Senyawa Jeratan Indometasin TINJAUAN PUSTAKA

Kesuma 2004 telah melakukan sintesis senyawa benzoiltiourea dengan melakukan reaksi asilasi antara salah satu gugus amina dari tiourea dengan gugus benzoil dari benzoil klorida. Menurut Siswandono 2000, senyawa hasil sintesis mempunyai aktivitas yang lebih baik sebagai senyawa penekan sistem saraf pusat bila dibandingkan dengan senyawa induknya, sebab terjadi peningkatan sifat lipofilik dan elektronik sehingga aktivitas senyawanya meningkat.

2.5. Senyawa Jeratan

Senyawa jeratan terbentuk karena adanya interaksi bahan makromolekuler dan bahan obat. Penjeratanpemerangkapan hanya terjadi jika makromolekul sebagai molekul tuan rumah merupakan molekul beruang rongga besar yang ke dalamnya dapat dijerat molekul bahan aktif sebagai molekul tamu. Ukuran ruang rongga menentukan jumlah bahan aktif yang dapat dijerat. Struktur molekul bahan aktif yang berperan sebagai molekul tamu juga menentukan apakah pemerangkapan mungkin terjadi. Ada 3 jenis senyawa jeratan yaitu : 1. Senyawa jeratan kisi Pada senyawa jeratan kisi molekul tamu dijerat dalam rongga kisi kristal molekul tuan rumah. Molekul yang dapat dijerat adalah molekul panjang, tidak bercabang atau bercabang sedangkan molekul berukuran besar tidak dapat dijerat. 2. Senyawa jeratan molekul Molekul tamu diperangkap dalam ruang rongga yang terbentuk melalui penimbunan molekul-molekul tuan rumah. Universitas Sumatera Utara 3. Senyawa berisi Pembentukan untuk senyawa jenis ini harus terjadi pembengkakan makromolekul yang relatif sukar larut. Molekul tamu akan dijerat dalam ruang yang terjadi karena pembengkakan makromolekul Voigt, 1994.

2.6. Radang Inflamasi

Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vascular dimana cairan elemen-elemen darah, sel darah putih leukosit dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Oleh tubuh melalui proses inflamasi berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan Kee dan Evelyn, 1996. Proses terjadinya inflamasi ini dapat diamati secara makroskopis dari tanda-tanda utama inflamasi yaitu : a. Kemerahan rubor Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi, darah terkumpul pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh seperti kinin, prostaglandin dan histamin. b. Pembengkakan tumor Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes ke dalam jaringan interstial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler. Universitas Sumatera Utara c. Peningkatan panas kalor Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen substansi yang menimbulkan demam yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. d. Nyeri dolor Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakobatkan peningkatan tekanan lokal yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri. e. Gangguan fungsi jaringan fungsio laesa Gangguan fungsi jaringan disebabkan karena penumpukan cairan pada tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas pada daerah cedera. Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi akibat kerusakan jaringan pembuluh darah, gangguan keluarnya plasma darah ke dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dan perangsangan reseptor nyeri Mutschler, 1999.

2.6.1. Mekanisme terjadinya radang

Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua fase : 1. Perubahan vaskular Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah Universitas Sumatera Utara karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah hypermia yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing Mansjoer, 1999. 2. Pembentukan cairan inflamasi Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit Mansjoer, 1999. Mediator Radang Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai mediator inflamasi diantaranya adalah histamin, bradikinin, kalidin, serotoin, prostaglandin dan leukotrien. Histamin merupakan mediator pertama yang dilepaskan dari sekian banyaknya mediator lain dan segera muncul dalam beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler Mansjoer, 1999. Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor histamin di sel. Ada 4 jenis reseptor histamin yang telah diidentifikasi, yakni: Reseptor Histamin H1. Reseptor ini ditemukan di jaringan otot, endotelium, dan sistem syaraf pusat. Universitas Sumatera Utara Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan mengakibatkan vasodilatasi, bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini adalah reseptor histamin yang paling bertanggungjawab terhadap gejala alergi. Reseptor Histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam lambung. Reseptor Histamin H3, jika reseptor ini aktif akan menyebabkan penurunan penglepasan neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin, norepinefrin, dan serotonin. Reseptor Histamin H4 Paling banyak terdapat di sel basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa, dan usus besar. Perannya sampai saat ini belum banyak diketahui. Beberapa fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan berkaitan erat dengan kehadiran histamin. Histamin dilepaskan sebagai neurotransmitter. Aksi penghambatan reseptor histamin H1 antihistamin H1 menyebabkan mengantuk. Pasien penderita schizophrenia ternyata memiliki kadar histamin yang rendah dalam darahnya. Hal ini mungkin disebabkan karena efek samping dari obat antipsikotik yang berefek samping merugikan bagi histamin, contohnya quetiapine. Ditemukan pula bahwa ketika kadar histamin kembali normal, maka kesehatan pasien penderita schizophrenia tersebut juga ikut membaik Anonim, 2009. Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A 2 diaktivasi untuk mengubah fosfolipida tersebut menjadi asam arakhidonat. Universitas Sumatera Utara Sebagai penyebab inflamasi, prostaglandin PG bekerja lemah, berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien. Prostaglandin mampu menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat pada terjadinya nyeri, inflamasi dan demam Mansjoer, 1999. Gambar 1. Bagan mekanisme terjadinya inflamasi Katzung, 2002. Rangsangan Gangguan membran sel Fosfolipida Dihambat kortikosteroid Asam arakhidonat Fosfolipase Lipooksigenase Siklooksigenase Leukotrien LTB 4 LTC 4 D 4 E4 Prostaglandin Tromboksan Prostasiklin Atraksi aktivasi fagosit Perubahan permeabilitas vaskuler, kontriksi bronchial, peningkatan sekresi Modulasi leukosit Inflamasi Bronkospasme, kongesti, penyumbatan mukus Inflamasi Universitas Sumatera Utara

2.7 Obat-obat antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adaah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang maupun menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi dua golongan utama yaitu golongan steroida dan non-steroida Katzung, 2002.

2.7.1. Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid Glukokortikoida

Efek antiinflamasi golongan steroid glukokortikoid berhubungan dengan kemampuan untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin, yang dapat menghambat kerja enzimatik fosfolipase A 2 sehingga mencegah pelepasan mediator seperti asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin PG, leukotrien LT, tromboksan dan prostasiklin. Glukokortikoid dapat memblok jalur siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan AINS hanya memblok enzim siklooksigenase. Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah kortison, hidrokortison, deksametason, prednison dan sebagainya Kee dan Evelyn, 1996.

2.7.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroida AINS

AINS merupakan kelompok obat-obat yang bekerja dengan aktivitas menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin menjadi terganggu. AINS cocok digunakan untuk mengurangi pembengkakan, nyeri dan kekakuan sendi Kee dan Evelyn, 1996. Universitas Sumatera Utara Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah : 1. Turunan asam salisilat, contoh : aspirin, diflusinal, sulfasalazin, olsalazin 2. Turunan para-aminofenol, contoh : asetaminofen 3. Indol dan asam indene asetat, contoh : indometasin, sulindak, etodolak 4. Asam heteroalil asetat, contoh : tolmetin, diklofenak, ketorolak 5. Asam arilpropionat, contoh : ibuprofen, naproksen, feniprofen, ketoprofen 6. Asam antranilat fenamat, contoh : asam mefenamat, asam meklofenamat 7. Asam enolat, contoh : oksikam piroksikam, tenoksikam, pirazolidin fenilbutazon, oksifentatrazon Foye, 1996.

2.8 Indometasin

Indometasin mulai dikenal pada tahun 1963 dimana lebih efektif daripada aspirin atau AINS lainnya dan di laboratorium merupakan penghambat sintesis prostaglandin yang terkuat. Indometasin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral, waktu paruh dalam plasma selama 4–5 jam. Dosis antiinflamasi yang dianjurkan adalah 50-70 mg tiga kali sehari. Efek samping indometasin pada dosis terapi meliputi gangguan saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare ulser, pendarahan lambung dan pankreatitis. Juga menyebabkan pusing, depresi, rasa binggung, halusinasi, agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia. Karena toksisitasnya, indometasin tidak dianjurkan diberikan pada anak-anak, wanita hamil, penderita gangguan psikiatri dan penderita penyakit lambung Wilmana, 1995; Singh dkk., 1996. Pada dosis yang lebih tinggi, paling sedikit sepertiga dari pasien bereaksi terhadap indometasin dan memerlukan penghentian pengobatan. Efek-efek Universitas Sumatera Utara samping gastrointestinal bisa meliputi nyeri perut, diare, pendarahan gastrointestinal dan pankreatitis. Sakit kepala dialami oleh 15-25 pasien dan bisa dikaitkan dengan pusing, kebingungan dan depresi. Pemakaian indometasin harus dihindari pada pasien dengan polip hidung atau angioedema, pada pasien- pasien ini asma bisa terpicu Katzung, 2002. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi penyiapan sampel, pengumpulan sampel, identifikasi dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak etanol dengan cara maserasi dan pembuatan fraksi n-heksan dari ekstrak etanol, pembuatan nata de coco dan nata tiourea, pembuatan matriks nata de coco dan nata tiourea, pemerangkapan fraksi n-heksan oleh matriks nata de coco dan matriks nata tiourea serta pengujian efek antiinflamasi dianalisis variansi serta uji duncan untuk melihat perbedaan yang bermakna pada setiap perlakuan. 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat yang digunakan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, wadah plastik, neraca kasar Ohaus, neraca analitik Sartorius, neraca hewan GW-1500, heater, oven listrik Fisher Scientific, penangas air Yenaco, lemari pendingin Sanyo, rotary evaporator Heidolph vv-2000, inkubator Gallenkamp, laminar air flow, freeze dryer Modulyo, Edward, serial No. 3985, termometer, jangka sorong, spuit, oral sonde, pletismometer Ugo Basile Cat. No. 7140.

3.1.2 Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ruku-ruku Ocimum sanctum L., stater Acetobacter xylinum, gula pasir, urea, tiourea, air kelapa, asam asetat 25, NaOH, etanol hasil destilasi, n-heksan, akuades, karagenan, indometasin, CMC. Universitas Sumatera Utara