EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI Analisis Komposisi Minyak Atsiri Fuli dan Biji Pala Papua (Myristica argentea Warb) dengan GC-MS

23 Kandungan minyaklemak pada tanaman disebabkan oleh biosintesis lipida. Biosintesi lemakminyak merupakan proses multikompartemen. Menurut Harwood dan Page 1994, deposisi minyak pada jaringan yang berbeda terjadi pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan biji yang mengandung minyak biasanya terdiri dari tiga fase. Fase pertama melibatkan pembelahan sel yang sangat cepat dan hanya sedikit mensintesis minyak. Pada fase ini jenis minyak yang dibuat lebih banyak glikolipid dan fosfolipid penyusun membran dari pada minyak yang disimpan. Oleh karena itu, minyak pada embrio muda cenderung tinggi kandungan asam linoleat dan linolenatnya terlepas dari spesies tanaman. Pada fase kedua, sintesis minyak mencapai maksimum. Pada fase ini disintesis asam lemak yang khas untuk spesiesnya, seperti pembentukan miristat pada pala atau stearat pada kelapa. Fase ketiga adalah periode desikasi. Pada periode ini hanya terjadi sedikit sintesis minyak biji. Lemak yang dihasilkan pada biji pala papua berupa padatan pada suhu kamar, sedangkan minyak fuli berwujud cairan pada suhu kamar. Lipida yang berupa cairan pada suhu kamar disebut minyak, dan terutama disusun oleh asam lemak tidak jenuh seperti asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Sedangkan yang berupa padatan pada suhu kamar disebut lemak dan tersusun terutama oleh asam lemak jenuh seperti asam palmitat. Berdasarkan hal diatas, bila pengembangan biji pala diarahkan untuk diambil lemak palanya, akan lebih potensial digunakan biji pala yang sudah tua. Bila pemanfaatan pala untuk diambil asam lemak tidak jenuhnya, akan lebih baik bila diambil dari minyak fuli pala. Bila pemanfaatan pala untuk diambil asam lemak jenuhnya, sebaiknya diambil dari lemak biji pala.

D. EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI

Untuk mengetahui potensi minyak atsiri biji dan fuli pala papua, perlu diketahui persentase kandungan minyak atsiri yang terdapat didalamnya. Jumlah minyak atsiri dalam pala dapat diketahui dengan cara mengekstraksi minyak atsiri di dalamnya. Bagian pala papua yang diekstraksi adalah biji dan fulinya. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode Simultaneous Steam Distillation– Extraction SDE Likens-Nickerson. Metode ini dipilih karena populer dan banyak diaplikasikan dalam analisis flavor. Selain proses destilasi, metode ini juga menggunakan prinsip ekstraksi. Pelarut akan menguap kemudian mengekstraksi komponen volatil yang menguap saat didestilasi. Keuntungan dari metode ini adalah mampu memperkecil hilangnya komponen volatil minor saat proses destilasi. Selain itu metode ini juga menggunakan pelarut yang relatif sedikit, namun dengan kuantitas bahan sampel yang cukup banyak. Menurut Self 2005, jika dibandingkan metode lain seperti metode High-vacuum Distillation , SDE Likens-Nickerson menghasilkan yield dengan aroma yang lebih intens. Namun metode ini kurang tepat bila diterapkan dalam skala industri karena tidak dapat mengekstraksi bahan dengan jumlah banyak. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri pada penelitian ini adalah dietil eter. Pemilihan pelarut berdasarkan pada kepolaran dan titik didihnya. Menurut Cronin 1982, pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi komponen flavor harus memiliki titik didih rendah agar memudahkan penguapan pelarut dari hasil ekstraksi dan tidak merusak komponen yang terekstrak. Mukhopadhyay 2002 menyebutkan bahwa dietil eter memiliki titik didih rendah yaitu 34.6 °C keadaan STP dan kelarutan dalam air 6.9 g100 ml 20 °C. Jika dibandingkan dengan pelarut lain, dietil eter memiliki sifat keatsirian mudah menguap yang tinggi. Hal inilah yang menyebabkan dietil eter cocok digunakan dalam ekstraksi minyak atsiri. 24 Setelah proses ekstraksi, minyak atsiri perlu dipekatkan agar pelarut dietil eter dapat hilang. Proses pemekatan dilakukan dengan kolom vigreux. Kolom vigreux biasanya digunakan untuk memekatkan larutan yang memiliki titik didih yang berdekatan antara pelarut dan zat terlarut. Kolom vigreux memekatkan larutan dengan cara menguapkan komponen yang mudah menguap pelarut dengan mencegah ikut menguapnya zat yang lain minyak atsiri. Hasil pekatan destilasi minyak atsiri menggunkan metode SDE Likens-Nickerson dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pekatan destilasi minyak atsiri pala papua dengan metode Liken-Nickerson Minyak atsiri bb Basis basah BB Basis kering BK Fuli umur 4 bulan 4.97 6.78 Fuli umur 8 bulan 2.69 3.33 Biji umur 4 bulan 2.32 9.22 Biji umur 8 bulan 2.45 3.04 Berdasarkan basis kering, hasil ekstraksi minyak atsiri pala papua lebih banyak terdapat pada biji umur empat bulan dan fuli umur empat bulan. Fuli pala papua umur empat bulan lebih banyak mengandung minyak atsiri daripada fuli umur delapan bulan, begitu pula pada persentase minyak atsiri biji BK. Menurut Ketaren 1985, biji pala muda menghasilkan rendemen minyak yang lebih besar dibandingkan dengan biji pala tua. Inilah yang melandasi destilasi minyak atsiri oleh industri banyak dilakukan pada buah pala umur empat bulan. Namun kadar minyak atsiri pala papua masih lebih rendah daripada pala banda Myristica fragrans Houtt. Nurdjannah 2007 menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri biji pala banda rata-rata 12 dan minyak fuli rata-rata 11 dalam basis basah.

E. KOMPONEN MINYAK ATSIRI