sektor Perkonomian Kabupaten Rembang... 46

5.3.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang dan Provinsi Jawa Tengah Pertahun ... 46

5.3.2. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang dan Provinsi Jawa Tengah Pada Rentang Tahun 2000-2008 ... 48

5.3.3. Analisis Shift Share ... 50

5.3.4. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Rembang dan Pergeseran Bersih ... 51

5.3.5. Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Perekonomian Kabupaten Rembang. ... 54

5.4. Analisis Sektor Unggulan ... 55

5.5. Forecasting Sektor Perekonomian Kabupaten Rembang 2009-2011 . 57 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1. Luas Wilayah Kabupaten Rembang Dirinci Per Kecamatan (dalam ha) .... 38

4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Rembang Dirinci Per Kecamatan Tahun 2002-2006. ... 40

5.1. PDRB Kabupaten Rembang Berdasarkan harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah). ... 43

5.2. Sumbangan Masing-masing Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008 (dalam persen). ... 44

5.3. Location Quotien (LQ). ... 46

5.4. Pertumbuhan Pertahun PDRB Kabupaten Rembang pertahun. ... 47

5.5. Pertumbuhan PDRB JawaTengah Pertahun Tahun 2000-2008 (dalam persen). ... 48

5.6. Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang dan Provinsi Jawa Tengah Selama 8 Tahun dari tahun 2000-2008 ... 50

5.7. Hasil Analisis Shift Share Perekonomian Kabupaten Rembang ... 52

5.8. Nilai Pergeseran Bersih ... 54

5.9. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) ... 55

5.10.Hasil Perhitungan Analisis Overlay Sektor Perekonomian Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008 ... 55

5.11.Nilai MAPE, MAD dan MSD Sektor Pertanian Pada Model Trend Analysis Quadratic, Model Trend Analysis Linier,Model Trend Growth Exponential, dan Model Double Exponential Smoothi ... 60

5.12.Hasil Forecasting Sektor Pertanian Pada Model Trend Analysis Quadratic, Model Trend Analysis Linier, Model Trend Growth Exponential, dan Model Double Exponential Smoothing (dalam ribu rupiah) ... 60

5.13.Hasil Forecasting Sektor Perekonomian Kabupaten Rembang Tahun 2009, 2010 dan 2011 (Milyar rupiah) ... 61


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Kronologis Perubahan Undang Undang Tentang Pemerintah Daerah ... 6

2.2. Tekhnik Peramalan Render dan Stair (2000) dalam Mukhyi (2008). ... 23

2.3. Kerangka Pemikiran ... 24

3.1. Profil Pertumbuhan PDRB ... 33

5.1.Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008 ... 53

5.2. Memulai Kerja dengan Minitab, Tampilan Session dan Worksheet ... 58

5.3. Input Data Pada Worksheet... 58

5.4. Forecasting Data PDRB Kabupaten Rembang Dengan Model Linier. ... 59

5.5. Trend analysis Plot for Pertanian ... 59


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1.Distribusi Persentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku Menurut Provinsi, 2004-2008 (persen) ... 67

2. Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Per Sektor ... 68

3. Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Rembang Tahun 2002-2006 ... 69

4. PDRB Provinsi Jawa Tengah Thun 2000 - 2008 Berdasarkan Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah)... 70

5. Perhitungan Sumbangan Masing-masing Sektor Terhadap PDRB Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008 (dalam persen). ... 71

6. Perhitungan Location Quotient (LQ) Kabupaten Rembang 200-2008 ... 71

7. Perhitungan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang pertahun ... 72

8. Perhitungan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang dan Provinsi Jawa Tengah Selama 8 Tahun dari tahun 2000-2008 ... 73

9. Hasil Analisis Shift Share Perekonomian Kabupaten Rembang dan Perhitungannya ... 74

10. Nilai Pergeseran Bersih dan Perhitungannya ... 75

11. Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Perhitungannya ... 75

12. Hasil out put dari analisis trend quadratic forecasting sektor pertanian (minitab.14) ... 76

13. Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa Quadratik Trend Model ... 77

14. Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa Linear Trend Model ... 77

15. Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa Growth Curve Model ... 78


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah menggambarkan tingkat kemakmuran dan kesejahteraan wilayah tersebut. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan suatu wilayah adalah tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah. Produk Domestik Bruto (PDB) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga tahun berlaku dan atas dasar harga konstan, PDB merupakan salah satu alat yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat keberhasilan pertumbuhan ekonomi suatu negara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) digunakan untuk skala daerah. Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya, dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) sektor atau lapangan usaha, yaitu: Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan, Perdagangan, Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan, Jasa-jasa.

Setelah ditetapkannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka sistem Otonomi daerah menggantian sistem sentralistik. Otonomi daerah muncul karena adanya ketidakpuasan dengan sistem sentralistik yang diterapkan sebagai sistem pemerintahan pada masa Orde Baru. Sekarang, setiap daerah telah diberikan kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah selaku wakil pemerintah pusat yang menguasai wilayah di bawahnya, mempunyai tugas dan tanggungjawab yang sama. Otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang utuh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Otonomi daerah yang ada tersebut tetap dibingkai dengan tiga hal strategis, yaitu koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), serta diluar enam bidang otoritas pusat (politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter, yustisi dan agama).


(16)

Potensi daerah satu dengan daerah lainnya ini pasti berbeda-beda, karena hal ini terkait dengan karakteristik masing-masing daerah tersebut. Pemerintah daerah harusnya semakin leluasa untuk mengoptimalkan pembangunan di daerahnya karena adanya sistem desentralisasi. Pemerintah daerah dapat mengembangkan sendiri potensi unggulan daerahnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakatnya, yang tentunya dibingkai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Semangat untuk menyejahterakan masyarakat inilah yang harus terus dilakukan oleh semua pemerintah daerah termasuk Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Rembang, sehingga kesejahteraan masyarakatnya optimal.

Kontribusi ekonomi regional (PDRB) terbesar terhadap PDB secara berurutan adalah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah yang terdapat pada lampiran 1. Pada tahun 2008 kontribusi Provinsi DKI Jakarta terhadap PDB sebesar 16.11 persen, Provinsi Jawa Timur berkontribusi sebesar 14.78 persen terhadap PDB, kontrubusi Provinsi Jawa Barat terhadap PDB sebesar 14.33 persen, sedangkan Provinsi Jawa Tengah memberikan kontribusi sebesar 8.63 persen terhadap PDB. Rata-rata sumbangan PDRB Provinsi Jawa Tengah terhadap PDB dari tahun 2004-2008 sebesar 8,81 persen, dimana sumbangan rata-rata masing-masing provinsi terhadap PDB pada rentang waktu 2004-2008 adalah 3.03 persen. Pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah dari tahun-ketahun cenderung menunjukkan pertumbuhan yang positif (positive growth).

Terdapat beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang masuk kategori kabupaten tertinggal menurut Kementrian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dan Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS dalam Stategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) Tahun 2004-2009 yang diterbitkan tertanda tahun 2007. Kriteria penentuan daerah tertinggal adalah dengan menggunakan pendekatan perhitungan enam (6) kriteria dasar yaitu: perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, prasarana (infrastruktur), kemampuan keuangan fiskal (celah fiskal), aksesibilitas dan karakteristik daerah. Kabupaten Rembang, Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonogiri di Provinsi Jawa Tengah merupakan


(17)

kabupaten yang masuk dalam kategori daerah tertinggal dalam STRANAS PPDT tersebut. Setiap daerah mempunyai peluang yang sama untuk mengembangkan wilayahnya, Kabupaten Rembang memiliki peluang yang besar untuk ke luar dari kategori daerah tertinggal tersebut pada era otonomi daerah ini.

Perekonomian Kabupaten Rembang dapat meningkat dengan optimal, apabila ada penambahan modal atau alokasi pada masing-masing sektor tersebut. Adanya investor diperlukan untuk menambah alokasi dana untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor perekonomian yang ada. Data dan informasi yang memadai tentang keadaan, sektor-sektor unggulan dan potensi Kabupaten Rembang serta informasi tentang perkembangan sektor-sektor perekonomiannya diperlukan oleh pemerintah daerah untuk menentukan kebijakannya. Penelitian ini penting dan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang perekonomian Kabupaten Rembang.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Rembang secara administratif terbagi menjadi 14 kecamatan dan 294 desa. Berdasarkan Buku Strategi Daerah (Strada) Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) Kabupaten Rembang 2007-2009 terdapat 14 desa (4,7%) yang masuk kategori sangat maju, 60 desa (20,4%) kategori maju, 165 desa (52,12%) kategori tertinggal dan sebanyak 55 desa (18,7%) kategori sangat tertinggal. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian desa di Kabupaten Rembang masuk kategori tertinggal, umumnya ditandai dengan kurangnya sarana dan prasana umum, serta rendahnya aset ekonomi masyarakat terhadap pusat-pusat aktivitas ekonomi dan pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Berkaitan dengan besarnya jumlah desa tertinggal, terdapat 82,6 persen penduduk yang tinggal di pedesaan (rural) dan sisanya (17,4%) tinggal di daerah perkotaan (urban). Penduduk yang tergolong miskin sebanyak 208.536 jiwa atau 35,62 persen (BPS, 2006) dari total jumlah penduduk Kabupaten Rembang. Rembang adalah daerah yang tertinggal, tetapi pada era otonomi daerah ini dimana pemerintah daerah Kabupaten Rembang selaku wakil dari pemerintah pusat di Kabupaten Rembang mempunyai wewenang yang luas untuk mendorong


(18)

potensi daerah atau sektor-sektor unggulan yang terdapat di Kabupaten Rembang, sehingga diharapkan dapat menambah kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Rembang.

Berdasarkan uraian diatas muncul pertanyaan bagaimana kondisi perekonomian Kabupaten Rembang dan sektor apa yang merupakan sektor basis (mempunyai surplus), bagaimana pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rembang, sektor-sektor apa yang merupakan sektor unggulan di Kabupaten Rembang, yang sebaiknya dikembangkan, dan untuk perencanaan masa depan bagaimana kita bisa membuat peramalan masa depan perekonomian Rembang.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisis kontribusi sumbangan masing-masing sektor perekonomian terhadap PBRB dan sektor basis di Kabupaten Rembang.

2. Menganalisis pertumbuhan perekonomian Kabupaten Rembang. 3. Menganalisis sektor-sektor unggulan di Kabupaten Rembang.

4. Mengetahui peramalan perekonomian Kabupaten Rembang di masa depan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan untuk:

1. Mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Rembang.

2. Sebagai pertimbangan untuk perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan Kabupaten Rembang

3. Informasi bagi investor dan pihak-pihak lain yang berminat menanamkan modalnya pada sektor-sektor perekonomian Kabupaten Rembang.

4. Menjadi bahan masukan dan informasi bagi penelitian-penelitian lain yang ingin meneliti keadaan perekonomian Kabupaten Rembang.


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Otonomi Daerah

Asas desentralisasi telah menggantikan asas sentralisasi yang dinilai tidak sesuai lagi diterapkan pada pemerintahan yang ada. Kurang atau tidak meratanya pembangunan menjadi salah satu alasan mengapa sistem desentralisasi atau yang lebih dikenal dengan sistem otonomi daerah muncul kembali di Indonesia, setelah konsep dan semangat yang sama dengan sistem otonomi daerah dikemukakan oleh M. Natsir pada tahun 1950. Sistem otonomi daerah mulai lagi diterapkan di Indonesia mulai pada era reformasi, tepatnya pada tahun 1999 yang ditandai dengan adanya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan dengan jelas pada pasal 1 bagian h “Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan perundang-undangan”.

Kaloh (2007), sejak kemerdekaan hingga saat ini, distribusi kekuasaan/kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah selalu bergerak pada titik keseimbangan yang berbeda. Suatu waktu bobot kekuasaan terletak pada Pemerintah Pusat, pada kesempatan lain bobot kekuasaan ada pada Pemerintah Daerah. Kondisi yang demikian itu disebabkan karena dua hal. Pertama, karena pengaruran undang-undang tentang Pemerintah Daerah, sejak kemerdekaan sampai tahun 2005 (1945 – 2005) Indonesia telah memiliki 8 (delapan) Undang Undang tentang Pemerintah Daerah (Gambar 2.1).


(20)

Gambar 2.1. Kronologis Perubahan Undang Undang Tentang Pemerintah Daerah.

Masing-masing Undang Undang Pemerintah Daerah tersebut mempunyai ciri dan karakteristik tersendiri, termasuk pengaturan tentang seberapa besar pengaturan bobot kekuasaan antara pusat dan daerah. Jika kita cermati secara analitis terlihat bahwa titik berat bobot kekuasaan ternyata berpindah-pindah pada masing-masing kurun waktu berlakunya suatu Undang Undang Pemerintah Daerah. Kedua, disebabkan adanya perbedaan interpretasi dan implementasi terhadap Undang Undang Pemerintah Daerah disebabkan kepentingan penguasa pada masa berlakunya Undang Undang Pemerintah Daerah.

Tujuan pokok Undang Undang No. 22 Tahun 1999 adalah untuk mewujudkan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan otonomi daerah

Undang Undang Nomor 1 Tahun 1945 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948

Undang Undang Nomor 1 Tahun 1957 Undang Undang Nomor 6 Tahun 1959 Undang Undang Nomor 18 Tahun 1965

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999


(21)

dengan mempertimbangkan keleluasaan kepada daerah untuk menjadikan daerah otonom yang mandiri dalam rangka menegakkan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai Undang Undang Dasar 1945. Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dilaksanakan atas dasar prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta mempertimbangkan potensi dan keanekaragaman daerah (Koswara dalam Tambunan, 2001). Tujuan pokok Undang Undang No. 25 Tahun 1999 adalah upaya memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil, proporsional, rasional, transparan, partisipatif, bertanggung jawab dan pasti, dan mewujudkan sistem perimbangan keuangan yang baik antara pemerintah pusat dan pemda (Sidik dalam Tambunan, 2001).

Kaloh (2007), Undang Undang No. 32 Tahun 2004 ini terdiri dari 26 bab dan 240 pasal, apabila dibandingkan dengan Undang Undang No. 22 Tahun 1999, maka undang-undang ini adalah lebih lengkap dan memperkenalkan beberapa bab baru, yang merupakan implementasi dari banyak orang, aspirasi dari banyak pakar dan aspirasi dari perubahan itu sendiri. Hal baru yang tercantum dalam Undang Undang No. 32 Tahun 2004 adalah sebagai berikut:

Pembentukan daerah dan kawasan khusus Pemilihan kepala daerah secara langsung Pembagian urusan pemerintahan

Keuangan daerah


(22)

Penetapan APBD

Penguatan posisi Gubernur

Pertanggungjawaban kepala daerah, dan

Impeachment kepala daerah

2.2. Konsep Wilayah

Menurut logika Aristoteles dalam Adisasmita (2005), wilayah sebagai suatu konsep dapat diberi arti atau batasan pengertian dari tiga sudut pandangan, yaitu dari uraian materiil (material description), menurut hubungan formal (formal relation) dan kaitannya dengan sasaran atau tujuan akhir (final objective). Sesuai dengan logika tersebut, maka konsep wilayah atau region mempunyai tiga macam pengertian yaitu,

1. Wilayah Homogen

Diartikan sebagai suatu konsep yang menganggap wilayah-wilayah geografis dapat menjadi wilayah tunggal apabila wilayah-wilayah tersebut mempunyai ciri-ciri atau karakteristik yang serupa. Ciri-ciri-ciri atau karakteristik yang serupa tersebut dapat bersifat ekonomi, geografi, sosial atau politik.

2. Wilayah Polarisasi atau Wilayah Nodal

Wilayah-wilayah nodal (pusat) atau wilayah-wilayah polarisasi (kutub) terdiri dari satu kesatuan wilayah yang heterogen. Konsep ini menekankan pada perbedaan struktur tataruang di dalam wilayah, dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat fungsional merupakan dasar dalam penentuan batas wilayah. Hubungan saling ketergantungan dapat dilihat dari hubungan antara pusat (inti) dengan daerah belakang (hinterland). Batas wilayah nodal dapat


(23)

dilihat dari pengaruh suatu inti kegiatan ekonomi lainnya. Pada wilayah nodal perdagangan secara intern mutlak dilakukan. Daerah hinterland akan menjual bahan baku dan tenaga kerja pada daerah inti untuk proses produksi. Contoh wilayah nodal yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan Botabek (Bogor, Tangerang, Bekasi), Jakarta merupakan daerah inti sedangkan Botabek sebagai daerah

hinterland.

3. Wilayah Perencanaan atau Wilayah Program

Kategori wilayah perencanaan atau wilayah program sangat penting artinya apabila dikaitkan dengan masalah-masalah kebijakan wilayah. Pada tingkat nasional atau wilayah, tata ruang perencanaan oleh penguasa nasional, wilayah difungsikan sebagai alat untuk mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Batas-batas wilayah didasarkan atas perlakuan kebijakan yang seragam, seperti sistem ekonomi, tingkat pajak yang sama, dan sebagainya. Penetapan wilayah berdasarkan satuan administrasi, yang menyebutkan bahwa negara terbagi atas beberapa provinsi, provinsi terbagi atas beberapa kabupaten atau kota, kabupaten terbagi atas beberapa kecamatan, dan kecamatan terbagi atas beberapa desa dalam tata ruang ekonominya. Contoh lain wilayah perencanaan yaitu pembagian wilayah pembangunan yang didasarkan pada aliran sungai (Daerah Aliran Sungai).

Adanya ketetidakserasian antar wilayah dan pengaruh mobilitas internal sumberdaya penduduk, modal dan faktor produksi lainnya termasuk arus perdagangan antar wilayah akan memberikan pengaruh dalam pertumbuhan wilayah. Dalam hal ini Bernard Okun dan richard W. Richardson dalam


(24)

Adisasmita (2005), membuat klasifikasi bedasarkan tingkat kemakmuran dan kemampuan berkembang masing-masing wilayah. Tingkat kemakmuran dinyatakan dengan pendapatan per kapita dan kemampuan berkembang dikaitkan dengan laju pertumbuhan pembangunan. Berdasarkan kriteria tersebut maka pembagian wilayah dapat di klalifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut.

1. Low per capita income dan stagnant regions (LS) atau wilayah yang berpendapatan perkapita rendah dan kurang berkembang.

2. High per capita income dan stagnant regions (HS) atau wilayah-wilayah yang berpendapatan kapita tinggi tetapi kurang berkembang.

3. Low per capita income dan growing regions (LG) atau wilayah-wilayah yang berpendapatan per kapita rendah tapi berkembang.

4. High per capita income dan gwowing regions (HG) atau wilayah-wilayah berpendapatan per kapita tinggi dan berkembang

2.3. Konsep Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut Sumodiningrat dan Riant Nugroho (2005), krisis multi dimensional yang disebabkan karena tidak adanya kepercayaan kepada (kemampuan rakyat) yang pada akhirnya muncul ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintahan. Sehingga pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan agar masyarakat mampu membangun dirinya sendiri secara mandiri dan otonom. Pembangunan yang partisipatif, yaitu pembangunan yang bermisi untuk, dari dan oleh rakyat. Pada kurun sebelumnya, pembangunan lebih


(25)

bersifat ”dari atas kebawah”, ”dari pusat ke daerah”, ”dari pemerintah ke rakyat” (konsep pembangunan pada masa sistem pemerintahan sentralistik.

Menurut Arsyad (1999), Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dan wilayah tersebut. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yang mencangkup pembukaan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan perusahaan-perusahan baru.

Menurut Jhingan (2004), menyatakan syarat utama bagi pembangunan ekonomi ialah bahwa proses pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan kemampuan di dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan kemajuan material harus muncul dari warga negara itu sendiri.

Menurut Rostow dalam Arsyad (1999), proses pembangunan ekonomi bisa dibedakan kedalam lima tahap yaitu:

a. Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang fungsi produksinya terbatas yang ditandai dengan cara produksi yang relatif primitif dan cara hidup masyarakat masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional, tetapi kebisaaan tersebut telah turun temurun.


(26)

b. Tahap Prasarat Tinggal Landas (The Preconditions for Take-Off)

Tahap Prasarat tinggal landas ini didefinisikan sebagai suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatannya sendiri (self-suistained growth). Ilmu pengetahuan modern digunakan masyarakat untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru yang bisa menurunkan biaya produksi.

c. Tingal Landas (Take-Off)

Pada tahap tinggal landas, pertumbuhan ekonomi selalu terjadi. Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru.

d. Tahap Menuju Kedewasaan (The Drive To Maturity)

Tahap menuju kedewasaan ini diartikan Rostow sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan tekhnologi modern hampir pada setiap kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektro pemimpin baru akan muncul menggantikan sektor-sektor pemimpin lama yang akan mengalami kemunduran. Sektor-sektor pemimpin baru ini coraknya ditentukan oleh perkembangan tekhnologi, kekayaan alam, sifat-sifat dari tahap lepas landas dan oleh kebijakan pemerintah.

e. Masa Konsumsi Tinggi (The Age Of High Mass-Consumption)

Tahap konsumsi tinggi ini merupakan tahap terakhir dalam teori pembangunan Rostow. Pada tahap ini perhatian masyarakat lebih


(27)

menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat, bukan lagi pada masalah produksi.

Pada tahap ini ada tiga tujuan masyarakat (negara) yaitu:

1. Memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri dan kecenderungan ini bisa berakhir pada penjajahan bangsa lain.

2. Menciptakan negara kesejahteraan (welfare state) dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang progresif.

3. Meningkatkan konsumsi masyarakat melebihi kebutuhan pokok (sandang, pangan dan papan) menjadi meliputi barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang mewah.

Ada sejumlah teori yang menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antar daerah, yang umumnya digunakan adalah teori basis ekonomi, teori lokasi daya tarik industri (Arsyad dalam Tambunan, 2001)

a. Teori Basis Ekonomi

Teori Basis Ekonomi menjelaskan bahwasanya faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah.

b. Teori Lokasi

Teori lokasi sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu daerah. Inti pemikiran teori ini berdasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan tinggi


(28)

dengan biaya terendah. Pengusaha akan memilih lokasi usaha untuk memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya produksinya. c. Teori Daya Tarik Industri

Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering dipertanyakan jenis-jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan). Adapun faktor-faktor daya tarik industri adalah nilai tambah yang tinggi per pekerja (produktivitas), industri-industri kaitan, dayasaing masa depan, spesialaisasi industri, potensi ekspor dan prospek bagi permintaan domestik.

2.4. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Menurut Tarigan (2004), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan harga konstan. Hal itu juga menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar dapat mengambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

Setiap negara akan menargetkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi di setiap daerahnya, karena hal itu berarti menggambarkan kemakmuran di daerah tersebut (Tarigan, 2005). Menurut Kuznets dalam Jhingan (2002), pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk


(29)

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai tiga komponen.

Pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus suatu persedian barang. Persedian ini juga mengidentifikasi pertumbuhan suatu wilayah di suatu negara. Jika wilayah tersebut dapat meningkatkan persedian barangnya secara terus-menerus maka wilayah tersebut dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi.

Kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyedian aneka macam barang kepada penduduk. Komponen kedua ini juga dapat dijadikan sebagai acuan apakah suatu wilayah di suatu negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi. Jika wilayah tersebut dapat mengadopsi atau menemukan teknologi baru yang dapat meningkatkan produksi tanpa menambah input maka persediaan barang di suatu wilayah tersebut bertambah, ini berarti wilayah tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian dibidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat. Dalam bukunya yang lebih awal, Modern Economic Growth, 1966, Knuznet mendifinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai suatu kenaikan terus-menerus


(30)

dalam produk per kapita, sering kali dibarengi dengan kenaikan jumlah penduduk dan bisaanya dengan perubahan struktural.

2.5. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Putra (2004), dalam penelitiannya tentang pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Jambi sebelum dan pada masa otonomi menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah, seluruh sektor ekonomi Kota Jambi pertumbuhannya meningkat. Setelah otonomi daerah diberlakukan, seluruh sektor ekonomi di Kota Jambi justru mengalami pertumbuhan yang lambat. Hanya saja pertumbuhan yang lambat ini belum tentu karena pengaruh diterapkannya otonomi daerah, karena kurun waktu yang diteliti hanya dua tahun saja yaitu tahun 2000-2002. Dari hasil penelitian juga menunjukkan sektor pertumbuhan yang paling cepat pada masa otonomi daerah adalah sektor industri pengolahan, sedangkan yang paling lambat adalah sektor jasa lainnya. Sementara sektor yang mempunyai keunggulan komparasi pada masa otonomi daerah adalah sektor pertambangan.

Wahyuni (2006) dalam penelitiannya tentang analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Tangerang pada masa otonomi daerah menjelaskan pertumbuhan sektor paling tinggi adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan pertumbuhan sebesar 2073,91 persen. Pertumbuhan yang sangat tinggi tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan kegiatan pemukiman baru dan perindustrian di daerah Tangerang. Sektor yang pertumbuhannya paling rendah adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan sebesar 12,86 persen.


(31)

Dijelaskan rendahnya pertumbuhan sektor pertanian di Tangerang dikarenakan semakin sedikitnya lahan untuk pertanian di Tangerang.

Pertumbuhan yang paling progresif dicapai oleh enam sektor perekonomian yaitu sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, sektor angkutan dan komunikasi, sektor listrik, gas, dan air minum, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa lainnya.

Harisman (2007), menggunakan analisis Shift Share untuk mengidentifikasi struktur perekonomian di Provinsi Lampung dari sektor primer ke sekunder yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung. Hasil analisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat 3 sektor basis yang merupakan sektor unggulan, yaitu: Sektor pertanian, sektor bangunan serta sektor angkutan dan komunikasi.

Restiviana (2008), dalam penelitiannya tentang perekonomian wilayah Banyuwangi menyatakan sektor yang berdayasaing rendah pada Kabupaten Banyuwangi adalah sekor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor perdagangan, hotel dan retoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa. Sektor-sektor tersebut diatas berdayasaing kurang baik jika dibandingkan dengan sektor yang sama yang ada di kabupaten lain di Jawa Timur. Sedangkan sektor bangunan merupakan sektor sektor berdayasaing tertinggi di Kabupaten Banyuwangi. Sektor unggulan/basis di


(32)

Kabupaten Banyuwangi berdasarkan LQ, adalah: 1. Sektor pertanian. 2. Sektor pertambangan dan galian, 3. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

2.6. Kerangka Teoritis

2.6.1. Analisis Shift Share

Budiharsono (2001), analisis Shift Share merupakan teknik analisis mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja. Teknik ini melihat perekembangan produksi ataupun kesempatan kerja di suatu wilayah di suatu titik waktu. Berdasarkan analisis Shift Share dapat diketahui perkembangan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah, baik terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas maupun terhadap sektor ekonomi lainnya beserta penyimpangan yang terjadi pada satu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Tujuan analisis Shift Share adalah untuk menentukan produktifitas kerja perekonomian daerah yang lebih besar (regional atau nasional).

Pertumbuhan sektor perekonomian di suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa komponen yaitu:

1. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)

Komponen PN adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi Nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu wilayah atau sektor. Bila diasumsikan tidak ada perubahan karakteristik antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang


(33)

sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat dari pada sektor dan wilayah lainnya.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir. Perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan regional pada wilayah tersebut.

Kelebihan Analisis Shift Share

Menurut Soepono (1993), kelebihan-kelebihan analisis Shift Share adalah : 1. Analisis Shift Share dapat melihat perkembangan kesempatan kerja suatu wilayah hanya pada dua titik waktu, dimana satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, dan titik waktu lainnya dijadikan akhir analisis.

2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dapat dilihat melalui tiga komponen pertumbuhan wilayah yaitu PN, PP, PPW.

3. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional


(34)

dan bahkan sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor tersebut.

4. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat dayasaing sektor-sektor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi di wilayah lainnya.

5. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya

shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah. Kelemahan Analisis Shift Share

Menurut Soepono (1993), Kelemahan Shift Share adalah:

1. Analisis Shift Share tidak lebih dari pada suatu teknik pengukuran atau prosedur baku untuk mengurangi pertumbuhan suatu variabel wilayah yang menjadi komponen-komponen. Metode ini tidak menjelaskan mengapa suatu masalah dapat terjadi. Metode ini lebih kepada perhitungan semata dan tidak analitik.

2. Komponen PN secara implisit mengemukakan bahwa laju pertumbuhan suatu wilayah hendaknya tumbuh pada laju nasional tanpa memperhatikan sebab laju pertumbuhan wilayah.

3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan permintaan dan penawaran, perubahan teknologi, perubahan lokasi, sehingga tidak dapat berkembang dengan baik. 4. Analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang


(35)

2.6.2. Analisis Location Quotient (LQ)

Tarigan (2005), Location quotient (Kuosien lokasi) atau disingkat LQ

adalah perbandingan dengan besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor/industri tersebut secara nasional. Analisis LQ memang sangat sederhana sehingga apabila digunakan dalam bentuk

one shot analysis, manfaatnya juga tidak begitu besar yaitu hanya melihat nilai LQ berada diatas 1 atau tidak. Analisis LQ bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time-series/trend, artinya dianalisis dalam beberapa kurun waktu tertentu.

Tambunan (2001), LQ adalah suatu tekhnik yang digunakan untuk memperluas metode analisis Shift Share. Dasar pemikiran metode ini adalah sebagai berikut. Misalnya di suatu daerah ada dua industri, yaitu A dan B. Industri A melayani pasar lokal dan pasar luar daerah (ekspor), industri ini disebut

industry basic. Sedangkan indutri industri B adalah industry non basic atau industri lokal karena hanya melayani pasar lokal. Dasar pemikiran teori ini adalah teori economic base.

2.6.3. Analisis MRP (Model Rasio Pertumbuhan)

Merupakan alat untuk melihat deskripsi kegiatan ekonomi yang potensial dengan formula :

a. Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi ( RPs )

RPs adalah: perbandingan antara laju pertumbuhan pendapatan/tenaga kerja kegiatan i wilayah studi dengan laju pertumbuhan pendapatan/tenaga kerja kegiatan i di wilayah referensi.


(36)

b. Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi ( RPr )

RPr adalah: perbandingan antara laju petumbuhan pendapatan / tenaga kerja kegiatan i di wilayah referensi dengan laju pertumbuhan total kegiatan (PDRB) / total tenaga kerja wilayah referensi.

2.6.4. Analisis Overlay

Analisis ini mengacu pada analisis overlay Yusuf (1999) dalam Buhana dan Masyhuri (2006), yang merupakan suatu tekhnik yang mengambil sebuah kesimpulan dengan menggabungkan beberapa hasil analisis. Hasil analisis yang digabungkan yaitu Shift Share, Metode Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Location

Quotient (LQ).

2.6.5. Forecasting (Peramalan)

Peramalan adalah seni dan ilmu untuk memprediksi masa depan. Terdapat beberapa tekhnik peramalan diantaranya: Model runtut waktu, model kualitatif dan model kausal. Model runtut waktu berusaha untuk memprediksi masa depan dengan menggunakan data historis, dengan kata lain model runtut waktu berusaha melihat apa yang terjadi pada suatu kurun waktu tertentu dan menggunakan data runtut waktu masa lalu untuk memprediksi. Model kualitatif berupaya memasukkan faktor-faktor subyektif dalam model peramalan, model semacam ini diharapkan akan sangat bermanfaat apabila data kuantitatif yang akurat sulit diperoleh. Sedangkan model kausal memasukkan dan menguji variable-variabel yang diduga mempengaruhi variabel dependen, hal ini dipaparkan dalam Gambar 2.2.


(37)

Gambar 2.2. Tekhnik Peramalan Render dan Stair (2000) dalam Mukhyi (2008).

Data runtut waktu (Time series) merupakan data yang dikumpulkan, dicatat atau diobservasi sepanjang waktu secara berurutan. Periode dapat berupa tahun, kuartal, bulan, minggu dan dalam beberapa kasus hari atau jam.

Asusmsi Peramalan Ekstrapolatif

1. Keajegan (persistence): Pola yang terjadi di masa lalu tetap terjadi di masa mendatang. Misal: Jika konsumsi energi di masa lalu meningkat, ia akan selalu meningkat di masa depan.

2. Keteraturan (regularity): Variasi di masa lalu akan secara teratur muncul di masa depan. Misal: Banjir besar di Jakarta terjadi setiap 16 tahun sekali, pola yang sama akan terjadi lagi.

3. Keandalan (realiability) dan kesahihan (validity) data yang tersedia. Misal: data tentang gaji bukan merupakan ukuran yang tepat dari pendapatan masyarakat.

Analisii Regresi

Metode ARIMA Rata-rata Bergerak

Eksponensial Proyeksi Trend Metode delphi

Opini Juru

Komposit kekuatan

Survei Pasar

Tekhnik Peramalan

Model Kualitatif

Model Runtut Waktu


(38)

Peramalan ekstrapolatif adalah peramalan yang berdasarkan pada beberapa bentuk analisis antar waktu (time series analysis), yaitu analisis data numerik yang dihimpun pada beberapa titik waktu dan ditampilkan secara kronologis.


(39)

2.7. Kerangka Pemikiran

Keterangan : Analisis yang digunakan Hal-hal yang dihasilkan Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran.

Perekonomian Kabupaten Rembang yang dianalisis dalam penelitian ini adalah dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, dimana terdiri dari sembilan sektor yaitu sektor pertanian, sektor pertambangan dan galian,

Sektor-sektor Unggulan

Model Untuk Peramalan Ekonomi

Saran

Analisis PDRB dan LQ

Shift-Share dan MRP

Forecasting data

Tingkat Pertumbuhan Sektor-sektor Dalam

Perekonomian Konstribusi Sektor-sektor

Dalam Perekonomian dan Sektor Basis/ non basis

Analisis Overlay Perekonomian Kabupaten Rembang Tahun 2000-2008


(40)

sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air minum, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Sektor perekonomian akan dianalisis menggunakan kontribusi PDRB dan analisis LQ untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor perekonomian dan sektor basis di Kabupaten Rembang. Analisis Shift Share dan analisis MRP digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sektor-sektor dalam perekonomian. Hasil dari analisis Pergeseran Bersih (bagian dari analisis Shift Share), analisis LQ dan analisis MRP akan di Overlay untuk menghasilkan sektor unggulan. Selanjutnya untuk memberikan gambaran perekonomian kedepan seluruh sektor perekonomian dilakukan forecasting (peramalan) data runtut waktu (time series), sehingga dari semua analisis yang ada dapat memberikan saran.


(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian mengambil tempat di Kabupaten Rembang, penentuan lokasi tersebut dilakukan karena Kabupaten Rembang termasuk wilayah miskin dan setelah otonomi daerah mempunyai kesempatan yang untuk mengoptimalkan potensinya. Waktu pengumpulan data penelitian dan pengolahan dilakukan pada bulan Januari 2010 - Juni 2010.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder berupa PDRB Provinsi Jawa Tengah dan PDRB Kabupaten Rembang berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar 2000 pada periode tahun 2000-2008, serta data-data lain yang masih terkait dengan penelitian ini. Data diperoleh dari BPS Pusat, BPS Kabupaten Rembang, instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, bahan-bahan lain dari perpustakaan dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini.

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1. Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Rembang dan Analisis

Location Quotient (LQ)

3.3.1.1. Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi Kabupaten Rembang

Sumbangan sektor i pada tahun t =

Yit

X 100% Yt

Dimana:

Yit = Nilai PDRB Kabupaten Rembang sektor i pada tahun t Yt = Nilai total PDRB Kabupaten Rembang pada tahun t


(42)

3.3.1.2. Analisis Location Quotien (LQ)

Teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan kemampuan yang sama pada daerah yang lebih luas.

LQ = Nilai sektor i Kabupaten Rembang / Total PDRB Kabupaten Rembang

Nilai sektor I Provinsi Jawa Tengah / Total PDRB Provinsi Jawa Tengah Struktur perumusan LQ memberikan beberapa nilai, yaitu LQ > 1, LQ=1, LQ < 1. Jika memakai nilai produksi sebagai bahan perhitungan, maka :

a. LQ lebih besar dari 1 ( LQ > 1 )

berarti komoditas tersebut merupakan sektor basis artinya produksi komoditas yang bersangkutan sudah melebihi kebutuhan konsumsi di daerah dimana komoditas tersebut dihasilkan dan kelebihannya dapat dijual ke luar daerah.

b. LQ lebih kecil dari satu (LQ < 1)

produksi komoditas tersebut belum mencukupi kebutuhan konsumsi di daerah yang bersangkutan dan pemenuhannya didatangkan dari daerah lain.

c. LQ sama dengan satu (LQ=1)

produksi komoditas yang bersangkutan hanya cukup untuk kebutuhan daerah setempat.

3.3.2. Analisis Pertumbuhan Sektor Perkonomian Kabupaten Rembang

3.3.2.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang Pertahun

Mulai Tahun 2000-2008

Pertumbuhan sektor i pada tahun t =

Yit–Yit-1

X 100% Yit-1

Dimana :


(43)

Yit-1 = Nilai PDRB Kabupaten Rembang sektor i pada tahun t-1

3.3.2.2.Analisis Shift Share

Berdasarkan Budiharsono (2001), perhitungan dengan menggunakan metode Analisis Shift Share yaitu: jika dalam suatu Provinsi terdapat m daerah/wilayah/kabupaten (j=1,2,3…m) dan n sektor (i=1,2,3...n) maka perubahan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Perubahan PDRB dirumuskan sebagai berikut:

∆Yij = Y’ij-Yij

Dimana:

∆Yij = perubahan PDRB sektor i di wilayah j

Y’ij = PDRB dari sektor i di wilayah j pada tahun akhir analisis

Yij = PDRB dari sektor i di wilayah j pada tahun dasar analisis 2. Rumus persentase perubahan PDRB yaitu :

%∆Yij = ( ) x100%

3. Menghitung Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang dan Provinsi Jawa Tengah Pada Rentang Waktu Tahun 2000-2008 (selama 8 tahun)

ri =

Dimana:

ri = Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Rembang

Y’ij = PDRB pada sektor i pada wilayah j (Kabupaten Rembang) pada tahun akhir analisis

Y'ij-Yij

Yij

Y'ij-Yij


(44)

Yij = PDRB dari sektor i pada wilayah j (Kabupaten Rembang) pada tahun dasar analisis

(Y’ij - Yij) = Perubahan PDRB Kabupaten Rembang (dari rentang waktu tahun

2000-2008)

Ri =

Dimana:

Ri = Rasio PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i selama rentang waktu 2000-2008

Y’i = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir analisis

Y = PDRB Provinsi dari sektor i pada tahun awal analisis

(Y’ij - Yij) = Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah (dari rentang waktu

tahun 2000-2008)

Ra =

Dimana:

Ra = Rasio PDRB Provinsi Jawa Tengah

Y’i = PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir analisis

Y = PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar analisis

Analisis shift share terdiri dari tiga komponen yaitu Komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah sektor i di Kabupaten Rembang (Nij), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Adapun komponen-komponen yang digunakan dalam analisis

shift share hanya sebatas teknik perhitungan saja dan bukan analitik.

Y'i. - Yi. .

Yi

Y'i.. - Y.. Y..


(45)

Dij = Nij + PP + PPW Dimana:

Dij = Perubahan suatu variabel regional sektor i di Kabupaten Rembang dalam kurun waktu tertentu

Nij = Komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah sektor i di Kabupaten

Rembang

PP = Pertumbuhan Proporsional

PPW = Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Nij = Ra * Eij(t) Dimana:

Eij(t) = PDRB sektor i di Kabupaten Rembang pada awal tahun periode

Komponen pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah sektor i di Kabupaten Rembang (Nij) menjelaskan seberapa besar pengaruh pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Rembang. Jika nilai Nij Positif, hal itu berarti perubahan produksi Provinsi Jawa Tengah secara umum, perubahan tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah, dan adanya berbagai kebijakan ekonomi Provinsi Jawa Tengah mempengaruhi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Rembang.

PP = (Ri –Ra) * Eij(t)

Nilai komponen PP (pertumbuhan proporsional) menjelaskan mengenai perubahan relatif PDRB sektor-sektor perekonomian Kabupaten Rembang dengan perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor-sektor perekonomian. Jika nilai komponen PP > 0, berarti suatu sektor perekonomian di suatu wilayah relatif memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Sebaliknya jika nilai komponen PP < 0, berarti suatu sektor perekonomian di suatu wilayah laju pertumbuhannya relatif lambat

PPW = (ri – Ri) * Eij(t)

Komponen PPW (pertumbuhan pangsa wilayah) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor perekonomian mana saja di suatu wilayah yang


(46)

memiliki keunggulan komparatifnya tinggi dan sektor-sektor mana saja yang keunggulan komparatifnya rendah. Jika nilai komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) suatu sektor perekonomian tertentu di Kabupaten Rembang lebih besar sama dengan nol atau PPW ≥ 0, maka sektor perekonomian tersebut memiliki keunggulan komparatif yang tinggi. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) suatu sektor perekonomian tertentu di Kabupaten Rembang lebih kecil dari nol (PPW < 0), berarti sektor perekonomian tersebut tidak memiliki keunggulan komparatif.

3.3.2.3. Profil Pertumbuhan dan Pergeseran Bersih

Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasikan pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Data-data yang dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) kedalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen pertumbuhan proporsional (PP) diletakkan pada sumbu horizontal sebagai basis, sedangkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB disajikan pada Gambar 3.1 berikut ini.


(47)

PPW

Kuadran IV Kuadran I

PP

Kuadran III Kuadaran II

Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan PDRB.

a. Kuadran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga dapat bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang

progresif (maju).

b. Kuadaran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari daerah lain.

c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan sektor perekonomian yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki pertumbuhan yang lambat.

d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.


(48)

Pada kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua daerah tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah merupakan wilayah yang progresif, sedangkan dibawah garis diagonal berarti suatu wilyah yang pertumbuhannya lambat.

Berdasarkan nilai persen PP dan PPW, maka dapat diidentifikasi pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen tersebut (PP dan PPW) apabila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih (PB) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PB

dapat dirumuskan sebagai berikut:

PB = PP+ PPW Dimana:

PB = Pergeseran Bersih Kabupaten Rembang

Apabila PB ≥ 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut masuk kedalam pertumbuhan progresif, sedangkan apabila PB ≤ 0, maka pertumbuhan wilayah

tersebut termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.

3.3.2.4.Analisis Model Rasio Pertumbuhan (MRP)

Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi ( RPs )

RPs = Eij / Eij (t) Eir / Eir(t)

Dimana:

Eij = perubahan PDRB sektor i di wilayah studi (Kabupaten Rembang) E ij(t) = PDRB sektor i pada awal periode penelitian wilayah studi (Kabupaten

Rembang)


(49)

Eir (t) = PDRB awal periode penelitian wilayah referensi Keterangan

Jika nilai RPs > 1 positif (+) RPs < 1 negatif (-)

RPs positif artinya menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor pada tingkat wilayah studi lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sektor pada wilayah referensi.

RPs Negatif artinya pertumbuhan suatu sektor pada tingkat wilayah studi lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sektor tersebut pada wilayah referensi.

3.3.3 Analisis Sektor Unggulan

Analisis sektor unggulan dilakukan dengan menggunakan analisis overlay

(paparan) hasil dari nilai pergeseran bersih (dari komponen analisis Shift Share), nilai RPs (salah satu formula dari analisis MRP) dan hasil dari analisis LQ. Analisis overlay ini akan memperlihatkan sektor-sektor mana yang mempunyai keunggulan atau nilai positif dari hasil-hasil alat analisis yang digunakan.

3.3.4. Forecasting (Peramalan)

Beberapa ukuran yang dapat digunakan untuk menilai kebaikan suatu metode antara lain:

Mean Absolute Deviation (MAD)

T F X

MAD i i


(50)

% 100 /

x T

X F X

MAPE i i i

Mean Square Error (MSE)

T F X

MSE i i

2

Semakin kecil nilai MAD, MAPE dan MSE maka nilai ramalan semakin baik.

Beberapa jenis metode peramalan berdasarkan data urut waktu (time series) diantaranya adalah Exponential Smoothing dan Proyeksi Trend. PDRB Kabupaten Rembang dilakukan forecasting dengan menggunakan metode double exponential smoothing, metode trend linier, metode trend kuadratik dan metode trend growth exponential. Sehingga diperoleh nilai MAD, MAPE dan MSD dari masing alat metode yang digunakan. Hal tersebut dilakukan pada masing-masing sektor perekonomian Kabupaten Rembang, dan untuk tiap sektornya dipilih metode dengan nilai MAD, MAPE dan MSD yang terkecil. Ada kemungkinan model yang digunakan dalam forecasting nanti akan berbeda antara sektor satu dengan sektor lainnya.


(51)

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN REMBANG

4.1. Keadaan Geografis

Kabupaten Rembang merupakan Kabupaten yang terletak di Pantai Utara Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah sekitar 1.014 km2 dengan panjang garis pantai 63 km atau 21,8 persen dari garis pantai utara Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Rembang adalah 101.747 km2 dan 35 persen dari luas wilayah kabupaten Rembang merupakan kawasan pesisir seluas 355,95 km2. Kabupaten Rembang terletak di ujung timur laut Propinsi Provinsi Jawa Tengah dan dilalui jalan Pantai Utara Jawa (Jalur Pantura), terletak pada garis koordinat 111000’ – 111030’ Bujur Timur dan 6030’ – 7006’ Lintang Selatan. Laut Jawa terletak disebelah utaranya, secara umum kondisi tanahnya berdataran rendah dengan ketinggian wilayah maksimum kurang lebih 70 meter di atas permukaan air laut. Batas-batas administrasi Kabupaten Rembang adalah:

Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Selatan : Kabupaten Blora

Sebelah Timur : Kabupaten Tuban Provinsi Jawa timur Sebelah Barat : Kabupaten Pati

Secara administratif Kabupaten Rembang memiliki 14 kecamatan, 287 desa, 7 kelurahan serta memiliki luas wilayah meliputi 101.408 ha. Kecamatan Sale adalah kecamatan terluas di Kabupaten Rembang yaitu sebesar (10.712 ha), lalu diikuti oleh Kecamatan Bulu dengan lusa (10.240 ha). Sedangkan Kecamatan Sluke adalah Kecamatan dengan luas terndah yang ada di Kabupaten Rembang


(52)

(3.759 ha). Nama dan luas wilayah untuk masing-masing kecamatan adalah seperti terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Luas Wilayah Kabupaten Rembang Dirinci Per Kecamatan

Sumber : Kabupaten Rembang Dalam Angka, 2005.

Kondisi topografi sebagian besar wilayah Kabupaten Rembang (46,39%) berada pada ketinggian 25-100 meter dari permukaan air laut. Sebesar 30,42 persen berada pada ketinggian 100-500 meter dan sisanya berada pada ketinggian 0-25 m dan 500-100 m. Dengan kondisi topografi datar sampai dengan pegunungan dan berbukit-bukit. Kelerangan yang terdapat di Kabupaten Rembang terdiri dari kelerengan 0-2 persen seluas 45.205 Ha (46,58%), kelerengan 2-15 persen seluas 33.233 Ha (43,18%), kelerengan 15-40 persen seluas 13.980 Ha (14,38 %), dan sisanya 4,86 persen merupakan kelerengan > 40 persen.

Jenis tanah di Kabupaten Rembang diantaranya adalah Mediterial, Grumosol, Alluvial, Andosol dan Regosol. Jenis tanah Mediterial adalah jenis

No. Nama

Kecamatan

Luas Wilayah (ha)

1 Sumber 7.673

2 Bulu 10.240

3 Gunem 8.020

4 Sale 10.712

5 Sarang 9.133

6 Sedan 7.964

7 Pamotan 8.156

8 Sulang 8.525

9 Kaliori 6.150

10 Rembang 5.881

11 Pancur 4.864

12 Kragan 6.166

13 Sluke 3.759

14 Lasem 4.504


(53)

tanah yang mendominasi di Kabupaten Rembang sebesar 45 persen, sedangkan jenis Grumosol hanya 32 persen, Alluvial 10 persen, Andosol persen dan Regosol persen.

Wilayah Kabupaten Rembang merupakan dataran rendah di bagian Utara Pulau Jawa, maka wilayah tersebut memiliki jenis iklim tropis dengan suhu maksimum 33º C dan suhu rata-rata 23º C. Dengan bulan basah 4 sampai 5 bulan, sedangkan selebihnya termasuk kategori bulan sedang sampai kering. Terdapat hujan selama 1 tahun yang tidak menentu, sehingga implikasinya sering terjadi kekeringan di wilayah Kabupaten Rembang. Curah hujan di Kabupaten Rembang termasuk sedang, yaitu rata-rata 502,36 mm/tahun.

4.2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Rembang sampai akhir tahun 2006 tercatat sebanyak 597.213 jiwa, dengan jumlah rumah tangga sebesar 152.557 rumah tangga dan jumlah anggota ke luarga rata-rata sebanyak 4-5 jiwa per rumah tangga. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Rembang cenderung mengalamai penurunan pada tahun 2003 (1,12%), 2004 (1.09%), 2005 (1,04%) dan tahun 2006 (0,96%). Meskipun laju pertumbuhan penduduknya mengalami penurunan, jumlah penduduk Kabupaten Rembang dari tahun-ketahun cenderung mengalami peningkatan.

Pada Tabel berikut, dapat diketahui bahwasanya kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak tedapat pada Kecamatan Rembang lalu secara berturut-turut diikuti oleh Kecamatan Sarang dan Kecamatan Kragan. Adapun jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan di Kabupaten Rembang dapat dilihat pada Tabel 4.2.


(54)

Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Kabupaten Rembang Dirinci Per Kecamatan Tahun 2002-2006.

No. Nama Kecamatan 2002 2003 2004 2005 2006

1 Sumber 33060 33210 33447 33706 34010

2 Bulu 25353 25555 25793 26023 26228

3 Gunem 22465 22670 22879 23048 23290

4 Sale 34312 35123 35346 35655 35924

5 Sarang 58282 57953 58540 59057 59712

6 Sedan 49790 50396 50900 51319 51814

7 Pamotan 42836 44366 44840 45370 45785

8 Sulang 36169 36456 37368 37862 38266

9 Kaliori 37227 37689 37938 38322 38678

10 Rembang 78016 79061 79990 81270 82203

11 Pancur 26835 27192 27487 27756 28033

12 Kragan 55626 56434 57239 57815 58382

13 Sluke 26025 26332 26546 26760 27020

14 Lasem 46232 46814 47133 47545 47868

Jumlah 572718 579153 595446 591508 597213

Sumber: Indikator Sosial Ekonomi Kabupaten Rembang (Series), tahun 2002-2006.

4.3. Kesehatan

Permasalahan kesehatan ibu di Kabupaten Rembang perlu mendapat perhatian. Ini dapat dilihat dari cenderung meningkatnya angka kematian ibu dari tahun 2001 sampai 2005 dengan kenaikan rata-rata pertahun sebesar 0,04. Tahun 2005 jumlah kematian ibu sebanyak 15 orang atau angka kematian ibu adalah 174,01 per 100.000 kelahiran hidup. Sementara itu target untuk angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2010 adalah 150 per 100.000 kelahiran hidup, sehingga upaya yang lebih progresif diperlukan agar angka kematian ibu dapat diturunkan.

4.4. Pendidikan

Jumlah sarana dan prasarana pendidikan di Kabupaten Rembang relatif cukup memadai. Jumlah TK pada tahun 2006/2007 sebesar 315 unit dimana jumlah tersebut sama dengan jumlah tahun 2005/2006, jumlah SD/MI pada tahun 2006/2007 sebesar 409 unit lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2005/2006


(55)

sebesar 462 unit sedangkan untuk SMP dan MTs sebanyak 82 unit, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 80 unit, jumlah SMA, SMK dan MA tahun 2006/2007 sebanyak 38 unit lebih besar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 35 unit.

4.5. Ketenagakerjaan

Dalam bidang ketenagakerjaan penduduk usia kerja terus bertambah dari tahun-ketahun, yang bermula 472,5 ribu jiwa pada tahun 2002 menjadi 487,9 ribu jiwa pada tahun 2005. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 59,88 persen (292.143 orang) saja yang dapat bekerja. Lapangan pekerjaan yang banyak digeluti masyarakat Kabupaten Rembang adalah sektor primer (pertanian dalam arti luas termasuk perikanan dan peternakan) sebesar 60 persen, diikuti sektor tersier (perdagangan, jasa transportasi, keuangan lainnya) sebesar 30 persen dan sisanya sektor sekunder (industri, penggalian, listrik, air, gas dan kontruksi).

4.6. Perekonomian

Kondisi perekonomian Kabupaten Rembang masih termasuk dalam kategori menengah kebawah, hal ini ditandai dengan masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Kabupaten Rembang. Sampai akhir tahun 2006 penduduk miskin di Kabupaten rembang berjumlah 113.866 orang, dengan rincian 98.632 Kepala Ke luarga (KK) Pra Keluarga Sejahtera (KS) dan 15.254 KK KS I. Sebagaian besar KK miskin tersebut memiliki masalah ekonomi, karena mereka

mayoritas adalah masyarakat di daerah pedesaan yang masih tergantung dari hasil pertanian dan kegiatan pertanian ini sangat tergantung pada musim.


(56)

Pendapatan Kabupaten Rembang dari tahun-ketahun cenderung menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2002, jumlah pendapatan Kabupaten Rembang sebesar Rp 206,6 milyar, kemudian meningkat 20 persen menjadi Rp 249,9 milyar pada tahun 2003, jumlah tersebut meningkat lagi pada tahun 2004 menjadi Rp 266,6 milyar (naik sebesar 6,72%), hingga pada tahun 2006 jumlahnya mencapai Rp 481,8 milyar (naik 70,15% dari tahun 2005 sebesar Rp 283,1 milyar).

Sementara jumlah belanja dari tahun 2002-2004 rata-rata naik sebesar 11,5 persen pertahun. Pada tahun 2002 belanja yang dikeluarkan sebesar Rp 232,3 milyar (mengalami defisit sebesar Rp 21,3 milyar), kemudian tahun 2003 naik menjadi Rp 271,1 milyar (defisit sebesar Rp 21,1 milyar), pada tahun 2004 sebesar Rp 287,7 milyar (defisit sebesar Rp 21,1 milyar), baru pada tahun 2005, Kabupaten Rembang mencapai surplus sebesar Rp 3,1 milyar, karena jumlah belanja tahun tersebut mengalami penurunan dari tahun sebelumnya menjadi Rp 279,9 milyar. Pada tahun 2006, Kabupaten Rembang berhasil mencapai surplus sebesar Rp 36,9 milyar, karena meskipun jumlah belanja pada tahun tersebut meningkat sebesar 58,87 persen dari tahun sebelumnya (menjadi Rp 444,8 milyar), namun diikuti oleh jumlah pendapatan yang meningkat pula sebesar 70,15 persen.


(57)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rembang

Total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Rembang pada tahun 2008 berdasarkan harga konstan 2000 sebesar Rp 2.093,41 milyar, nilai ini naik jika dibandingkan tahun 2007 sebesar Rp 1.999,95 milyar dan tahun 2006 sebesar Rp 1.926,56 milyar. Perubahan nilai PDRB secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan ekonomi positif. Sektor atau usaha yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB pada tahun 2000-2008 adalah sektor pertanian. Nilai PDRB terendah adalah dari sektor listrik, gas dan air bersih. Dominasi sektor pertanian begitu menonjol dari tahun-ketahun.

Tabel 5.1. PDRB Kabupaten Rembang Berdasarkan Harga Konstan 2000 (Milyar Rupiah).

No. Sektor Perekonomian 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

1 Pertanian

765.93 806.77 837.02 839.93 882.05 899.63 942.46 948.52 977.60 2 Pertambangan dan Penggalian 25.86 28.30 30.20 33.71 36.00 39.10 41.35 42.05 43.90 3 Industri Pengolahan

57.37 63.29 64.71 66.67 69.65 73.25 77.12 81.79 84.63 4

Listrik, Gas dan Air Bersih 5.89 6.17 6.45 6.66 6.88 7.06 7.54 8.27 8.73 5 Bangunan

108.24 115.00 118.60 123.04 128.45 136.30 146.40 157.86 171.17 6

Perdagangan, Hotel dan Restoran 236.22 244.78 252.85 274.83 288.99 304.63 322.56 342.83 356.08 7 Angkutan dan Komunikasi 75.34 76.57 81.64 86.58 91.11 95.09 100.65 106.31 111.95 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

38.00 38.53 39.24 40.32 42.01 43.89 44.91 46.26 48.22 9 Jasa-Jasa

202.45 204.31 206.41 214.66 217.66 226.61 243.58 266.06 291.14 Total

1,515.30 1,583.73 1,637.14 1,686.41

1,762.80 1,825.56 1,926.56 1,999.95 2,093.41 Sumber: BPS Kabupaten Rembang, 2008.


(1)

Lampiran 8

Perhitungan Pertumbuhan PDRB Kabupaten Rembang dan Provinsi Jawa Tengah Selama 8 Tahun dari tahun 2000-2008

a. Perubahan PDRB sektor pertanian Kabupaten Rembang dari tahun 2000-2008

(5) = (2) – (1)

= 977.60 – 765.93 = Rp 211.67 milyar

b. Persentase perubahan PDRB sektor pertanian Kabupaten Rembang dari tahun 2000-2008

(6) = ((5) / (1)) * 100% = (211.67/765.93) * 100% = 27.64%

c. Ra, rasio PDRB Jawa Tengah Ra = (total (4) – total (3)) / total 3

= (167790.67 - 114701.30)/ 114701.30 = 0.46

d. Ri, dimana dalam hal ini Ri adalah Rasio PDRB Jawa Tengah dari sektor pertanian dari rentang tahun 2000-2008

Ri = ((4) – (3)) / (3)

= (33484.07 – 26124.21) / 26124.21 = 0.28

e. ri, dimana dalam hal ini ri adalah rasio PDRB sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Rembang

ri = ((2) – (1)) / (1)

= (977.60 – 765.93) / 765.93 = 0.28

No Sektor Perekonomian

PDRB Kab.

Rembang PDRB Provinsi Jawa Tengah

Perubahan PDRB

Ra (7)

Ri (8)

ri (9)

(Milyar Rupiah) (Milyar Rupiah) Kab. Rembang

2000 (1)

2008 (2)

2000 (3)

2008 (4)

Milyar (5)

Persen (6)

1 Pertanian 765.93 977.60 26124.21 33484.07 211.67 27.64 0.46 0.28 0.28


(2)

Lampiran 9

Hasil Analisis Shift Share Perekonomian Kabupaten Rembang dan Perhitungannya

No Sektor Perekonomian Nij

(1)

PP (2)

PPW (3)

Dij (4)

1 Pertanian 354.51 -138.73 -4.11 211.67

2 Pertambangan dan galian 11.97 5.68 0.39 18.04

3 Industri Pengolahan 26.55 1.53 -0.82 27.26

4 Listrik, Gas dan Air Minum 2.73 0.92 -0.80 2.84

5 Bangunan dan Konstruksi 50.10 40.09 -27.27 62.93

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 109.33 -22.69 33.21 119.86

7 Angkutan dan Komunikasi 34.87 15.67 -13.93 36.61

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 17.59 -1.15 -6.22 10.22

9 Jasa Lainnya 93.70 60.51 -65.53 88.69

TOTAL 701.35 -38.16 -85.07 578.12

a. Nij = Ra * PDRB sektor i diwilayah Kabupaten Rembang pada awal periode (dalam hal ini sektor i adalah sektor pertanian)

(1) = 0.46 * Rp 765.93 milyar = Rp 354.51 milyar

b. PP = (Ri – Ra)* PDRB sektor i diwilayah Kabupaten Rembang pada awal periode (dalam hal ini sektor i adalah sektor pertanian)

(2) = (0.28-0.46)* Rp 765.93 milyar = Rp -138.73 milyar

c. PPW = (ri –Ri)* PDRB sektor i diwilayah Kabupaten Rembang pada awal periode (dalam hal ini sektor i adalah sektor pertanian)

(3) = (0.282 – 0.276) * Rp 765.93 milyar = Rp -4.11 milyar

d. Dij = Nij + PP + PPW, dimana dalam hal ini i menunjukkan pada sektor pertanian

(4) = (1) + (2) + (3)

= (Rp 354.51 milyar) + (Rp -138.73 milyar) + (Rp -4.11 milyar) = Rp 221.67 milyar


(3)

Lampiran 10

Nilai Pergeseran Bersih dan Perhitungannya

No Sektor Perekonomian PB (+/-)

1 Pertanian -146.38 -

2 Pertambangan dan galian 6.07 +

3 Industri Pengolahan 0.71 +

4 Listrik, Gas dan Air Minum 0.11 +

5 Bangunan dan Konstruksi 12.83 +

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 10.53 +

7 Angkutan dan Komunikasi 1.74 +

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan -7.37 -

9 Jasa Lainnya -5.02 -

TOTAL -126.78 -

PB = PP + PPW

Untuk perhitungan sektor pertanian

PB = (Rp -138.73 milyar) + (Rp -4.11 milyar) = Rp -146.38 milyar

Lampiran 11

Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Perhitungannya

Sektor Perekonomian RPs

Riil Nominal

Pertanian 0.980949 -

Contoh perhitungan RPs pada sektor pertanian

RPs = (((977.60 - 765.93) / 765.93) / ((33484.07 – 26124.21)/26124.21)) = 0.980949


(4)

Lampiran 12

Hasil out put dari analisis trend quadratic forecasting sektor pertanian (minitab.14)

Trend Analysis for Pertanian

Data Pertanian Length 9 NMissing 0

Fitted Trend Equation

Yt = 749225553 + 25708627*t Accuracy Measures

MAPE 8.83881E-01 MAD 7.63489E+06 MSD 7.09656E+13

Time Pertanian Trend Detrend 2000 765929451 774934180 -9004729 2001 806768395 800642807 6125588 2002 837022169 826351434 10670736 2003 839930419 852060061 -12129642 2004 882051898 877768688 4283210 2005 899634704 903477314 -3842610 2006 942463412 929185941 13277471 2007 948517130 954894568 -6377438 2008 977600610 980603195 -3002585 Forecasts

Period Forecast 10 1006311822 11 1032020449 12 1057729076


(5)

Lampiran 13

Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa Quadratik Trend Model

Tahun

Ja

s

a

-J

a

s

a

2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 400000000

350000000

300000000

250000000

200000000

Accuracy Measures MAPE 1.02681E+00 MAD 2.30536E+06 MSD 7.42450E+12

Variable

Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa

Quadratic Trend Model

Yt = 211035263 - 7509811*t + 1794787*t**2

Lampiran 14

Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa Linear Trend Model

Tahun

Ja

s

a

-J

a

s

a

2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 300000000 280000000 260000000 240000000 220000000 200000000

Accuracy Measures MAPE 4.08359E+00 MAD 9.48388E+06 MSD 1.17663E+14

Variable

Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa

Linear Trend Model Yt = 178130831 + 10438061*t


(6)

Lampiran 15

Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa Growth Curve Model

Tahun Ja s a -J a s a 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 320000000 300000000 280000000 260000000 240000000 220000000 200000000

Accuracy Measures MAPE 3.53752E+00 MAD 8.31481E+06 MSD 9.30761E+13 Variable Forecasts Actual Fits Trend Analysis Plot for Jasa-Jasa

Growth Curve Model Yt = 183606910 * (1.04482**t)

Lampiran 16

Double Exponential Smoothing Plot for Jasa-Jasa

Tahun Ja s a -J a s a 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 400000000 350000000 300000000 250000000 200000000 Smoothing Constants Alpha (lev el) 0.77191 Gamma (trend) 1.78722

Accuracy Measures MAPE 1.69736E+00 MAD 3.83715E+06 MSD 2.30808E+13 Variable Forecasts 95.0% PI Actual Fits Double Exponential Smoothing Plot for Jasa-Jasa