Latar Belakang Analisis Mortalitas 30 Hari Pasien Perdarahan Spontan Basal Ganglia Pada Kelompok Terapi Bedah Dan Konservatif Berdasarkan Penilaian Mich Score

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdarahan Intraserebral Spontan PIS, atau yang biasa disebut stroke hemoragik, merupakan gangguan vaskular yang cukup sering terjadi di Indonesia. Stroke merupakan salah satu penyakit tidak menular yang mempunyai prevalensi tinggi di dunia. Stroke menempati urutan ketiga penyebab kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker, bahkan di Indonesia stroke menempati urutan teratas penyebab kematian di Indonesia diiringi oleh tuberculosis TBC dan hipertensi. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2006, jumlah pasien stroke yang rawat inap di seluruh rumah sakit Indonesia sebanyak 44.365 orang dan yang meninggal mencapai 8.878 dengan Case Fatality Rate CFR sebesar 20,01 Riset Kesehatan Dasar tahun 2007. Pentingnya penatalaksanaan yang akurat dan tepat terhadap penyakit ini. Beberapa sentra kesehatan melakukan beberapa penelitian batasan antara terapi konservatif dan operatif pada penatalaksanaan stroke hemoragik. Tetapi belum ada ketetapan yang jelas batasan kapan dilakukan terapi konservatif atau operatif terhadap pasien stroke Hemphill, 2001. Intracerebral Hemorrhage Score ICH score telah dipakai di beberapa sentra bedah saraf untuk menentukan prognosis dari pasien PIS dengan sensitivitas dan spesifisitas yang sangat tinggi. Tetapi ICH score tidaklah dapat menjadi ketetapan dalam pemilihan terapi dalam penatalaksanaan PIS. Pada institusi ini, operasi dilakukan dengan melihat besarnya volume hematoma dan jarak hematoma dari permukaan otak. Hal ini sesuai dengan kriteria American Heart associationAmerican Stroke Association AHAASA. Indikasi operasi pengangkatan clot meliputi: volume hematoma lebih dari 30 cc dan hematoma terletak ≤ 1 cm dari korteks, tanpa Universitas Sumatera Utara memperhitungkan GCS awal. Pada penelitian STICH didapatkan bahwa pasien dengan PIS lobar dengan GCS 9 – 12 akan menghasilkan outcome yang lebih baik jika dilakukan tindakan operasi. Dan pasien GCS ≤ 8 akan memberikan outcome yang lebih buruk jika dilakukan tindakan operasi dibandingkan dengan tindakan konservatif. Karena itu diperlukan sistem penilaian yang menggabungkan berbagai komponen yang dapat mempengaruhi outcome pasien PIS untuk menentukan batasan antara terapi konservatif dan operatif pada PIS. Salah satu skor yang digunakan untuk menentukan pilihan terapi terhadap PIS adalah Modified Intracerebral Hemorrhage Score MICH score Cho, 2008. Cho meneliti 226 pasien PIS yang dilakukan tindakan operatif dan konservatif. Penelitian ini terbatas hanya pada pasien-pasien dengan perdarahan intraserebral pada basal ganglia, dikarenakan tingginya insiden terjadinya PIS pada basal ganglia. Meliputi 50-70 dari seluruh kasus PIS. Perdarahan intraserebral spontan pada lokasi lain, seperti: lobar, serebelum ataupun batang otak, dieksklusikan. MICH score merupakan akumulasi dari nilai suatu kelainan yang terjadi pada perdarahan PIS, meliputi volume perdarahan, GCS, dan ada atau tidaknya Perdarahan Intraventrikular PIV. Rentang nilai mulai 0 hingga 5. Hasilnya menunjukkan terapi konservatif direkomendasikan untuk perdarahan basal ganglia pada pasien dengan MICH score yang rendah 0-1 untuk mempertahankan fungsi neurologis. Pembedahan dianjurkan pada pasien dengan MICH score pada level tengah untuk menghasilkan outcome fungsional yang lebih baik MICH 2 dan untuk menurunkan angka mortalitas pada MICH score 3 atau 4. Pada MICH score 5, tidak ada lagi indikasi tindakan bedah. Dalam penelitian sebelumnya pasien-pasien dengan skor MICH 0 dan 1 memiliki indeks Barthel dan Glasgow Outcome Scale GOS yang lebih baik dibanding dengan terapi bedah. Dan angka mortalitasnya juga sangat rendah. Untuk itu pasien dengan MICH score 0 Universitas Sumatera Utara dan 1 dieksklusikan dari penelitian ini, dikarenakan pembedahan tidak memberikan perbaikan hasil akhir klinis dan menurunkan angka mortalitas Cho, 2008. Pada pasien dengan skor MICH 5, semua pasien yang diterapi konservatif maupun operatif meninggal. Sehingga pasien dengan MICH score 5 dieksklusikan. Mortalitas yang lebih tinggi pada pasien dengan. PIS basal ganglia yang mendapat terapi bedah terhadap pasien yang mendapat terapi konservatif ditunjukkan pada MICH score 2, 3 dan 4. Sebagai contoh, pada nilai 3 mortalitas terapi konservatif 97 dan terapi bedah 35. Atas dasar ini maka peneliti membatasi skor hanya pada 2-4. Sistem penilaian ini sangat sederhana, karena sistem penilaian ini hanya melihat GCS awal, volume perdarahan dan ada atau tidaknya PIV atau hidrosefalus. Penelitian yang menggunakan MICH score ini belum pernah dilakukan di Indonesia, sehingga peneliti ingin mengetahui bagaimana jika penelitian ini dilakukan pada pasien-pasien di Indonesia pada umumnya, dan khususnya di R. S. Adam malik. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap pasien-pasien dengan nilai MICH score 2-4, dengan tujuan untuk melihat apakah pada terapi pembedahan lebih bermanfaat dibandingkan dengan konservatif pada rentang MICH score 2-4.

1.2 Rumusan Masalah