Analisis Kelayakan Dan Efektivitas Program Gerakan Menabung Pohon Melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN DAN EFEKTIVITAS PROGRAM

GERAKAN MENABUNG POHON MELALUI PENGELOLAAN

HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

(Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten

Bandung)

MUHAMMAD WILDAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Kelayakan dan Efektivitas Program Gerakan Menabung Pohon melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung)” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan merupakan pengembangan dari penelitian pada program Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan judul “Analisis Nilai Ekonomi di Kawasan Pelaksanaan Program CSR (Corporate Social Responsibility) Gerakan Menabung Pohon Pertamina Foundation” dengan sumber pendanaan DIKTI 2015. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015


(4)

(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD WILDAN. Analisis Kelayakan dan Efektivitas Program Gerakan Menabung Pohon melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung). Dibimbing oleh METI EKAYANI dan ASTI ISTIQOMAH.

Program Gerakan Menabung Pohon (GMP) merupakan program Corporate Social Responsibility dari PT. Pertamina melalui Pertamina Foundation. GMP mengelola ruang sela dalam hutan lindung Desa Warjabakti melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Perum Perhutani. Program kolaboratif ini memiliki manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis. Analisis kelayakan dilakukan dalam dua aspek menggunakan metode analisis biaya dan manfaat. Analisis secara finansial dilakukan untuk menilai keberhasilan program dari segi pihak yang terlibat, sementara analisis secara ekonomi menilai dari segi masyarakat dan lingkungan sekitar program. Hasil analisis secara finansial menggunakan kriteria NPV, Net B/C, dan IRR menunjukkan bahwa program kolaboratif ini layak dijalankan. Hasil analisis secara ekonomi menggunakan kriteria NPV, Net B/C, dan IRR juga menunjukkan bahwa program kolaboratif ini layak dijalankan. Penilaian efektivitas program kolaboratif ini dilakukan menggunakan Importance Performance Analysis yang dilakukan untuk menilai hubungan antara tingkat kepentingan petani peserta program dengan tingkat kepuasan kinerja manfaat program kolaboratif tersebut yang menghasilkan nilai kesesuaian. Secara keseluruhan tingkat kesesuaian antara kepentingan peserta program dengan tingkat kepuasan kinerja manfaat program kolaboratif ini adalah sebesar 99%. Hal tersebut menunjukkan secara keseluruhan kepentingan peserta program sudah terpenuhi dengan baik sebesar 99%.

Kata Kunci: Analisis Kelayakan, Importance Performance Analysis, Gerakan Menabung Pohon, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat.

ABSTRACT

MUHAMMAD WILDAN. Feasibility and Effectivity Analysis of Saving Trees Movement Program through Joint Forest Management (Case Study: Warjabakti Village, Subdistrict of Cimaung, District of Bandung). Supervised by METI EKAYANI and ASTI ISTIQOMAH.

Saving Trees Movement Program (GMP) is a Corporate Social Responsibility program of PT. Pertamina through Pertamina Foundation. GMP manages the between-row space in preserved forest village of Warjabakti through Joint Forest Management (PHBM) Perum Perhutani. This collaborative program has economical, social, and ecological benefits. The underlying feasibility analysis conducted in two aspects using Cost and Benefit Analysis method. The financial analysis is used to assess whether this program is successful or not from among involved parties, meanwhile the economic analysis assessed in terms of


(6)

criteria NPV, Net B/C, and IRR, that also shows the same result. The assesment of the effectivity of this collaborative program performed was conducted using Importance Performance Analysis, that is performed to assess the relationship between the interest level of participated farmer on this program and the performance satisfaction level of the benefits in this collaborative program, that generates the value of conformity. Overall, the level of conformity between the interest level of participants in this program and the performance satisfaction level of the benefits from this collaborative program is 99%. It shows that the interest level of participants in the program generally has been properly fulfilled (99%).

Keywords: Feasibility Analysis, Importance Performance Analysis, Saving Trees Movement, Joint Forest Management.


(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

MUHAMMAD WILDAN

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2015

ANALISIS KELAYAKAN DAN EFEKTIVITAS PROGRAM

GERAKAN MENABUNG POHON MELALUI PENGELOLAAN

HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

(Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten

Bandung)


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan dan Efektivitas Program Gerakan Menabung Pohon melalui Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (Studi Kasus: Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung).

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan tertinggi kepada Bapak Alm. Syamsudin Kadir dan Ibu Lilis Surianingsih selaku orang tua dan keluarga besar penulis atas segala doa, dukungan, dan semangat yang telah diberikan; Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc. dan Ibu Asti Istiqomah, S.P, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah mendidik dan membimbing penulis selama penulisan skripsi; Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si. dan Ibu Nuva, S.P, M.Sc. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi; Bapak Wahyudin Akbar selaku Sekretaris Pertamina Foundation yang telah membantu dan melancarkan penelitian; Bapak Jaya selaku Asper BKPH Banjaran, Bapak Rudi selaku Kepala RPH Logawa, serta segenap jajaran Perum Perhutani KPH Bandung Selatan atas bantuan dan bimbingan dalam memperoleh data; Bapak Cecep dan pengurus relawan dari Pandawa Sobat Bumi atas bantuan memperoleh data; Bapak Hendi selaku Ketua LMDH Taruna Bina Tani dan jajarannya atas atas bantuan dan bimbingan dalam memperoleh data; Segenap jajaran Pemerintahan Kabupaten Bandung, Pemerintah Desa Warjabakti, dan warga desa Warjabakti selaku responden yang telah membantu memberikan informasi selama pengumpulan data; Seluruh dosen beserta staff Departemen ESL atas segala dukungan dan bantuan; Rekan-rekan satu bimbingan skripsi: Sefi Indria, Ayu Kharisma, Aditya M. Alvareza, Anisa Eka W.K., Widya Kusumawati, Rosidah, dan Dwi Ajeng N.U. yang telah membantu dan menyemangati selama masa bimbingan; Teman-teman ESL angkatan 48 atas kebersamaan dan motivasi kepada penulis; Rekan-rekan UKM Agreemove IPB, Sobat Bumi Indonesia, dan rekan penulis lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan, motivasi, dan semangat yang telah diberikan.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak sebagai rujukan untuk penelitian yang berkaitan dengan ekonomi, sosial, dan lingkungan dari kegiatan agroforestry kopi dalam kawasan hutan lindung.

Bogor, Agustus 2015


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gerakan Menabung Pohon ... 7

2.2 Hutan Lindung ... 9

2.3 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ... 10

2.4 Bagi Hasil ... 11

2.5 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 13

2.6 Karakteristik Kopi Arabika ... 14

2.7 Analisi Biaya dan Manfaat ... 15

2.7.1 Analisis Finansial ... 16

2.7.2 Analisis Ekonomi ... 16

2.7.3 Net Present Value (NPV) ... 18

2.7.4 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio) ... 19

2.7.5 Internal Rate of Return (IRR) ... 19

2.8 Penelitian Terdahulu ... 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 29

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 29

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 30

4.5 Metode Analisis ... 30

4.5.1 Analisis Kelayakan ... 31

4.5.1.1 Identifikasi Manfaat dan Biaya ... 31

4.5.1.2 Valuasi Ekonomi ... 33

4.5.1.3 Penentuan Harga Bayangan ... 35

4.5.1.4 Kriteria Kelayakan Program ... 36


(14)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum Desa Warjabakti ... 43

5.2 Kependudukan Desa Warjabakti ... 43

5.3 Program Gerakan Menabung Pohon di Desa Warjabakti ... 44

5.4 Pola Kerjasama Program GMP Pertamina Foundation ... 47

5.5 Aspek Non Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM .... 48

5.5.1 Aspek Pasar ... 49

5.5.2 Aspek Teknis ... 49

5.5.3 Aspek Manajemen ... 51

5.5.4 Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan ... 52

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Kelayakan Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 53

6.1.1 Inflow Analisis Finansial ... 53

6.1.2 Outflow Analisis Finansial ... 57

6.1.3 Kriteria Kelayakan Secara Finansial ... 63

6.1.4 Inflow Analisis Ekonomi ... 64

6.1.5 Outflow Analisis Ekonomi ... 68

6.1.6 Kriteria Kelayakan secara Ekonomi ... 72

6.2 Importance Performance Analysis (IPA) ... 74

6.2.1 Penilaian Peserta Program terhadap Tingkat Kepuasan dan Kepentingan Pada Indikator Manfaat Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 74

6.2.2 Analisis Diagram Cartesius terhadap Indikator Manfaat Program GMP ... 76

VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 83

7.2 Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 89


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Mekanisme Sharing Perum Perhutani dengan Masyarakat ... 13

2 Perbedaan Perhitungan Analisis Finansial dengan Analisis Ekonomi ... 17

3 Matriks Penelitian Terdahulu ... 21

4 Matriks Metode Analisis ... 30

5 Analisis komponen Manfaat dan Biaya dalam Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 31

6 Indikator dan Sub Indikator Manfaat Program Kolaboratif GMP-PHBM .... 39

7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Warjabakti ... 44

8 Peran Stakeholders Program GMP di Desa Warjabakti ... 48

9 Estimasi Hasil Produksi Kopi Arabika per Hektar di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung ... 55

10 RekapitulasiDana Sponsor Program GMP di Desa Warjabakti ... 56

11 Estimasi Nilai Sisa per Hektar

...

57

12 Rincian Biaya Investasi dan Umur Ekonomis per Hektar ... 58

13 Biaya Pembelian Bibit Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 58

14 Biaya Pupuk Phonska secara Finansial ... 59

15 Biaya Pupuk KCL secara Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 59

16 Rincian Penggunaan Tenaga Kerja Beserta Upahnya ... 60

17 Skema Bagi Hasil Program GMP ... 62

18 Skema Bagi Hasil Program PHBM ... 62

19 Kriteria Kelayakan secara Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti ... 63

20 Penyimpanan Karbon oleh Tanaman Kopi ... 66

21 Rata-Rata Pencurian Tegakan Hutan Lindung Warjabakti ... 67

22 Harga Sosial Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar tahun 2014 ... 70

23 Harga Sosial Pupuk Phonska NPK di Desa Warjabakti... 70

24 Biaya Pupuk Phonska secara Ekonomi ... 71

25 Kriteria Kelayakan secara Ekonomi Program Kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti ... 72


(16)

26 Rekapitulasi Penilaian Peserta Program Terhadap Tingkat Kepuasan dan

Tingkat Kepentingan pada Sub Indikator Manfaat ... 74

27 Perhitungan Kesesuaian antara Kepuasan dan Kepentingan pada Sub Indikator Manfaat Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 76

28 Keterangan Nomor Sub Indikator Manfaat Program GMP ... 77

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian ... 27

2 Diagram Cartesius tingkat kepentingan dan kinerja ... 41

3 Gambaran Komposisi Tegakan ... 46

4 Skema Masuknya Program GMP ke Desa Warjabakti ... 46

5 Skema Sistem Menabung Pohon Pertamina Foundation ... 47

6 Grafik Estimasi Produksi Kopi Arabika di Desa Warjabakti ... 54

7 Diagram Cartesius terhadap Indikator Manfaat Program GMP ... 77

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Biaya Pupuk sesuai Pedoman Budidaya Kopi Agroforestry ... 91

2 Analisis Finansial Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 92

3 Analisis Ekonomi Program Kolaboratif GMP-PHBM ... 95

4 Analisis Pendapatan Agroforestry Bawang Daun di Desa Warjabakti ... 98

5 Rincian Kriteria Nilai Tingkat Kepuasan ... 99

6 Rincian Kriteria Nilai Tingkat Kepentingan ... 102

7 Rekapitulasi Persepsi Responden Peserta Program GMP terhadap Indikator Manfaat Program GMP ... 105

8 Kuesioner Penelitian ... 111

9 Peta Kawasan Pelaksanaan Program ... 117


(17)

I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hamparan hutan yang luas. Luas hutan Indonesia menurut Kementerian Kehutanan (2013) adalah seluas 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia. Hutan memiliki banyak manfaat yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi, baik untuk masyarakat daerah sekitar hutan maupun masyarakat luas. Manfaat yang didapat dari ekosistem hutan terkait dengan fungsi ekosistem hutan tersebut, fungsi tersebut diantaranya: fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, fungsi wisata, dan fungsi lainnya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Pulau Jawa sendiri memiliki Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola sumberdaya kehutanan untuk menjamin keberhasilan fungsi dan manfaat hutan untuk masyarakat, yaitu Perum Perhutani.

Keberadaan hutan sangat berkaitan dengan masyarakat di sekitarnya, sehingga dibutuhkan model pengelolaan hutan yang baik. Hal ini penting untuk diperhatikan sebab menurut Affianto et al (2005), konflik antara masyarakat dengan badan usaha pengelola kehutanan seperti Perum Perhutani meningkat pesat pada masa reformasi politik tahun 1997-1999. Permasalahan ini kemudian memicu Perum Perhutani mengenalkan suatu program baru yang bernama Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pada tahun 1999. Program ini kemudian diresmikan melalui Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yang mengatur tentang PHBM ini.

Salah satu program yang juga berkaitan dengan hutan dan masyarakat adalah program Gerakan Menabung Pohon (GMP) yang merupakan program Corporate Social Responsibility (CSR) dari PT. Pertamina (Persero) melalui Pertamina Foundation (PF). Menurut PF sebagai organisasi yang menginisiasi program tersebut, program GMP merupakan bukti konkret upaya penyelamatan lingkungan melalui konservasi lahan kritis. Program GMP disebut juga sebagai salah satu solusi ideal mengentaskan kemiskinan, meningkatkan ekonomi, serta kesejahteraan hidup masyarakat. Pihak PF ingin mengubah bentuk pendekatan


(18)

yang ada sebelumnya melalui program GMP ini, agar masyarakat ingin dan mau menanam pohon. Program GMP ini turut mendukung juga program Pertamina 100 Juta Pohon yang telah dicanangkan oleh PT. Pertamina dan juga program Gerakan Menanam 1 Miliyar Pohon yang telah dicanangkan oleh pemerintah (Pertamina Foundation, 2012b). Menurut Atun, salah satu relawan program GMP seperti yang dikutip oleh Green Life Inspiration (2014) sampai bulan Januari tahun 2014 sendiri sudah 79.537.828 pohon yang ditanam pada lahan seluas 538.908 hektar yang berada di 934 desa di seluruh Indonesia.

Program GMP ini memiliki manfaat ekonomi bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya serta masyarakat sekitar program. Beberapa manfaat ekonomi yang dapat dicapai yaitu dengan adanya bagi hasil antara relawan, pemilik lahan, dan petani. Skema perhitungan bagi hasil dari program GMP ini yaitu: petani dan pemilik lahan mendapat 70%, relawan mendapat 20%, desa lokasi program GMP tersebut mendapat 5%, serta berbagai pihak yang ditunjuk Pertamina Foundation mendapat 5%. Program GMP juga dapat bermanfaat secara sosial, yaitu dengan melakukan pendekatan dan pemberdayaan masyarakat dalam membangun kepedulian bersama, serta mewujudkan kehidupan sejahtera (Pertamina Foundation, 2012b).

Salah satu desa yang menjalankan program PHBM dan program GMP secara beriringan adalah Desa Warjabakti di Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Desa Warjabakti berada di wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Logawa, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Banjaran, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, Perum Perhutani unit III Jawa Barat dan Banten. Terdapat enam orang relawan yang mengelola 382 lot dengan total pohon kopi yang ditanam berjumlah 1.310.125 pohon dengan melibatkan 314 petani hutan. Petani hutan tersebut tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Taruna Bina Tani. Penanaman pertama pada lot tersebut dilakukan pada November 2012 (Pertamina Foundation, 2015). Dalam lahan hutan lindung yang dimiliki oleh Perum Perhutani tersebut ditanam pohon kopi jenis arabika yang sesuai untuk dijadikan tanaman sela atau yang lebih dikenal dengan konsep agroforestry.


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Program kolaboratif GMP-PHBM menggunakan sumberdaya yang cukup besar untuk melakukan investasi demi tercapainya tujuan yang diinginkan oleh para stakeholders dan juga kebermanfaatan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Manfaat program GMP sendiri terbagi dalam bidang ekonomi, sosial, dan ekologis. Manfaat program GMP dalam hal ekonomi dicapai melalui bagi hasil dari kegiatan pengusahaan lot. Lalu manfaat sosial dari program GMP ini adalah tumbuhnya kemauan petani untuk menjaga lingkungan sekitar melalui menanam dan merawat pohon. Sementara itu manfaat ekologis dari program GMP ini adalah manfaat-manfaat yang dimiliki pohon atau hutan itu sendiri, diantaranya penyerap karbon, penghasil oksigen, mencegah erosi, menangkap cadangan air, dan lain sebagainya (Pertamina Foundation, 2012b).

Salah satu desa yang menjalankan program kolaboratif GMP-PHBM adalah Desa Warjabakti di Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. Desa Warjabakti berada di wilayah RPH Logawa, Perum Perhutani KPH Bandung Selatan. Terdapat enam relawan yang mengelola 382 lot dengan total pohon yang ditanam berjumlah 1.310.125 pohon dengan melibatkan 314 petani hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Taruna Bina Tani. Penanaman pertama pada lot tersebut dilakukan pada November 2012 (Pertamina Foundation, 2015). Dalam lahan hutan lindung yang dimiliki oleh Perum Perhutani tersebut ditanam pohon kopi jenis arabika yang sesuai untuk dijadikan tanaman sela atau yang lebih dikenal dengan konsep agroforestry.

Penilaian kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui apakah proyek investasi tersebut berhasil atau tidak dalam mencapai manfaat yang diinginkan. Penilaian kelayakan usaha dilakukan dalam dua aspek. Penilaian kelayakan secara finansial dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dilaksanakan dari program GMP menguntungkan bagi pihak-pihak yang menanamkan investasi, sementara penilaian kelayakan secara ekonomi untuk mengetahui apakah usaha yang dilaksanakan dari program GMP menguntungkan bagi petani peserta program dan juga lingkungan kawasan pelaksanaan program ini.

Pada awal dibentuknya program GMP, program ini menghabiskan 50% lebih total dana CSR yang dikelola oleh Pertamina Foundation (Pertamina


(20)

Foundation, 2012b), sehingga penilaian kelayakan usaha secara finansial dilakukan untuk mencegah terjadinya pemborosan sumberdaya yang dikeluarkan oleh Pertamina Foundation. Selain itu menurut ketua RPH Logawa, sebelum adanya program kolaboratif GMP-PHBM yang berbasis komoditas kopi arabika, terjadi kerusakan terhadap unsur hara kawasan hutan lindung akibat pengusahaan tanaman hortikultura serta terjadi pula kejadian pencurian lima buah tegakan pinus yang berada dalam kawasan hutan lindung ini. Berdasarkan permasalahan tersebut, program ini diizinkan mengelola ruang sela lahan di kawasan hutan lindung Desa Warjabakti untuk mencegah kerugian lingkungan seperti kerusakan hutan dan pencurian tegakan hutan terulang. Selain itu, program ini pula berguna untuk memberdayakan masyarakat hutan untuk turut meningkatkan kesejahteraan sekitar melalui pengusahaan dan pengamanan hutan secara partisipatif. Berdasarkan hal tersebut, penilaian kelayakan usaha secara ekonomi dilakukan untuk mencegah kerugian yang timbul kepada masyarakat dan lingkungan, apabila dalam pelaksanaannya program GMP ternyata tidak mampu mengatasi kerugian tersebut.

Kecenderungan dari suatu program sosial yang dilakukan oleh perusahaan adalah program tersebut hanya dilakukan sebagai kegiatan seremonial saja, seringkali program sosial tersebut tidak tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sasaran program sosial tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut, keefektivifitasan dari program kolaboratif GMP-PHBM ini juga perlu dianalisis untuk menilai hubungan antara tingkat kepentingan petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM dengan tingkat kepuasan kinerja program kolaboratif GMP-PHBM ini yang menghasilkan nilai kesesuaian harapan peserta program tersebut. Analisis efektivitas ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi Pertamina Foundation, maupun stakeholders lain dalam mengambil keputusan dan kebijakan terkait keberlanjutan dan pengembangan program GMP melalui PHBM ini.

Berdasarkan berbagai permasalahan tersebut, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kelayakan secara finansial program kolaboratif GMP melalui PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung?


(21)

2. Bagaimana kelayakan secara ekonomi program kolaboratif GMP melalui PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung? 3. Bagaimana tingkat kesesuaian antara kepuasan kinerja program dengan

tingkat kepentingan peserta program kolaboratif tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis kelayakan dan efektivitas program kolaboratif GMP-PHBM. Sementara itu, tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kelayakan secara finansial program kolaboratif GMP melalui PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung. 2. Menganalisis kelayakan secara ekonomi program kolaboratif GMP

melalui PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

3. Menganalisis tingkat kesesuaian antara kinerja program dengan tingkat kepentingan peserta program kolaboratif tersebut.

1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Penulis, sebagai sarana pengaplikasian disiplin ilmu dan wawasan, serta untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

2. Pertamina Foundation, Perum Perhutani, dan stakeholders yang terlibat, sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan keberlanjutan program kolaboratif GMP dan PHBM serta pengembangan program tersebut selanjutnya.

3. Masyarakat peserta program kolaboratif GMP dan PHBM, sebagai informasi mengenai manfaat secara langsung maupun tak langsung dari program kolaboratif tersebut sehingga timbul rasa memiliki terhadap kelestarian alam dan lingkungan.


(22)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini terdapat keterbatasan-keterbatasan, sehingga perlu dibatasi dengan ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Penelitian ini berfokus pada program GMP yang mengusahakan ruang sela sebagai lot pada hutan lindung milik Perum Perhutani melalui program PHBM.

2. Wilayah dan obyek penelitian ini dilakukan pada lot program kolaboratif GMP dan PHBM yang berada di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

3. Responden penelitian ini yaitu stakeholders yang terlibat dalam program kolaboratif GMP-PHBM dan juga petani hutan peserta program kolaboratif GMP-PHBM yang berada di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

4. Harga bayangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga bayangan untuk pupuk Phonska NPK.

5. Efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesesuaian antara tingkat kepuasan kinerja program dengan tingkat kepentingan petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM yang berada di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

6. Penelitian yang berkaitan dengan program GMP ini masih sedikit jumlahnya, sehingga terdapat keterbatasan dalam menambahkan data-data pendukung yang terkait dengan program GMP.


(23)

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gerakan Menabung Pohon

Program Gerakan Menabung Pohon yang merupakan program CSR dari PT. Pertamina (Persero) melalui Pertamina Foundation (PF). Menurut PF sebagai organisasi yang menginisiasi program tersebut, GMP merupakan bukti konkret upaya penyelamatan lingkungan melalui konservasi lahan kritis. GMP disebut juga sebagai salah satu solusi ideal mengentaskan kemiskinan, meningkatkan ekonomi, serta kesejahteraan hidup masyarakat. Melalui program GMP ini, PF ingin mengubah bentuk pendekatan yang ada sebelumnya, agar masyarakat ingin dan mau menanam pohon. Program GMP ini turut mendukung juga program Pertamina 100 Juta Pohon dan Gerakan Menanam 1 Miliar Pohon yang telah dicanangkan oleh PT. Pertamina dan juga pemerintah (Pertamina Foundation, 2012b).

Menurut Ermasari dan Rudito (2014), PT. Pertamina (Persero) sendiri menginvestasikan dana CSR programnya dalam program penghijauan ini dengan beberapa tujuan. Tujuan tersebut diantaranya: memproduksi oksigen sebagai kompensasi dari kegiatan industri dari PT. Pertamina, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan, dan mempertahankan keberlanjutan lingkungan. Serta tujuan terpenting adalah menjaga stabilitas alam, seperti mengkonservasi sumberdaya air, mencegah erosi, dan sebagai tempat untuk menampung makhluk hidup. Beberapa manfaat yang dirasakan masyarakat dari program GMP ini dengan studi kasus Lombok Timur adalah memberantas kemiskinan, meningkatkan etos kerja, mengurangi pengangguran, membantu menyelamatkan alam, mendidik masyarakat untuk menghasilkan uang dari menanam pohon, meningkatkan kualitas hidup, mengelola tanah tandus, dan menambah pemasukan bagi keluarga di sekitar kawasan program.

Menurut Atun, salah satu relawan program GMP seperti yang dikutip oleh Green Life Inspiration (2014), sampai bulan Januari tahun 2014 sendiri sudah 79.537.828 pohon yang ditanam pada lahan seluas 538.908 hektar yang berada di 934 desa di seluruh Indonesia. Pohon-pohon tersebut dipelihara oleh petani yang berdampingan dengan relawan sampai dengan tahap pemanenan. Relawan


(24)

tersebut secara sukarela melakukan sosialisasi, mencari lahan, mengajak, serta meyakinkan petani dan pemilik lahan untuk bergabung dalam program GMP. Hasil panen dari program GMP 80% dikembalikan kepada masyarakat, dengan rincian 70% bagi petani dan pemilik lahan, 5% untuk desa, dan 5% untuk Pertamina Foundation. Pertamina Foundation nantinya akan menyalurkan kembali dana 5% tersebut kepada masyarakat sebagai dana bergulir (Wulandari, 2012).

Menurut Febri, anggota komunitas twitgreen.com seperti dikutip oleh Seputar Jabar Online (2014) dalam satu siklus aksi menabung pohon terdapat dua belas tahapan. Tahapan GMP tersebut yaitu: 1) 0-Draft; 2) 1-Offering; 3) 2-Plan; 4) 3-Ready to Plant; 5) 4-Planting; 6) 5-Planted; 7) 6-Verified; 8) 7-Saving Trees; 9) 8-Growing; 10) 9-Production; 11) 10-Sustained; dan 12) 11-Growth. Pada tahap 0-6 (maksimal 1 tahun) program GMP diharapkan akan menghasilkan manfaat sosial, pada tahap 7-8 (maksimal 5 tahun) program GMP diharapkan akan menghasilkan manfaat lingkungan, dan pada tahap 9-11 (maksimal 1 tahun) program GMP diharapkan akan menghasilkan manfaat ekonomi untuk lanjut dan berkembang. Pertamina Foundation menargetkan dalam 1 siklus atau putaran akan menghasilkan 1 lot hijau dan minimal ada 1 lot baru yang berkembang untuk diputar selanjutnya.

Salah satu permasalahan yang menjadi kelemahan dari program penanaman pohon baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak lainnya adalah lemahnya pendataan yang dilakukan terhadap keberadaan pohon-pohon yang ditanam tersebut, seperti disampaikan oleh Febri, anggota komunitas twitgreen.com yang dikutip oleh Seputar Jabar Online (2014). Berdasarkan hal tersebut, dilakukan pendekatan teknologi informasi untuk mendata pohon-pohon yang ditanam melalui program GMP dalam situs twitgreen.com. Twitgreen melakukan pendataan pohon-pohon yang ditanam melalui program GMP dengan menggunakan teknik Geotagging. Para relawan pula melakukan pemotretan terhadap tiap pohon untuk kemudian diunggah ke dalam database twitgreen.com. Dalam situs twitgreen.com pula jumlah dan letak pohon yang ditanam melalui program GMP tersebut dapat diakses dan dilacak oleh masyarakat luas melalui jaringan internet.


(25)

2.2 Hutan Lindung

Kehutanan sebagai sistem secara fungsional meliputi subsistem perencanaan kehutanan; subsistem pengelolaan hutan; subsistem penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, dan penyuluhan kehutanan; serta subsistem pengawasan kehutanan (Kemenhut, 2014). Kawasan hutan lindung seringkali dianggap serupa dengan kawasan lindung, padahal kedua hal tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Kawasan lindung menurut Keputusan Presiden nomor 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah.

Pemerintah dalam hal ini menteri yang terkait dengan bidang kehutanan bisa menetapkan suatu kawasan hutan menjadi hutan lindung berdasarkan usulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Penetapan hutan lindung diatur secara teknis dalam Keputusan Menteri. Peraturan tersebut mengatur metode skoring dalam menentukan kawasan hutan. Terdapat tiga faktor utama dalam menentukan scoring, diantaranya kemiringan lahan, kepekaan terhadap erosi, dan intensitas curah hujan di daerah terkait.Metode skoring biasanya diterapkan pada kawasan hutan produksi, dimana dalam kawasan tersebut terdapat area-area yang harus dilindungi. Metode skoring tidak bisa dilakukan pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai hutan konservasi seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman buru (Keputusan Menteri Pertanian nomor 837/Kpts/Um/11/80 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung). Menurut Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, penggunaan kawasan hutan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan hutan produksi dan/atau kawasan hutan lindung. Penggunaan kawasan hutan tersebut dilakukan tanpa mengubah fungsi pokok


(26)

kawasan hutan dengan mempertimbangkan batasan luas, jangka waktu tertentu, serta kelestarian lingkungan.

2.3 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat

Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) mulai dilaksanakan pada tahun 2001 oleh Perum Perhutani dengan adanya Keputusan Direksi No. 136/KPTs/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat. Program ini disebut juga program PSDHBM (Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat). Program ini merupakan kelanjutan atau penyempurnaan dari program Kehutanan Sosial. Perbaikan mendasar terhadap program tersebut adalah dalam PHBM, digunakan prinsip kolaborasi atau kemitraan, jiwa berbagi, partisipatif, dan bersifat local specific (BPPK Kemenhut, 2010).

Menurut Gunawan et al. (2013), program PHBM memiliki esensi melibatkan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan dan terlibat dalam pengamanan serta perlindungan sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. Seringkali PHBM dihadapkan kepada adanya kepentingan-kepentingan. Kepentingan antara masyarakat desa hutan dengan Perum Perhutani dipertemukan dalam partisipasi kedua pihak dalam setiap tahapan pelaksanaan PHBM. Tahapan tersebut diantaranya tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan bagi hasil, monitoring, dan evaluasi. Implementasi dari program PHBM untuk mensejahterakan masyarakat desa hutan dibuktikan dengan pemahaman masyarakat desa hutan tersebut terhadap manfaat sumberdaya hutan, legalitas pengelolaan, serta upaya pengamanan dan pelestarian. Hal ini diwujudkan dalam pencapaian tujuan program PHBM dalam bentuk kegiatan PHBM sendiri dan juga bagi hasil dari PHBM (Gunawan et al., 2013).

Perlu dibedakan antara PHBM (Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat) yang padanannya dalam bahasa inggris adalah Community Based Forest Management (CBFM) sebagai konsep dengan PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) sebagai program dari Perum Perhutani (BPPK Kemenhut, 2010). Tujuan program PHBM secara spesifik adalah sebagai berikut:


(27)

1. Meningkatkan tanggung jawab Perhutani, masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan terkait atas keberlanjutan fungsi dan kegunaan hutan.

2. Meningkatkan peran Perhutani, masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan terkait dalam pengelolaan sumberdaya hutan.

3. Meningkatkan pendapatan Perhutani, masyarakat setempat, dan pemangku kepentingan terkait secara serempak.

4. Meningkatkan kualitas sumberdaya hutan sesuai dengan ciri-ciri wilayahnya,

5. Menyesuaikan kegiatan pengelolaan hutan agar sejalan dengan pembangunan daerah serta dinamika keadaan sosial masyarakat sekitar hutan.

Terdapat tiga aktor penting dalam kebijakan PHBM. Aktor tersebut yaitu: 1) Perum Perhutani; 2) Masyarakat desa hutan melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH); 3) Pihak yang berkepentingan (stakeholders) misalnya pemerintah daerah, lembaga pendidikan, lembaga donor, lembaga swadaya masyarakat, lembaga ekonomi masyarakat, dan pihak swasta. Diantara ketiga aktor tersebut menjalin pola kemitraan sejajar dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Ketiga aktor utama ini secara bersama-sama membuat beberapa kegiatan dalam program PHBM. Kegiatan tersebut diantaranya: 1) Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan; 2) Pemanfaatan sumberdaya hutan; serta 3) perlindungan dan konservasi alam. Hal-hal tersebutlah yang menentukan secara nyata keberhasilan dari kebijakan-kebijakan dalam program PHBM (Rosyadi dan Sobandi, 2014).

2.4 Bagi Hasil

Terdapat dua macam sistem bagi hasil dalam ilmu ekonomi yang biasa digunakan, yakni bagi hasil yang berdasarkan nilai pendapatan atau benefit sharing dan bagi hasil yang berdasarkan nilai keuntungan atau profit sharing. Keduanya pun sama-sama berpangkal pada perhitungan saham atau kontribusi masing-masing pihak dalam proses produksi. Dalam konsep profit sharing, tidak


(28)

terdapat lagi beban biaya atau biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh salah satu pihak atau keduanya setelah bagi hasil. Sebaliknya, jika setelah bagi hasil dilaksanakan masih terdapat biaya-biaya yang perlu dikeluarkan, maka konsep tersebut dinamakan benefit sharing (Affianto et al, 2005).

Menurut pandangan ilmu ekonomi, pengusahaan hutan adalah usaha ekonomi. Usaha ekonomi dalam hal ini memiliki arti usaha untuk menghasilkan barang atau jasa untuk dikonsumsi masyarakat, sehingga usaha tersebut memiliki nilai ekonomi. Oleh sebab itu, kegiatan PHBM pun dapat dikategorikan sebagai usaha ekonomi. Selain menghasilkan kayu dan hasil hutan non kayu yang merupakan kepentingan Perum Perhutani, lahan PHBM juga diharapkan dapat menghasilkan hasil pertanian jangka pendek (padi, jagung, palawija, dan lain sebagainya) maupun hasil pertanian jangka panjang (buah-buahan dan tanaman keras pada umumnya). Hasil-hasil pertanian tersebut merupakan kepentingan petani hutan dalam program PHBM. Lahan yang digunakan dalam program PHBM tersebut dapat juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan, seperti kegiatan ekowisata, pengelolaan sumber air minum, dan jasa lingkungan lainnya (Affianto et al, 2005).

Menurut Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani nomor 436/KPTs/DIR/2011 tentang Pedoman Berbagi Hasil Hutan Kayu, berbagi adalah pembagian peran, hak, dan kewajiban, antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan lahan (tanah dan atau ruang), waktu, dan pengelolaan kegiatan. Sementara itu, pihak yang berkepentingan (stakeholders) adalah pihak-pihak di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat yaitu pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga ekonomi masyarakat, lembaga sosial masyarakat, usaha swasta, lembaga pendidikan, dan lembaga donor.

Menurut Noorvitastri dan Wijayanto (2003), mekanisme bagi hasil dalam kemitraan antara Perum Perhutani dengan masyarakat secara garis besar adalah sebagai berikut:


(29)

I. Nilai bagi hasil kedua belah pihak, disajikan dalam Tabel 1 tentang mekanisme sharing.

II. Hasil dari tanaman tumpang sari (agroforestry) diserahkan Perum Perhutani sepenuhnya kepada masyarakat desa hutan setempat

Tabel 1 Mekanisme Sharing Perum Perhutani dengan Masyarakat

Komoditas yang Diusahakan Perum Perhutani Masyarakat Desa Hutan

Tanaman Hutan (Jati) 80% 20%

Tanaman Tahunan 20% 80%

Sumber: Noorvitastri dan Wijayanto (2003)

2.5 Nilai Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menurut Fauzi (2004), sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumberdaya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumberdaya dimanfaatkan dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumberdaya dan bagaimana teknologi digunakan. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti ikan, kayu, air, bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung nilai ekonominya karena diasumsikan bahwa pasar itu eksis (market based), sehingga transaksi barang dan jasa tersebut dapat dilakukan.

Sumberdaya alam selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Selain itu, sumberdaya alam juga menghasilkan jasa-jasa lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya manfaat seperti keindahan, ketenangan dan sebagainya. Manfaat tersebut sering kita sebut sebagai manfaat fungsi ekologis, yang sering tidak terkuantifikasikan dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumberdaya. Nilai tersebut tidak saja nilai pasar barang yang dihasilkan dari suatu sumberdaya melainkan juga nilai jasa lingkungan yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut (Fauzi 2004).

Penetapan nilai ekonomi total maupun nilai ekonomi kerusakan lingkungan digunakan pendekatan harga pasar dan pendekatan non pasar. Pendekatan harga pasar dapat dilakukan melalui pendekatan produktivitas, pendekatan modal manusia (human capital) atau pendekatan nilai yang hilang


(30)

(foregone earning), dan pendekatan biaya kesempatan (opportunity cost). Sedangkan pendekatan harga non pasar dapat digunakan melalui pendekatan preferensi masyarakat (non-market method). Beberapa pendekatan non pasar yang dapat digunakan antara lain adalah metode nilai hedonis (hedonic pricing), metode biaya perjalanan (travel cost), metode kesediaan membayar atau kesediaan menerima ganti rugi (contingent valuation), dan metode benefit transfer (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekosistem Hutan).

Secara khusus dalam ekosistem hutan , nilai valuasi ekonomi akan sangat bermanfaat untuk menentukan apakah ekosistem hutan di suatu lokasi dapat dimanfaatkan atau sebaiknya dipertahankan dalam kondisi alaminya. Apabila ternyata dapat dimanfaatkan, valuasi ekonomi juga dapat memberikan arahan sejauh mana pemanfaatan tersebut dapat dilaksanakan, sehingga tidak melebihi daya dukung dan bahkan mengurangi fungsi ekologisnya. Dengan demikian, konsep pemanfaatan berkelanjutan yang mempertahankan fungsi ekonomi dan ekologis dari ekosistem hutan masih dapat terus dipertahankan (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 15 tahun 2012 tentang Panduan Valuasi Ekosistem Hutan).

2.6 Karakteristik Kopi Arabika

Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas ekspor penting bagi Indonesia. Kopi dari Indonesia telah lama dikenal oleh masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Ada beberapa jenis kopi yang biasa ditanam di Indonesia, yaitu: kopi jenis arabika, robusta, dan beberapa kopi spesial dari jenis arabika yang berasal dari Indonesia diantaranya kopi luwak, lintong, toraja, dan lain sebagainya. Penanaman kopi di Indonesia pertama kali dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1696 dengan jenis kopi arabika, kemudian jenis kopi ini berkembang baik dan menjadi komoditas ekspor Indonesia (Prastowo, 2010).

Kopi arabika sendiri telah berkembang menjadi tanaman perkebunan rakyat sejak pertama kali kopi ditanam di Indonesia. Pada awalnya kopi jenis arabika ini hanya dapat ditanam pada daerah dataran tinggi, yakni daerah dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl) ke atas. Hal ini dilakukan


(31)

untuk menghindari tanaman kopi arabika terkena penyakit karat daun. Namun pada tahun 1956, kopi arabika jenis lini S yang berasal dari India masuk ke Indonesia. Kopi ini lebih tahan terhadap penyakit karat daun serta dapat ditanam pada ketinggian 500 mdpl ke atas. Dengan demikian, maka seluruh zona vertikal secara potensial dapat ditanami kopi jenis arabika secara komersial (Prastowo, 2010).

Kopi jenis arabika varietas lini S 795 umumnya memiliki karakteristik tipe pertumbuhan agak melebar, daun rimbun sehingga batang pokok tidak tampak dari luar, buah seragam, nisbah biji buah 15,7%, biji berukuran besar tetapi tidak seragam, berbunga pada umur 15-24 bulan, produktivitas 10-15 kwintal per hektar pada populasi 1.600 sampai 2.000 pohon. Pada ketinggian lebih dari 1.000 mdpl tahan serangan karat daun, sementara pada ketinggian kurang dari 900 mdpl agak tahan dengan serangan penyakit karat daun (Prastowo, 2010). Keuntungan dari kopi jenis arabika varietas lini S 795 adalah cocok untuk petani pemula, rata-rata hasil panen per pohon dapat mencapai 0,5 sampai 1 kilogram per pohon, dan cita rasa sangat bagus. Namun kerugian dari kopi jenis arabika varietas lini S 795 ini yaitu tidak tahan hama nematoda (cacing), jamur akar putih, dan jamur coklat (Hulupi dan Martini, 2013).

2.7 Analisis Biaya dan Manfaat

Metode analisis biaya dan pendapatan pada awalnya digunakan untuk melihat apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak. Dalam metode analisis biaya dan manfaat ini yang disebut dengan kondisi menguntungkan adalah apabila manfaat yang dihasilkan dari usaha tersebut lebih besar dari biaya atau pengorbanan yang dikeluarkan. Analisis untuk mengetahui efisiensi (tingkat keuntungan) suatu proses produksi ini yang disebut sebagai analisis biaya-manfaat (Affianto et al, 2005). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), Studi kelayakan dalam suatu proyek memuat tiga aspek, yaitu: manfaat ekonomis proyek tersebut bagi proyek itu sendiri (manfaat finansial), manfaat ekonomis proyek tersebut bagi negara tempat proyek dilaksanakan (manfaat ekonomi), dan manfaat sosial proyek tersebut bagi lingkungan dan masyarakat yang berada di sekitar proyek tersebut.


(32)

Berdasarkan sudut pandang ilmu ekonomi terdapat dua jenis analisis biaya-manfaat, yaitu analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui efisiensi atau tingkat keuntungan dalam suatu proses produksi dari sudut pandang individu. Sedangkan analisis ekonomi adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keuntungan suatu proses produksi dilihat dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan (Affianto et al, 2005). Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan investasi program kolaboratif GMP-PHBM ini. Kriteria tersebut diantaranya NPV, Net B/C ratio, dan IRR.

2.7.1 Analisis Finansial

Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis finansial adalah suatu analisis yang hanya membatasi manfaat (benefit) dan pengorbanan (cost) dalam proyek hanya dari sudut pandang perusahaan tersebut. Analisis finansial dalam evaluasi kelayakan proyek lebih bersifat analisis tentang arus dana dalam proyek. Perusahaan sendiri menjadi sumber dana untuk investasi dalam suatu proyek perusahaan tersebut. Sumber dana dari perusahaan tersebut dapat berupa dana penyusutan dan laba yang ditahan. Namun tidak menutup kemungkinan untuk mendapat sumber pendanaan proyek dari luar perusahaan tersebut. Sumber pendanaan proyek yang berasal dari eksternal perusahaan tersebut contohnya adalah kredit bank, penjualan saham, penjualan obligasi, dan lain sebagainya (Gray et al., 1988). Analisis finansial dalam proyek pertanian memliki tujuan utama yaitu untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan mereka kepada usaha pertanian tersebut. Analisis finansial menggunakan ukuran-ukuran arus tunai berdiskonto dalam mengestimasi hasil (returns) yang akan diterima oleh peserta proyek (Gittinger, 1986).

2.7.2 Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi berbeda dengan analisis finansial. Dalam analisis ekonomi, manfaat dan biaya-biaya dalam proyek dihitung dari segi pemerintah atau masyarakat secara keseluruhan sebagai yang berkepentingan dalam proyek (Gray et al., 1988). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), analisis ekonomi dilakukan dengan alasan karena adanya:


(33)

a. Ketidaksempurnaan pasar, yakni distorsi yang terjadi karena adanya peraturan pemerintah tertentu yang mempengaruhi baik pada tingkat faktor produksi maupun hasil produksi.

b. Adanya pajak dan subsidi.

c. Berlakunya konsep surplus konsumen dan surplus produsen.

Perbedaan perhitungan antara analisis finansial dengan analisis ekonomi terletak dalam lima komponen, yakni penggunaan harga, perhitungan pajak, subsidi, biaya investasi dan pelunasan pinjaman, serta dalam komponen bunga (Gray et al., 1988). Secara rinci, perbedaan kelima komponen tersebut dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 2 Perbedaan Perhitungan Analisis Finansial dengan Analisis Ekonomi

Komponen Analisis Finansial Analisis Ekonomi

Penggunaan Harga

Harga pasar, baik untuk faktor produksi maupun hasil produksi dalam proyek.

Shadow Prices, harga-harga yang sudah mengalami penyesuaian untuk menggambarkan social opportunity cost dari barang dan jasa tersebut.

Perhitungan Pajak

Pajak merupakan bagian dari biaya (Cost). Hal ini memiliki arti: pajak merupakan bagian dari keuntungan (benefit) yang harus dikeluarkan untuk dibayarkan dibayarkan kepada pemerintah.

Pajak merupakan bagian dari keuntungan (Benefit). Karena pajak yang dikeluarkan merupakan transfer kepada pemerintah untuk digunakan kembali bagi kepentingan masyarakat umum.

Subsidi Subsidi merupakan pengurangan biaya yang diterima pemilik proyek dalam suatu proyek.

Subsidi merupakan beban masyarakat, sehingga tidak mengurangi biaya dalam proyek. Hal ini disebabkan karena subsidi dianggap sebagai sumber pendanaan yang dialihkan dari masyarakat untuk digunakan dalam proyek.

Biaya Investasi dan Pelunasan Pinjaman

Biaya investasi merupakan pemasukan dalam proyek. Biaya yang dimasukkan adalah biaya investasi yang dibiayai dengan modal saham dari penanam modal sendiri.

Pelunasan pinjaman beserta bunganya pun menjadi beban penanam modal.

Seluruh biaya investasi, baik yang tergolong ke dalam modal dari luar negeri, modal saham, atau pinjaman lainnya, termasuk ke dalam biaya proyek.

Pelunasan pinjaman diabaikan untuk menghindari perhitungan ulang (double counting).

Bunga Bunga dalam pinjaman, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, termasuk ke dalam biaya proyek.

Bunga dianggap sebagai suatu manfaat sosial (social benefit), sehingga tidak dimasukkan sebagai biaya dalam proyek.


(34)

Analis memulai analisis ekonomi dengan melakukan analisis profitabilitas finansial berdasarkan atas harga pasar atau dengan kata lain melakukan analisis NPV dari sudut pandang perusahaan. Setelah melakukan hal tersebut, kemudian dilakukan penyesuaian untuk mengestimasi manfaat bersih proyek sesuai dengan harga ekonomi. Harga ekonomi atau yang biasa disebut dengan harga bayangan (shadow prices), memiliki pengertian harga seandainya tidak terdapat distorsi apapun baik untuk setiap input maupun output dalam proyek (Husnan dan Muhammad, 2000).

2.7.3 Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) didapat dari selisih arus penerimaan dan pengeluaran selama umur proyek yang sudah dihitung nilai sekarangnya melalui teknik present value dengan menggunakan discount factor. Umur proyek sendiri merupakan masa waktu pembangunan proyek yang ditambah masa operasional proyek selama umur ekonomi proyek tersebut (Sinaga, 2009). Menurut Sinaga (2009), kriteria penggunaan NPV dalam studi kelayakan investasi suatu proyek, yaitu:

a. Apabila total NPV lebih kecil dari 0 (NPV < 0) maka investasi yang akan dilakukan terhadap suatu proyek adalah tidak layak atau tidak menguntungkan, hal ini berarti rencana investasi terhadap proyek tersebut ditolak untuk dilaksanakan.

b. Namun apabila NPV sama atau lebih besar dari 0 (NPV ≥ 0) maka investasi yang akan dilakukan terhadap suatu proyek adalah layak untuk dikerjakan atau investasi terhadap proyek tersebut menguntungkan pada saat dilaksanakan, hal ini berarti rencana investasi terhadap proyek tersebut disetujui untuk dilaksanakan. Kelemahan dari penggunaan model NPV ini dalam suatu penilaian proyek adalah discount rate yang diubah sesuai dengan besaran biaya bersih masing-masing alternatif. Hal ini menjadikan model NPV kurang praktis digunakan dalam suatu evaluasi proyek. Ketidakpastian yang berhubungan dengan perkiraan tingkat keuntungan dari semua proyek merupakan termasuk ke dalam proyek marginal (Gray et al., 1988).


(35)

2.7.4 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C ratio)

Net B/C ratio merupakan hasil dari perbandingan antara total present value yang bernilai positif sebagai pembilang dengan total present value yang bernilai negatif sebagai penyebut. Apabila Net B/C ratio bernilai kurang dari 1 maka rencana investasi terhadap proyek yang akan dilaksanakan tersebut ditolak atau dalam kata lain tidak layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, apabila Net B/C ratio bernilai lebih besar sama dengan 1, maka investasi tersebut dianggap layak atau menguntungkan untuk dilaksanakan (Husnan dan Muhammad, 2000). Menurut Sinaga (2009), kelemahan kriteria Net B/C ratio adalah:

a. Apabila Discount Factor diubah, maka hasil Net B/C ratio pun berubah. Akibatnya investasi yang sebelumnya tidak layak untuk dilaksanakan dapat menjadi layak dan sebaliknya.

b. Nilai sisa (salvage value) dari barang-barang modal dalam proyek tidak diperhitungkan.

2.7.5 Internal Rate of Return (IRR)

Metode Internal Rate of Return (IRR) menghitung tingkat bunga yang menyamakan present value dari investasi dengan present value dari penerimaan kas bersih di masa mendatang. Apabila IRR lebih kecil dari tingkat discount rate yang berlaku maka rencana investasi terhadap proyek yang akan dilaksanakan tersebut ditolak atau tidak layak dijalankan. Sebaliknya, apabila IRR lebih besar sama dengan tingkat discount rate yang berlaku, maka investasi terhadap proyek yang akan dilaksanakan tersebut dianggap layak atau menguntungkan untuk dilaksanakan (Husnan dan Muhammad, 2000).

Besarnya perbedaan IRR atau Return on Investment di atas tingkat bunga yang berlaku, bergantung kepada besarnya kemungkinan risiko atas proyek tersebut dan juga berapa lama investasi (payback periods) kembali berdasarkan cash flow perusahaan. hal ini dilihat menurut sudut pandang pengambil kebijakan atas investasi yang dilakukan terhadap proyek tersebut. Keuntungan penggunaan kriteria IRR adalah dapat mengetahui kemampuan proyek tersebut dalam menghasilkan persentase keuntungan bersih rata-rata tiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek dan nilai sisa (salvage value) dari barang-barang modal diperhitungkan dalam arus benefit atau penerimaan (Sinaga, 2009).


(36)

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan program Gerakan Menabung Pohon (GMP) masih sedikit jumlahnya. Namun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengestimasian kelayakan suatu usaha kehutanan, PHBM, dan efektivitas program CSR sudah cukup banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan untuk mengestimasi kelayakan usaha kehutanan PHBM diantaranya adalah: Kadekodi et al. (2004) yang meneliti kelayakan ekonomi usaha proyek JFM (Joint Forest Management) yang berlangsung di Desa Kotekoppa, Distrik Karnataka, India. Analisis biaya dan manfaat digunakan untuk mengetahui manfaat sosial yang didapat dari pengelolaan hutan di Desa Kotekoppa baik dengan JFM maupun tanpa JFM. Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil bahwa setelah diterapkan program JFM didapatkan manfaat sosial yang lebih besar dari sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan discount rate sebesar 6,25% didapatkan nilai NPV sebesar 465.044, B/C ratio 1,30, dan IRR sebesar 26,19 dari hasil pengusahaan kayu. Sementara sebelum diterapkan JFM hanya didapat NPV sebesar -616.496, B/C ratio 0,61, dan IRR sebesar 26,19. Hal tersebut menyebabkan proyek pengusahaan hutan lebih layak dijalankan dengan program JFM.

Maulana (2013) meneliti analisis kelayakan finansial dan dampak ekonomi pada usaha Jati Unggul Nusantara (JUN) pada koperasi perumahan wanabakti nusantara Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis finansial dengan indikator NPV, IRR, Net B/C, dan PBP yang dilakukan pada JUN UBH-KPWN Bogor, didapat kesimpulan bahwa usaha ini layak untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilihat NPV sebesar Rp 4.175.535.379, IRR sebesar 57%, net B/C sama dengan tiga, dan Payback Period (PBP) sebesar 8 tahun 9 bulan. Berdasarkan analisis sensitivitas, dengan adanya peningkatan harga pupuk sebesar 32% usaha JUN UBH-KPWN Bogor masih layak dilanjutkan. Sementara manfaat ekonomi yang didapatkan berupa peningkatan pendapatan masyarakat (petani JUN) di Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan usaha JUN adalah Rp 163.041.600/tahun dan di Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 104.764.300/tahun.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Aurora (2014) yang meneliti biaya dan manfaat perdagangan karbon bagi petani Gerakan Menabung Pohon yang berada Desa Neglasari, Kabupaten Purwakarta. Berdasarkan hasil analisis


(37)

didapatkan hasil yaitu dari aspek finansial, NPV dari GMP yang diperoleh petani adalah Rp 43.966.108.863; Net B/C sebesar 2,2; dan IRR sebesar 45%. Sementara apabila petani terlibat dalam perdagangan karbon maka NPV yang diperoleh adalah Rp 66.813.416.910,-; Net B/C sebesar 5; dan IRR sebesar 67%. Hasil kelayakan secara ekonomi adalah sebagai berikut: NPV adalah Rp 112.013.695.125,-; Net B/C sebesar 10; dan IRR sebesar 104%. Dengan demikian petani di Desa Neglasari layak melanjutkan program GMP, serta lebih baik bila terlibat dalam perdagangan karbon.

Sementara penelitian yang berkaitan dengan efektivitas program CSR adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutowo (2013) yang meneliti indeks kepuasan masyarakat dan manfaat ekonomi program CSR dari Chevron Geothermal Salak (CGS), Ltd. bidang ekonomi di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Berdasarkan analisis yang dilakukan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dan Importance Performance Analysis (IPA), didapatkan hasil kualitatif yang berhasil mengidentifikasi manfaat-manfaat program CSR CGS. Manfaat tersebut meliputi: peningkatan skill, peningkatan pendapatan, membantu akses permodalan, peningkatan kemandirian, dam manfaat yang berkelanjutan. Nilai IKM yang didapat pun sebesar 2,75 dikonversi menjadi 68,75, dengan nilai ini program CSR CGS memiliki nilai mutu pelayanan B dan terkategori Baik. Hasil analisis menggunakan metode IPA mendapatkan tingkat kesesuaian antara kinerja program dengan harapan masyarakat cukup tinggi yaitu sebesar 78,37%, artinya kepentingan masyarakat sudah terpenuhi dengan baik sebesar 78,37%.

Tabel 3 Matriks Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Kadekodi

et al. (2004)

Joint Forest

Management: A Case

Study of Village

Kotekoppa in Uttara Kannada District of Karnataka.

Setelah diterapkan program JFM didapatkan manfaat sosial yang lebih besar dari sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan discount rate sebesar 6,25% didapatkan nilai NPV sebesar 465.044, B/C ratio 1,30, dan IRR sebesar 26,19 dari hasil pengusahaan kayu. Sementara sebelum diterapkan JFM hanya didapat NPV -616.496, B/C ratio 0,61, dan IRR 26,19. Sehingga proyek pengusahaan hutan lebih layak dengan program JFM.


(38)

Tabel 3 Matriks Penelitian Terdahulu (lanjutan)

No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 2 Maulana

(2013)

Analisis Kelayakan Finansial dan Dampak Ekonomi Usaha Jati Unggul Nusantara (Studi Kasus Unit Usaha Bagi Hasil - Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara Kabupaten Bogor, Jawa Barat).

Dari analisis finansial dengan indikator NPV, IRR, Net B/C, dan PBP yang dilakukan pada JUN UBH-KPWN Bogor, didapat kesimpulan bahwa usaha ini layak untuk dilanjutkan. Hal ini dapat dilihat NPV sebesar Rp 4.175.535.379, IRR sebesar 57%, net B/C sama dengan tiga, dan Payback Period (PBP) sebesar 8 tahun 9 bulan. Berdasarkan analisis sensitivitas, dengan adanya peningkatan harga pupuk sebesar 32% usaha JUN UBH-KPWN Bogor masih layak dilanjutkan. Sementara manfaat ekonomi yang didapatkan berupa peningkatan pendapatan masyarakat (petani JUN) di Desa Cogreg dengan keberadaan kegiatan usaha JUN adalah Rp 163.041.600/tahun dan di Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 104.764.300/tahun.

3 Aurora (2014)

Analisis Biaya Manfaat Perdagangan Karbon Bagi Petani Gerakan Menabung Pohon (Studi Kasus: Desa Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta)

Dari aspek finansial, NPV dari GMP yang diperoleh petani adalah Rp 43.966.108.863; Net B/C sebesar 2,2; IRR sebesar 45%. Sementara apabila petani terlibat dalam perdagangan karbon maka NPV yang diperoleh adalah Rp 66.813.416.910,-; Net B/C sebesar 5; IRR sebesar 67%. Dari aspek ekonomi, NPV adalah Rp 112.013.695.125,-; Net B/C sebesar 10; IRR sebesar 104%. Dengan demikian petani di Desa Neglasari layak untuk melanjutkan program GMP, serta lebih baik bila terlibat dalam perdagangan karbon.

4 Sutowo (2013)

Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat dan Manfaat Ekonomi Program CSR dari Chevron Geothermal Salak, Ltd. Bidang Ekonomi di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor

Analisis kualitatif mengidentifikasi manfaat-manfaat program CSR CGS, Manfaat tersebut meliputi: peningkatan skill, peningkatan pendapatan, membantu akses permodalan, peningkatan kemandirian, dam manfaat yang berkelanjutan. Nilai IKM yang didapat sebesar 2,75 dikonversi menjadi 68,75, dengan nilai ini mutu pelayanan program CSR CGS memiliki nilai mutu peyalanan B dan terkategori Baik. Hasil analisis IPA mendapatkan tingkat kesesuaian antara kinerja program dengan harapan masyarakat cukup tinggi yaitu sebesar 78,37% yang artinya kepentingan masyarakat sudah terpenuhi dengan baik sebesar 78,37%.


(39)

Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mengaitkan antara kelayakan usaha dengan keefektifan suatu program CSR yang berbentuk pengelolaan kolaboratif hutan lindung milik suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Penelitian ini juga mencoba mengaitkan aspek-aspek kebermanfaatan secara ekonomi dari suatu lot hasil dari investasi program CSR kolaboratif antara organisasi non-profit dan BUMN yang berdampak secara ekonomi, sosial, dan ekologis.


(40)

(41)

III

KERANGKA PEMIKIRAN

Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung merupakan salah satu desa yang menjalankan program GMP dari Pertamina Foundation dan program PHBM dari Perum Perhutani secara beriringan. Program kolaboratif GMP-PHBM menggunakan sumberdaya yang cukup besar untuk melakukan investasi demi tercapainya tujuan yang diinginkan oleh para stakeholders dan juga kebermanfaatan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Manfaat program GMP sendiri terbagi dalam bidang ekonomi, sosial, dan ekologis.

Penilaian kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui apakah proyek investasi tersebut berhasil atau tidak dalam mencapai manfaat yang diinginkan. Penilaian kelayakan usaha dilakukan dalam dua cara. Penilaian kelayakan secara finansial dilakukan untuk mengetahui apakah usaha yang dilaksanakan dari program GMP menguntungkan bagi pihak-pihak yang menanamkan investasi, sementara penilaian kelayakan secara ekonomi untuk mengetahui apakah usaha yang dilaksanakan dari program GMP menguntungkan bagi masyarakat peserta program dan juga lingkungan kawasan pelaksanaan program ini. Perlu diketahui, program GMP sendiri menghabiskan 50% lebih total dana CSR yang dikelola oleh Pertamina Foundation (Pertamina Foundation, 2012b), sehingga penilaian kelayakan usaha secara finansial dilakukan untuk mencegah terjadinya pemborosan sumberdaya yang dikeluarkan oleh Pertamina Foundation. Selain itu menurut ketua RPH Logawa, program ini diizinkan mengelola ruang sela lahan di kawasan hutan lindung Desa Warjabakti untuk mencegah kerugian lingkungan seperti kerusakan hutan dan pencurian tegakan hutan, serta memberdayakan masyarakat hutan untuk turut meningkatkan kesejahteraan sekitar melalui pengusahaan dan pengamanan hutan secara partisipatif. Berdasarkan hal tersebut, penilaian kelayakan usaha secara ekonomi dilakukan untuk mencegah kerugian yang timbul kepada masyarakat dan lingkungan, apabila dalam pelaksanaannya program GMP ternyata tidak mampu mengatasi kerugian tersebut.

Efektivifitas dari program kolaboratif GMP-PHBM ini pun perlu dianalisis untuk menilai ketercapaian tujuan-tujuan tertentu yang dituju para stakeholders dan harapan-harapan yang diharapkan oleh peserta program pada saat awal


(42)

program ini akan dilaksanakan. Analisis-analisis tersebut diharapkan dapat menjadi dasar bagi Pertamina Foundation, Perum Perhutani, maupun stakeholders lain dalam mengambil keputusan dan kebijakan terkait pengembangan dan keberlanjutan program kolaboratif GMP-PHBM ini.

Langkah pertama penelitian ini adalah mengidentifikasi manfaat dan biaya baik yang bersifat privat maupun yang bersifat sosial dari program kolaboratif GMP-PHBM dengan mewawancarai key person melalui panduan kuesioner. Biaya dan manfaat yang bersifat privat digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha secara finansial menggunakan harga aktual atau harga pasar. Sementara biaya dan manfaat yang bersifat sosial digunakan untuk menganalisis kelayakan secara ekonomi menggunakan harga bayangan atau harga sosial. Biaya dan manfaat sosial usaha kehutanan dari program GMP-PHBM yang diperoleh tersebut kemudian dimoneterkan untuk menghitung kelayakan secara ekonomi dari program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti. Analisis kelayakan baik secara finansial maupun ekonomi ini menggunakan metode cost-benefit analysis dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C ratio, dan IRR. Informasi dari evaluasi kelayakan program baik secara finansial maupun secara ekonomi ini kemudian dapat digunakan oleh pemerintah setempat, Perum Perhutani, dan Pertamina Foundation khususnya dalam pengelolaan hutan lindung bersama masyarakat hasil program kolaboratif GMP-PHBM yang berkelanjutan dan penentuan kebijakan terkait program kolaboratif tersebut yang efektif.

Selain itu, dalam penelitian ini dilakukan pula analisis menggunakan alat analisis Importance Performance Analysis (IPA). Metode IPA dapat menjelaskan hubungan antara tingkat kepentingan peserta program kolaboratif GMP-PHBM dengan tingkat kepuasan kinerja program kolaboratif GMP-PHBM ini di lapangan yang menghasilkan nilai kesesuaian harapan peserta program tersebut. Hal ini dilakukan untuk membentuk dasar pertimbangan keberlanjutan program kolaboratif ini yang sesuai dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Hal tersebut mengakibatkan pengelolaan dan pengembangan lot-lot di Desa Warjabakti yang merupakan bagian dari program GMP dapat terlaksana dengan baik ke depannya. Adapun skema pemikiran ditunjukkan pada Gambar 1.


(43)

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan:

= alur utama = umpan balik

Evaluasi Implementasi Program Kolaboratif GMP dan PHBM

Kelayakan Finansial

Program PHBM Perum Perhutani Program GMP Pertamina Foundation

Kesesuaian antara Kepuasan Kinerja dengan Kepentingan

Peserta Program Program Kolaboratif GMP melalui PHBM berbasis

komoditas Kopi Arabika

Kelayakan Ekonomi

- Proyek investasi harus berhasil bagi pihak-pihak yang terlibat untuk menghindari pemborosan. - Mencegah kerusakan hutan dan pencurian

tegakan hutan lindung

Dasar Keberlanjutan Program Kolaboratif antara GMP dengan PHBM

Tindakan penanggulangan dan pencegahan hal tersebut terulang

Terjadi kerusakan hutan dan pencurian tegakan hutan lindung Hutan Lindung Desa Warjabakti

Penilaian Kebermanfaatan Program dalam Bidang Ekonomi, Sosial, dan Ekologis.

Program layak atau tidak layak dijalankan secara

finansial

Program layak atau tidak layak dijalankan secara

ekonomi Kriteria Kelayakan

Ekonomi: NPV, NET B/C, dan IRR Kriteria Kelayakan

Finansial: NPV, NET B/C, dan IRR

Alat Analisis:


(44)

(45)

IV

METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data dilakukan di wilayah Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung (peta lokasi dapat dilihat pada Lampiran 9). Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung mengadakan program PHBM Perum Perhutani dan program GMP Pertamina Foundation secara beriringan. Pengambilan data dilakukan pada April hingga Mei tahun 2015.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara kepada responden dengan menggunakan kuesioner. Pihak-pihak yang menjadi responden akan dijelaskan dalam metode pengumpulan data. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi terkait, meliputi Pertamina Foundation, KPH Bandung Selatan Perum Perhutani unit III Jabar-Banten, LMDH Taruna Bina Tani Desa Warjabakti, Pemerintah Desa Warjabakti, Distanbunhut Kabupaten Bandung, serta studi pustaka lainnya.

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel untuk petani hutan di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung dilakukan dengan menggunakan metode non-probability sampling. Teknik pengambilan sampel pada metode non-probability sampling menyebabkan setiap elemen dari populasi yang akan diteliti tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Jumlah petani yang dijadikan responden sebanyak 100 orang dari total 314 orang petani peserta program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti. Responden petani hutan dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, dimana responden dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Pertimbangan tersebut diantaranya petani hutan yang


(46)

tanamannya sudah mencapai tahap growing (siap untuk dipanen). Apabila tanaman sudah mencapai tahap growing, manfaat ekonomi, sosial, dan ekologis dari program ini akan terlihat lebih jelas karena akan memasuki masa panen.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data untuk efektivitas program dilakukan dengan cara menemui petani hutan peserta program dengan memberikan angket atau kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian. Responden atau objek penelitian adalah petani hutan program kolaboratif GMP-PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung yang berdomisili di sekitar kawasan program tersebut. Selain petani hutan, data tentang kelayakan program didapatkan dari wawancara mendalam kepada informan (key person), yaitu Sekretaris Pertamina Foundation, Kepala Resort Pemangku Hutan (RPH) Logawa, relawan program GMP, dan ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Taruna Bina Tani.

4.5 Metode Analisis

Tabel berikut menunjukkan matriks metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini:

Tabel 4 Matriks Metode Analisis

No. Tujuan Penelitian Data yang Diperlukan Alat Analisis

Sampel 1 Menganalisis kelayakan

secara finansial program kolaboratif GMP melalui PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

Data primer dan sekunder dari stakeholders yang terlibat dalam program dan data pendukung dari studi pustaka lainnya. Data tersebut terkait dengan manfaat dan biaya dalam program yang bersifat privat. Cost-Benefit Analysis Petani hutan peserta program GMP-PHBM.

2 Menganalisis kelayakan secara ekonomi program kolaboratif GMP melalui PHBM di Desa Warjabakti, Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

Data primer dan sekunder dari stakeholders yang terlibat dalam program dan data pendukung dari studi pustaka lainnya. Data tersebut terkait manfaat dan biaya dalam program ini baik yang bersifat privat maupun sosial

Cost-Benefit Analysis Petani hutan peserta program GMP-PHBM.


(47)

Tabel 4 Matriks Metode Analisis (lanjutan)

No. Tujuan Penelitian Data yang Diperlukan Alat Analisis

Data

Sampel

3 Menganalisis tingkat kesesuaian antara kinerja program dengan tingkat kepentingan peserta program kolaboratif tersebut.

Data primer berupa persepsi petani hutan peserta program GMP terhadap sub indikator manfaat program GMP

Importance Performance Analysis (IPA) Petani peserta Program GMP-PHBM

4.5.1 Analisis Kelayakan

Analisis kelayakan terhadap program kolaboratif GMP-PHBM dilakukan dengan melakukan analisis kelayakan dengan dua aspek, yakni analisis kelayakan secara finansial dan secara ekonomi. Berikut merupakan tahapan untuk melakukan kedua analisis kelayakan tersebut:

4.5.1.1 Identifikasi Manfaat dan Biaya

Analisis kelayakan secara ekonomi dan finansial digunakan untuk menilai kelayakan usaha kolaboratif ini. Data arus pengorbanan dan manfaat yang diterima disajikan dalam bentuk arus kas (cashflow). Perbedaan kedua analisis ini sebelumnya telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka. Analisis kelayakan secara finansial dan ekonomi dilakukan dengan mengelompokkan komponen yang termasuk dalam biaya dan manfaat baik yang bersifat privat maupun sosial. Pada analisis finansial, manfaat dan biaya yang digunakan hanya yang bersifat privat, sedangkan analisis ekonomi menggunakan manfaat dan biaya baik yang bersifat privat maupun sosial. Berikut merupakan analisis komponen manfaat dan biaya yang terdapat dalam program kolaboratif GMP-PHBM ini.

Tabel 5 Analisis komponen Manfaat dan Biaya dalam Program Kolaboratif GMP-PHBM

Analisis Finansial Analisis Ekonomi

A. Manfaat Privat

- Penjualan Buah Kopi - Dana Sponsor - Nilai Sisa B. Manfaat Sosial

-

A. Manfaat Privat

- Penjualan Buah Kopi - Dana Sponsor - Nilai Sisa B. Manfaat Sosial

- Bagi Hasil

- Upah yang Diterima Masyarakat - Penyimpanan Karbon oleh Kopi - Perlindungan Tegakan Hutan Lindung


(48)

Tabel 5 Analisis komponen Manfaat dan Biaya dalam Program Kolaboratif GMP-PHBM (lanjutan)

Analisis Finansial Analisis Ekonomi

C. Biaya Privat

- Biaya Investasi Peralatan - Biaya Pembelian Bibit - Biaya Tenaga Kerja - Biaya Pemupukan - Biaya Bagi Hasil D. Biaya Sosial

-

C. Biaya Privat

- Biaya Investasi Peralatan - Biaya Pembelian Bibit - Biaya Tenaga Kerja - Biaya Pemupukan D. Biaya Sosial

Pendapatan yang Hilang

Beberapa komponen manfaat dan biaya tersebut memiliki cara perhitungan tersendiri. Khusus untuk komponen biaya dan manfaat sosial dalam program kolaboratif GMP-PHBM, akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya. Berikut merupakan perhitungan komponen manfaat privat dalam program ini.

1. Penjualan Buah Kopi

Perhitungan penjualan buah kopi dari pengusahaan kopi pada program kolaboratif GMP-PHBM dilakukan dengan menggunakan metode harga pasar. Perhitungan penjualan buah kopi dalam program kolaboratif GMP-PHBM tersebut ditunjukkan sebagai berikut:

NPK = Yk x Pk dimana:

NPK = Nilai Penjualan Kopi (Rp/ ha) Yk = Produktivitas Kopi (Kg/ha) Pk = Harga Kopi (Rp/ Kg)

2. Dana Sponsor dari Pertamina Foundation

Pertamina Foundation sebagai inisiator penyelenggara program GMP, diwajibkan memberikan dana sponsor kepada petani. Perhitungan dana sponsor dari Pertamina Foundation adalah sebagai berikut:

NDS = KDS x np dimana:

NDS = Nilai Dana Sponsor (Rp)

KDS = Ketetapan Dana Sponsor (Rp /pohon) np = Jumlah Pohon yang Ditanam (pohon)


(49)

3. Nilai Sisa

Nilai sisa merupakan taksiran harga pasar dari investasi pada akhir suatu usaha atau proyek. Nilai sisa dari program ini didapat dengan perhitungan nilai sisa yang dikenalkan oleh Gittinger (1986) dengan rumus sebagai berikut:

Nilai sisa= Sisa umur dari benda

umur ekonomis dari benda ×Harga Beli Asumsi yang digunakan dalam menilai kelayakan ini adalah:

1.

Analisis dilakukan dalam unit Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Taruna Bina Tani dengan satuan per hektar lot yang diusahakan.

2.

Analisis dilakukan pada tahun ke-3 pelaksanaan program.

3.

Periode analisis dilakukan selama 15 tahun program yang diasumsikan dari jangka waktu kesepakatan anggota LMDH dalam mengusahakan tanaman kopi dalam program kolaboratif GMP-PHBM.

4. Tingkat discount rate atau suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 7% berdasarkan nilai bunga deposito Bank BRI pada bulan April 2015.

4.5.1.2 Valuasi Ekonomi

Program kolaboratif GMP-PHBM menghasilkan juga tambahan nilai jasa-jasa sumberdaya alam dan lingkungan yang tidak dapat dilihat (intangible) dari kegiatan pengusahaan sumberdaya yang digunakan. Konsep valuasi ekonomi dilakukan untuk menilai jasa sumberdaya alam dan lingkungan tersebut. Konsep valuasi ekonomi dalam penelitian ini menggunakan tiga metode, yakni benefit transfer, market price, dan productivity loss. Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing metode tersebut dan penggunaannya dalam penelitian program kolaboratif GMP-PHBM ini.

1. Benefit Transfer

Salah satu tambahan jasa sumberdaya alam dan lingkungan dari program kolaboratif GMP-PHBM yang bersifat intangible yaitu jasa penyimpanan karbon oleh tanaman kopi jenis arabika. Nilai dari jasa penyimpanan karbon tersebut dihitung menggunakan pendekatan valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan dengan menggunakan metode benefit transfer. Harga karbon di berbagai negara di dunia bervariasi. Harga karbon yang digunakan dalam


(50)

penelitian ini menggunakan acuan harga karbon di negara China. Perhitungan nilai penyimpanan karbon pada tanaman kopi jenis arabika yang diusahakan dalam program ini ditunjukkan sebagai berikut:

NPK = CC x PC dimana:

NPK = Nilai Penyimpanan Karbon (Rp/ha) CC = Cadangan Karbon (ton/ha)

PC = Harga Karbon (Rp/ton)

2. Market Price

Manfaat dan biaya sosial dari program kolaboratif GMP-PHBM juga dihitung menggunakan pendekatan valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Salah satu manfaat sosial program kolaboratif GMP-PHBM yang dihitung menggunakan pendekatan valuasi ekonomi adalah jasa perlindungan tegakan hutan lindung. Nilai perlindungan tegakan hutan lindung tersebut didapat dengan metode market price dari tegakan hutan lindung yang dicuri. Nilai kerugian tersebut menjadi nilai perlindungan tegakan hutan lindung, karena program kolaboratif tersebut berhasil mencegah kerugian akibat hilangnya tegakan di hutan lindung tersebut terjadi lagi. Data mengenai kerugian tersebut diambil dari data kejadian pencurian tegakan milik RPH Logawa pada 2010.

3. Productivity Loss

Salah satu biaya sosial program kolaboratif GMP-PHBM yang juga dihitung menggunakan pendekatan valuasi ekonomi adalah pendapatan yang hilang bagi petani akibat peralihan pengusahaan komoditas dari hortikultura (bawang daun) ke tanaman keras (kopi). Nilai pendapatan yang hilang didapatkan menggunakan metode productivity loss. Nilai productivity loss tersebut didapat dari pendapatan ketika petani peserta program tersebut mengusahakan bawang daun, sebelum adanya program kolaboratif GMP-PHBM. Perhitungan pendapatan yang hilang akibat peralihan komoditi yang diusahakan sebelum adanya program kolaboratif ini menggunakan analisis pendapatan, ditunjukkan sebagai berikut:


(1)

4. Biaya Lainnya

Jenis Pengeluaran Frekuensi Biaya Total

1. Bunga Pinjaman 2. Biaya

administrasi ...

... ...

D. Total Pemasukan Biaya Program GMP

Sumber Pemasukan

Jumlah (Kg)

Harga

(Rp/Kg) Frekuensi

Total Pemasukan 1. Hasil

penjualan Kopi 2. ... 3. ... 4. ... 5. ...

E. Permasalahan

1. Masalah pengadaan input (ketersediaan, harga, cara mendapatkan,dll): ... ... ...

2.

Masalah teknik budidaya usahatani (ketersediaan air, hama/penyakit,bencana alam):

... ... ...


(2)

3. Masalah pemodalan:

... ... ...

F. Efektivitas program Gerakan Menabung Pohon (GMP)

 Tingkat kepuasan adalah kinerja aktual dari pelaksanaan program Gerakan Menabung Pohon Pertamina Foundation.

 Tingkat kepentingan adalah harapan Bapak/Ibu terhadap pelaksanaan program Gerakan Menabung Pohon Pertamina Foundation.

Petunjuk pengisian: Berilah tanda contreng () pada jawaban yang

Bapak/Ibu anggap sesuai. Keterangan:

1 = Tidak Puas / Tidak Penting 3 = Puas / Penting

2 = Kurang Puas / Kurang Penting 4 = Sangat Puas / Sangat

Penting

No. Pertanyaan

Tingkat Kepuasan

Tinkat Kepentingan

1 2 3 4 1 2 3 4

Kinerja Manfaat Program GMP Bidang Ekonomi 1 Pendapatan yang diperoleh dari program

GMP meningkatkan kesejahteraan petani yang terlibat dalam program.

2 Program GMP memberikan dampak nyata terhadap perekonomian lokal.

3 Program GMP berhasil mengentaskan atau mengurangi kemiskinan di sekitar kawasan program.

4 Dana hibah atau bantuan yang diberikan melalui program GMP sesuai dengan kesepakatan.

5 Bagi hasil yang didapat dari program GMP sesuai dengan kesepakatan.

Kinerja Manfaat Program GMP Bidang Sosial 6 Program GMP turut memberdayakan

masyarakat lokal sekitar kawasan pelaksanaan program.

7 Pihak Pertamina Foundation memberikan pembinaan terhadap petani peserta


(3)

No. Pertanyaan

Tingkat Kepuasan

Tinkat Kepentingan

1 2 1 2 1 2 1 2

8 Pembinaan terhadap petani peserta program GMP yang dilakukan Pertamina Foundation menambah wawasan baru. 9 Petani peserta program menjadi paham

akan pentingnya menjaga hutan lindung tempat pelaksanaan program melalui program GMP

10 Segala kesepakatan atau perjanjian saat tahap awal pelaksanaan program dijalani dengan baik dan sesuai oleh semua pihak yang bekerja sama.

Kinerja Manfaat Program GMP Bidang Ekologis 11 Setelah adanya program GMP, keadaan

udara di sekitar kawasan program GMP menjadi bersih atau segar.

12 Setelah adanya program GMP, keadaan air di sekitar kawasan program GMP menjadi bersih atau selalu mencukupi

ketersediaannya.

13 Setelah adanya program GMP, keadaan tanah di sekitar kawasan program GMP menjadi terjaga unsur hara atau

kesuburannya.

14 Program GMP Pertamina Foundation turut menjaga keadaan tegakan di hutan lindung milik Perum Perhutani yang menjadi tempat pelaksanaan program.

15 Program GMP Pertamina Foundation menambah keragaman hayati di hutan lindung milik Perum Perhutani yang menjadi tempat pelaksanaan program.

G. Pertanyaan Tambahan

1. Apakah Bapak/Ibu memiliki saran dan masukan terhadap program Gerakan Menabung Pohon kepada Pertamina Foundation?

... ... ... ... ...


(4)

(5)

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

Penyerahan Simbolis Bantuan Keadaan Lahan saat Tahun ke-1 Program GMP melalui Relawan Usia Tanaman

Buah Kopi Siap Panen Agroforestry kopi dengan penaung pinus


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bogor pada tanggal 15 Februari 1993, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Syamsudin Kadir dan Lilis Surianingsih. Pada tahun 2005, penulis lulus dari SDN Panaragan 3 Bogor. Kemudian pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor. Penulis lalu menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor pada tahun 2011.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) jalur Undangan. Penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, lingkungan, dan keagamaan. Hal tersebut diantaranya pernah menjadi Ketua UKM Agreemove IPB periode 2012-2013 dan Menteri Humas, Komunikasi, dan Informasi organisasi Sobat Bumi Indonesia periode 2014-2015. Penulis juga pernah menjuarai Juara 2 Lomba Orasi tingkat TPB IPB pada tahun 2012 dan Juara 2 Lomba Green Living n’ Youth Creativity melalui kepanitiaan IPB Green Living Movement tingkat nasional pada tahun 2012. Dalam hal kepanitiaan, penulis juga pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan bidang kemahasiswaan, diantaranya pernah menjadi ketua panitia Forum Lingkungan Hidup IPB dan juga pernah menjabat koordinator nasional program kerja Sobat Bumi Hijaukan Negeri. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), yakni lolos didanai pada tahun 2013 dalam PKM bidang kewirausahaan sebagai anggota dan lolos didanai pada tahun 2015 dalam PKM bidang penelitian sebagai ketua. Penulis juga merupakan penerima Beasiswa Sobat Bumi Pertamina Foundation.


Dokumen yang terkait

Kesadaran Menabung Masyarakat Menengah Ke Bawah Di Bank Rakyat Indonesia Melalui Gerakan Indonesia Menabung (Studi Kasus Di Kecamatan Medan Johor)

0 34 85

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN

0 4 12

DAMPAK PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT(PHBM) TERHADAP EKONOMI MASYARAKAT DESA HUTAN (Studi Evaluasi Program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Lembaga Masyarakat Desa Hutan Artha Wana Mulya Desa Sidomulyo Kabupaten

0 2 14

ANALISIS PENGETAHUAN KOGNITIF PETANI HUTAN DALAM PELAKSANAKAN PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DESA JOMBLANG KECAMATAN JEPON KABUPATEN BLORA

2 18 131

Strategi Divisi Humas Dan Agraria (Hugra) Perusahaan Perum Perhutani Melalui Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Dalam Pembinaan Lingkungan Di Ciwidey Kabupaten Bandung

0 29 114

Analisis Biaya Manfaat Perdagangan Karbon Bagi Petani Gerakan Menabung Pohon (Studi Kasus: Desa Neglasari, Kecamatan Darangdan, Kabupaten Purwakarta)

0 2 91

Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Utara Jawa Barat

4 28 104

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai resolusi konflik sumber daya hutan"Reviwer"

0 2 6

Efektivitas Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai Resolusi Konflik Sumber Daya Hutan

0 7 109

KEBIJAKAN PERUM PERHUTANI KESATUAN PEMANGKUAN HUTAN SARADAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT MELALUI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

1 20 161