Metode Penelitian 1 Latar Belakang

7 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Kesejarahan 3.1.1 Sejarah Banten Lama 3.1.1.1 Banten sebelum masuknya Islam Banten Lama mencapai kejayaan pada abad XIX memiliki perjalanan sejarah yang panjang. Setelah jatuhnya Kerajaan Jawa oleh Sriwijaya, di tanah bekas Kerajaan Tarumanagara yang pernah ada hingga akhir abad ke-5, berdiri sebuah kerajaan bernama Sunda dengan ibu kota yaitu Banten Girang yang tunduk dibawah kerajaan Sriwijaya sekitar tahun 932M Gulliot, 2008. Penguasaan Sriwijaya terhadap Sunda-Banten berlangsung hingga penghujung abad ke-12. Pada kurun waktu tersebut Banten Girang mengalami kemakmuran yang ditandai dengan pertumbuhan impor keramik cina selama abad ke-11 hingga abad ke-12. Banten girang memiliki sebuah pelabuhan di sebelah utara dengan jarak sekitar 13 km ke utara Gambar 4 yang ramai didatangi oleh pedagang asing. Secara geografis jalur yang digunakan untuk menghubungkan Banten Girang dengan pelabuhannya melalui jalur air yaitu Sungai Cibanten dan jalur darat melalui Kelapa Dua. Perseteruan antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Jawa mengakibatkan daerah perbatasan seperti Banten Girang menjadi daerah yang jarang tersentuh oleh kebijakan pada saat salah satu dari kerajaan tersebut menguasai Banten Girang sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh Banten Girang untuk mengembangkan negerinya secara mandiri. 3.1.1.2 Masuknya Islam ke Banten Menjelang Kerajaan Sunda berakhir pada tahun 1579, pangeran Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam dari Cirebon ke Banten. Syarif Hidayatullah beserta pasukan dari Kerajaan Demak, tiba di Banten pada Gambar 4 Sungai Cibanten, penghubung Banten Girang dengan laut Sumber : Lubis, 2004 8 tahun 1522 untuk menyebarkan agama Islam dan terbentuk komunitas Islam di Banten Lubis, 2004. Pada awal abad ke-16 yang berkuasa di Banten adalah Prabu Pucuk Umun dengan pusat pemerintahan setingakat kadipaten di Banten Girang dibawah kekuasaan Kerajaan Padjajaran Guillot, 2008. Penaklukan Banten Girang oleh Syarif Hidayatullah dimulai dengan menaklukan kawasan Pulosari sebagai daerah spiritual Banten Girang pada tahun 1525 Michrob dan Chudari, 2011. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan penaklukan Banten Girang secara keseluruhan. Setelah menguasai Banten Girang, ajaran agama Islam mulai diterima dan berkembang, Syarif Hidayatullah lalu menikah dengan Nyai Kawunganten dan melahirkan dua anak yang diberi nama Ratu Winahon dan Hasanuddin. Setelah putranya dewasa, Syarif Hidayatullah dan Hasanuddin terus berusaha memperluas penyebaran agama Islam kepada masyarakat Banten. Dengan memerintahkan anaknya, Maulana Hasanuddin, untuk memindahkan ibukota Banten dari Banten Girang ke pesisir sebelah utara Banten. Peristiwa tersebut dimungkinkan terjadi pada tanggal 1 Muharram 933 Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 Masehi Michrob dan Chudari, 2011. Peranan Syarif Hidayatullan masih tinggi dalam perkembangan agama Islam dan tata kota, hingga tahun 1552 Banten menjadi negara bagian dibawah kekuasaan Kerajaan Demak dengan Hasanuddin yang bergelar Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan sebagai rajanya.

3.1.1.3 Masa Pemerintahan Kesultanan Banten 1. Maulana Hasanuddin 1552-1570

Penggambaran pembentukan kesultanan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin memiliki data yang terbatas. Diogo do Couto dan Fransisco de Sa menggambarkan bahwa kota Banten terletak di pesisir dengan lebar 3 mil, kota ini memiliki panjang 850 depa di tepi pantai panjangnya 400 depa. Ada anak sungai disepanjang pinggiran kota yang hanya dapat dimasuki oleh perahu kecil. Kota Banten dikelilingi oleh benteng terbuat dari bata selebar tujuh telapak tangan. Bangunan pertahanannya terbuat dari kayu Djayadiningrat 1983, diacu dalam Michrob dan Chudari, 2011. Terdapat area alun-alun dengan beragam fungsi seperti kegiatan rapat kerajaan, ketentaraan, kesenian dan pasar di pagi hari. Sebelah selatan alun-alun terdapat istana raja dan berdiri bangunan Srimaganti di samping istana yang digunakan sebagai tempat raja menyambut tamu dan bertatap muka dengan rakyat. Penempatan Kota Banten di pesisir utara membuat hubungan perdagangan dengan negara di nusantara serta dunia menjadi lebih mudah. Maulana Hassanuddin mengembangkan pertumbuhan perekonomian dengan memperluas area pertanian dan perkebunan terutama perkebunan lada sebagai komoditi utama saat itu. Maulana Hasanuddin wafat pada tahun 1570 dan dimakamkan di samping Masjid Agung dan kepemerintahan Banten diteruskan oleh putranya Maulana Yusuf. 2. Maulana Yusuf - 1570-1580 Pada pemerintahan Maulana Yusuf, pembangunan kota lebih tertumpu pada keamanan wilayah, perdagangan dan pertanian. Sejak pemerintahan Maulana 9 Hasanuddin, Banten telah membentuk pasukan khusus yang dapat bergerak cepat dibawah pimpinan Maulana Yusuf untuk mengatasi ancaman dari luar terutama dari Kerajaan Padjajaran dan pada tahun 1579 pasukan Banten merebut Pakuan, ibukota Kerajaan Padjajaran. Upaya dalam memperkuat pertahanan kota juga diwujudkan dengan memperkuat kota dan dinding benteng seperti yang disebutkan dalam Babad Banten pupuh XXII yang mengatakan bahwa Maulana Yusuf membangun kota dan benteng dari bata dan karang Gawe Kuta Baluwarti Bata Kalawan Kawis . Maulana Yusuf juga membentuk kebijakan-kebijakan dalam mengatur penempatan penduduk berdasarkan keahlian dan asal daerah penduduk Ambary, 1977. Secara umum penempatan penduduk asing di tempatkan di luar benteng kota sedangkan penduduk dalam negeri ditempatkan di dalam benteng. Nama yang digunakan mencerminkan penduduknya seperti Pecinan, diperuntukan bagi pendatang dari Cina, Pabean yang berarti tempat pemungutan bea masuk dan bea keluar, Pakojan pemukiman untuk pendatang dari India, Kebalen tempat untuk pendatang dari Bali, Pamarican tempat penyimpanan merica, Panjunan tempat pemukiman pengrajin gerabah anjun, Sukadiri tempat pengecoran logam dan senjata lalu ada Kesantrian untuk para senopati dan prajurit, Kafakihan untuk pada ulama-ulama Michrob 1981, diacu dalam Michrob dan Chudari 2011. Penataan kota yang baik dan gangguan dari luar yang telah berkurang membuat Banten berkembang dengan pesat, pengembangan yang lain berupa penambahan serambi timur Masjid Agung Mundardjito 1978, diacu dalam Michrob dan Chudari, 2011 dan menara dengan bantuan arsitek muslin asal Mongolia, Cet Ban Cut Ismail 1983, diacu dalam Michrob dan Chudari 2011. Sedangkan untuk mendukung kegiatan pertanian Maulana Yusuf membangun danau buatan bernama Tasikardi yang berfungsi sebagai penampung air untuk mengairi sawah-sawah dan juga sebagai penyedia air bersih bagi kebutuhan keluarga raja di Keraton Surosowan. Maulana Yusuf wafat pada tahun 1580 dan dimakamkan di Pekalangan Gede dekat Desa Kasunyatan saat ini.

3. Maulana Muhammad 1580-1596 Pada masa pemerintahan Maulana Muhamad pertama kali kapal asal Belanda

datang ke Banten. Kapal-kapal besar berlabuh di teluk Banten sedangkan untuk transportasi dan mengangkut berbagai komoditas digunakan kapal-kapal kecil yang dapat berlayar melalui sungai yang mengapit Kota Banten. Keadaan Kota Banten tergambar dalam sketsa peta oleh Cornelis de Houtman pada tahun 1596 yang memperkirakan saat itu luas kota Banten serupa dengan luas kota Amsterdam Gambar 5. Perluasan daerah kekuasaan dan penyebaran agama terjadi pada sebuah peristiwa penyerangan ke Palembang, hal tersebut diusulkan oleh Pangeran Mas, Putra Aria Pangiri dari Demak. Meskipun pasukan 200 kapal perang Maulana Muhammad serta pasukan dari darat dibawah kepemimpinan Mangkubumi dapat memukul mundur pasukan Palembang, namun peristiwa ini mengakibatkan meninggalnya Maulana Muhammad dan Banten kembali tanpa hasil Michrob dan Chudari 2011. Pemerintahan kemudian diserahkan kepada anaknya, Abul Mafakhir. 10 4. Sultan Abul Mafakir Mahmud Abdul Kadir 1596-1651 Abul Mafakir dinobatkan sebagai penerus Maulana Muhammad ketika beliau berusia 5 bulan sehingga ditunjuklah seorang wali yaitu Mangkubumi Jayanagara, seorang pejabat tinggi pemerintah punggawa untuk menjalankan roda pemerintahan. Kejayaan Banten dibawah kepemimpinan Mankubumi mulai goyah setelah wafatnya pada tahun 1602 dan digantikan oleh adiknya. Banyak ketidakpuasan yang terjadi antara pihak pangeran dan punggawa. Kondisi saat itu digambarkan sangat kacau sehingga perdagangan dihentikan Guillot, 2008 sampai terjadinya peristiwa pailir atau peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh Pangeran Kulon, cucu dari Maulana Yusuf dari Ratu Winaon dan Pangeran Gabang. Perjanjian damai dilakukan untuk mengatasi perang saudara yang berlangsung kurang lebih selama empat bulan tersebut. Keadaan Banten mulai mereda dan Pangeran Arya Ranamanggala diangkat sebagai wali raja. Sultan Abul Mafakhir dewasa memegang kekuasaan Banten secara penuh setelah Arya Ranamanggala mengundurkan diri pada tahun 1624 Guillot, 2008. Situasi politik saat itu terjadi berbagai pertempuran-pertempuran dengan Belanda yang telah Batavia. Pertempuran-pertempuran yang didominasi oleh kemenangan Banten tersebut berakhir dengan gencatan senjata pada tanggal 10 Juli 1636 Michrob dan Chudari, 2011. Pada tanggal 10 Maret 1951, Sultan Abul Mafakir Abdul Kadir meninggal dunia dan dikebumikan di Desa Kenari.

5. Sultan Ageng Tirtayasa – Abul Fath’ Abdul Fattah 1651-1683

Penguasaan Belanda semakin kuat di tanah nusantara, terlebih setelah Belanda menguasai Malaka pada tahun 1641, merebut Ambon dan Tidore 1605 dan peristiwa perjanjian Mataram dengan Belanda 1647 yang membuat kegiatan perdagangan dimonopoli oleh Belanda Michrob dan Chudari, 2011. Saat itu, Gambar 5 Sketsa keadaan Kota Banten yang disamakan dengan Kota Amsterdam tahun 1596. Sumber : Tropen Museum