Hubungan Kontribusi Fast Food

asupan karbohidrat adalah karbohidrat di dalam tubuh berada dalam sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi, sebagian disimpan sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot, dan sebagian diubah menjadi lemak untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi didalam jaringan lemak Almatsier, 2009. Remaja yang mengkonsumsi karbohidrat berlebihan akan mengalami kenaikan berat badan dikaitkan dengan semakin banyaknya glukosa yang diubah dan disimpan sebagai lemak di jaringan adiposa melalui jalur lipogenesis, dan bila keadaan ini terus berlanjut makan akan menyebabkan gizi lebih Siregar, 1992. Selain itu Rumini 2006 menyebutkan bahwa kegemukan berhubungan erat dengan konsumsi karbohidrat yang tinggi terutama jika kebutuhan energi total sudah terpenuhi atau berlebihan. Hasil penelitian Murdani 2004 menunjukkan bahwa risiko terkena kegemukan jika mengkonsumsi karbohidrat lebih dari AKG adalah 5,71 kali daripada mengkonsumsi karbohidrat kurang dari atau dengan AKG.

4.9 Hubungan Kontribusi Fast Food

dengan Gizi Lebih pada Remaja Berdasarkan hasil analisis antara kontribusi konsumsi fast food dengan status gizi lebih dengan menggunakan uji statistik Asimetri Lamda LB . Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 1 variabel yang berhubungan signifikan terhadap gizi lebih p 0,05, yaitu variabel kontribusi energi fast food. Salah satu penyebab gizi lebih adalah tingkat konsumsi yang berlebihan. Pada hasil analisis hubungan antara tingkat konsumsi zat makro dengan status gizi lebih didapatkan adanya hubungan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi lebih dan tingkat konsumsi energi pada sebagian besar remaja gizi lebih adalah lebih jadi dapat disimpulkan bahwa kontribusi energi fast food menyebabkan gizi lebih pada remaja. Hal ini didukung pula dengan hasil pola konsumsi fast food diketahui bahwa pada remaja gizi lebih sering mengkonsumsi makanan jenis fast food yaitu mie dan nasi goreng dimana makanan tersebut tinggi energi dibandingkan dengan jenis makanan fast food lainnya. Penelitian Yussac et al. 2007, yang menyatakan bahwa asupan makanan yang mengandung energi tinggi mempunyai pengaruh dengan kejadian obesitas. Padmari dan Hadi 2002, yang menyatakan bahwa kelebihan asupan energi dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Adapun salah satu faktor yang menyebabkan kelebihan energi antara lain kebiasaan makan fast food , dimana kebiasaan tersebut merupakan salah satu bentuk penambahan energi yang tidak disadari karena fast food, fast food merupakan makanan sumber energi yang sangat tinggi. Terdapat beberapa responden gizi lebih dengan tingkat konsumsi energi yang tidak berlebih, hal ini bukan berarti konstribusi energi fast food pada responden tersebut tidak menyebabkan gizi lebih. Diketahui rata-rata konstribusi energi fast food pada remaja gizi lebih adalah ≥ 39,7. Penelitian yang dilaksanakan oleh Sri 2009 kontribusi energi fast food pada remaja ≥27,32 berisiko 0,05 kali lebih besar terjadinya gizi lebih dibandingkan remaja yang kontribusinya energi fast foodnya 27,32. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan Banowati et al. 2011 didapatkan hasil kontribusi energi fast food ≥7,3 proporsinya lebih tinggi pada kelompok obesitas dibandingkan pada kelompok tidak obesitas. Asupan energi fast food ≥7,3 kkal per hari berisiko 4,9 kali untuk terjadinya obesitas. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Virgianto dan Purwaningsih 2005 yang dilakukan pada remaja usia 15-17 tahun, yang menyatakan bahwa remaja yang memliki presentase energi makanan cepat sajinya lebih besar dari 6 mempunyai risiko 4,2 kali lebih besar OR=4,2 untuk terjadinya obesitas bila dibandingkan dengan siswa yang presentase energi makanan cepat sajinya kurang dari 6. Hasil penelitian ini juga sesuai yang dilakukan Padmiari dan Hamam Hadi 2002 yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jumlah energi makanan cepat saji yang dikonsumsi terhadap terjadinya obesitas. Hal tersebut dikarenakan rata-rata kontribusi konsumsi energi fast food adalah hampir memenuhi 13 kebutuhan zat gizi yang dianjurkan dalam AKG dalam sehari, padahal fast food yang dikonsumsi tersebut belum dikombinasikan dengan makanan yang lain yang dikonsumsi seseorang dalam satu hari. Hal tersebut dikarenakan jenis fast food yang dikonsumsi sebagian besar remaja tidak hanya sebagai makanan jajanan atau makanan selingan, akan tetapi juga sebagai salah satu menu utama misalnya mie instan dan fried chicken Virgianto dan Purwaningsih, 2005. Dilihat dari CI Confident Interval menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi fast food faktor resiko terjadinya gizi lebih dimana dapat dijelaskan OR tingkat konsumsi fast food adalah 0,048. Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi energi fast food berhubungan secara signifikan dengan kejadian gizi lebih pada remaja SMA Negeri 2 Kabupaten Bondowoso, sedangkan variabel tingkat konsumsi lemak dan karbohidrat pada fast food tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian gizi lebih. Meskipun tingkat konsumsi lemak dan karbohidrat tidak berhubungan secara signifikan, akan tetapi variabel tersebut memiliki peran yang besar dalam kejadian gizi lebih hasil tersebut ditunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi lemak dan karbohirat fast food pada responden yang memiliki kejadian gizi lebih adalah ≥39 dan ≥35,3. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Sri 2009 diketahui bahwa remaja yang memiliki konstribusi karbohidrat fast food ≥ 32,72 mempunyai peluang menjadi gizi lebih 0,056 daripada remaja yang memiliki kontribusi fast food 32,72. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi 2002, yang menyatakan bahwa semakin tinggi mengkonsumsi fast food maka semakin tinggi kejadian obesitas, sebab kandungan energi, lemak, dan energi pada fast food sangat tinggi. Selain itu Rumini 2006 menyebutkan bahwa kegemukan berhubungan erat dengan konsumsi karbohidrat yang tinggi terutama jika kebutuhan energi total sudah terpenuhi atau berlebihan. Beberapa faktor inherent porsi yang besar, energy density, kandungan tinggi lemak, gula dan garam, indeks glikemik dan rendah serat dari fast food meningkatkan asupan energi dan memacu keseimbangan energi positif sehingga meningkatkan risiko obesitas. Anak dan remaja yang mengkonsumsi fast food mempunyai total energi, total lemak, lemak jenuh, total karbohidrat dan gula lebih tinggi serta serat yang rendah dibanding pada anak dan remaja yang tidak mengkonsumsi fast food. Makanan fast food mengandung tinggi zat tepung dan gula, mempunyai nilai indeks glikemik yang tinggi, sehingga secara fisiologi dapat memacu asupan energi Bowman, 2004. Pada saat tubuh mengkonsumsi makanan indeks glikemik tinggi, sumber energi yang digunakan berasal dari glikogen simpanan karbohidrat sehingga lemak yang tertimbun tidak terpakai. Apabila hal ini terulang terus menerus, timbunan lemak akan semakin menumpuk, menjadi abnormal dan menyebabkan obesitas Rimbawan, 2004.

4.10 Hubungan Pola Konsumsi Fast Food dengan Gizi Lebih pada Remaja