Latar Belakang Analisis Biaya Manfaat Perdagangan Karbon Bagi Petani Gerakan Menabung Pohon (Studi Kasus: Desa Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta)

2. Private Payment Schemes, individupihak swasta melakukan kontrak pembayaran kepada penyedia jasa lingkungan. 3. Public-private Payment Schemes, pihak swasta dan pemerintah berkolaborasi untuk melakukan pembayaran Skema PES juga terbagi dalam tiga skala, yaitu international, nasional, catchment dan lokal. 1. Skala internasional seperti REDD+ atau pendahulunya yaitu sistem perdagangan karbon. 2. Skala nasional seperti pemerintah membayar insentif kepada petani lokal untuk mejaga kelestarian lahan yang mereka kelola. 3. Skala catchment misalnya pengguna air sungai yang berada di hilir membayar kepada masyarakat yang berada di hulu untuk menjaga kebersihan sungai. 4. Skala lokal yaitu bila sejumlah penduduk di suatu pemukiman mengumpulkan biaya untuk membyar organisasi lingkungan tertentu agar turut membantu melestarikan lingkungan mereka. Pembayaran PES harus menguntungkan kedua belah pihak, penyedia jasa lingkungan maupun pengguna jasa lingkungan. Mekanisme PES dapat menguntungkan bagi pengguna apabila tersedia pilihan skenario pelestarian lingkungan yang lebih murah. Misalnya akan lebih murah untuk membayar pengelola sumber air menjaga kebersihan lingkungan daripada harus membayar air bersih dari PAM. Sumber: Payment Ecosystem Services: A Best Practice Guide, 2011 Gambar 2.1 Prinsip Pembayaran PES Mekanisme PES juga dapat menguntungkan bagi penyedia jasa lingkungan apabila pembayaran dapat menutupi kerugian yang disebabkan karena pelestarian lingkungan. Seorang petani hutan Jabon misalnya diberi insentif untuk tidak menebang perkebunan pohon Jabon miliknya. Insentif itu diperoleh dari perdagangan karbon, diberikan atas jasa pohon menyerap emisi gas di udara. Besar insentif harus menutupi kerugian petani dari tidak menjual kayu Jabon. Ada dua mode pembayaran PES yaitu pembayaran input-based dan output-based. Pembayaran input-based adalah pembayaran yang dilakukan sebagai bentuk modal terhadap pelestarian. Misalnya pembayaran PES sebagai modal pembuatan teknologi pengukur keasaman sungai. Pembayaran output- based adalah pembayaran terhadap output atau jasa lingkungan yang dihasilkan ekosistem. Misalnya dalam REDD+, lembaga REDD akan membayar negara- negara yang mampu menjaga kelestarian hutan demi menurunkan emisi karbon. Bentuk pembayaran PES antara pembeli dan penjual terdapat 4 jenis, yaitu: 1. Pembayaran one-to-one, misalnya dilakukan antara perusahaan dengan pemilik lahan hutan agar meningkatkan cadangan karbon. 2. Pembayaran one-to-many, contohnya suatu perusahaan air membayar sekelompok petani di sekitar daerah tangkapan air untuk merawat lingkungannya. 3. Pembayaran many-to-one, contohnya bila sejumlah perusahaan melakukan investasi pembangunan lahan terbuka hijau. Pembayaran ini dilakukan oleh seorang representatif. 4. Pembayaran many-to-many, misalnya pemerintah membayar sekelompok pemilik lahan agar menjaga kelestarian lahannya demi kepentingan publik. Aktor-aktor yang terlibat dalam PES adalah pembeli, penjual, perantara, serta knowledge providers. Peran dan tugas dari masing-masing peran tersebut: 1. Penjual adalah pemilik klaim dari jasa ekosistem yang dimiliki. 2. Pembeli adalah penerima jasa lingkungan yang bersedia membayar atas jasa lingkungan yang disediakan penjual. 3. Perantara adalah agen penghubung antara penjual dan pembeli dan dapat membantu merandang skema dan bentuk implementasi. 4. Knowledge providers termasuk peneliti atau ilmuwan yang memiliki cukup pengetahuan teradap valuasi jasa lingkungan, pembuat peraturan, atau penasihat dalam skema PES.

2.3 Metode Benefit Transfer

Boyle dan Bergstrom 1992 dalam Fauzi 2014 menjelaskan bahwa Benefit Transfer BT adalah dugaan nilai manfaat non-pasar dari lokasi lain ke lokasi yang diteliti. Nilai dari lokasi yang sudah diteliti disebut sebagai existing study site sementara nilai dari lokasi yang akan dihitung adalah policy site. BT biasanya digunakan ketika penelitian terkendala waktu, biaya dan ketersediaan data. BT juga dapat digunakan bila peneliti tidak memerlukan akurasi atau hanya membutuhkan perhitungan kasar. Metode BT dikelompokkan dalam dua jenis yaitu transfer nilai dan transfer fungsi. Pada transfer nilai, ada nilai tunggal pada existing study site yang sesuai dengan jenis yang diteliti pada policy site. Nilai ini dapat ditransfer dengan sedikit penyesuaian. Namun bila mengalami kesulitan memperoleh keadaan yang mirip untuk mentransfer nilai, maka nilai rataan dapat digunakan. Sebagai contoh, peneliti ingin memperoleh nilai non-guna dari pohon sengon di Bogor, namun yang tersedia adalah nilai non-guna sengon di Jawa Barat. Peneliti dapat menggunakan nilai rata-rata dengan penyesuaian. Benefit Transfer dengan transfer fungsi yakni nilai yang diperoleh dari existing sudy terlebih dahulu diolah melalui pendekatan ekonometrik. Kelebihan dari metode ini terletak pada akurasi yang lebih tinggi. Kekurangan transfer fungsi terletak pada kerumitan bentuk transfer dan memerlukan uji validitas yang tinggi. Studi literatur untuk BT harus intensif dilakukan. Perlu ditelusuri jurnal berasal dari lembaga atau institusi tertentu yang sudah diakui secara nasional maupun internasional. Lebih baik bila jurnal yang dijadikan referensi BT hasil dari publikasi internasional. Terdapat tiga klasifikasi terhadap tipe jurnal Duinker, 2006 : a. Tipe-A adalah jurnal yang sudah dikaji oleh sebaya peer-reviewed. b. Tipe-B biasanya disebut sebagai literatur abu-abu, yaitu laporan teknis, thesis, dan dokumen pemerintah. c. Tipe-C adalah penelitian sekunder yang merangkum literature dari data primer. Tipe-A adalah tipe jurnal yang terbaik meski sulit untuk ditemukan. Tipe- B adalah jenis yang paling banyak digunakan karena mudah dicari. Tipe-C bisa berasal dari jurnal maupun skripsi yang sebelumnya menggunakan metode BT. Meskipun metode ini tidak membutuhkan banyak biaya namun tetap memerlukan kecermatan dalam mengkaji sumber literatur dan mentransfer nilai ekosistem yang dipelajari. Teknik BT sebaiknya tidak digunakan secara berlebihan karena akan menyebabkan terjadinya “used and abused” Fauzi, 2014. Dampaknya nilai ekosistem yang ditransfer tidak mewakili nilai real. BT dapat digunakan sebagai langkah awal untuk menduga nilai prediksi dari ekosistem lingkungan yang diteliti.

2.4 Metode Deskriptif

Metode deskriptif merupakan metode pengumpulan informasi mengenai suatu fenomena atau permasalahan yang ada. Penelitian menggunakan metode deskriptif bertujuan untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat. Selain menjelaskan suatu peristiwa, metode ini juga digunakan untuk komparasi dan korelasi dari beberapa variabel dalam penelitian. Melalui analisa deskriptif, peneliti merumuskan dan mengkaji sumber data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan. Sumber data bisa berupa hasil wawancara, literatur dari buku, internet, berita atau hasil penelitian. Tujuan dari penelitian deskriptif ialah menggambarkan realita sosial yang kompleks sehingga dapat dianalisa lebih lanjut. Penelitian deskriptif memanfaatkan maupun menciptakan konsep-konsep ilmiah sekaligus melakukan klasifikasi terhadap fenomena sosial yang dipermasalahkan. Penelian ini mencoba menempatkan realitas social yang diteliti ke dalam konsep-konsep yang telah dikembangkan oleh ahli. Vredenbergt, 1983