Pembahasan Hubungan Antara Kadar CA-125 dengan Jenis Histopatologi Tumor Epitel Ganas Ovarium di Rumah Sakit H.Adam Malik Medan pada tahun 2013 – 2015

46

5.1.3. Hasil Analisis Kadar CA-125 dengan Jenis Histopatologi Tumor Epitel Ganas Ovarium

Penelitian ini bertujuan untuk melihat adakah hubungannya antara kadar CA-125 dengan jenis histopatologi tumor epitel ganas ovarium, yang dalam penelitian ini adalah tipe serosum dan musinosum. Tabel 5.1.3.1. Hasil Analisa Statistik Kadar CA-125 dengan Jenis Histopatologi Tumor Epitel Ganas Ovarium Tipe Serosum dan Musinosum Kadar CA- 125 Karsinoma Serosum Karsinoma Musinosum RP P Value Confidence Interval 95 Jumlah n=82 Persentase Jumlah Persentase Lower Upper 35 8 19,0 5 12,5 1,647 0,417 0,490 5,540 ≥ 35 34 81,0 35 87,5 Dengan menggunakan uji chi square dengan aplikasi SPSS, maka didapatkan hasil P Value = 0,417 nilai kemaknaan P Value = 0,05. Dengan hasil tersebut maka hipotesa nol H0 diterima. Berdasarkan hasil Confidence Interval 95 di dapatkan hasil lower sebesar 0,490 dan upper 5,540, dimana nilai satu tercakup didalamnya. Hasil P Value dan Confidence Interval keduanya akan memberikan hasil yang konsisten dengan interpretasi bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar CA-125 dengan jenis histopatologi tumor epitel ganas ovarium. Berdasarkan nilai resiko prevalensi RP pada tabel 5.1.3.1 yaitu sebesar 1,647, maka diinterpretasikan bahwa tumor epitel ganas ovarium tipe serosum berisiko 1,647 kali untuk mengalami peningkatan kadar CA-125 dibandingkan dengan tumor epitel ganas ovarium tipe musinosum.

5.2. Pembahasan

Pada beberapa teori dikatakan bahwa usia menopause lanjut dapat sedikit menambah risiko karsinoma ovarium 8 . Hal ini mendukung hasil yang didapatkan dari penelitian, bahwa angka kejadian tumor epitel ganas ovarium terbanyak pada 39 Universitas Sumatera Utara 46 kelompok usia 40 tahun yaitu kelompok usia pramenopause 45-48 tahun dan menopause 49 tahun. Pada penelitian yang dilakukan Andy Faizal Fachlevy, dkk di Makasar pada tahun 2011, menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan distribusi kelompok usia yang paling banyak terdapat pada kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 62,7 dan paling sedikit usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 10,8 1 . Hasil penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan pada tahun 2011, didapatkan hasil berdasarkan kelompok usia semakin tua usia responden maka risiko terkena keganasan ovarium semakin tinggi, yang mencapai puncaknya pada usia 35-44 tahun, kemudian secara perlahan risikonya akan menurun dan akan terjadi peningkatan pada usia 60 tahun 2 . Berdasarkan jenis histopatologinya, dalam penelitian ini ditemukan kelompok usia pramenopause dan menopause terbanyak pada tumor epitel ganas ovarium tipe serosum dibandingkan dengan tipe musinosum. Hal ini juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Barliana, dkk di Surabaya pada tahun 2014, bahwa usia terbanyak ada pada tipe serosum 40,4 dibandingkan dengan tipe musinosum 21,3 31 . Pada umumnya dengan pertambahan usia, insiden kanker juga meningkat, penyebabnya mungkin mencakup hal – hal berikut. Zat iritan karsinogenik menimbulkan jejas, transformasi, perubahan ganas dan timbulnya tumor memerlukan proses yang relatif panjang, mungkin di masa remaja mendapat iritasi karsinogenik, namun pada usia lanjut baru timbul kanker. Hal lainnya yang mungkin dapat mempengaruhi adalah imunitas. Imunitas pada usia lanjut umunya menurun, daya surveilans imunitas terhadap sel mutan melemah sehingga insiden kanker meningkat 8. Pada penelitian ini ditemukan penderita tumor epitel ganas ovarium terbanyak adalah pada kelompok nulipara jumlah paritas 3 kali dengan jumlah sebesar 53 kasus 64,6, sedangkan pada kelompok multipara jumlah par itas ≥3 kali sebesar 29 kasus 35,4. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Andy Faizal Fachlevy, di Makasar pada tahun 2011, hasil penelitian besar risiko 40 Universitas Sumatera Utara 46 kanker ovarium terhadap paritas, didapatkan nilai OR sebesar 1,533 pada tingkat kepercayaan CI=95 dengan nilai lower = 0,797 dan upper = 2,948. Karena nilai lower dan upper mencakup nilai satu, maka nilai 1,533 dianggap tidak bermakna. Sehingga paritas bukan merupakan faktor risiko kanker ovarium 32 . Sedangkan ada penelitian lain dari dr. I.B.Upadana Pemaren, Sp.OG di Denpasar pada tahun 2013, penelitian menunjukan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terjadinya kanker ovarium yang lebih rendah daripada nulipara, yaitu dengan relatif risiko 0,7 3 . Pada penelitian ini, apabila dilihat berdasarkan jenis histopatologi, maka ditemukan bahwa kelompok perempuan nulipara terbanyak pada tumor epitel ganas ovarium tipe serosum 73,8 dibandingkan dengan tipe musinosum 55,0. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dr.I.B.Upadana Pemaren, Sp.OG menunjukan hasil yang tidak signifikan antara tipe histopatologi dengan kejadian karsinoma ovarium, yang menandakan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah paritas dengan jenis histopatologi karsinoma ovarium. Penelitian lainnya menyatakan bahwa karsinoma ovarium tipe serosum adalah tipe keganasan ovarium yang paling banyak ditemukan, dan penderita adalah kelompok nulipara 32 . Berikut ini dijelaskan apakah jumlah paritas dapat mempengaruhi risiko terjadinya karsinoma ovarium. Beberapa kepustakaan menjelaskan bahwa terdapat hubungan jumlah paritas dengan risiko terjadinya karsinoma ovarium. Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh seorang perempuan. Dalam paritas terjadi pelepasan sel ovum dari ovarium sehingga menyebabkan produksi estrogen untuk proliferasi epitel ovarium. Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas menjadi faktor protektif terhadap karsinoma ovarium, salah satunya adalah hipotesis incessant ovulation yang menyebutkan bahwa pada saat terjadi ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium. Untuk proses perbaikan kerusakan ini diperlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali – kali terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak 3 41 Universitas Sumatera Utara 46 adekuat, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel – sel neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa perempuan yang memiliki jumlah paritas 2 kali akan menurunkan risiko terkena karsinoma ovarium 32 . Pada penelitian ini ditemukan penderita tumor epitel ganas ovarium terbanyak dengan stadium lanjut Stadium III A, III B, III C, dengan total sebanyak 35 kasus. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barliana, dkk di Surabaya pada tahun 2014, bahwa stadium yang terbanyak adalah III 20 kasus42,6 31 . Penelitian lainnya yang sesuai adalah penelitian Marice Sihombing, dkk di Jakarta pada tahun 2007, menyatakan bahwa distribusi karsinoma ovarium berdasarkan stadium sangat bervariasi, dan pada penelitian ini ditemukan stadium III adalah yang terbanyak ditemukan dengan jumlah kasus 105 48,2 4 . Jika dilihat berdasarkan jenis histopatologi, pada penelitian ini ditemukan karsinoma ovarium stadium lanjut terbanyak pada tumor epitel ganas ovarium tipe serosum, yaitu 18 kasus. Sedangkan pada tipe musinosum ditemukan jumlah kasus yang tidak jauh berbeda, yaitu 17 kasus. Berdasarkan penelitian oleh Barliana, dkk di Surabaya pada tahun 2014, ditemukan hasil yang sesuai dengan penelitian ini, bahwa berdasarkan histopatologi maka tipe serosum adalah tipe dengan stadium lanjut yang lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan tipe musinosum 31 . Berdasarkan kepustakaan, karsinoma ovarium pada stadium dini memiliki gejala yang tidak khas yang ringan atau bahkan tanpa gejala. Gejala yang dirasakan pada umumnya seperti tidak nafsu makan, kembung, sakit perut, penurunan berat badan, dll. Sarana lain yang dapat membantu diagnosis dini adalah pemeriksaan penanda tumor CA-125 yang menjadi gold standard, menunjukan hasil yang tidak spesifik. Pemeriksaan ini harus disertakan dengan pemeriksaan lainnya untuk menunjang diagnosis 8 . Sulitnya mendeteksi dini dalam kejadian ini memungkinkan penderita yang datang berobat sudah memasuki stadium yang lebih tinggi. Sehingga hal ini bisa menjadi salah satu faktor bahwa 4 42 Universitas Sumatera Utara 46 ketika penderita sudah terdiagnosis karsinoma ovarium, maka tidak jarang hal tersebut berada dalam stadium lanjut. Stadium pada karsinoma ovarium digunakan untuk menentukan seberapa jauh kanker menyebar metastasis 5 . Tumor epitel ganas ovarium tipe serosum memiliki prognosis yang lebih buruk, dikarenakan tipe ini merupakan bagian besar dari stadium lanjut. Pada tumor epitel ganas ovarium tipe musinosum sedikit buruk meskipun dalam pengobatan. Namun prognosis tergantung pada sejumlah faktor yang meliputi, seperti tahap tumor, dan stadium. Stadium yang lebih rendah memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan tumor dengan stadium lanjut 18 . Pada penelitian ini dapat ditemukan penderita tumor epitel ganas ovarium dengan hasil CA- 125 ≥35 adalah yang terbanyak dengan jumlah kasus sebesar 69 84,1, dan penderita tumor epitel ganas ovarium yang mendapat kadar CA-125 35 sebesar 13 kasus 15,9. Hal ini didukung dengan adanya penelitian oleh dr.I B Upadana Pemaren, Sp.OG pada tahun 2013, dengan hasil penelitian menunjukan bahwa batas kadar CA-125 sebagai penanda tumor ganas atau jinak pada penelitian adalah 41,3 UmL. Bila 41,3 UmL dikatakan ganas, dan 41,3 UmL dikatakan jinak. Secara keseluruhan 80 perempuan dengan karsinoma ovarium mengalami peningkatan kadar CA-125 5 . Penelitian lain oleh Vinokurof dkk menemukan perbedaan kadar CA-125 berdasarkan sifat keganasan tumor ovarium, yaitu pada tumor ovarium jinak 75,7 35 IUmL dan tumor ganas ovarium 94,7 125 IUmL 10,30 . Pada penelitian ini ditemukan kadar CA- 125 ≥35 IUmL ditemukan sebanyak 69 kasus dengan tumor epitel ganas ovarium tipe serosum sebanyak 34 kasus 81,0, dan tumor epitel ganas ovarium tipe musinosum sebanyak 35 kasus 87,5. Walaupun jumlah kasus yang ditemukan tidak terlalu jauh berbeda, tetapi hal ini didukung dengan adanya penelitian lain oleh Ferdyansyah T,dkk pada tahun 2014. Dalam penelitian tersebut ditemukan dari 67 penderita tumor ovarium ganas yang diperiksa CA-125, 23 34,3 normal dan 44 65,7 meningkat. Distribusi CA-125 pada tumor ovarium ganas berdasarkan tipe sel tumor ditemukan adenokarsinoma musinosum yang diperiksa CA-125 ada Universitas Sumatera Utara 46 sebanyak 16 kasus dengan 10 kasus ≥35 IUmL, dan 6 kasus 35 IUmL. Lalu pada adenokarsinoma serosum yang diperiksa CA-125 terdapat 8 kasus dengan 3 kasus ≥35 IUmL dan 5 kasus 35 IUmL 26 . Penelitian lain oleh Calster B dkk dengan menggunakan uji cut off 30 IUmL menemukan pada 33 penderita karsinoma musinosum 20 60,6 penderita kadar CA-125 normal dan 13 39,4 meningkat. Dari 21 penderita karsinoma serosum 18 85,7 kadar CA- 125 normal dan hanya 320 yang meningkat 27 . Pada hasil penelitian ini, ditemukan nilai resiko prevalensi RP pada tabel 5.1.3.1 yaitu sebesar 1,647, maka diinterpretasikan bahwa tumor epitel ganas ovarium tipe serosum berisiko 1,647 kali untuk mengalami peningkatan kadar CA-125 dibandingkan dengan tumor epitel ganas ovarium tipe musinosum. Sedangkan distribusi yang ditemukan dalam penelitian ini, juga pada beberapa penelitian lainnya, tipe musinosum yang lebih banyak mengalami peningkatan kadar CA-125. Patogenesis terjadinya tumor epitel ganas ovarium belum diketahui secara pasti sehingga belum dapat dijelaskan alasan dari perbedaan hasil yang didapat dari penelitian ini. Tumor epitel ganas ovarium tipe serosum, dari beberapa sumber dinyatakan sebagai tipe karsinoma ovarium yang lebih berpotensi menjadi ganas dan lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan tipe musinosum. Namun dalam penelitian ini didapatkan hasil P Value = 0,417 nilai kemaknaan P value = 0,05. Dengan hasil tersebut maka hipotesa nol H0 diterima. Berdasarkan hasil Confidence Interval 95 di dapatkan hasil lower sebesar 0,490 dan upper 5,540, dimana nilai satu tercakup didalamnya. Hasil P Value dan Confidence Interval keduanya akan memberikan hasil yang konsisten dengan interpretasi bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar CA-125 dengan jenis histopatologi tumor epitel ganas ovarium. Berdasarkan paparan tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa perbedaan antara hasil uji statistik yang menyatakan tumor epitel ganas ovarium tipe serosum lebih berisiko mengalami kenaikan kadar CA-125 dibandingkan dengan tipe musinosum, dengan hasil distribusi yang menyatakan bahwa tipe musinosum yang paling banyak mengalami peningkatan kadar CA-125, adalah hal yang tidak Universitas Sumatera Utara 46 dapat dipastikan bermakna. Karena pada hasil penelitian ini ditemukan tidak adanya hubungan antara kadar CA-125 dengan tipe histopatologi tumor epitel ganas ovarium. Peranan penanda tumor CA-125 sebagai alat diagnosis dini, dalam penelitian ini menunjukan bahwa penanda tumor CA-125 belum spesifik dan tidak dapat dijadikan alat diagnosis. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa pemeriksaan penanda tumor saat ini dikenal kurang spesifik, harus digabungkan dengan hasil pemeriksaan lain untuk dapat menegakkan diagnosis. Peranan penanda tumor CA-125 yang lainnya adalah sebagai alat monitoring dalam terapi. Namun pemeriksaan kadar CA-125 tidak dapat dijadikan patokan dalam menentukan keberhasilan terapi, karena keberhasilan terapi ditentukan melalui pemeriksaan fisik, bukan berdasarkan kadar CA-125. Universitas Sumatera Utara 46 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan