Sejarah Kota Payakumbuh Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

BAB IV LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Kota Payakumbuh

Ketika Belanda menginjakkan kaki di ranah Payakumbuh, dengan membentuk Residensi, Afdeling, Onder Afdeling, Kelarasan, dan Nagari, sebagai bentuk pemerintahan. Maka, di Payakumbuh yang merupakan bagian dari Afdeling Luhak Limopuluah, terdapat 13 Kelarasan dengan 13 laras alias “Angku Lareh”. Lantas, dimana 13 Lareh itu? Dan siapa saja yang pernah menjadi Angku Lareh-nya? Sebelum menjawab pertanyaan di atas, adalah pantas bila kita menyimak kembali tulisan Rusli Amran dalam buku Plakat Panjang Menurut Rusli, Lareh dipimpin oleh seorang Tuanku Lareh Angku Lareh. Jabatan ini merupakan jabatan tertinggi para pribumi satu-satu ada juga kaum pribumi jadi regent, tapi sedikit jumlahnya. Tugas Tuanku Lareh adalah menjalankan perintah dari atas. Bertanggangung jawab atas keamanan, tanaman paksa kopi, mengerjakan sawah, menjamin keadaan jalan-jalan maupun jembatan di larasnya. Kecuali itu, Tuanku Lareh menurut Rusli Amran, harus mengetahui keadaan di daerahnya dan menulis ke atas, menyelesaikan sengketa-sengketa tertentu, dan bekerjasama dengan para penghulu suku. yang terkenal itu. Namun dalam segala sepak terjangnya, Tuanku Lareh harus tunduk pada setiap pejabat Belanda yang ada di daerahnya. Dalam arti kata, tidak satupun putusan Tuanku Lareh boleh bertentangan atau tidak mendapat persetujuan pemerintah Belanda selaku atasannya. Dituliskan Rusli Amran, Tuanku Lareh mula-mula mendapat penghasilan dari komisi kopi yang dihasilkan di daerahnya. Universitas Sumatera Utara Selain itu, dia juga mendapat uang saku Untuk memperlancar kegiatan dan urusannya, Tuanku Lareh diizinkan penjajah Belanda memiliki 2 sampai 6 orang pembantu pribadi yang disebut dengan istilah dari pajak pasar dan pajak janjang atau pajak tiap rumah-rumah. Namun untuk yang terakhir pajak janjang-red hanya berlaku di sejumlah daerah. Kemudian, Tuanku Lareh juga memiliki penghasilan tambahan dari kerja sebagai pengangkat kopi di daerahnya. Bila ditotal, penghasilan Tuanku Lareh setiap bulannya mencapai 60 hingga 80 gulden. Sedangkan gaji seorang Kapalo Nagari sekitar 20 gulden tiap bulannya. Masih menurut Rusli Amran, sekitar akhir abad 19 lalu dan awal abad ke 20, jumlah Lareh banyak sekali, kira-kira 140 surat Heckler 23 Juni 1906, Mo.2874. Sedangkan jumlah penghulu kepala di tiap Lareh tidak tentu. Ada Tuanku Lareh yang membawahi 17 Kapalo Panghulu, seperti di Tujuah Koto Talago, Limopuluah Koto. Ada yang membawahi 10 Kapalo Panghulu, semisal di Lareh Banuhampu dan Ampek Koto Agam. Ada pula yang cuma membawahi satu Penghulu Kepala, contohnya di Lubuakatarab. Malahan, ada yang sama sekali tidak membawahi Penghulu Kepala, seperti di Ujuang Gadiang dan Sikilang, Pasaman. Jaga . Sementara untuk kegiatan rodi alias kerja paksa, dia bersama 4 anggota keluarganya, dibebaskan atau boleh tidak bekerja. Khusus di Luhak Limopuluah, terdapat 13 Lareh, dengan pimpinan Tuanku Lareh. Ketigabelas Lareh ini membawahi 51 Nagari.Sedangkan sekarang, jumlah nagari di Luhak Limopuluah mencapai 88 nagari, terdiri dari 78 di Kabupaten Limapuluh Kota, 8 di Kota Payakumbuh. Sedangkan di daerah V Koto Kampa yang secara adat masuk bagian Luhak Limopuluah belum dihitung, karena saat ini sudah masuk wilayah administrasi Provinsi Riau. Universitas Sumatera Utara Payakumbuh mulai terkenal sejak Perang Paderi berkecamuk di Ranah Minang. Namun setelah perang itu usai sekitar tahun 1837, nama Payakumbuh justru tetap dikenal. Toh buktinya, penjajah Belanda yang mendirikan sistem pemerintahan baru di Sumatera Barat bernama Residensi, tetap memandang penting Payakumbuh dengan membentuk Afdeling Luhak Limopuluah yang berkedudukan di kota ini. Residensi sendiri dikepalai oleh seorang Residen yang berkedudukan di Padang. Residensi dibagi atas beberapa Afdeling dan Onder Afdeling. Khusus untuk Luhak Limopuluah, dijadikan satu Afdeling yang dikepalai Assiten Residen dan berkedudukan di Payakumbuh Baca: Buku 25 Tahun Payakumbuh. Sedangkan Afdeling Luhak Limopuluah, dipecah menjadi empat Onder Afdeling. Setiap Onder Afdeling dipimpin oleh seorang bergelar Controuleur. Keempat Onder Afdeling di Luhak Limopuluah ialah Onder Afdeling Payakumbuh, Onder Afdeling Pangkalan Koto Baru, Onder Afdeling Suliki, dan Onder Afdeling Bangkinang. Kemudian, pada tiap Onder Afdeling terdapat Nagari yang dikepalai oleh Nagari Hoofd atau Kepala Nagari alias Tuak Palo. Namun, pada beberapa tempat, ada juga Nagari-Nagari yang justru dugabung menjadi satu Keselarasan dengan pimpinan Lareh atau Semasa ini, jangankan bertemu dengan Residen, Assisten Residen, Controuleur, atau Angku Lareh . Lareh alias Angku Lareh. Bertemu dengan kotoran kuda milik Kepala Nagari alias Tuak Palo saja, rakyat sudah cemas. Mereka takut akan terjadi apa-apanya. Kembali pada sistem pemerintahan Penjajahan Belanda, ternyata juga mengalami perubahan. Sistem Kelarasan dibawah pimpinan Laras alias Angku Lareh, bertukar nama menjadi Distrik dengan pemimpin bernama Onder Distrik Baca Buku: Plakat Panjang Rusli Amran. Universitas Sumatera Utara Pertukaran yang mirip dengan gaya pemerintahan Indonesia saat menyulap Nagari menjadi Desa dan kembali menjadi Nagari itu, dilakukan penjajah Belanda sekitar tahun 1913. Belum diketahui apa penyebab paling utama perubahan sistem pemerintahan ini dilakukan penjajah asal negeri kincir angin tersebut. Setelah nagari- nagari berkembang, lengkap dengan persyaratannya: punya Masjid, balai adat, jalan, pandam pekuburan, tepian tempat mandi, dan gelanggang permainan. Maka, sejumlah pemuka masyarakat dan cerdik cendikia Luhak Limopuluah tempoe doeloe, berkumpul untuk menentukan batas pembagian ulayat tahun berkumpul masih dalam penelitian. Dalam pertemuan tersebut, disepakati, batas-batas alias barih-balobeh Luhak Limopuluah. Lantas, dimanakan posisi Payakumbuh menurut barih-balobeh Menurut orang tua-tua, yang dinamakan dengan daerah Luhak Limopuluah ialah daerah yang terletak dari Sialang Balantak Basi sampai ke Sisauik Sungai Rimbang, hilirnya sampai di Sipisak Pisau Hanyuik. Dari Durian Ditakuak Rajo sampai ke Siluka Pinang Tungga. Dari Pinang Mancuang Kulik sampai ke Gunung Sailan Mudiak. Mantan Pucuk Pimpinan Lembaga Adat Alam Kerapatan Minangkabau Alm H Kamardi Rais Datuk Panjang Simulie, dalam berbagai diskusi dengan penulis, membenarkan hal tersebut. Bahkan, tokoh tiga zaman ini dengan jelas memaparkan, dimana daerah-daerah yang disebut dengan Sialang Balantak Basi, Sipisak Pisau Hanyuik, Sisauak Sungai Rimbang, Durian Ditakuak Rajo, Siluka Pinang Tungga, Pinang Mancuang Kulik, dan Gunung Sailan Mudiak itu. itu? Menjelang pertanyaan di atas dijawab, ada baiknya kita ingat kembali, petuah tetua tempoe doeloe yang sering diajarkan kepada anak-anak muda di surau penulis beruntung pernah merasakannya. Universitas Sumatera Utara Mungkin, pada kesempatan lain dan tulisan yang lain pula, akan kita urai daerah-daerah ini. Sebab sekarang, kita kembali dulu pada musyawarah niniak mamak dan tokoh-tokoh masyarakat Luhak Limopuluah di Balai Koto Tinggi, Sitanang Muaro Lakin sekarang Sitanang jadi Nagari dalam Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Limapuluh Kota. Ternyata, dalam musyawarah tersebut, juga ditetapkan, bahwa Luhak Limopuluah terbagi atas lima ulayat atau disebut juga dengan Ulayat Limo Rajo. Masing-masing ulayat dipimpin oleh seorang yang disebut Para Rajo ini hanya didahulukan selangkah, ditingggikan seranting. Meskipun demikian, mereka memiliki peranan dan menjadi tokoh yang disegani dalam masyarakat. Adapun Rajo . Ulayat Limo Rajo Masing-masing ulayat ini dilengkapi pula dengan batas, barih balobeh ulayat, serta orang-orang kebesarannya. Untuk Ulayat Rajo di Hulu, sebagai rajanya ialah Datuk Simagayur Nan Mangiang tapi sebagian ada juga yang berpendapat Datuk Marajo Simagayur. Untuk Ulayat Rajo di Luhak sebagai rajanya ialah Datuk Majo Indo Nan Mamangun. Kemudian, untuk Ulayat Rajo di Lareh, ditetapkan sebagai rajanya Datuk Paduko Marajo. Sedangkan untuk Ulayat Rajo di Ranah yang menjadi rajanya ialah Datuk Bandaro Hitam. Sementara untuk Ulayat Rajo di Sandi sebagai rajanya ialah Datuk Parmato Alam Nan Putiah. itu ialah: Ulayat Rajo di Hulu berkedudukan di Situjuah Banda Dalam, Ulayat Rajo di Luhak berkedudukan di Aia Tabik Minyak Selabu, Ulayat Rajo di Lareh berkedudukan di Sitanang Muaro Lakin, Ulayat Rajo di Ranah berkeduduka n di Talago Gantiang, dan Ulayat Rajo di Sandi berkedudukan di Kumbuah Nan Payau, sebagian juga menyebut di Koto Nan Godang. Universitas Sumatera Utara Pembentukan Pemerintah Daerah Tingkat II Payakumbuh berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1956 yang menetapkan Payakumbuh sebagai Kota Kecil. Kemudian berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 ditetapkan Kota Payakumbuh menjadi daerah Otonom Pemerintah daerah Tingkat II Kotamadya Payakumbuh. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1975, wilayah Kotamadya Payakumbuh secara Administrasi terdiri atas 3 wilayah Kecamatan yaitu Payakumbuh Barat dengan 31 Kelurahan, Payakumbuh Timur dengan 14 kelurahan dan Payakumbuh Utara dengan 28 kelurahan. 73 Kelurahan ini dulunya merupakan 7 jorong yang terdapat di 7 kenagarian di Payakumbuh Pada Tahun tahun 2008 diadakan pemekaran wilayah kecamatan, sehingga Kota Payakumbuh memiliki 5 wilayah kecamatan. dengan 76 wilayah kelurahan. Adapun wilayah kecamatan yang baru adalah Kecamatan Lamposi Tigo Nagori dan Kecamatan Payakumbuh Selatan. Kecamatan Payakumbuh Barat terdiri dari 22 kelurahan dan dalam Kanagarian Koto Nan IV, Kecamatan Payakumbuh Timur terdiri dari 14 Kelurahan dan dalam Kanagarian Air Tabit, Kanagarian Payobasuang dan Kanagarian Tiakar, Kecamatan Payakumbuh Utara terdiri dari 25 kelurahan dan dalam Kanagarian Koto Nan Gadang, Kecamatan Payakumbuh Selatan terdiri dari 9 kelurahan dan dalam Kanagarian Limbukan dan Kanagarian Aur Kuning, Kecamatan Lamposi Tigo Nagori terdiri dari 6 kelurahan dan dalam Kanagarian lampasi. Sebelumnya kanagarian juga bertambah menjadi Delapan Nagari yaitu Nagari Limbukan Universitas Sumatera Utara

4.2 Demografi