Analisis Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Di Indonesia Pendekatan Vector Autoregression

(1)

ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA

PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN

VECTOR AUTOREGRESSION

TESIS

Oleh

TOGA TARANA COSMAN SITORUS

087018063/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA

PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN

VECTOR AUTOREGRESSION

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TOGA TARANA COSMAN SITORUS

087018063/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU

BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA

PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION

Nama Mahasiswa : Toga Tarana Cosman Sitorus

Nomor Pokok : 087018063

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Jonni Manurung, M.S) Ketua

(Dr. Murni Daulay, M.Si) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Desember 2010

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS

Anggota : 1. Dr. Murni Daulay, M.Si

2. Dr. Rahmanta, M.Si 3. Drs. Rujiman, MA


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul: “ANALISIS

DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA

PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh siapapun juga sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Desember 2010 Yang membuat pernyataan,

TOGA TARANA COSMAN SITORUS NIM : 087018063


(6)

ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION

Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS dan Dr. Murni Daulay, M.Si

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kontribusi masing-masing variabel yaitu Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yaitu data Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik. Ruang lingkup penelitian ini mencakup determinan yang mempengaruhi suku bunga pinjaman yaitu faktor eksternal (SIBOR) dan faktor internal (jumlah uang beredar, inflasi, SBI dan PDB). Penentuan jumlah observasi didasarkan atas stabilitas lag struktur dalam model penelitian. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Vector Autoregression (VAR), Impulse Response

Function (IRF) dan Varian Decomposition (VD) yang sebelumnya diuji

menggunakan uji Unit Roots Test dan uji Kointegrasi Johansen. Hasil Vector

Autoregression diketahui bahwa variabel sebelumnya juga mempengaruhi variabel

sekarang. Hasil VAR menunjukkan bahwa kontribusi pertama yang paling banyak terhadap variabel lainnya adalah SBPDt-1 dengan memberikan kontribusi terbesar kepada inflasi dan SBI dan SBPD sedangkan kontribusi kedua terbesar yaitu variabel SIBOR dengan mempengaruhi INFt-1, SBIt-1 dan SBPDtl. Berdasarkan hasil

Impulse response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada

pada periode jangka menengah yaitu 5 tahun sedangkan dalam jangka panjang cenderung mengalami kestabilan, hal tersebut menimbulkan makna bahwa walaupun ada variabel yang jangka pendek tidak berpengaruh namun dalam jangka menengah dan jangka panjang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan hasil

variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun

jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance

variable itu sendiri kecuali SBPD yang dipengaruhi oleh inflasi. Sedangkan dalam

jangka panjang terjadi perubahan pengaruh error variance yang semakin menuntun terhadap variabel itu sendiri dan digeser oleh variabel lainnya. Hasil kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang harus dilakukan inflasi memiliki pengaruh yang semakin lama semakin besar.


(7)

Kata Kunci: Sibor, Jumlah Uang Beredar, Inflasi, SBI, PDB dan Suku Bunga Pinjaman Domestik.


(8)

ANALYSIS OF INTEREST RATE LOAN DETERMINANT IN INDONESIA AUTOREGRESSION VECTOR APPROACH

Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS and Dr. Murni Daulay, M.Si

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the contribution of each variable that are Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates, both in the short tem, medium term and long term.

The collection of data obtained from secondary data is data Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates. The scope of this study include the determinants that affect the loan rates are external factors (SIBOR) and internal factors (the money supply, inflation, SBI and GDP). Determination of the number of observations based on the stability of the lag structure in the research model. The model used in this research is econometric model with the method of Vector Autoregression (VAR), Impulse Response Function (IRF) and Variance decomposition (VD), which was previously tested using the test Unit Roots Test and Johansen cointegration test. Results Vector Autoregression note that the previous variables also affect the variable now. VAR results show that the first contribution of the most widely against other variables are SBPDt-1 with the largest contribution to inflation and SBI and SBPD while the second largest contribution of SIBOR variables with influence INFt-1, SBIt-1 and SBPDt-1. Based onn results response function is known that the stability of the first all variables are in the medium term period of 5 years while in the long-tenn run tend to have stability, which creates a meaning that although there is a variable that does not affect short-term but in the medium and long term will influence each other. Based on the results of variance decomposition, the overall good in the long term and short term, all variables in the first period is affected by the errorvariance it self except SBPD variable that is affected by inflation. While in the long term changes in the influence of diminishing the error variance of the variable it self and shifted by other variables. The result of these conclusions indicate that inflationary policies do have effects that are increasingly large.


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah Bapa yang telah memberikan hikmat dan hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Analisis Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman di Indonesia Pendekatan

Vector Autoregression sebagai tugas akhir pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian tesis ini. Secara khusus, penulis haturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Yusri Natar, SH selaku Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak

Sumatera Utara I dan Bapak Drs. Noor Fais, MM Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota, yang telah memberikan izin kuliah dan dukungan moril serta motivasi diawal pertama saya kuliah.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, beserta seluruh staf pengajar dan pegawai, khususnya pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama proses perkuliahan hingga penulis mampu menyelesaikan studi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Ketua Program Magister


(10)

dengan arif dan bijaksana dapat mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, sebagai Pembimbing I, dan Dr. Ibu Murni

Daulay, M.Si sebagai Pembimbing II, yang banyak memberikan arahan, bimbingan dan dorongan pemikiran hingga tesis ini dapat selesai.

5. Bapak Dr. Rahmanta, M.Si., Bapak Drs. Rujiman, MA dan Bapak Wahyu Ario

Pratama, SE., M.Ec selaku Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran-saran untuk perbaikan dalam penyusunan tesis ini.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Angkatan XVI yang telah sama-sama berjuang dengan penulis, dalam menyelesaikan studi dan telah memberikan banyak bantuan dan dukungan yang luar biasa.

7. Kedua orang tuaku dan Istriku tercinta, serta seluruh keluarga besarku yang ada

di Medan, Tarutung, Aek Kanopan, Pekanbaru dan Prancis yang selama ini turut memberikan dorongan moril dan materil hingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar nantinya dapat menjadi lebih baik dan sempurna.


(11)

Akhirnya penulis memohon agar Tuhan memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya selama ini.

Medan, Desember 2010 Penulis,


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Toga Tarana Cosman Sitorus

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 30 Agustus 1976

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Menikah

Nama Orang Tua

Ayah : Maringan Sitorus

Ibu : Embang R. Br. Panjaitan

Alamat Rumah : Jl. Boom/Matahad Raya No. 3 Helvetia Medan

Pendidikan

1. Tahun 1983-1989 : SD Katolik Mariana Medan

2. Tahun 1989-1992 : SMP Negeri 17 Medan

3. Tahun 1992-1995 : SMA Negeri 4 Medan

4. Tahun 1995-1996 : PRODIP I Spesialisasi Anggaran di BPLK Medan

5. Tahun 1999-2000 : Pendidikan Pembantu Akuntan di STAN Jakarta

6. Tahun 2001-2006 : S-1 Universitas Medan Area, Medan

7. Tahun 2008-2010 : S-2 Program Studi Ekonomi Pembangunan


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Konsep Tingkat Bunga ... 14

2.2. Teori Tingkat Bunga ... 15

2.3. Penawaran dan Permintaan Dana ... 23

2.4. Model Laba Bank ... 32


(14)

2.6. Konsep Inflasi ... 37

2.7. Produk Domestik Buto ... 38

2.8. Jumlah Uang Beredar ... 42

2.9. Penelitian Terdahulu ... 44

2.10. Kerangka Pemikiran ... 49

2.11. Hipotesis Penelitian ... 49

BAB III. METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 51

3.2. Jenis dan Sumber Data ... 51

3.3. Model Analisis ... 52

3.4. Uji Asumsi ... 53

3.4.1. Uji Stasioneritas Data dengan Akar Unit ... 53

3.4.2. Uji Kointegrasi ... 54

3.4.3. Uji Kausalitas ... 55

3.5. Innovation Accounting ... 57

3.5.1. The Impulse Responses Function (IRF) ... 57

3.5.2. The Forecast Error Variance Desomposition (FEVD) ... 58

3.6. Definisi Operasional ... 59

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1. Perkembangan Ekonomi ... 60

4.2. Perkembangan PDB dan Jumlah Uang Beredar ... 66 4.3. Perkembangan SBI, Inflasi, Suku Bunga Pinjaman Domestik


(15)

dan SIBOR ... 69

4.4. Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi ... 72

4.5. Vector Autoregression ... 73

4.6. Uji Kointegrasi dan Stabilitas Lag Struktur ... 77

4.7. Impulse Response Function (IRF) ... 79

4.7.1. Impulse Response Function terhadap PDB ... 80

4.7.2. Impulse Response Function terhadap Inflasi ... 81

4.7.3. Impulse Response Function terhadap JUB ... 82

4.7.4. Impulse Response Function terhadap SBI ... 82

4.7.5. Impulse Response Function terhadap SBPD ... 83

4.7.6. Impulse Response Function terhadap SIBOR ... 84

4.8. Variance Decomposition ... 85

4.8.1. Variance Decomposition of PDB ... 86

4.8.2. Variance Decomposition of INF ... 87

4.8.3. Variance Decomposition of Jumlah Uang Beredar (JUB) ... 87

4.8.4. Variance Decomposition of SBI ... 88

4.8.5. Variance Decomposition of Suku Bunga Pinjaman Domestik (SBPD) ... 89


(16)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Saran-Saran ... 93


(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Jumlah Halaman

1.1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar dan Inflasi di Indonesia .... 8

1.2. Perkembangan Pendapatan Nasional, dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Selama Periode 1986-2007 ... 9

2.1. Neraca Bank Komersial ... 25

4.1. Perkembangan PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Milyar Rp) Tahun 1985 Sampai 2008. ... 67

4.2. SBI, Inflasi, Suku Bunga Pinjaman Domestik dan SIBOR Tahun 1985 Sampai Tahun 2008 (Dalam % ... 70

4.3. Hasil Pengujian Stasioner dengan Akar-akar Unit... 73

4.4. Hasil Estimasi VAR dengan Dasar Lag 1 ... 74

4.5. Hasil Analisa VAR ... 76

4.6. Uji Kointegrasi Johansen ... 78

4.7. Response of LOG(PDB) ... 80

4.8. Response of LOG(INF) ... 81

4.9. Response of LOG(JUB) ... 82

4.10. Response of LOG(SBI) ... 83

4.11. Response of LOG(SBPD) ... 84

4.12. Response of LOG(SIBOR) ... 85

4.13. Varian Decomposition PDB ... 86


(18)

4.15. Varian Decomposition of JUB ... 88

4.16. Varian Decomposition of SBI ... 89

4.17. Varian Decomposition of SBPD ... 90


(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran ... 49

4.1. Perkembangan PDB dan JUB (Milyar Rp) ... 68

4.2. Perkembangan SBI, Inflasi, Suku Bunga Pinjaman Domestik

dan SIBOR Tahun 1985 Sampai Tahun 2008 (Dalam %) ... 71


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Tabulasi Variabel Penelitian ... 97

2. Uji Stasioneritas pada Level ... 98

3. Uji Stasioneritas pada 1st Difference ... 100

4. Uji Stasioneritas pada 2nd Difference ... 102

5. VAR ... 103

6. Uji Kointegrasi Johansen ... 104

7. Stabilitas Lag ... 105

8. IRF ... 106

9. VDF ... 109


(21)

ANALISIS DETERMINAN TINGKAT SUKU BUNGA PINJAMAN DI INDONESIA PENDEKATAN VECTOR AUTOREGRESSION

Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS dan Dr. Murni Daulay, M.Si

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kontribusi masing-masing variabel yaitu Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

Pengumpulan data diperoleh dari data sekunder yaitu data Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik. Ruang lingkup penelitian ini mencakup determinan yang mempengaruhi suku bunga pinjaman yaitu faktor eksternal (SIBOR) dan faktor internal (jumlah uang beredar, inflasi, SBI dan PDB). Penentuan jumlah observasi didasarkan atas stabilitas lag struktur dalam model penelitian. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Vector Autoregression (VAR), Impulse Response

Function (IRF) dan Varian Decomposition (VD) yang sebelumnya diuji

menggunakan uji Unit Roots Test dan uji Kointegrasi Johansen. Hasil Vector

Autoregression diketahui bahwa variabel sebelumnya juga mempengaruhi variabel

sekarang. Hasil VAR menunjukkan bahwa kontribusi pertama yang paling banyak terhadap variabel lainnya adalah SBPDt-1 dengan memberikan kontribusi terbesar kepada inflasi dan SBI dan SBPD sedangkan kontribusi kedua terbesar yaitu variabel SIBOR dengan mempengaruhi INFt-1, SBIt-1 dan SBPDtl. Berdasarkan hasil

Impulse response function diketahui bahwa stabilitas pertama semua variabel berada

pada periode jangka menengah yaitu 5 tahun sedangkan dalam jangka panjang cenderung mengalami kestabilan, hal tersebut menimbulkan makna bahwa walaupun ada variabel yang jangka pendek tidak berpengaruh namun dalam jangka menengah dan jangka panjang akan saling mempengaruhi satu sama lain. Berdasarkan hasil

variance decomposition, secara keseluruhan baik dalam jangka panjang maupun

jangka pendek, semua variabel pada periode pertama dipengaruhi oleh error variance

variable itu sendiri kecuali SBPD yang dipengaruhi oleh inflasi. Sedangkan dalam

jangka panjang terjadi perubahan pengaruh error variance yang semakin menuntun terhadap variabel itu sendiri dan digeser oleh variabel lainnya. Hasil kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang harus dilakukan inflasi memiliki pengaruh yang semakin lama semakin besar.


(22)

Kata Kunci: Sibor, Jumlah Uang Beredar, Inflasi, SBI, PDB dan Suku Bunga Pinjaman Domestik.


(23)

ANALYSIS OF INTEREST RATE LOAN DETERMINANT IN INDONESIA AUTOREGRESSION VECTOR APPROACH

Toga Tarana Cosman Sitorus, Dr. Jonni Manurung, MS and Dr. Murni Daulay, M.Si

ABSTRACT

The purpose of this study to analyze the contribution of each variable that are Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates, both in the short tem, medium term and long term.

The collection of data obtained from secondary data is data Sibor, the money supply, inflation, SBI, GDP and domestic lending rates. The scope of this study include the determinants that affect the loan rates are external factors (SIBOR) and internal factors (the money supply, inflation, SBI and GDP). Determination of the number of observations based on the stability of the lag structure in the research model. The model used in this research is econometric model with the method of Vector Autoregression (VAR), Impulse Response Function (IRF) and Variance decomposition (VD), which was previously tested using the test Unit Roots Test and Johansen cointegration test. Results Vector Autoregression note that the previous variables also affect the variable now. VAR results show that the first contribution of the most widely against other variables are SBPDt-1 with the largest contribution to inflation and SBI and SBPD while the second largest contribution of SIBOR variables with influence INFt-1, SBIt-1 and SBPDt-1. Based onn results response function is known that the stability of the first all variables are in the medium term period of 5 years while in the long-tenn run tend to have stability, which creates a meaning that although there is a variable that does not affect short-term but in the medium and long term will influence each other. Based on the results of variance decomposition, the overall good in the long term and short term, all variables in the first period is affected by the errorvariance it self except SBPD variable that is affected by inflation. While in the long term changes in the influence of diminishing the error variance of the variable it self and shifted by other variables. The result of these conclusions indicate that inflationary policies do have effects that are increasingly large.


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang bermula pada pertengahan tahun 1997 dan meningkat menjadi krisis multidimensi dalam tahun 1998 dan 1999, telah berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat luas. Kondisi ekonomi semakin sulit, rasa keamanan dan ketentraman terganggu, serta keresahan sosial meningkat.

Sejak Indonesia mengalami krisis, pemerintah telah mengambil berbagai langkah kebijakan, baik fiskal, moneter, perdagangan internasional maupun kebijakan di sektor riil untuk mengatasinya. Ketidakstabilan politik dan berbagai masalah sosial yang terjadi di tanah air membuat upaya pemulihan tersebut menjadi lebih sulit. Krisis perbankan yang masih berjalan saat ini didahului dengan adanya distress dalam perbankan, pada waktu terjadinya penurunan deposito dan tabungan serta terkotak-kotaknya pasar uang antar bank (ada kompartemenisasi pasar uang antar bank) karena menurunnya kepercayaan terhadap perbankan. Bank-bank yang lemah dan tidak dapat memperoleh dana dari pasar uang terpaksa menggantungkan diri pada BI sebagai sumber dana untuk posisi likuiditas masing-masing.

Walaupun demikian tanda-tanda pemulihan sudah mulai muncul, terutama sejak tahun 1999. Sehingga dapat dikatakan perekonomian nasional telah melampaui titik terburuk dan sedang dalam proses menuju kebangkitannya kembali. Rasa optimis tersebut didukung oleh perkembangan positif beberapa indikator utama


(25)

makro ekonomi seperti nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga, indeks harga saham gabungan, neraca pembayaran dan produk domestik bruto riil.

Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya dihimpun dari dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat. Dana yang dihimpun bank biasanya dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Guna mendukung peningkatan kinerja perbankan pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan (D.J. Soedrajat, 2001).

Dalam mekanisme pasar seperti di Indonesia tingkat suku bunga yang terjadi pada dasarnya merupakan refleksi dari kekuatan permintaan dan penawaran dana di masyarakat, karena tingkat suku bunga sangat penting dalam kebijakan perekonomian suatu negara dalam pengaruhnya terhadap supply dan demand. Meningkatnya kebutuhan terhadap sumber-sumber pembiayaan akan menyebabkan naiknya suku bunga, kebijakan di Indonesia dalam rangka menekan laju inflasi, tetap mempertahankan tingkat suku bunga tinggi. Dengan kata lain peredaran yang diperketat dapat mempertahankan tingkat harga pada tingkat aman.

Perkembangan dan tingkat suku bunga dalam negeri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari luar negeri, seperti suku bunga internasional, maupun yang berasal dari dalam negeri, seperti ekspektasi inflasi, kondisi perbankan serta langkah dan tindakan otoritas moneter. Bagi otoritas moneter, perkembangan dan tingkat suku bunga merupakan satu indikator moneter yang sangat penting. Di satu sisi, perkembangan suku bunga harus merefleksikan faktor-faktor


(26)

fundamental. Dan di sisi lain, suku bunga diupayakan dapat menunjang pencapaian sasaran-sasaran ekonomi makro yang ditetapkan pemerintah seperti inflasi, permintaan dalam negeri, uang beredar (M2) dan aliran modal masuk (Agustin, 2000).

Tingkat suku bunga pada dasarnya merupakan refleksi dan kekuatan permintaan dan penawaran dana. Dengan demikian perkembangan dan tingkat suku bunga mencerminkan tingkat kelangkaan atau kecukupan dana masyarakat. Di samping itu, tingkat suku bunga mempunyai kaitan yang cukup erat dengan berbagai indikator ekonomi lainnya. Di sisi lain tingkat suku bunga berkaitan dengan inflasi, permintaan dalam negeri dan nilai tukar rupiah. Dalam lingkup eksternal tingkat suku bunga sangat berperan terhadap arus masuk dan keluar. Oleh karena itu upaya pengendalian tingkat suku bunga yang dilakukan harus selalu memperhatikan keseimbangan diantara berbagai faktor. Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI) Anwar Nasution mengatakan Bank Indonesia menghimbau kepada perbankan untuk menurunkan suku bunga pinjamannya berkaitan dengan terus turunnya Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Secara teori bahwa tingkat suku bunga pinjaman merupakan gabungan dari jumlah cost of fund ditambah biaya intermediasi dan biaya resiko

macet (Solopos, Jum’at 27 Juni 2003). Akhir-akhir ini banyak tuntutan dari para

pelaku bisnis (pengusaha) dan juga pakar ekonomi yang menuntut agar Bank Indonesia selaku penguasa moneter mempengaruhi suku bunga deposito dan juga suku bunga pinjaman berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan/ mengembangkan kembali sektor riil lewat kegiatan investasinya. Tetapi tuntutan itu


(27)

belum atau baru sedikit dipenuhi oleh Bank Indonesia, karena mungkin Bank Indonesia melihat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan untuk mempengaruhi suku bunga khususnya suku bunga pinjaman dalam arti nominal.

Banyak negara berkembang telah melaksanakan deregulasi keuangannya dengan cara menghapuskan pagu kredit dan tingkat bunga, misalnya Korea, Malaysia, Srilangka, Filipina, dan Indonesia. Tujuan utama deregulasi keuangan ini seperti deregulasi ekonomi pada umumnya adalah mendorong efisiensi dan pertumbuhan ekonomi. Salah satu tujuan deregulasi adalah mempercepat proses berlangsungnya pendalaman finansial. Pendalaman finansial (financial deep) menunjukkan seberapa jauh sistem finansial terutama sektor perbankan dapat menjangkau masyarakat penabung dan mengalokasikan dana tersebut kepada sektor usaha dan pengguna dana yang paling produktif dan efisien. Sektor keuangan mempunyai peranan yang penting, bukan hanya sebagai perantara finansial tetapi juga sebagai pihak yang membatasi, menilai dan mendistribusikan resiko yang berkaitan dengan berbagai kegiatan finansial. Pada mekanisme pasar, peranan ini memungkinkan terjadinya keseimbangan antara keuntungan yang diperoleh dengan resiko yang dihadapi. Pendalaman finansial menjamin terjadinya biaya transaksi yang makin rendah, distribusi resiko yang semakin optimal, alokasi dana yang semakin terarah pada pilihan investasi yang terbaik. Dengan demikian pendalaman finansial mendorong peningkatan efisiensi ekonomi dan berjalan seiring dengan perkembangan ekonomi.

Di beberapa negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia, perkembangan pendalaman finansial kelihatan menonjol setelah


(28)

negara-negara tersebut melakukan deregulasi sistem finansialnya. Sebelum adanya deregulasi, sistem finansial negara-negara tersebut ditandai oleh banyaknya peraturan yang kurang mendorong terjadinya pendalaman finansial seperti penentuan tingkat bunga oleh otoritas moneter, penetapan pagu kredit, cadangan wajib minimum yang tinggi. Tingkat bunga yang ditetapkan akan cenderung jauh di bawah tingkat bunga keseimbangan dan tingkat inflasi. Dengan demikian, laju inflasi jauh lebih besar daripada tingkat bunga nominal sehingga tingkat bunga riil menjadi negatif. Hal ini dapat menimbulkan distorsi dalam sistem keuangan karena kurangnya mobilisasi dana. Sistem ini juga mengganggu efisiensi pembangunan sistem perbankan. Bank-bank sangat tergantung pada dana dari Bank Indonesia dan tidak dapat mengatur dananya secara efisien.

Tingginya suku bunga pada September 1988 menjadi sejarah tersendiri. Dimulai dengan pernyataan Prof. Mohammad Sadli, kemudian Gubemur BI Adrianus Mooy, tentang perlunya perbankan menekan lagi tingkat suku bunga yang dinilai sangat tinggi dan tidak mampu menggairahkan investasi. Penyebab utamanya tingginya suku bunga bank pada waktu itu adalah mahalnya biaya memperoleh dana sendiri. Sebagian besar dana bank diperoleh dari deposito dengan tingkat bunga berada di atas 15-21%, baik untuk jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, maupun 12 bulan. Melihat bunga deposito yang demikian tinggi, wajar jika bunga kredit pun sangat tinggi karena biaya intermediasi dari bank. Biaya tersebut antara lain biaya


(29)

besar bunga kredit pada waktu itu diperkirakan antara 19,5% sampai 25% (Sasongko Tedjo, 1994).

Pengalaman buruk di bidang moneter terulang lagi bahkan lebih buruk, yaitu saat krisis ekonomi dan moneter menimpa bangsa-bangsa Asia termasuk Indonesia pada tahun 1997-1998. Pada periode bulan Juli-Agustus 1997 pemerintah menerapkan kebijakan empat kali menaikkan tingkat suku bunga SBI dari bulan Agustus sebesar 7% menjadi 30% dalam setahun. Pergerakan suku bunga SBI menjadi tolok ukur bagi tingkat suku bunga lainnya. Sehingga kenaikan suku bunga SBI ini dengan sendirinya mendorong kenaikan suku bunga dana antar bank dan suku bunga deposito. Kenaikan suku bunga deposito akhirnya mengakibatkan kenaikan suku bunga pinjaman di bank-bank, terutama karena sebelumnya sudah ada peraturan bahwa tingkat suku bunga di bank komersial ditetapkan 150% di atas suku bunga SBI. Suku bunga perbankan untuk deposito dan pinjaman (kredit) di Indonesia adalah tertinggi di kawasan ASEAN bahkan seluruh dunia (Tambunan, 1998). Beberapa literatur penelitian tentang tingkat suku bunga seperti tingkat bunga dan faktor-faktor penentunya (Boediono, 1991), interest rate determination independent developing

countries, a conceptual framework (Edward, Sebastian dan Mohsin S. Khan, 1985),

Regresi Linear Lancung dalam Analisa Ekonomi: Studi Kasus Permintaan Deposito dalam Valuta Asing di Indonesia (Insukindro, 1991), Suku Bunga Diturunkan, Investasi Akan Meningkat? (Iswardono SP, 1999), Kinerja dan Fungsi Intermediasi Perbankan Pasca Krisis dan Otonomi Daerah (Juda Agung, 2000), Sejarah Pemikiran Ekonomi: Teori Bunga (Soewito, 1994). Dengan mengacu pada fenomena buruk


(30)

tahun 1988 dan 1998 serta sekarang dan juga penjelasan dari Gubernur Bank Indonesia di atas, penuIis mencoba mengembangkan spesifikasi model untuk menelusuri determinan tingkat suku bunga pinjaman di Indonesia tahun 1986-2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suku bunga pinjaman meliputi suku bunga internasional SIBOR, jumlah uang beredar, inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Produk Domestik Bruto baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.

Selain itu, terlihat pula gejala merenggangnya hubungan antar variabel makro ekonomi. Kondisi ini pada akhirnya akan mempersulit otoritas moneter untuk mengambil keputusan dalam manajemen moneternya. Di Indonesia, kebijakan moneter sepenuhnya diserahkan kepada otoritas moneter yaitu Bank Indonesia. Dalam hal ini, jumlah uang beredar merupakan alat yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam menetapkan kebijakan moneter. Jumlah permintaan uang di suatu negara dipengaruhi banyaknya faktor-faktor antara lain kebijakan pemerintah, politik, dan keamanan. Berdasarkan data statistik jumlah perkembangan uang di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup bervariasi. Perkembangan jumlah uang di Indonesia dalam kurun waktu 1986 hingga tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(31)

Tabel 1.1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar dan Inflasi di Indonesia

Tahun Uang Kartal

(Milyar Rp)

Uang Giral (Milyar Rp)

M (Milyar Rp)

Inflasi (%)

1986 5.338 6.339 11.677 5.9

1987 5.782 6.903 12.685 9.1

1988 6.246 8.146 14.392 8.2

1989 7.426 12.688 20.114 6.3

1990 9.094 14.725 23.819 7.9

1991 9.346 16.995 26.341 9.3

1992 11.478 17.301 28.779 7.6

1993 14.431 22.374 36.805 9.6

1994 18.634 26.740 45.374 8.6

1995 20.807 31.870 52.677 9.4

1996 22.487 41.602 64.089 8.0

1997 28.424 49.919 78.343 11.1

1998 41.394 59.803 101.197 77.6

1999 58.353 66.280 124.633 1.9

2000 72.371 89.815 162.186 9.4

2001 76.342 101.389 177.731 12.6

2002 80.686 111.253 191.939 10.0

2003 94.542 129.257 223.799 5.1

2004 109.265 144.553 253.818 6.40

2005 124.316 157.589 281.905 17.11

2006 151.009 210.064 361.073 6.60

2007 183.419 277.423 460.842 6.89

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2010)

Faktor yang paling mempengaruhi terhadap perkembangan jumlah uang antara lain pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat suku bunga (Boediono, 2002). Data tentang perkembangan pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat suku bunga di Indonesia selama kurun 1986-2007 ditunjukkan pada Tabel 1.2.


(32)

Tabel 1.2. Perkembangan Pendapatan Nasional dan Tingkat Suku Bunga di Indonesia Selama Periode 1986-2007

Tahun

PDB Harga Konstan (Milyar Rupiah)

Pertumbuhan (Persen)

Tingkat Suku Bunga

Pertumbuhan (Persen)

1985 564823.80 - 18,40 -

1986 512063.74 5,86 16,88 -8,26

1987 487651.86 21,56 15,35 -9,06

1988 497281.81 19,91 18,42 20,00

1989 486445.93 19,99 18,99 3,09

1990 442757.32 17,42 17,70 -6,79

1991 453314.41 18,54 19,63 10,90

1992 460094.01 12,97 22,65 15,38

1993 1079136.48 16,78 17,78 -21,50

1994 1043845.44 15,90 13,00 -26,88

1995 1053300.76 18,91 13,00 0,00

1996 1034648.44 17,17 17,00 30,77

1997 910772.63 17,86 17,00 0,00

1998 437575.17 52,26 16,00 -5,88

1999 434745.15 15,06 25,00 56,25

2000 1389769.00 26,37 22,00 -12,00

2001 1440405.00 21,19 13,31 -39,50

2002 1505216.00 10,63 16,18 21,56

2003 1577171.00 9,80 13,79 -14,77

2004 1656516.00 12,57 8,25 -40,17

2005 1750815.00 14,48 12,75 54,55

2006 1847126.00 18,30 12,89 1,10

2007 1963091.00 21,96 8,60 -33,28

2008 2082103.00 6,06 9,25

Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2010)

Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa jumlah PDB, nilai tukar dan tingkat suku bunga di Indonesia cenderung mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan itu diduga berpengaruh terhadap jumlah permintaan uang di Indonesia. Dengan


(33)

adanya kenaikan dan penurunan jumlah permintaan uang tersebut, mengakibatkan terjadinya fluktuasi terhadap kondisi likuiditas perekonomian Indonesia.

Menurut Usman (2000), tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa dengan harapan tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas di rumah. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif. Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga (Tajul Khalwaty, 2000). Namun ternyata kebijakan ini dapat menimbulkan dampak negatif pada kegiatan ekonomi. Kebijakan uang ketat di satu sisi memang menunjukkan indikasi yang baik pada nilai tukar yang secara bertahap menunjukkan kecenderungan menguat namun di sisi lain kebijakan uang ketat yang mendorong tingkat suku bunga tinggi ternyata dapat menyebabkan cost of money menjadi mahal, hal yang demikian akan memperlemah daya saing ekspor di pasar dunia sehingga dapat membuat dunia usaha tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi akan turun, dan pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan (Boediono, 2000).


(34)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat bunga pinjaman dapat dibagi menjadi 2, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal terdapat variabel SIBOR (Singapore Inter Bank Offer Rate), karena secara umum tingkat bunga internasional terutama di Asia Tenggara yang sering dipakai adalah tingkat bunga SIBOR. Dalam penelitian ini akan diketahui apakah faktor eksternal tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat bunga pinjaman di Indonesia

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah dan beberapa fenomena masalah dapat diuraikan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah Sibor tahun sebelumnya, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB dan

suku bunga pinjaman domestik berkontribusi terhadap Sibor?

2. Apakah jumlah uang beredar tahun sebelumnya, Sibor, inflasi, SBI, PDB dan

suku bunga pinjaman domestik berkontribusi terhadap jumlah uang beredar?

3. Apakah inflasi tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, SBI, PDB dan

suku bunga pinjaman domestik, berkontribusi terhadap inflasi?

4. Apakah SBI tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, PDB dan

suku bunga pinjaman domestik berkontribusi terhadap SBI?

5. Apakah PDB tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI dan


(35)

6. Apakah suku bunga pinjaman domestik tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB berkontribusi terhadap suku bunga pinjaman domestik?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan:

1. Untuk menganalisis kontribusi Sibor tahun sebelumnya, jumlah uang beredar,

inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap Sibor.

2. Untuk menganalisis kontribusi jumlah uang beredar tahun sebelumnya, Sibor,

inflasi, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap jumlah uang beredar.

3. Untuk menganalisis kontribusi inflasi tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang

beredar, SBI, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap inflasi.

4. Untuk menganalisis kontribusi SBI tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang

beredar, inflasi, PDB dan suku bunga pinjaman domestik terhadap SBI.

5. Untuk menganalisis kontribusi PDB tahun sebelumnya, Sibor, jumlah uang

beredar, inflasi, SBI dan suku bunga pinjaman domestik terhadap PDB.

6. Untuk menganalisis kontribusi suku bunga pinjaman domestik tahun sebelumnya,

Sibor, jumlah uang beredar, inflasi, SBI, PDB terhadap suku bunga pinjaman domestik.


(36)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam menetapkan suku bunga pinjaman.

2. Sebagai informasi ilmiah dan wawasan ilmu pengetahuan bagi penulis tentang suku bunga pinjaman dan variabel-variabel yang mempengaruhinya.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lainnya untuk menganalisis hal-hal yang berkenaan dengan suku bunga pinjaman dan variabel-variabel yang mempengaruhinya.


(37)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Tingkat Bunga

Menurut Noprin (2000) suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (Suhedi, 2000).

Suku bunga adalah harga dana yang dapat dipinjamkan (loanable funds), besarnya ditentukan oleh preferensi dan sumber berbagai pelaku ekonomi di pasar. Suku bunga tidak hanya dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku ekonomi dalam hal pinjaman dan pemberian pinjaman, tetapi dipengaruhi perubahan daya beli uang. Karena suku bunga pasar atau suku bunga yang berlaku berubah dari waktu ke waktu dan suku bunga kapan dari kebanyakan obligasi jangka panjang ditetapkan pada waktu penerbitannya, maka harga saham berubah-ubah sesuai perubahan suku bunga.

Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Suku Bunga Nominal. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar. (2) Suku Bunga Riil. Suku


(38)

bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.

Suku bunga yang tinggi di satu sisi, akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan meningkat (Aulia Pohan, 2008).

Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi di mana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.

2.2. Teori Tingkat Bunga

Menurut teori klasik tingkat suku bunga terjadi berdasarkan kekuatan permintaan dana (tabungan) dipasar uang. Timbulnya penawaran dana disebabkan adanya masyarakat yang kelebihan pendapatan untuk dikonsumsi sehingga mereka berhasrat untuk menabung. Di lain pihak terdapat masyarakat yang memerlukan dana untuk kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat suku bunga. Pada hakikatnya, Suku Bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan untuk penggunaan uang. Suku Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk meminjam


(39)

uang, diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah yang dipinjam, atau dalam persen per tahun, adalah suku bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan (Samuelsen dan Nordhaus, 2002).

Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasan seseorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos-ongkos penggunaan dana (cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.

Teori tingkat bunga terbagi ke dalam tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal harus dibayar debitur kepada kreditur di samping pengambilan pinjaman pokoknya pada saat jatuh tempo. Tingkat bunga nominal sebenarnya adalah penjumlahan dari unsur-unsur tingkat bunga yaitu tingkat bunga murni (pure interes rate), premi resiko (risk premium), biaya transaksi (transaction


(40)

Rn= Rm+ Rp+ Rt + Ri Keterangan:

Rn = Tingkat bunga nominal

Rm = Tingkat bunga murni

Rp

= Premi resiko Rt = Biaya transaksi

Ri = Premi inflasi

Tingkat bunga nominal berubah apabila unsur-unsurnya berubah, yang perlu dicatat bahwa masing-masing unsur dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal minus laju inflasi yang terjadi selama periode yang sama.

Rr = R- ∏

Di mana:

Rr = Tingkat bunga riil

R = Tingkat bunga

= Laju inflasi

∏ adalah simbol untuk laju inflasi yang benar-benar terjadi selama periode

tersebut, sedangkan ∏ adalah untuk laju inflasi yang diharapkan terjadi selama

periode yang sama (Boediono, 2000).

Salah satu aspek peting dari ekspektasi rasional adalah bahwa nilai satu atau lebih variabel ditentukan oleh kejutan acak dari variabel itu sendiri dan atau kejutan acak variabel lainnya. Aplikasi ekspektasi rasional terhadap pasar keuangan disebut


(41)

EMH. Implikasi teori ekspektasi rasional ada dua. Pertama, jika ada perubahan variabel, nilai ekspektasi dari variabel dibentuk sebaik dengan perubahan variabel tersebut. Misalkan bahwa pergerakan tingkat bunga jangka panjang naik di atas tingkat bunga normal maka ekspektasi tingkat bunga jangka panjang pada masa datang akan turun ketingkat normal. Kedua, kesalahan peramalan dari ekspektasi

rasional mempunyai nilai rata-rata nol atau E[t It1]0 dan pada awalnya nilai

rata-rata ini tidak dapat diprediksi.

Aplikasi ekspektasi rasional pada harga saham sekarang [St] merupakan

fungsi ekspektasi harga saham pada masa datang [EtSt1] dan kejutan acak [t],

yaitu:

t t t

t E S

S 01 1

Solusi ekspektasi rasional adalah harga saham sekarang ditentukan oleh white

noise pada pasar saham, yaitu:

t t

S 01

Penentuan koefisien [0 dan 1] didasarkan pada syarat atau kondisi EtSt1

adalah konstanta atau EtSt1 0. Substitusi St 01t dan EtSt1 0

ke St 01 Et St1t menghasilkan persamaan:

t t t

t E S

S 01 1

t

t    

 


(42)

Persamaan 01t 0 10t terpenuhi dengan dua syarat koefisien atau parameter, yaitu: 0 010 atau 0 0/(11) dan 1 1,

sehingga solusi terhadap St 01t adalah

t t S       1 0 1

First-order autoregression [AR(1)] dari t adalah t  t1 t, di mana

nilai mutlak dari  1. Substitusi AR(1) ke St 01t akan menghasilkan

persamaan:

t t

t   1 

t t

t

S 0112

1 2

1 0

1 

   ttt t

tS E

E    

0 1( t1t) dan Ett1 0

Substitusi ketiga persamaan ini keSt 01 Et St1takan menghasilkan

persamaan:

t t t

t

t         

 

0 1 1 2  0  1[ 0 1 1 1 ]

t t t t

t

t         

1 1 2 0 1 0 1 1 1 1 1 1

0              

t t

t

t         

 1 1 2 0 1 0 [ 1 1 ] 1 [1 1 1]

0             

Persamaan di atas dapat terpenuhi dengan tiga syarat parameter atau koefisien, yaitu:


(43)

1. 0 = 0 + 1 0 atau 0 = 0 / (1- 1),

2. 1 = 11  +  atau 1 =  / (1 - 1), dan

3. 2 = 1 1 + 1 atau 2 =  / (1 - 1).

Substitusi keempat parameter atau koefisien ini ke St 01  t11t

akan menghasilkan harga saham pada periode [t] sebagai berikut:

t t t S                  1 1 1 1 0 1 1 1

Diketahui bahwa t1 [1/][t t] sehingga harga saham pada periode [t]

adalah t t S       1 1 0 1

1  

Harga saham periode [t] bukan ditentukan oleh harga saham periode [t + 1] tetapi ditentukan oleh harga saham pada periode [t - 1]. Oleh sebab itu persamaan St 0 1 EtSt1t berubah menjadi:

t t t

t E S

S 0 1 1 

t t

t

S 01  12 

1 1 0

1 

t   t

t S

E    , Et1t 0

First-order autoregression [AR(1)] dari t adalah t  t1 t. Substitusi

AR(1) ke persamaan St 0 1 Et1St t akan menghasilkan persamaan:

t t t

t

t       

1 1 2 0 1 0 1 1 1

0    [   ]  


(44)

t t t

t       

1 1 2 0 1 0 1 1 1

0    [    ]

Persamaan di atas dapat terpenuhi dengan tiga kondisi parameter atau koefisien, yaitu:

1. 0 = 0 + 1 0 atau 0 = 0 /(1 - 1),

2. 1 = 1 1+  atau 1 = /(1 - 1), dan

3. 2 = 1.

Substitusi ketiga parameter ini ke St 01  t12 t akan

menghasilkan harga saham periode [t] sebagai berikut:

t t t

S 

  

 1

1 1

0

1

1  

  

Artinya harga saham periode [t] ditentukan kejutan acak dari harga saham periode [t - 1] dan kejutan acak periode [t].

Model Lagged Variables

Misalkan harga saham pada periode [t] ditentukan oleh ekspektasi harga pada periode [t + 1] dan harga pada periode [t - 1], yaitu:

t t t

t

t ES S

S 0 1 12 1

Solusi ekspektasi rasional adalah bahwa harga saham ditentukan oleh harga periode [t - 1] dan kejutan acak periode [t], yaitu:

t t

t S

S 0 1 12 

t t

tS S


(45)

0 1[0 1 St12t]

Substitusi kedua persamaan ini ke St 0 1 EtSt12 St1t akan

menghasilkan harga saham periode [t], yaitu:

t t t

t t

t S S

S           

0 1 1 2  0 1[ 0 1( 0 1 1 2 )] 2 1

t t

t

t S

S         

 ( 2) 1 ( 1 1 2 1)

2 1 1 0 1 1 0 1 0 2 1 1

0          

Persamaan di atas dapat terpenuhi dengan tiga syarat parameter atau koefisien, yaitu:

1. 0 010110,

2. 2,

2 1 1

1  

   dan

3. 2 112 1.

Persamaan kuadrat 2

2 1 1

1   

   akan menghasilkan akar-akar persamaan

sebagai berikut: 1 [1 1412]/21 dan 1 [1 1412]/21.

Jika 2 = 0 maka nilai 1 1/1 atau nilai 1 = 0. Penggunaan nilai 1 1/1

dan 2 = 0 memunculkan variabel St-1 sebagai faktor penentu harga saham

periode [t] atau bukan solusi ekspektasi rasional. Sebaliknya penggunaan 1 =

0 tidak memunculkan variabel St-1 sebagai faktor penentu harga saham periode

[t] atau solusi ekspektasi rasional. Oleh sebab itu solusi ekspektasi rasional

terhadap harga saham pada periode [t] adalah jika nilai 2 = 0, yaitu:

t t S       1 0 1


(46)

Artinya harga saham pada periode [t] merupakan harga saham rata-rata )]

1 /(

[0 1 ditambah kejutan acak dari harga saham [t].

2.3. Penawaran dan Permintaan Dana

Model permintaan uang bertujuan untuk mengembangkan pengertian tentang faktor-faktor penentu permintaan uang, fungsi uang sebagai alat tukar, dan optimalisasi jumlah permintaan uang. Karakteristik permintaan uang menjelaskan hubungan permintaan uang dengan jumlah transaksi dan biaya memegang uang. Respons permintaan uang terhadap rencana transaksi, biaya memegang uang atau tingkat bunga dan inflasi merupakan pusat perhatian dari analisis permintaan uang.

Model penawaran uang bertujuan menganalisis faktor-faktor penentu penawaran uang. Penawaran uang merupakan otoritas moneter akan tetapi otoritas moneter tidak akan mampu mengendalikan penawaran uang secara total. Perilaku bank-bank komersial dalam mengelola aktiva dan kewajibannya turut mempengaruhi penawaran uang. Permasalahan adalah instrumen mana yang paling efektif dalam pengendalian penawaran uang, apakah instrumen uang dalam arti paling luas atau

high-powered money atau instrumen tingkat bunga. Lebih jauh dapat dianalisis pada

kondisi yang bagaimana instrumen uang dalam arti paling luas atau high-powered

money dan instrumen tingkat bunga lebih efektif dibandingkan satu sama lain.

Dasar Penawaran Dana

Jumlah stok uang oleh bank sentral merupakan penjumlahan mata uang [C] dengan deposit giro bank-bank komersial [D], yaitu:


(47)

D C

M   (1.29)

Mata uang mencakup mata uang yang dipegang oleh masyarakat nonbank dan tidak termasuk kas bank-bank komersial. Rasio mata uang dalam sirkulasi terhadap deposit adalah CR = C/D, di bawah kendali masyarakat bukan di bawah kendali bank-bank komersial atau bank sentral. Stok uang dalam arti luas [H] adalah penjumlahan mata uang dalam sirkulasi [C] ditambah cadangan bank [TR], yaitu:

TR C

H   (1.30)

Jika rasio cadangan bank terhadap deposit adalah RR = TR/D, di bawah kendali bank sentral, maka stok uang dan stok-stok uang dalam arti paling luas atau masing-masing adalah:

1

 

D C D M

atau M [CR1] D (1.31)

D TR D C D H

 atau H [CRRR] D (1.32)

Dari persamaan (1.31) dan (1.32) diperoleh rasio stok uang terhadap stok-stok uang dalam arti paling luas sebagai berikut:

RR CR

CR H

M

 

 1 (1.33)

Spesifikasi penentu CR dan RR memerlukan pemahaman tentang neraca bank-bank komersial. Pada dasarnya, CR merupakan variable trend dan untuk tujuan analisis diasumsikan konstan. Variabel RR secara dominan ditentukan oleh bank-bank komersial, sehingga analisis dipusatkan pada penentuan [M] dan [H]. Format atau bentuk dasar dari neraca bank-bank komersial adalah:


(48)

Tabel 2.1. Neraca Bank Komersial

Aktiva Kewajiban

Cadangan TR

Pinjaman BL

Aktiva Pisik PA

Deposit D

Cadangan Pinjaman BR

Modal Ekuitas NW

Sumber: Manurung, 2009

Aspek paling penting dari perilaku bank-bank komersial adalah menentukan rasio cadangan terhadap deposit. Cadangan bank-bank komersial ada dua, yaitu cadangan wajib atau required reserve dan cadangan lebih atau excess reserves.

Misalkan giro wajib minimum merupakan faktor proporsi [] dan cadangan lebih

[ER] sehingga:

ER D

TR  dan ERe(R) D (1.34)

Diketahui bahwa e(R) merupakan fungsi menurun dari D [e/D < 0], artinya

peningkatan deposit bank akan menurunkan cadangan lebih bank, sehingga total cadangan bank-bank komersial berubah menjadi:

D R e D

TR   ( ) (1.35)

Substitusi persamaan (1.35) ke (1.33) diperoleh rasio stok uang nominal dengan stok uang dalam arti paling luas, yaitu:

) ( 1

R e CR

CR H

M

 

 

 atau M  (R,,CR) H (1.36)

Di mana  adalah suatu fungsi dengan nilai R > 0,  dan CR < 0. Peningkatan


(49)

penawaran stok uang nominal, sebaliknya peningkatan giro wajib minimum dan rasio

mata uang dengan deposit akan menurunkan penawaran stok uang nominal. Jika  +

e(R) = RR maka komponen kanan persamaan (1.36) adalah:

RR CR RR RR CR RR RR CR RR CR CR R e CR CR                1 1 1 1 ) ( 1

 (1.37)

Bentuk terakhir dari (1.37) pasti positif akan tetapi peningkatan CR di mana RR konstan, bisa negatif atau positif. Oleh sebab itu peningkatan rasio sirkulasi mata uang terhadap deposit [CR] akan menurunkan penawaran stok uang. Persamaan (1.8) menjelaskan bahwa penawaran stok uang nominal ditentukan oleh tiga faktor, yaitu stok uang dalam arti paling luas, tingkat giro wajib minimum, dan rasio stok uang terhadap deposit. Semakin tinggi rasio stok uang dalam arti paling luas maka penawaran stok uang semakin tinggi, sebaliknya semakin tinggi tingkat giro wajib minimum dan rasio sirkulasi mata uang terhadap deposit maka penawaran stok uang semakin rendah.

Model Permintaan Dana

Model dasar permintaan uang riil memperhatikan tujuan individu untuk memegang uang, yaitu tujuan transaksi, berjaga-jaga dan spekulasi. Model dasar permintaan uang diformulasikan sebagai berikut:

) ,

( t t

t t R y L P M


(50)

Di mana:

t = periode waktu,

M = permintaan uang nominal, P = tingkat harga umum, L = likuiditas,

y = pendapatan riil, dan R = tingkat bunga nominal.

Dari model dasar ini diketahui bahwa Ly > 0 dan LR < 0, artinya permintaan

uang naik jika pendapatan riil naik dan permintaan uang turun jika tingkat bunga nominal naik. Individu atau rumah tangga ingin memaksimalkan utilitas memegang uang sampai waktu tak terhingga, sehingga fungsi utilitas memegang uang adalah

... ) , ( )

, ( ) ,

( 2 2 2

1

1  

t t t t

t

t l u c l u c l

c

u   (1.2)

Di mana:

c = konsumsi barang atau jasa, l = leha-leha atau leisure, dan  < 1 = faktor diskonto.

Peningkatan konsumsi dan leha-leha akan meningkatkan utilitas [uc, ul > 0],

dan utilitas marginal dari konsumsi dan leha-leha semakin kecil [ucc dan ull < 0].

Rumah tangga dapat meminjam atau memberi pinjaman sebesar obligasi B dengan tingkat bunga nominal [R]. Jika B > 0 maka rumah tangga memberi pinjaman dan


(51)

jika B < 0 maka rumah tangga meminjam. Oleh sebab itu kendala anggaran rumah tangga pada periode [t] adalah:

t t t t t t t

t y M R B P c M B

P1(1 1) 1    (1.3)

Komponen sebelah kiri persamaan merupakan jumlah sumber dana, yaitu pendapatan nominal periode [t], saldo kas nominal periode [t - 1], dan obligasi periode [t - 1] dan komponen sebelah kanan persamaan merupakan jumlah penggunaan dana, yaitu konsumsi nominal periode [t], saldo kas nominal periode [t] dan obligasi periode [t]. Pengaturan kendala anggaran rumah tangga pada periode [t + 1] adalah:

1 1 1 1

1 (1 )    

  t   t tt ttt

t y M R B P c M B

P t t t t t t t R B M M y c P B           1 )

( 1 1 1

1

(1.4)

Eliminasi obligasi [Bt] dari kendala anggaran rumah tangga karena tujuan

membahas masalah permintaan uang bukan permintaan obligasi dengan menggunakan proses iteratif sebagai berikut:

t t t t t t t

t y M R B P c M B

P1(1 1) 1   

)] ( ) ( [ ) 1

( Rt1 Bt1  Pt ctyMtMt1

(1 ) [ 1( 1 ) ( 1 )]

1

t t t

t

t P c y M M

R   

   

(1 ) 2[ 2( 2 ) ( 2 1)]

    

Rt Pt ct y Mt Mt + ... (1.5)

Persamaan (1.5) disebut kendala anggaran intertemporal atau intertemporal


(52)

berhingga. Persamaan tersebut menjelaskan bahwa peningkatan harga akan meningkatkan permintaan uang nominal untuk mengimbangi jumlah konsumsi atau

transaksi riil. Artinya leha-leha [l] berhubungan negatif dengan konsumsi riil [ct] dan

berhubungan positif dengan permintaan uang riil [mt]. Permintaan leha-leha

dirumuskan sebagai berikut: ) ,

( t t

t c m

l  (1.6)

Tujuan dari rumah tangga pada periode [t] adalah menentukan [ct] dan [mt] dengan

maksimisasi fungsi utilitas:

... , , , , 1 1 1 1                                   t t t t t t t t P M c c u P M c c

u    (1.7)

Fungsi lagrange dari optimalisasi utilitas rumah tangga persamaan (1.7) dan kendala persamaan (1.5) adalah

... , , , , 1 1 1 1                                    t t t t t t t t P M c c u P M c c u

L   

            

1 1

1

1) [ ( ) ( )] (1 )

1

{( Rt Bt Pt ct y Mt Mt Rt

[Pt1(ct1y)(Mt1Mt)]...} (1.8)

First-order condition [FOC] dari (1.8) terhadap ct dan Mt akan menghasilkan

persamaan konsumsi riil dan permintaan stok uang nominal, yaitu:

0 ) , ( )] , ( , [ )] , ( ,

[ 2 1

1   

  t t t t t t t t t t P m c m c c u m c c u c

L

(1.9A) 0 ) 1 ( ) , ( )] , ( ,

[ 2 1

2

   t t t t t t t t R P m c m c c u M

L  


(53)

Eliminasi [Pt] dari persamaan (1.9A) dan (1.9B) ini akan menghasilkan persamaan

sebagai berikut:

 

t t t t t t

t t

t c m u c c m c m P

c

u1[ ,( , )] 2[ ,( , )]1( , )  )] , ( )] , ( , [ 2

2 ct ct mt ct mt

u   1

) 1

(  

PtPt Rt (1.10A)

     )] , ( , [ ]{ ) 1 ( 1 [ )] , ( )] , ( ,

[ 2 1 1

2 ct ct mt ct mt Rt u ct ct mt

u   

u2[ct,(ct,mt)]1(ct,mt)} (1.10B)

Di mana permintaan uang riil adalah mtL(ct,Rt). Misalkan hubungan permintaan

uang riil dibentuk dalam fungsi eksplisit sehingga fungsi u(ct, lt) dan (ct, mt)

masing-masing adalah   t t t

t l c l

c

u( , ) 1 (1.11A)

 

ct mt ct mt

 

) ,

( (1.11B)

Derivasi parsial persamaan (1.11A) dan (1.11B) terhadap [ct, lt dan mt] akan

menghasilkan persamaan-persamaan berikut:

1 1

1 1

2 ( )

                t t t t t t m c c l c l u

u (1.12A)

1 2          

t t

t

m c

m (1.12B)

     

) (1 ) ( )

1 (

1 t t t t t

t m c c l c c u

u       

 

 (1.12C)

 

 

t t

t m c c ) 1 ( 1      


(54)

Substitusi persamaan (1.12A) dan (1.12D) ke (1.10A) dan (1.10B) akan menghasilkan permintaan uang riil sebagai berikut:

         

c1t (ct mt ) 1 ct mt 1 [1 (1 Rt) 1]{1 )ct (ct mt )

       

ct1 (ctmt) 1ct( 1)mt}

                                          

t t

t t t t t t t t

t c m

m c c m c c R m

c ( 1)

) 1 ( ) 1 ( 1 1

1 (1 )

] ) 1 ( 1 [                          t t t t t t

t c m

m c R

m

c ( 1)

) 1 ( 1

1 (1 )

] ) 1 ( 1 [                          t t t t t t t

t c m

m c R R m c 1 1

1 (1 )

1                 t t t t

t R c c

R m 1 ) 1 ( 1 1                   t t t

t R c

R m    1 1 1                 t t t R c

m 1 1

1  



(1.13)

Persamaan (1.13) menjelaskan bahwa respons permintaan stok uang riil terhadap konsumsi riil adalah positif, sebaliknya respons terhadap biaya memegang uang atau tingkat bunga nominal adalah negatif, dengan syarat nilai [1 - ]   . Perubahan konsumsi mempunyai efek langsung dan lebih kuat pada utilitas dibandingkan dengan efek tidak langsung dari leha-leha. Artinya peningkatan utilitas rumah tangga akan lebih tinggi akibat peningkatan konsumsi dibandingkan dengan


(55)

peningkatan leha-leha. Substitusi (1.13) ke hasil derivasi parsial (1.10A) dan (1.10B) akan menghasilkan persamaan:

t t t t t t

t l u c l c m P

c

u1( , ) 2( , )1( , ) (1.14A)

         t t t t t t R P m c l c u 1 1 1 ) , ( ) , ( 2

2 

(1.14B)

Komponen pertama kiri persamaan (1.14A) menjelaskan utilitas yang tersedia untuk tambahan satu unit konsumsi dan komponen kedua menjelaskan utilitas yang tersedia untuk tambahan satu unit leha-leha. Komponen kanan persamaan menjelaskan utilitas marginal netto dari konsumsi, yaitu utilitas yang diperoleh secara langsung akibat peningkatan satu unit konsumsi dikurang biaya dari leha-leha. Komponen kiri persamaan (1.14B) menjelaskan utilitas marginal dari satu unit leha-leha dikali unit leha-leha-leha-leha dari memegang uang riil. Komponen kanan menjelaskan utilitas marginal netto dari satu unit uang atau utilitas marginal satu unit lesiure dari memegang uang sama dengan utilitas marginal dari satu unit uang dikali pendapatan bunga per unit uang.

2.4. Model Laba Bank

Aktivitas bank adalah menghasilkan jasa deposit [D] dan pinjaman atau kredit [L]. Pada tingkat teknologi tertentu, fungsi biaya bank dijelaskan oleh fungsi C[D, L]. Fungsi biaya bank diasumsikan konvex atau decreasing returns to scale dan twice


(56)

… N. Aktiva bank diasumsikan terdiri dua jenis, yaitu cadangan kas [R] dan

pinjaman atau kredit [L], sedangkan kewajiban bank terdiri dari [D]. Cadangan kas

merupakan proporsi [] tertentu dari deposit, yaitu:

R =  D (1.1)

Di mana  adalah giro wajib minimum. Giro wajib minimum merupakan instrumen

otoritas moneter untuk mempengaruhi sirkulasi mata uang dalam perekonomian. Total cadangan kas seluruh lembaga keuangan bank sama dengan jumlah uang inti, yaitu:

    N n D R M 1

 (1.2)

Artinya total cadangan kas dari semua bank merupakan jumlah seluruh giro wajib minimum dikali permintaan deposit perbankan. Total cadangan kas ini sama dengan jumlah uang inti dalam sirkulasi. Neraca pemerintah atau otoritas moneter

menjelaskan deskripsi kebijakan moneter [M] pada operasi pasar terbuka.

Perubahan jumlah sekuritas pemerintah [B] sama dengan perubahan sirkulasi uang

inti, yang secara langsung mempengaruhi uang inti dan kredit perbankan, yaitu:

 

B D M

D   

 (1.3A)

              

 1 1 [ ] 1 1

D B

M

l (1.3B)

Angka pengganda uang didefinisikan sebagai dampak perubahan marginal jumlah


(57)

kredit bank didefinisikan sebagai dampak perubahan marginal dari kredit, yaitu .

0 1 ) / 1 ( ] / [ ] /

[LM LB     Pinjaman bank sentral terhadap bank-bank

komersial dilaksanakan melalui intervensi tingkat bunga bank sentral [r] dan diasumsikan sama dengan tingkat bunga antarbank. Intervensi dalam bentuk tingkat

bunga bank sentral mempengaruhi tingkat bunga deposit [rD] dan tingkat bunga kredit

[rL].

2.5. Bank Leanding Channel

Jalur pinjaman bank (bank lending channel) merupakan jalur pinjaman bank yang menggunakan dana yang ada dalam sisi liability pada perbankan (tabungan, deposito dan dana pihak ketiga lainnya). Sebagai sumber pembiayaan (kredit) yang merupakan salah satu komponen aset perbankan (Nualtaranee, 2005).

Ada persetujuan tersebar luas antar ahli ekonomi bahwa bank-bank atau perantara keuangan sudah secara umum memainkan satu peran yang penting di dalam memancarkan kebijakan moneter kepada ekonomi yang riil. Tetapi peran yang tepat dari bank-bank masih diperdebatkan. Di dalam pandangan patokan, yang dikenal sebagai saluran uang atau suku bunga, bank-bank memainkan suatu peran yang khusus di sisi kewajiban, dengan kata lain, sistem perbankan menciptakan uang (likuiditas) dengan mengeluarkan deposito-deposito dan investasi spekulatif tanpa peran di sisi aktiva-aktiva. Di suatu singkatan yang moneter, pengurangan cadangan bank dan, karena cadangan wajib, kemampuan bank-bank untuk mengeluarkan


(1)

0,74%. Hasil kesimpulan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan yang harus dilakukan untuk mengendalikan SIBOR adalah dari JUB.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil Vector Autoregression diketahui bahwa variabel sebelumnya juga mempengaruhi variabel sekarang. Hasil VAR menunjukkan bahwa kontribusi pertama yang paling banyak terhadap variabel lainnya adalah suku bunga pinjaman domestik dengan memberikan kontribusi terbesar kepada inflasi dan SBI dan suku bunga pinjaman domestik sedangkan kontribusi kedua terbesar yaitu variabel SIBOR dengan mempengaruhi inflasi tahun sebelumnya, SBI tahun sebelumnya dan suku bunga pinjaman domestik.

2. Berdasarkan hasil Impulse response function diketahui bahwa respon satu standar deviasi dari suku bunga pinjaman domestik memiliki dampak yang berubah-ubah terhadap seluruh variabel, baik dalam jangka pendek, menengah dan panjang.

3. Berdasarkan hasil variance decomposition menunjukkan determinan suku bunga pinjaman domestik yang paling besar mempengaruhinya, baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun dalam jangka panjang adalah inflasi. Hasil tersebut menunjukkan pergerakan dari inflasi akan langsung mempengaruhi suku bunga pinjaman domestik di Indonesia.


(3)

4. Penelitian ini memiliki model yang baik, di mana spesifikasi model yang terbentuk memiliki hasil stabil, hal ini dapat ditunjukkan bahwa hampir semua

unit roots berada dalam lingkaran gambar Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial.

5.2. Saran-Saran

1. Inflasi merupakan variabel yang paling banyak mempengaruhi variabel lain khususnya terhadap suku bunga pinjaman domestik. Sebaiknya Bank Indonesia dalam mengendalikan jumlah uang beredar dan SBI harus memperhatikan besarnya PDB Indonesia dan gejolak inflasi karena akan sangat mempengaruhi variabel lain, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang.

2. Pengendalian inflasi dilakukan harus diimbangi dengan kerangka kerja

Inflating Targeting Farmework yang disusun oleh Bank Indonesia yang

secara maksimal memantau harga-harga barang yang selalu berfluktuasi. 3. Kebijakan suku bunga pinjaman sebaiknya dilakukan atas dasar tiga periode

yang utama yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Hal tersebut akan membuat suku bunga pinjaman dapat berdampak positif terhadap ekonomi Indonesia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 1995. Statistik Kesejahteraan Rakyat. Jakarta. Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi 3. BPFE. Yogyakarta.

Branson, William H., 1989. Macroeconomics Theory and Policy. Third Edition. Harper & Row. Publisher. Inc., New York.

Damodar, R. Gujarati. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika. Jilid 1. Alih Bahasa Julius Mulyadi. Jakarta. Erlangga.

Dewi, Rika Kumala. 2006. Analisa Komparatif Pendekatan Kuantitas dan

Pendekatan Harga dalam Rangka Mencapai Stabilitas Inflasi. Jakarta. FE-UI.

Edward, Sebastian dan Mohsin S. Khan. 1985. Interest Rate Determination

lndependen Developing Countries, a Conceptual Framework. International

Monetary Fund Staff Papper Volume 32, 123-134.

Ferdian, Rully. 2001. Independensi BI dalam Mengendalikan Inflasi. tidak dipublikasikan. Yogyakarta. FE UII.

Insukindro. 1991. “Regresi Linear Lancung dalam Analisa Ekonomi: Studi Kasus

Permintaan Deposito dalam Valuta Asing di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan

Bisnis Indonesia Vol. 1 No.1.

Irawan, Fery, dan Sugiharso Safuan. 2005. Kebijakan Moneter, Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi: Pengujian Hipotesis

Ekspektasi Rasional dengan analisis VAR. Jurnal Ekonomi dan

Pembangunan Indonesia. Vol VI No. 01. Jakarta.

Kuncoro, M. 2001. Metode Kuantitatif: Teori Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Pertama. Yogyakarta. AMP YKPN.

Makridakis, Spyros dkk. 1991. Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Mankiw, Gregory N. 2006. Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Alih Bahasa Chriswan Sungkono. Jakarta. Salemba Empat.


(5)

Manurung, Mandala, dan Pratama Rahardja. 2004. Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter (Kajian Kontekstual Indonesia). Jakarta. Lembaga Penerbit FEUI.

Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H., Saragih, Ferdinand D. 2005. Ekonometrika. Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit Elex Media Computindo.

Manurung, Jonni J., Manurung, Adler H., 2009. Ekonomi Keuangan dan Kebijakan

Moneter. Cetakan Pertama. Jakarta. Salemba Empat.

Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II. Edisi ke 1. Cetakan Kesepuluh. Yogyakarta. BPFE UGM.

Pohan, Aulia. 2008. Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta. PT. Raja Grafindo.

Pratomo, Wahyu Ario., dan Paidi Hidayat. 2007. Pedoman Praktis Penggunaan

Eviews dalam Ekonometrika. Cetakan Pertama. Medan. USU Press.

Sitorus, Franseno. 1995. Sumber Inflasi dalam Variabel Moneter Indoneia: Analisa Hubungan Kausalitas Inflasi dan Variabel Pembentukan Uang Beredar (Aplikasi VAR dan ARIMA). Skripsi. Jakarta. FEUI.

Soewito. 1994. Sejarah Pemikiran Ekonomi: Teori Bunga, Ekonomi dan Keuangan

Indonesia, Vol. 32: 15-21.

SP, Iswardono. 1999. Suku Bunga Diturunkan, Investasi Akan

Meningkat?. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol. 14 No.2,

34-42.

Sugiyono, F.X. 2004. Instrumen Pengendalian Moneter: Operasi Pasar Terbuka. Jakarta. PPSK BI.

Sukirno, Sadono. 2002. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempatbelas. Jakarta. Rajawali Press.

Susanti, Hera, Moh. Ikhsan, dan Widyanti. 2000. Indikator-indikator

Makroekonomi. ed. 2. Jakarta. Lembaga Penerbit FEUI.

Tambunan, Tulus T.H. 1998. Penyebab Krisis Moneter di Indonesia, Jakarta. IKADIN Indonesia.


(6)

Umar, Husein. 2008. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis. Edisi Kedua. Cetakan Pertama. Jakarta. Rajawali Press.

Warjiyo, Perry. ed. 2004. Bank Indonesia Bank Sentral Republik

Indonesia: Sebuah Pengantar. Jakarta. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.

Warjiyo, Perry., dan Solikin. 2003. Kebijakan Moneter di Indonesia.

Jakarta. PPSK BI.

Yudanto, Noor., dan M. Setyawan Santoso. 1998. Dampak Krisis Ekonomi terhadap

Sector Riil. Jakarta. Bank Indonesia.

Yuwono, Prapto. 2005. Ekonometrika. Cetakan Pertama. Bandung. Penerbit Andi. www.bi.go.id. www.idx.co.id, www.etrading.co.id, www.bei.co.id,