BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan
untuk memberikan dan mendapatkan maaf. Dimensi spiritual ini berupaya untuk mempertahankan keharmonisan atau keselarasan dengan dunia luar, berjuang
untuk menjawab atau mendapatkan kekuatan ketika sedang menghadapi stress emosional, penyakit fisik atau kematian Hamid, 2000.
Stoll 1995 menguraikan bahwa spiritual sebagai konsep dua dimensi yaitu dimensi vertikal adalah hubungan dengan Tuhan atau Yang Maha Tinggi
yang menuntun kehidupan seseorang, dan dimensi horizontal adalah hubungan seseorang dengan diri sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan Kozier,
Erb, Blais Wilkinson, 1995. Menurut Roper 2002 menyatakan bahwa spiritual dapat menjadi medikasi terapeutik tanpa memandang agama, ras, dan
warna kulit, misalnya dalam meningkatkan koping, dukungan sosial, optimisme dan harapan, mengurangi depresi dan kecemasan, serta mendukung perasaan
relaksasi. Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
Universitas Sumatera Utara
tahun ke atas. Sementara itu WHO mengatakan bahwa lanjut usia meliputi usia pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun Nugroho, 2008.
Laju perkembangan kesehatan di Indonesia salah satunya dicerminkan dari peningkatan lanjut usia. Darmojo 2002 mengatakan bahwa pertumbuhan
penduduk lansia di Indonesia tercatat sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia yang kini sekitar 16 juta orang, akan
menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat keempat
di dunia setelah Cina, India, dan Amerika serikat. Kenaikan pesat itu berkaitan dengan usia harapan hidup penduduk Indonesia. Usia 60 tahun di Indonesia
merupakan indikasi seseorang memasuki masa lanjut usia lansia. Pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 24,4 juta jiwa atau 10 Kesrepro, 2008.
Peran keluarga dalam perawatan lansia yaitu menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang lansia tetap dalam keadaan optimal atau produktif,
mempertahankan dan meningkatkan status mental pada lansia, mengantisipasi adanya perubahan sosial dan ekonomi pada lansia, memotifasi dan memfasilitasi
lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual dengan demikian dapat meningkatkan ketaqwaan lansia terhadap Tuhan Yang Maha Esa Mubarak, 2006.
Dari hasil penelitian Widiastuti 2007 yang dilakukan terhadap lansia di RW 03 di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang diketahui
90 mengatakan selalu mengerjakan sholat lima waktu, 80 sering berdoa dan berzikir di mushola atau mesjid, 60 kadang-kadang melakukan ibadah puasa
sunnat. Pada pengkajian lainnya diketahui 40 dari lansia tersebut mengaku ada
Universitas Sumatera Utara
konflik dengan orang lain tetangga, dan sebagian kecilnya masih belum memahami tujuan hidupnya, mengungkapkan keraguan dalam sistem
keyakinannya. Data ini menunjukkan bahwa lansia sangat mementingkan kebutuhan spiritualnya dari aspek hubungan dengan ketuhanan, namun dari
karakteristik spiritual lainnya belum diperhatikan. Disinilah peran keluarga dibutuhkan dengan memperhatikan aspek karakteristik spiritual lainnya yaitu
aspek hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan orang lain dan hubungan dengan alam.
Aspek spiritual pada masa lansia selayaknya telah menjadi bagian dari dimensi manusia yang matang. Kebutuhan spiritual yang terpenuhi pada masa ini
akan membuat lansia mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di dunia, mengembangkan arti penderitaan dan meyakini
suatu hikmah dari suatu kejadianpenderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis melalui keyakinan, rasa percaya diri dan cinta. Lansia juga akan mampu
membina integritas personal dan merasa dirinya berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan, serta mampu mengembangkan hubungan
antar manusia yang positif Hamid, 2000. Demografi menunjukkan bahwa kebanyakan lansia menderita sedikitnya
satu atau lebih penyakit kronis, dan banyak diantaranya menderita lebih dari satu. Berduka, nyeri, kehilangan kendali mempengaruhi integritas pribadi lansia.
Kondisi ini beresiko terjadinya distres spiritual padda lansia Stanley, 2007. Distres ini terjadi ketika lansia mengalami atau beresiko mengalami gangguan
dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikan kekuatan, harapan dan arti
Universitas Sumatera Utara
hidup. Distres spiritual yang berkelanjutan akan mempengaruhi kesehatan lansia secara menyeluruh dimana terjadi gejala-gejala fisik berupa penurunan nafsu
makan, gangguan tidur, serta peningkatan tekanan darah Hidayat, 2006. Uraian diatas menunjukkan pemahaman dimensi spiritual dan pemenuhan
terhadap kebutuhan spiritual yang masih terbatas. Cara mengaplikasikan pemenuhan kebutuhan spiritual tersebut perlu dipahami oleh semua masyarakat,
keluarga, dan termasuk lansia, karena tidak jarang berpandangan tentang dimensi spiritual hanya sebatas pada kegiatan ritual ibadah, atau dalam kaitan hubungan
vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Peran keluarga dalam perawatan lansia dipengaruhi upayanya untuk memenuhi kebutuhan spiritual lansia tersebut.
Banyak anggota keluarga yang kadang tidak memperhatikan lansia dalam memenuhi kebutuhan spiritualnya, keluarga hanya memandang lansia dalam hal
ritual ibadah tanpa memperhatikan aspek lain yaitu hubungan lansia dengan dirinya sendiri, orang lain maupun dengan alam.
Dari uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana peran keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan spiritual
lansia di Desa Buluh Duri Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai. Di Desa ini banyak dijumpai lansia yang tinggal dengan keluarga, dan seperti yang
diamati peneliti ada sebagian dari lansia yang tinggal dengan keluarga tersebut mengalami konflik dengan keluarga atau tetangga. Dalam kesehariannya lansia
dibiarkan dan bahkan diacuhkan, dianggap tidak ada, tidak perlu untuk diajak ngobrol ataupun memperhatikan kondisi kesehatan dan yang lebih ironis lagi
keluarga tidak membantu dan peduli dengan lansia dalam melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
ibadahnya dengan Tuhan sebagai aktualisasi diri lansia di masa tuanya. Lansia yang seharusnya dianggap sesepuh yang harus dihargai, dihormati dan diminta
nasehat atau do’a restu tidak ditemukan. Selain itu tidak ada dijumpai penelitian tentang peran keluarga dalam upaya memenuhi kebutuhan spiritual lansia di Desa
Buluh Duri Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.
2. Tujuan Penelitian