44
kompetisi pada level domestik, meningkatkan efisiensi, dan memperbaiki supply kepada konsumen. Dalam LoI tersebut juga dicantumkan bahwa pembahasan
program privatisasi harus dilakukan dengan kerjasama Bank Dunia. Hal ini berlanjut pada penandatanganan LoI kedua pada tahun 1998, dimana pemerintah
ditargetkan melakukan privatisasi terhadap 164 BUMN. Disebutkan pula bahwa pemerintah juga mulai mencari investor strategis yang berminat pada BUMN di
bidang telekomunikasi internasional, jasa pelabuhan dan lapangan terbang, serta perkebunan kelapa sawit Syamsul Hadi et.al 2006B:98-101.
B1. Kebijakan Pendidikan Tinggi menurut PP No. 60 Tahun
1999 dan PP No.61 Tahun 1999
Pada perkembangan muktahirnya ide-ide neoliberal tersebut tertuang pada rekomendasi para arsitek ekonomi yang bermukim di
Washington. Para ilmuwan yang terlibat dalam diskursus itu berasal dari lembaga-lembaga donor yaitu IMF International Monetary Fund,
Bank Dunia, dan juga turut serta Departemen Keuangan Amerika Serikat. Belakangan rekomendasi ini lebih dikenal dengan istilah
Washington Konsensus. Istilah yang pertama kali dicetuskan oleh John Williamson 1994 ini semula ditujukan untuk memperbaiki
kondisi ekonomi Amerika Latin yang sedang diterpa badai krisis ekonomi Josepth E Stiglistz 2002:11. Selanjutnya setelah penandatanganan LoI
pertama maka diberlakukanlah PP No. 60 tahun 1999 dan PP No. 61 tahun 1999 yang akan dijelaskan selanjutnya.
45
Dengan terpuruknya Indonesia melalui krisis moneter atau krismon di tahun 1997 maka Indonesia melakukan pinjaman uang kepada IMF guna
memperbaiki perekonomian, oleh sebab itu maka ditandatanganilah LoI letter of Intent. Sejak ditandatangani LoI yang pertama pada LoI pertama
ditandatangani pada 31 Oktober 1997 oleh Menkeu Mar`ie Muhammad dan Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono Gatra, 2002. Atas
kesepakatan tersebut IMF meminta syarat pemulihan ekonomi melalui formulasinya yang lebih cenderung kearang formulasi Konsensus
Washington dengan mengurangi subsisdi kesehatan dan pendidikan. Pengurangan subsisdi pendidikan dan kesehatan dipercaya dapat
memulihkan ekonomi Indonesia dari krisis Asia Penelitian Dan Pengembangan Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.
2004:242. Dari kesepakatan LoI tersebut maka pemerintah mengeluarkan PPNo. 60 Tahun 1999, pada PP tersebut menurut bab XII tentang
pembiayaan pada pasal 114 - 117 yang pada intinya adalah melepaskan sebagian tanggung jawab pemerintah terhadap Pendidikan Tinggi. Seperti
isi pada pasal 114 berikut ini; “1 Pembiayaan perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber
pemerintah, masyarakat dan pihak luar negeri.
2 Penggunaan dana yang berasal dari Pemerintah baik dalam bentuk anggaran rutin maupun
anggaran pembangunan serta subsidi diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
46
3 Dana yang diperoleh dari masyarakat adalah Perolehan dana perguruan tinggi yang berasal
dari sumber-sumber sebagai berikut: a. Sumbangan Pembinaan Pendidikan SPP;
b. biaya seleksi ujian masuk perguruan tinggi; c. hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi perguruan
tinggi; d. hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan
pendidikan tinggi; e. sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga Pemerintah atau
lembaga nonpemerintah; dan
f. penerimaan dari masyarakat lainnya. 4 Penerimaan dan penggunaan dana yang diperoleh dari pihak luar
negeri diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5 Usaha untuk meningkatkan penerimaan dana dari masyarakat didasarkan atas pola prinsip
tidak mencari keuntungan.”
Selanjutnya pada PP No.61 Tahun 1999 dijelaskan mengenai status Perguruan Tinggi Negeri menjadi badan Hukum Negara, yang berarti
dengan diberlakukannya PP tersebut maka negara mengurangi alokasi subsidi di bidang pendidikan. Dengan ditetapkannya PP tersebut maka
status UI Universitas Indonesia menjadi Badan Hukum Pendidikan yang sebagian dana operasional pendidikan bersumber dari masyarakat, donatur
dan sumbangan Luar Negeri.
C. Latar belakang pembentukan Undang-Undang Badan Hukum
Pendidikan di Indonesia UU BHP
Pembentukan UU BHP syarat akan kebijakan liberalisme dan privatisasi, melalui PP No.60 Tahun1999 tentang pembentukan PTN Perguruan Tinggi
Negeri dan BLU Badan Layanan Umum kemudian dilanjutkan dengan UU
47
No.61 Tahun 1999 mempertegas tentang 7 PTN menjadi BHMN Purbayanto Kemana Arah Perguruan Tinggi BHMN
2011:1 Implementasi PT-BHMN yang sudah berjalan sampai tahun keempat setelah keluarnya PP No. 61 tahun 1999
yang diperkuat dengan PP No. 152 sd 155 tahun 2000 kepada ke empat universitas, yaitu UI, UGM, ITB dan IPB, yang disusul dengan USU dan UPI,
dengan segala argumentasinya hingga kini masih menyisakan banyak persoalan yang perlu terus klarifikasi dan pencerahan. Jika memperhatikan PP No. 61 tahun
1999 tersiurat bahwa semua PTN diharapkan menuju ke arah PT-BHMN, tinggal kesiapan masing-masing, sehingga wajar ada sejumlah PTN yang terus sibuk
menyiapkan diri, walaupun dewasa ini sudah mulai diproses bahwa setiap institusi pendidikan sebagaimana yang dinyatakan pada pasal 53 UU no. 20 tahun 2003
tentang Sisdiknas bahwa: 1 Penyelenggara danatau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh
Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. 2 Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. 3 Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan Rochmat Wahab Perguruan Tinggi Badan
Hukum Milik Negara PT-BHMN Ditinjau Dari Perspektif Filosofis Dan Sosiologis 2004:4-5
Hal yang melatar belakangi kebijakan privatisasi pendidikan adalah IMF dan World Bank pada momentum krisis moneter tahun 1998, melalui kebijakan LoI
48
letter of Intent. Loi antara IMF dan Indonesia banyak mengatur dan mengikat pemerintah dalam hal pelaksanaan ekonomi dan sosial yang secara terang-
terangan serta nyata mengadopsi formulasi Konsensus Washington Studi Manajemen Utang Luar Negeri Dan Dalam Negeri Pemerintah Dan Assessment
Terhadap Optimal Borrowing 2004:225
C.1 Privatisasi Pendidikan Melalui UU BHP
Beberapa tahun pasca krisis moneter 1997 di Indonesia, privatisasi menjadi sebuah acuan terhadap perbaikan ekonomi di Indonesia. Bagi para
pendukung privatisasi, mereka memakai kesuksesan Margareth Teacher pada tahun 1979 yang mendorong perekonomian Inggris melalui kebijakan
privatisasi.Sedangkan di kubu yang kontra terhadap pendekatan ini menganggap privatisasi hanyalah derivasi dari skenario besar ekonomi
liberal yang kontra produktif bagi pengembangan ekonomi rakyat kecil.Mahalnya biaya jasa publik, seperti kesehatan dan pendidikan
menjadi dampak langsung dari adanya konsep privatisasi.Ada sebuah keyakinan dalam perjalanan kebijakan privatisasi yang dalam ruang
lingkup ekonomi memang sebenarnya baik, yaitu mendorong pasar kompetitif yang berujung pada efisiensi ekonomi.Tetapi, Apa terjadi di
Inggris tidak dapat disamakan dengan kondisi bangsa Indonesia. Ketika itu rakyat di Inggris sudah mencapai tingkat kemapanan yang cukup, sehingga
daya beli mereka tinggi. Hal ini tentu saja mengurangi tanggung jawab sosial pemerintah dalam pengelolaan ekonomi
Mohtar Mas’oed 2002:9.
49
Program privatisasi sektor publik menjadi salah satu komponen penting dalam penerapan SAP StrukturalAdjusment Program, baik di
negara berkembang maupun di negara dalam masa transisi ekonomi. Liberalisasi sektor pendidikan di dunia international difasilitasi oleh WTO
World Trade Organization dalam GATS General Agreement on trade in Service
Hal ini dikarenakan subsidi yang diberikan kepada sektor publik dianggap sebagai penyebab dari meningkatnya pengeluaran pemerintah
yang mengakibatkan defisit anggaran Saprin 2004:15. Selanjutnya logika perdagangan jasa pendidikan, sebagaimana
diutarakan oleh mantan Rektor Universitas Gadjah Mada UGM, Prof. Dr. Sofian Effendi mengikuti tipologi yang digunakan oleh para ekonom
dalam membagi kegiatan usaha dalam masyarakat. Ilmu ekonomi membagi 3 sektor kegiatan usaha dalam masyarakat. Pertama adalah
sektor Primer mencakup semua industri ekstraksi hasil pertambangan dan pertanian. Kedua, sektor sekunder mencakup industri untuk mengolah
bahan dasar menjadi barang, bangunan, produk manufaktur dan utilities. Dan ketiga, sektor tersier yang mencakup industri-industri untuk
mengubah wujud benda fisik physical services, keadaan manusia human services
dan benda simbolik information and communicationservices. Sejalan dengan pandangan ilmu ekonomi tersebut, WTO menetapkan
pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier, karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan
orang yang tidak mempunyai keterampilan menjadi orang yang
50
berpengetahuan dan mempunyai keterampilan. Indonesia sendiri mulai mengikatkan diri dalam WTO sejak tahun 1994. Dengan diterbitkanya
Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan
ratifikasi “Agreement
Establising the
World TradeOrganization”, maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota
WTO dan semua persetujuan yang ada di dalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Sebagai anggota WTO, Indonesia tentu saja
tidak bisa menghindar dari berbagai perjanjian liberalisasi perdagangan, termasuk perdagangan jasa pendidikan. Keputusan yang dinilai agak
terburu-buru.Mengingat kondisi pendidikan nasional saat ini yang masih buruk.Keputusan liberalisasi pendidikan ditetapkan di tengah angka buta
huruf dan putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, sejalan dengan logika ekonomik ala WTO, pendidikan hanya
akan menjadi barang komersial yang jauh dari upaya pemenuhan hak konstitusi rakyat atas pendidikan yang bermutu dan berkualitas oleh negara
Dani setiawan Liberalisasi Pendidikan dan WTO 2004:2. Sebelum pemerintah mengeluarkan UU BHP pemerintah telah
mengeluarkan terlebih dahulu Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan TinggiNegeri sebagai Bahan Hukum yang
kemudian disusul diterbitnya PeraturanPemerintah Nomor 155 tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung menjadi Bahan Hukum
Milik Negara. Pertimbangan pertama yang ditinjau dalam Peraturan