Analisis Senyawa Kimia Minyak Atsiri Akar Sembung (Blumea Balsamifera DC) Dengan GC-MS Serta Uji Aktivitas Antimikroba Dan Antioksidan

(1)

ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG

(Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS SERTA UJI

AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN

TESIS

Oleh; MAYANG SARI

127006001/ KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG

(Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS SERTA UJI

AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam program studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

MAYANG SARI 127006001

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(3)

Judul Tesis :

Nama : Mayang Sari

Nomor Pokok : 127006001 Program studi : Kimia

Menyetujui : Komisi Pembimbing

( Lamek Marpaung, M.Phil,Ph.D ) ( Prof.Dr. Tonel Barus)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

( Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D) (Dr. Sutarman, MSc)

Tanggal lulus : 22 Juli 2014

ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG (Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS SERTA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 22 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Dr. Lamek Marpaung, M.Phil Anggota : 2. Prof.Dr. Tonel Barus

3. Dr. Hamonangan Nainggolan, Msc 4. Prof.Dr. Jamaran Kaban, Msc 5. Dr. Sovia Lenny, MS


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

JUDUL TESIS : ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG (Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS SERTA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014 Penulis


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji Syukur yang tak terhingga penulis ucapkan dengan segala kerendahan hati dan diri kepada Allah SWT, Sang Khaliq yang senantiasa mencurahkan segala nikmat Iman, Islam dan Ihsan, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Allah sebagai teladan insan terbaik; Rasulullah Muhammad SAW sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini dengan sebaik mungkin. Tesis ini berjudul “ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG

(Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS SERTA UJI AKTIVITAS

ANTIMIKROBA DAN ANTIOKSIDAN ”. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universias Sumatera Utara Medan.

Keberhasilan dari penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dan telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DMT & H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) dan Dr. Sutarman, M.Sc selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D dan Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Pascasarjana Ilmu Kimia. Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Ilmu Kimia yang telah membimbing dan memotivasi serta memberi disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.

3. Bapak Lamek Marpaung, M.Phil,Ph.D selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof.Dr Tonel Barus selaku dosen pembimbing II yang telah


(7)

4. dengan sabar meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta memberikan masukan, saran, dan petunjuk kepada penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan tesis ini.

5. Seluruh staf laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA USU, Terutama Bapak Dr. Lamek Marpaung, Ph.D, laboratorium Fitokimia Farmasi FMIPA USU, laboratorium Mikrobiologi PTKI Medan. Kak Lely selaku tata usaha Pascasarjana Ilmu Kimia USU.

6. Orangtua penulis, buat Ayahanda dan Ibunda Misnawaty yang selalu sabar dan mendoakan, memberi perhatian, dan menjadikan inspirasi di setiap langkah hidup kami.

7. Kepada Suami, yang selalu mendoakan dan memotivasi penulis.

8. Sahabat seperjuangan yang selalu mengerti, membantu, dan berbagi dalam suka dan duka dan selalu mendoakan yang terbaik kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah dengan sabar mendengarkan segala keluh kesah dan memberikan masukannya kepada penulis.

Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis. Penulis berharap Allah memberikan Berkah-Nya berlipat ganda kepada kalian, amin ya Rabbalalamin.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sangat diharapkan penulis demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Medan, Juli 2014 Penulis


(8)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Mayang Sari

2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan/11 Maret 1974 3. Agama : Islam

4. Status : Menikah

5. Alamat : Jln. Binjai km 6,8 gg. Nuri no.6 Medan 6.Nama Suami : Rizal Zulkhairi, ST

8.Nama Ayah : Norman 9.Nama Ibu : Misnawaty 10. Riwayat Pendidikan :

SD Methodist 6 Medan : Tahun 1987 SMP Negeri 16 Medan : Tahun 1990 SMA Negeri 4 Medan : Tahun 1993 S-1 Teknik Kimia USU Medan : Tahun 1999 S-2 MIPA Kimia USU Medan : Tahun 2014


(9)

ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG

(Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS

SERTA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA

DAN ANTIOKSIDAN

ABSTRAK

Hasil isolasi minyak atsiri akar Blumea balsamifera DC ini dilakukan dengan cara destilasi air (hidrodestilasi) didapat kadar minyak atsiri 0,17% (v/b). Analisis komponen kimia minyak atsiri akar Blumea balsamifera DC menggunakan metoda gabungan Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa (GC-MS), memperlihatkan bahwa minyak akar Blumea balsamifera DC memiliki 21 komponen kimia dengan 14 komponen utama (kandungan diatas 1%) yaitu : Propane, 2-Ethoxy ; 1,3,6-Octatriene, 3,7-Dimethyl (ocimena); Thujopsen-13; Thymohydroquinone Dimethyl Ether; 2-Allyl-1,4-Dimethoxy-3-Methyl-Benzene; Thymol; Neryl Acetat; 1,5-Dimethyl-1-Vinil-4-Hexenyl-3-Methil Butanoate; Geranyl Pentanoate; 5-Oxatricyclo [8.2.0.0(4,6)] Dodecane, 1,2-trimethyl-9-Methylene dan Tridecane. Berdasarkan hasil uji antimikroba terhadap 4 jenis mikroba, memberikan hasil yang positif pada

Staphylococcus aureus, Escherichia coli , Salmonella typhi dan Candida Albicans. Dan Uji antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa minyak atsiri dari akar Blumea balsamifera DC memiliki persen aktivitas antioksidan yang baik (12,1 ppm) , sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber antioksidan alami.

Kata kunci: Akar Blumea balsamifera DC, Minyak atsiri , Hidrodestilasi , uji aktivitas antimikroba, uji antioksidan.


(10)

CHEMICAL COMPOUNDS ANALYSIS OF SEMBUNG ROOTS

(

Blumea balsamifera DC

) ESSENTIAL OIL

WITH GC-MS AND TEST ANTIMICROBIAL

ACTIVITY AND ANTIOXIDANT

ABSTRACT

The results of the root essential oil isolation Blumea balsamifera DC is done by water distillation (hidrodestilasi) obtained volatile oil content of 0.17% (v / w). Analysis hemical components essential oils roots of roots Sembung using a combined method of Gas Chromatography and Mass Spectrometry (GC-MS), shows that the roots of Blumea balsamifera DC oils have chemical components 21 to 14 major components (content above 1%) are: Propane, 2-Ethoxy; 1,3,6-Octatriene, 3,7-Dimethyl (ocimena); Thujopsen-13; Thymohydroquinone 3,7-Dimethyl Ether; 2-Allyl-1 ,4-Dimethoxy-3-Methyl-Benzene; Thymol; Neryl acetate; 1,5-Dimethyl-1-vinyl-4-Hexenyl-3-Methil Butanoate; Geranyl Pentanoate; 5-Oxatricyclo [8.2.0.0 (4,6)] Dodecane, 1,2-trimethyl-9-methylene and Tridecane. Based on the results of antimicrobial testing against 4 types of microbes, gave a positive result in Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi and Candida albicans. And antioxidants with DPPH test showed that the essential oil from the roots of Blumea balsamifera DC has a good percent antioxidant activity (12,1 ppm), so it can be used as a source of natural antioxidants.

Keywords: Root Blumea balsamifera DC, Essential oils, hidrodestilasi, test the antimicrobial activity, antioxidant test.


(11)

DAFTAR ISI

Nomor Judul Halaman

KATA PENGANTAR i

RIWAYAT HIDUP iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Lokasi Penelitian 4

1.6 Manfaat Penelitian 5

1.7 Metodologi Penelitian 5

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metabolit Skunder Tumbuhan sebagai Obat Tradisional 6

2.2 Minyak Atsiri 6

2.3 Tumbuhan Sembung (Blumea Balsamifera DC) 9 2.4 Isolasi Minyak Atsiri 11


(12)

2.4.1 Ekstraksi Komponen Bahan Alam 11

2.4.2 Metode Penyulingan 12

2.5 Analisa Minyak Atsiri Menggunakan GC-MS 14

2.5.1 Kromatografi Gas 14

2.5.2 Spektrofotometri Massa 17

2.6 Uji Aktivitas Antimikroba 20

2.7 Mekanisme Antimikroba 21

2.8 Amoksisilin 22

2.9 Daya Kerja Antimikrobial 22

2.10 Jenis Bakteri yang Diuji 23

2.10.1 Staphylococcus Aureus 25

2.10.2 Escherichia Coli 26

2.10.3 Salmonella Thypi 27

2.10.4 Candida Albicans 28

2.11 Antioksidan 29

2.12 Sumber Antioksidan 30

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian 32

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 32

3.3 Alat Dan Bahan

3.3.1 Alat – Alat Yang Digunakan 32

3.3.2 Bahan – Bahan Yang Digunakan 33

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Persiapan Sampel 33

3.4.2 Ekstraksi Minyak Atsiri 33

3.4.3 Kromotografi Gas – Spektrometer Massa (GC-MS) 34 3.4.4 Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri 34


(13)

3.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri 36

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Hasil Penelitian

4.1.1 Ekstraksi Minyak Atsiri 40

4.1.2 Hasil Analisis Kromatografi Gas-Spektrometr Massa 40 4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisis Data Spektrum GC-MS 43

4.2.2 Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri Akar Sembung 67 4.2.3 Indeks Antimikrobial Kontrol Positif dan Negatif 70 4.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Minyak Atsiri Akar Sembung 72

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan 77

5.2Saran 78

DAFTAR PUSTAKA 79


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Beberapa Suktur Monoterpen 8

2.2 Struktur Seskuiterpen 8

2.3 Tumbuhan Sembung 10

2.4 Skema Alat GC-MS 14

2.5 Diagram Spektrometer Massa 18

2.6 Struktur Kimia Amoksisilin 22

2.7 Stapilococus aureus 25

2.8 Escherichia coli 26

2.9 Salmonella typhi 27

2.10 Candida albicans 28

2.11 Struktrur senyawa DPPH radikal bebas dan non radikal 31 3.1 Bagan Penelitian Pembuatan Minyak Atsiri 38 3.2 Bagan Penyiapan Mikroba Uji 39

3.3 Bagan Uji Aktivitas Antimikroba 39

4.1 Kromagram Minyak Atsiri Akar Sembung 41 4.2 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 22,81 44 4.3 Pola Fragmentasi Senyawa Thymohydroquinone Dimethyl Ether 46 4.4 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 20,39 47 4.5 Pola Fragmentasi Senyawa Naphthalene,

1,2,3,5,6,7,8,8A-Octahydro-1,8A-Dimethyl 49 4.6 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 7,024 50 4.7 Pola Fragmentasi Senyawa 1,3,6-Octatriene, 3,7-Dimethyl

(cis-Ocimene) 51


(15)

4.9 Pola Fragmentasi Senyawa Thujopsen 54 4.10 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 21,183 55 4.11 Pola Fragmentasi Senyawa Alloaromadendren 56 4.12 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 16,864 57 4.13 Pola Fragmentasi Senyawa Anisole, 2-isopropil,-5 methyl 58 4.14 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 23,151 59 4.15 Pola Fragmentasi Senyawa 2-Allyl-1,4-Dimethoxy-3-

Methyl-Benzene (Metil Eugenol) 60

4.16 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 24,033 61

4.17 Pola Fragmentasi Senyawa Thymol 62

4.18 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 24,175 63 4.19 Pola Fragmentasi Senyawa Neryl Acetat 63 4.20 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 24,275 64 4.21 Pola Fragmentasi Senyawa Bycyclo Undec-4-ene,4,11,11

-Trimethyl-8-Methylene (gama caryopilen) 65 4.22 Spektrum Massa Minyak Atsiri Dengan RT 26,808 66 4.23 Pola Fragmentasi Senyawa 5-Oxatricyclo [8.2.0.0(4,6)]

Dodecane,1,2-trimethyl-9-Methylene 66 4.24 Diameter Zona Hambat Pertumbuhan Mikroba oleh Minyak Atsiri 68 4.25 Perbandingan Indeks Antimikrobial Amoksisilin dengan Minyak 70

4.26 Mekanisme DPPH Akseptor 73

4.27 Kurva Regresi Linier Pengujian Antioksidan Minyak Atsiri 74 4.28 Kurva Regresi Linier Pengujian Antioksidan Vitamin C 741


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi Senyawa Terpenoid 7

2.2 Perbedaan Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif 30 4.1 Komponen Minyak Atsiri Akar Tumbuhan Sembung 42 4.2 Data Penghambatan Minyak Atsiri terhadap Mikroba 67 4.3 Data Penghambatan Kontrol Positif dan Kontrol Negatif 70 4.4 Indeks Antimikrobial Minyak Atsiri terhadap Amoksisilin 71 4.5 Hasil Pengukuran Aktivitas Antimikroba Vitamin C 74 4.6 Hasil Pengukuran Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri 75


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Herbarium Tumbuhan Akar Sembung 84

2. Foto Tumbuhan Akar Sembung 85

3. Gambar Alat Stahl 85

4. Perhitungan Kadar Minyak Atsiri 85

5. Alat GC-MS 86

6. Alat Spektrofotometer UV-Vis 86

7. Foto Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri 86 8. Foto Uji Aktivitas Antimikroba Amoksisilin 86

9. Kondisi Operasi GC-MS 87

10. Spektrum GC-MS pada RT 7,024 88

11. Spektrum GC-MS pada RT 16,864 89

12. Spektrum GC-MS pada RT 19,811 90

13. Spektrum GC-MS pada RT 20,390 91

14. Spektrum GC-MS pada RT 21,243 92

15. Spektrum GC-MS pada RT 22,474 93

16. Spektrum GC-MS pada RT 22,914 94

17. Spektrum GC-MS pada RT 23,151 95

18. Spektrum GC-MS pada RT 24,140 96

19. Spektrum GC-MS pada RT 24,215 97

20. Spektrum GC-MS pada RT 26,342 98


(18)

ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI AKAR SEMBUNG

(Blumea balsamifera DC) DENGAN GC-MS

SERTA UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA

DAN ANTIOKSIDAN

ABSTRAK

Hasil isolasi minyak atsiri akar Blumea balsamifera DC ini dilakukan dengan cara destilasi air (hidrodestilasi) didapat kadar minyak atsiri 0,17% (v/b). Analisis komponen kimia minyak atsiri akar Blumea balsamifera DC menggunakan metoda gabungan Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa (GC-MS), memperlihatkan bahwa minyak akar Blumea balsamifera DC memiliki 21 komponen kimia dengan 14 komponen utama (kandungan diatas 1%) yaitu : Propane, 2-Ethoxy ; 1,3,6-Octatriene, 3,7-Dimethyl (ocimena); Thujopsen-13; Thymohydroquinone Dimethyl Ether; 2-Allyl-1,4-Dimethoxy-3-Methyl-Benzene; Thymol; Neryl Acetat; 1,5-Dimethyl-1-Vinil-4-Hexenyl-3-Methil Butanoate; Geranyl Pentanoate; 5-Oxatricyclo [8.2.0.0(4,6)] Dodecane, 1,2-trimethyl-9-Methylene dan Tridecane. Berdasarkan hasil uji antimikroba terhadap 4 jenis mikroba, memberikan hasil yang positif pada

Staphylococcus aureus, Escherichia coli , Salmonella typhi dan Candida Albicans. Dan Uji antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa minyak atsiri dari akar Blumea balsamifera DC memiliki persen aktivitas antioksidan yang baik (12,1 ppm) , sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber antioksidan alami.

Kata kunci: Akar Blumea balsamifera DC, Minyak atsiri , Hidrodestilasi , uji aktivitas antimikroba, uji antioksidan.


(19)

CHEMICAL COMPOUNDS ANALYSIS OF SEMBUNG ROOTS

(

Blumea balsamifera DC

) ESSENTIAL OIL

WITH GC-MS AND TEST ANTIMICROBIAL

ACTIVITY AND ANTIOXIDANT

ABSTRACT

The results of the root essential oil isolation Blumea balsamifera DC is done by water distillation (hidrodestilasi) obtained volatile oil content of 0.17% (v / w). Analysis hemical components essential oils roots of roots Sembung using a combined method of Gas Chromatography and Mass Spectrometry (GC-MS), shows that the roots of Blumea balsamifera DC oils have chemical components 21 to 14 major components (content above 1%) are: Propane, 2-Ethoxy; 1,3,6-Octatriene, 3,7-Dimethyl (ocimena); Thujopsen-13; Thymohydroquinone 3,7-Dimethyl Ether; 2-Allyl-1 ,4-Dimethoxy-3-Methyl-Benzene; Thymol; Neryl acetate; 1,5-Dimethyl-1-vinyl-4-Hexenyl-3-Methil Butanoate; Geranyl Pentanoate; 5-Oxatricyclo [8.2.0.0 (4,6)] Dodecane, 1,2-trimethyl-9-methylene and Tridecane. Based on the results of antimicrobial testing against 4 types of microbes, gave a positive result in Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi and Candida albicans. And antioxidants with DPPH test showed that the essential oil from the roots of Blumea balsamifera DC has a good percent antioxidant activity (12,1 ppm), so it can be used as a source of natural antioxidants.

Keywords: Root Blumea balsamifera DC, Essential oils, hidrodestilasi, test the antimicrobial activity, antioxidant test.


(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Peluang pengembangan budidaya tanaman obat-obatan masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional. Sehingga tumbuhan merupakan sumber bahan alam hayati yang memegang peranan penting sebagai sumber zat kimia berkhasiat yang terdapat dialam. Kimia bahan alam selalu menarik perhatian para ahli kimia untuk mencari senyawa baru.

Tumbuhan obat merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan biokatif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat. ( Gunawan, 2004)

Minyak atsiri atau disebut juga volatile oil atau essential oil adalah istilah yang digunakan untuk minyak mudah menguap dan diperoleh dari jaringan tanaman (daun, bunga, buah, kulit batang, dan akar). Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang diperoleh dari hasil metabolisme sekunder tanaman yang komposisi kimianya sangat tergantung pada jenis tumbuhan, daerah tempat tumbuh, iklim, dan bagian tumbuhan yang diambil minyaknya (Guenther, 2006).

Cara yang telah dilakukan untuk mengisolasi minyak atsiri yaitu dengan hidrodestilasi (penyulingan bersama air), penyulingan uap-air dan penyulingan uap langsung maupun ekstraksi dengan memakai pelarut. (Guenter 1987).

Salah satu tumbuhan yang dapat menghasilkan minyak atsiri adalah tumbuhan sembung (B.balsamifera,). Beberapa kajian terhadap tumbuhan sembung telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Ruth, (1994) melaporkan adanya efek infus daun sembung terhadap fertilitas mencit betina.

Pudjiastuti,(1996) melakukan uji khasiat analgetik infus daun sembung pada mencit putih jantan . Hasil percobaan menunjukkan bahwa daun sembung dapat menekan rasa sakit.


(21)

Muhlisah, (1999) menyatakan kandungan minyak atsiri daun sembung: cineole, borneol, kapur barus / kamper dammar, zat samak (tanin) , Borneol, limonene, di-methyl ether phloroacetophenon, asam palmitin, myristin, alkohol sesquiterpen, dimetileter khlorasetofenon, tanin, pirokatechin, glikosida. Karena mengandung flavanol, ia juga berkhasiat antiradang.

Dan berdasarkan penelitian Katno, dkk(1999) diketahui bahwa ekstrak etanol daun sembung dapat menghambat pertumbuhan mikroba S. aureus dan E.coli. Juga telah dilaporkan bahwa daun sembung bersifat sebagai anti oksidan (Nessa, dkk, 2004).

Penelitian terhadap minyak atsiri daun sembung telah dilakukan dan berhasil mengidentifikasi senyawa μ -Pinena, DL-Kamfor, Borneol, 1,3,4,5,6,7 heksahidro 2,5,5 trimetil 2H-β,4a etanonaftalena, isokarriofilena, α kariofilena, kariofilena, Patchulana, Globulol dan 3,7,11 trimetil 1,6,10 dodekatriena 3-ol. (Andria, 2000).

Hiroo Hasegawa, dkk (2007) melaporkan bahwa pengobatan kombinasi ekstrak tumbuhan sembung (dihydroflavonol BB-1) dan TRAIL (terkait apoptosis-inducing ligand) menjadi strategi baru untuk terapi kanker.

Md Nazrul (2009), diketahui 50 komponen dari minyak atsiri tumbuhan sembung dengan komponen yang dominan : borneol, caryophyllene, ledol, tetracyclo[6,3,2,0,(2.5),1,8]tridecan-9-ol, 4,4-dimethyl, phytol, caryophyllene oxide, guaiol, thujopsene-1γ, dimethoxydurene dan -eudesmol.

Sakee U (2011), uji aktivitas antimikroba pada ekstrak dan minyak atsiri tumbuhan sembung menunjukkan bahwa minyak atsiri lebih aktiv dari ekstraknya terhadap Bacillus cereus, S.Aureus dan C.albicans.

L.Khairani,(2011) juga melaporkan bahwa minyak atsiri daun sembung mengandung senyawa kimia :Linalool, trans- -Ocemene, Kamper, Borneol, 2H-3,4a-Ethanonaptalen, Aromadendalal, trans-Caryophule.

L.Nurliana (2012), uji efek antidiare rebusan daun sembung terhadap mencit jantan menunjukkan dosis 39 mg/g memberikan aktivitas antidiare yang paling baik.


(22)

Kegunaan tumbuhan sembung di masyarakat dimanfaatkan sebagai tanaman obat yang berkhasiat untuk mengobati reumatik sendi, persendian sakit setelah melahirkan, nyeri haid, datang haid tidak teratur, influenza, demam, sesak napas (asma), batuk, bronchitis, perut kembung, diare, perut mules, sariawan, nyeri dada akibat penyempitan pembuluh darah koroner dan kecing manis. Pada bagian akar di masyarakat sudah pernah digunakan sebagai ramuan dengan campuran akar tumbuhan jenis lain, penelitian penggunaan bagian akar belum pernah diteliti.

Minyak atsiri yang terdapat pada setiap bagian tanaman seperti daun, bunga, buah, biji, kulit batang maupun akar. (Ketaren 1985). Senyawa kimia minyak atsiri dari daun sembung telah dilakukan beberapa penelitian , sehingga peneliti sangat tertarik untuk mengenal dan mengetahui senyawa kimia minyak atsiri dari bagian akar tanaman sembung dan apakah minyak atsirinya dapat digunakan sebagai antimikroba yang bersifat patogen bagi manusia (pada : Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Salmonella typhi dan Candida Albicans ) dan antioksidan.

1.2Permasalahan

1. Apa saja komponen-komponen minyak atsiri Akar Sembung (B.balsamifera DC) yang analisis secara GC – MS

2. Apakah minyak atsiri dari Akar Sembung (B.balsamifera DC) mempunyai sifat antimikroba dan antioksidan.

1.3Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Isolasi minyak atsiri dengan metode hidrodestilasi dengan alat stahl.

2. Indentifikasi komponen minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan analisis data GC – MS.

3. Pengujian aktivitas antimikroba minyak atsiri terhadap : E.coli, S.aureus, S.typhi

dan C.albicans, juga dilakukan penentuan Diameter Zona Hambat dan Indeks Antimikrobial terhadap masing – masing bakteri uji.


(23)

4. Uji potensi dilakukan dengan membandingkan aktivitas antimikroba minyak atsiri Akar Sembung (B.balsamifera DC) dengan antibiotik sintetis ( Amoksisilin). 5. Uji antioksidan dengan DPPH langsung diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang ( ) 517nm

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengisolasi minyak atsiri yang terdapat pada Akar Sembung

(B.balsamifera DC) dapat diperoleh dengan cara destilasi air (hidrodestilasi) menggunakan alat Stahl.

2. Mengindentifikasi kandungan kimia minyak atsiri dari Akar Sembung

(B.balsamifera DC) yang dianalisa secara GC – MS.

3. Menguji aktivitas minyak atsiri yang diperoleh sebagai antimikroba.

4. Membandingkan aktivitas antimikroba minyak atsiri Akar Sembung

(B.balsamifera DC) dengan antibiotik sintetis ( Amoksisilin). 5. Menguji aktivitas minyak atsiri yang diperoleh sebagai antioksidan.

1.5 Lokasi Penelitian

1. Penelitian dilakukan dilaboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA USU Medan. Uji aktivitas antimikroba dan antioksidan ikerjakan dilaboratorium Mikrobiologi Pendidikan Teknologi Kimia Industri (PTKI) Medan.

2. Analisa GC – MS dilakukan di Laboratorium Kimia Organik UGM Yogyakarta.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi bahwa Akar Sembung (B.balsamifera DC) yang belum dimanfaatkan kandungan minyak atsirinya.

2. Memberikan informasi tentang jenis senyawa kimia apa saja yang terdapat dalam minyak atrsiri dari Akar Sembung (B.balsamifera DC) .

3. Memberikan informasi pada masyarakat tentang minyak atsiri dari Akar Sembung


(24)

1.7 Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan skala laboratorium, dimana sampel yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Akar Sembung

(Blumea balsamifera DC) segar, diamana Akar Sembung (Blumea balsamifera

DC) dirajang kemudian dilakukan destilasi air menggunakan alat destilasi sthal. Minyak atsiri yang diperoleh dianalisa komponen kimianya dengan GC – MS maupun dilakukan pengujian tehadap aktivitas antimikroba dan uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.


(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metabolid Sekunder Tumbuhan sebagai Obat Tradisional

Obat tradisional biasanya berupa ramuan yang berasal dari beberapa bagian tumbuh-tumbuhan dari akar, kulit batang, kayu, daun, bunga maupun bijinya. Tumbuhan sendiri mengandung senyawa aktif dalam bentuk metabolit sekunder.

Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terbentuk dalam tanaman. Senyawa-senyawa yang tergolong ke dalam kelompok metabolit sekunder ini antara lain: alkaloid, flavonoid, kuinon, tanin dan minyak atsiri. Di dalam tanaman, setiap senyawa akan saling bersinergis sehingga menambah aktivitas atau efektivitasnya (Djauhariya & Hernani, 2004).

2.2. Minyak Atsiri

Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils atau volatile oils adalah komoditi ekstrak alami dari jenis tumbuhan yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga. Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi di Indonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah berkembang dan sedang dikembangkan di Indonesia (Gunawan, 2009).

Minyak atsiri atau dikenal juga sebagai minyak ateris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik adalah kelompok minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri merupakan bahan dasar dari wangi-wangian atau minyak gosok (untuk pengobatan) alami. (Guenther, E, 1987).

Secara kimiawi, minyak atsiri tersusun dari campuran yang rumit berbagai senyawa, namun suatu senyawa tertentu biasanya bertanggung jawab atas suatu aroma tertentu, sebagian besar minyak atsiri termasuk dalam golongan senyawa organic


(26)

terpena dan terpenoid yang bersifat larut dalam air/lipofil. Senyawa terpena dan terpenoid merupakan penggabungan antara unit-unit isoprene dan isopentan dan terbentuk di dalam tumbuhan sebagai hasil proses biosintesis.

Berdasarkan jumlah atom karbon atau unit isopren yang membentuk senyawa terpen/ terpenoid dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Fessenden & Fessenden, 1992):

Tabel 2.1. Klasifikasi Senyawa Terpenoid

No. Kelompok Jumlah Atom Karbon (C)

1 2 3 4 5 6 7 8 Hemi terpen Mono terpen Seskui terpen Di terpen Sesterterpen Tri terpen Tetra terpen Poli terpen 5 10 15 20 25 30 40 > 40

Monoterpen (C

10) dan seskuiterpen (C15) merupakan komponen utama dari

minyak atsiri. Monoterpen mempunyai sifat-sifat berupa cairan tidak berwarna, tidak larut dalam air, disuling dengan uap air, berinteraksi dengan lemak/minyak berbau harum. Minyak bunga dan biji banyak mengandung monoterpen (Robinson., 1995).

Struktur monoterpen dapat berupa senyawa rantai terbuka seperti geraniol, nerol, linalol, sitral, sitronella, cis-o-simena, mirsena. Monoterpen bentuk siklik dapat digolongkan menjadi 7 (tujuh) berdasarkan kerangka karbon (Mirsen, Limonen, p-simen, Bisabolena, α dan Pinena, Kariopilen), dan dapat mempunyai gugus fungsi alkohol, aldehid, keton dan ester. (Robinson, 1995; Manito., 1992). Struktur kimia monoterpen dapat dilihat pada gambar berikut :


(27)

Geraniol Ocimene S)-(+)-Linalool (links) und (R)-(−)-Linalool (rechts)

Gambar 2.1 Beberapa Struktur Monoterpen.

Seskui terpenoid adalah senyawa (C

15) yang tersusun dari tiga satuan isoprena.

Seskuiterpen berperan penting dalam memberi aroma pada bunga dan buah. (Robinson., 1995). Struktur seskuiterpen dapat dilihat pada gambar


(28)

Minyak atsiri yang terdapat pada tumbuhan dan biasanya diperoleh dan bagian tertentu dari tumbuhan seperti bunga, buah, akar, daun, kulit kayu dan rimpang. Bahkan ada jenis tanaman yang seluruh bagiannya mengandung minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri tidak akan selalu sama antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya, seperti contoh kandungan minyak atsiri yang terdapat pada kuntum bunga berbeda dengan yang terdapat pada bagian daunnya. Minyak atsiri merupakan salah satu hasil akhir proses metabolisme sekunder dalam tumbuhan.

Kegunaan minyak atsiri sangat banyak, tergantung dari jenis tumbuhan yang diambil hasil sulingannya. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam perisa maupun pewangi (flavour and fragrance ingredients). Industri kosmetik dan parfum menggunakan minyak atsiri kadang sebagai bahan pewangi pembuatan sabun, pasta gigi, samphoo, lotion dan parfum. Industri makanan menggunakan minyak atsiri setelah mengalami pengolahan sebagai perisa atau menambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai obat anti nyeri, anti infeksi, pembunuh bakteri. Fungsi minyak atsiri sebagai fragrance juga digunakan untuk menutupi bau tak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida.(Wien Gunawan, 2009)

2.3 Tumbuhan Sembung (B.balsamifera DC)

Tumbuhan ini tumbuh di tempat terbuka, ditempat yang agak terlindung, tepi sungai, tanah pertanian, pekarangan. Tumbuhan perdu ini tegak dengan tinggi 4m berambut halus, batang bagian bawah tak bercabang sedang ujungnya banyak bercabang. Daun yang bertangkai dibagian atas merupakan daun duduk tumbuh berseling. Daun yang di memarkan mengeluarkan bau khas, hal yang sama juga dapat dilakukan pada bagian akarnya memiliki bau yang khas berbeda dengan daunnya.


(29)

Gambar 2.3 Tumbuhan Sembung Klasifikasi Tumbuhan

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotiledonae

Sub kelas : Asteridae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae (Compositae)

Marga : Blumeae

Jenis : Blumea balsamifera (L) DC

Family : Asteraceae

Nama Populer Tumbuhan di Indonesia : Sembung/ sembung manis, sembung lagi, rumput tahi-babi Nama lokal : Sembung, sembung utan (Sunda), sembung gantung, sembung gula, sembung kuwuk, sembung mingsa, sembung langu, sembung lelet (Jawa), Kamandhin (Madura), capo (Sumatera), afoat (Timor), Ai na xiang (China), Wild heliotrope (English).

Senyawa utama dalam minyak atsiri mengandung 1-borneol berupa hablur yang bentuknya kadang-kadang kecil yaitu dengan titik lebur 203-204oC. Metabolit aktif dari daun sembung yaitu : seskuiterpen dalam bentuk ester, flavonoid, ichtyothereol asetat, cryptomeredio, lutein dan beta karoten. (Osaki dkk, 2005; Nessa dkk, 2005; Ragasa dkk, 2005).

Daun sembung mengandung minyak atsiri dengan kadar 0,1-0,5% terdiri atas sineol, limonen, borneol dan kamfer, alkaloid dan tanin. Daun sembung dimanfaatkan


(30)

masyarakat diantaranya untuk meredakan nyeri haid, flu, demam, asma, sariawan, diabetes, batuk, bronchitis dan diare (Dalimartha, 1999).

2.4 Isolasi Minyak Atsiri

2.4.1 Ekstraksi Komponen Bahan Alam

Prinsip metode ekstraksi ini adalah didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzen, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fase pelarut (Khopkar,1990).

Menurut Ahmad (2006), pemilihan pelarut untuk ekstraksi harus mempertimbangkan banyak faktor. Pelarut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: murah dan mudah diperoleh, stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat.

Dalam metode ekstraksi bahan alam, dikenal suatu metode maserasi. Maserasi merupakan suatu metode ekstraksi menggunakan lemak panas. Akan tetapi penggunaan lemak panas ini telah digantikan dengan pelarut-pelarut volatil. Penekanan utama pada maserasi adalah tersedianya waktu kontak yang cukup antara pelarut dan jaringan yang diekstraksi (Guether, 1987).

2.4.2 Metode Penyulingan ( Destilasi )

Perajangan, pelayuan atau pengeringan dan penyimpanan merupakan perlakuan yang sering dilakukan sebelum destilasi. Perajangan bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin, sehingga memudahkan penguapan minyak atsiri dalam herba saat destilasi berlangsung, karena minyak atsiri dikelilingi oleh kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh dan kantung minyak.

Minyak atsiri dapat diisolasi dengan metode destilasi. Destilasi adalah suatu proses yang terdiri atas beberapa tahap yang mengubah suatu senyawa menjadi bentuk uapnya, mengkondensasikan uap yang terbentuk menjadi cair kembali dan


(31)

menampung hasil kondensasi ke dalam suatu penampung (Kristanti, N.A., 2006). Metode destilasi minyak atsiri ada tiga macam yaitu:

a. Destilasi dengan Air

Prinsip metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) adalah bahan yang akan didestilasi kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau terendam secara sempurna, tergantung dari berat jenis dan jumlah bahan yang didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi, yaitu: difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas. Proses hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak hanya dipengaruhi oleh sifat menguapnya komponen-komponen minyak atsiri, melainkan juga dipengaruhi oleh derajat kelarutannya dalam air. Kelemahan metode destilasi dengan air adalah adanya air dalam jumlah besar dan pada suhu tinggi menyebabkan proses hidrolisa relatif lebih ekstensif, akibatnya rendemen minyak atsiri yang dihasilkan akan berkurang sedangkan keuntungannya adalah metode destilasi dengan air baik untuk menyuling bunga-bunga atau bahan yang mudah menggumpal jika terkena panas (Ketaren, 1987).

Peralatan pada metode destilasi dengan air (hidrodestilasi) pada umumnya terdiri dari tiga bagian utama. Tiga bagian utama tersebut adalah alat penyulingan, pendingin dan penampung kondensat. Kondensat mengalir dari pendingin ke penampung kondensat dan akan terlihat minyak atsiri yang dihasilkan akan terpisah dari air dengan sendirinya, karena berat jenis minyak atsiri lebih ringan dari pada air (Sastrohamidjojo, 2004).

Destilasi Stahl merupakan metode yang sering digunakan untuk isolasi minyak atsiri. Prinsip kerja destilasi Stahl sama dengan destilasi dengan air (hidrodestilasi). Namun destilasi Stahl memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan penggunaan destilasi Stahl untuk isolasi minyak atsiri antara lain; minyak atsiri yang dihasilkan tidak berhubungan langsung dengan udara luar sehingga tidak mudah menguap dan volume


(32)

minyak atsiri yang dihasilkan dapat langsung diketahui jumlahnya karena alatnya dilengkapi dengan skala.

b. Destilasi dengan air dan uap

Prinsip destilasi dengan air dan uap adalah bahan diletakkan diatas saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh di bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan berbagai cara yaitu dengan uap jenuh yang basah dan bertekanan. Ciri khas metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. Selain itu, bahan yang didestilasi hanya berhubungan dengan uap dan tidak berhubungan dengan air panas. Metode destilasi ini cocok digunakan untuk mengisolasi minyak dari daun atau rumput-rumputan. Keuntungan menggunakan sistem tersebut adalah uap dapat berpenetrasi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai suhu 100ºC sehingga rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil penyulingan dengan air dan bahan yang disuling tidak dapat menjadi gosong. Kerugiannya adalah perpanjangan waktu penyulingan menyebabkan pembasahan bahan oleh kondensasi uap dan penggumpalan bahan dalam ketel menyebabkan minyak atsiri tidak dapat terisolasi dengan sempurna (Ketaren, 1987).

c. Destilasi dengan uap

Metode ini pada prinsipnya sama dengan destilasi dengan air dan uap kecuali air tidak diisikan dalam labu. Uap yang digunakan uap jenuh atau lewat panas pada tekanan lebih dari 1atm. Sistem penyulingan ini baik digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian, akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik didih tinggi. Keuntungan dari metode ini adalah tekanan uap maupun suhu pemanasan dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan bahan. Pada dasarnya semua senyawa penyusun minyak atsiri tidak stabil atau peka terhadap suhu tinggi. Itulah sebabnya untuk memperoleh kualitas minyak atsiri diupayakan pada suhu pemanasan yang rendah. Namun, bila suhu pemanasan tinggi maka panas penyulingan diusahakan dalam waktu sesingkat mungkin (Ketaren, 1987).


(33)

2.5 Analisa Minyak Atsiri Menggunakan GC-MS

Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain tetapi dapat saling melengkapi, yaitu gabungan kromatografi gas dan spektrofotoskopi massa yang dapat memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang susunan atom dan molekul dalam zat organik. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen molekul yang telah dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Skema alat GC-MS dapat dilihat pada Gambar

Gambar 2.4. Skema Alat GC-MS

2.5.1. Kromatografi Gas

Kromatografi adalah cara pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam (stationary) dan fase bergerak (Yazid, 2005). Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap.Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan


(34)

titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003).

Dalam teknik kromatografi, semua pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen di antara kedua fase tesebut. Senyawa atau komponen yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan antara komponen yang satu dengan yang lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbs, partisi, kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaaan ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna (Yazid, 2005).

a. Gas Pembawa

Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah helium (He), argon (Ar), nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan karbondioksida (CO2).Keuntungannya adalah karena semua

gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi.Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai.Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antaralain, harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000).

b. Sistem Injeksi

Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injector pada kromatografi gas, yaitu :

a.Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injector yang panas dan 100% masuk menju kolom.

b.Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.

c.Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup; dan

d.Injeksi langsung ke kolom (on colum injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom.


(35)

c. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh pemilihan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, baja tahan karet, aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus,melengkung,atau gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).

d. Fase Diam

Fase diam disapukan pada permukaan dalam medium, seperti tanah diatome dalam kolom atau dilapiskan pada dinding kapiler.Berdasarkan bentuk fisiknya, fase diam yang umum digunakan pada kolom adalah fase diam padat dan fase diam cair. Berdasarkan sifatnya fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu nonpolar,sedikit polar, setengah polar (semi polar), dan sangat polar. Berdasarkan sifat minyak atsiri yang non polar sampai sedikit polar, untuk keperluan analisis sebaiknya digunakan kolom dalam fase diam yang bersifat sedikit polar.Jika dalam analisis minyak atsiri digunakan kolom yang lebih polar, sejumlah puncak yang dihasilkan menjadi lebar (lebih tajam) dan sebagai puncak tersebut juga membentuk ekor.Begitu juga dengan garis dasarnya tidak rata dan terlihat bergelombang. Bahkan kemungkinan besar komponen yang bersifat nonpolar tidak akan terdeteksi sama sekali (Agusta, 2000).

e. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan hasil analisis kromatografi gas dan spektrometri massa. Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu injektor dan kolom. Kondisi analisis yang cocok sangat bergantung pada komponen minyak atsiri yang akan dianalisis. (Agusta, 2000).

f. Detektor

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas


(36)

pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

2.5.2. Spektrofotometri Massa

Pemboman molekul oleh sebuah arus elektron pada energi mendekati 70 elektron volt dapat menghasilkan banyak perubahan pada struktur molekul. Salah satu proses yang terjadi yang disebabkan oleh pemboman dengan elektron adalah keluarnya sebuah elektron dari molekul sehingga terbentuklah kation molekul [M.]+. Ion berenergi tinggi ini serta hasil fragmentasinya merupakan dasar bagi cara analisis spektrometri massa (Pine, 1988).

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron Impact ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan (Agusta, 2000).

Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk : 1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola frakmentasinya Ketika uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka zat ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul cenderung tidak stabil dan terpecah menjadi frakmen-frakmen yang lebih kecil. Frakmen-frakmen ini yang akan menghasilkan diagram batang Dachriyanus, 2004).


(37)

Gambar 2.5. Diagram sebuah spectrometer massa

Spektrometer mampu menganalisis cuplikan yang jumlahnya sangat kecil dan menghasilkan data yang berguna mengenai struktur dan indentitas senyawa organik. Jika efluen dari kromatofrafi gas diarahkan ke spektrometer massa, maka informasi mengenai struktur untuk masing-masing puncak pada kromatogram dapat diperoleh. Karena laju aliran yang rendah dan ukuran cuplikan yang kecil, cara ini paling mudah diterapkan pada kolom kromatografi gas kapiler. Cuplikan disuntikkan ke dalam kromatografi gas dan terkromatografi sehingga semua komponenya terpisah. Spektrum massa diukur secara otomatis pada selang waktu tertentu atau pada maksimum atau tengah-tengah puncak ketika keluar dari kolom. Kemudian data disimpan di dalam komputer, dan daripadanya dapat diperoleh hasil kromatogram disertai integrasi semua puncak. Disamping itu, kita dapat memperoleh spektrum massa masing-masing komponen. Spektrum ini dapat dipakai pada indentifikasi senyawa yang pernah diketahui dan sebagai sumber informasi struktur dan bobot molekul senyawa baru (Gritter, 1991).

a. Spektrum Massa

Spektrum massa biasa diambil pada energi berkas elektron sebesar 70 elektron volt. Kejadian tersederhana ialah tercampaknya satu elektron dari molekul dalam fasa gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan membentuk suatu ion molekul yang merupakan suatu kation radikal (M+).

Suatu spektrum massa menyatakan massa sibir bermuatan positif terhadap kepekaan (konsentrasi) nisbinya. Puncak paling kuat (tinggi) pada spektrum disebut puncak


(38)

dasar (base peak), dinyatakan dengan nilai 100% dan kekuatan (tinggi x faktor kepekaan) puncak-puncak lain, termasuk puncakion molekulnya, dinyatakan sebagai persentasi puncak dasar tersebut.

b. Penentuan Rumus Molekul

Penentuan rumus molekul yang mungkin dari kekuatan puncak isotop hanya dapat dilakukan jika puncak ion molekul dimaksud cukup kuat hingga puncak tersebut dapat diukur dengan cermat sekali.

Misalnya suatu senyawa mengandung 1 atom karbon. Maka untuk tiap 100 molekul yang mengandung satu atom C, sekitar 1,08% molekul mengandung satu atom C. karenanya molekul-molekul ini akan menghasilkan sebuah puncak M + 1 yang besarnya 1,08% kuat puncak ion molekulnya; sedangkan atom-atom H yang ada akan memberikan sumbangan tambahan yang amat lemah pada puncak M + 1 itu. Jika suatu senyawa mengandung sebuah atom sulfur, puncak M + 2 akan menjadi 4,4% puncak induk.

c. Pengenalan Puncak Ion Molekul

Ada dua yang menyulitkan pengidentifikasian puncak ion molekul yaitu :

1. Ion molekul tidak nampak atau amat lemah. Cara penanggulangannya ialah mengambil spektrum pada kepekaan maksimum, jika belum diketahui dengan jelas dapat juga dilihat berdasarkan pola pecahnya.

2. Ion molekul nampak tetapi cukup membingungkan karena terdapatnya beberapa puncak yang sama atau lebih menonjol. Dalam keadaan demikian, pertama-tama soal kemurnian harus dipertanyakan.Jika senyawa memang sudah murni, masalah yang lazim ialah membedakan puncak ion molekul dari puncak M-1 yang lebih menonjol. Satu cara yang bagus ialah dengan mengurangi energi electron penembak mendekati puncak penampilan. Kuat puncak ion molekul pada kemantapan ion molekul.Ion-ion molekul paling mantap adalah dari sistem aromatik murni. Secara umum golongan senyawa-senyawa berikut ini akan memberikan puncak-puncak ion menonjol : senyawa aromatik (alkana terkonyugasi), senyawa lingkar sulfida organik (alkana normal, pendek), merkaptan. Ion molekul biasanya tidak nampak pada alkohol alifatik, nitrid, nitrat, senyawa nitro,


(39)

nitril dan pada senyawa-senyawa bercabang.Puncak-puncak dalam arah M-3 sampai M-14 menunjukkan kemungkinan adanya kontaminasi.

d. Kaidah Umum Untuk Mengenali Puncak-Puncak Dalam Spektra

Sejumlah kaidah umum mengenali puncak-puncak dipahami dengan memakai konsep-konsep baku kimia organik fisik

1.Tinggi nisbi puncak ion molekul terbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan menurun jika derajat percabangannya bertambah.

2.Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak.

3.Pemecahan/pemutusan cendrung terjadi pada karbon tergantu gugus alkil : makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantapnya karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap daripada yang primer.

4.Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan terlebih-lebih cincin aromatik (atau heteroatom) memantapkan ion molekul hingga meningkatkan pembentukannya. 5.Ikatan rangkap mendukung pemecahan adil dan menghasilkan ion karbonium alil. 6.Cincin jenuh cendrung melepas rantai, samping pada ikatan-α. Hal ini tidak lain

daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cendrung menyertai sibir cincin.Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi retro Diels-Alder.

7.Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi pada ikatan berloka beta terhadap cincin menghasilkan ion benzil talunan termantapkan atau ion tropilium.

8.Ikatan C-C yang bersebelahan dengan netroatom cenderung terpecah, meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang elektron tak-ikatannya menciptakan kemantapan talunan.

9.Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral mantap yang kecil, misalnya karbon monoksida, olefin, amonia, hidrogen sulfida, hidrogen sianida, merkaptan, ketena atau alkohol (Siverstein, dkk, 1981).


(40)

Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptik, sterilizer, sanitizer dan sebagainya. (Lucia,W.M,1996)

Bahan kimia yang digunakan dalam pengobatan dalam pengobatan (kemoterapeutik) menjadi pilihan bila dapat mematikan dan bukan hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Bahan kimia yang mematikan bakteri disebut bakterisidal, sedangkan bahan kimia yang menghambat pertumbuhan disebut bakteriostatik. Bahan antimikrobial dapat bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah, namun bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi. (Lay,W.B,1994)

2.7 Mekanisme Antimikroba

Aktivitas antimikroba suatu senyawa kimia ditentukan oleh konsentrasi dan sifat dari bahan yang digunakan. Umumnya hampir semua senyawa kimia pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat bersifat racun. Zat antimikroba melakukan aktivitasnya melalui beberapa mekanisme (Tjay & Rahardja, 2002) yaitu:

1. Mengganggu sintesis dinding sel

Sintesis dinding sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri, sehingga dinding sel yang terbentuk menjadi kurang sempurna dan tidak tahan terhadap tekanan osmotis, sehingga menyebabkan pecahnya sel.

2. Mengganggu sintesis membran sel

Sintesis molekul lipoprotein membran sel bakteri dapat diganggu zat antibakteri, sehingga membran menjadi lebih permeabel yang menyebabkan keluarnya zat-zat penting dari sel.

3. Mengganggu sintesis protein sel

Zat antibakteri dapat berikatan dengan sub unit ribosom bakteri, sehingga menghambat sintesis asam-asam amino dan menghasilkan protein yang inaktif.


(41)

4. Mengganggu sintesis asam nukleat 5. Antagonisme saingan

Aktivitas anti mikroba yang dapat diamati secara langsung adalah perkembang biakannya. Oleh karena itu mikroba disebut mati jika tidak dapat berkembang biak.

2.8 Amoksisilin

Amoksisilin merupakan salah satu antibiotik sintetik turunan penisilin yang memiliki spektrum luas dimana aktif terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Stuktur kimia amoksisilin ditunjukkan pada gambar 2.4

Gambar 2.6 Stuktur kimia amoksisilin

Amoksisilin merupakan antibiotik yang tahan terhadap asam tetapi tidak tahan terhadap penisilinase. Beberapa keuntungan penggunaan amoksisilin dibanding ampisilin adalah absorpsi obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga kadar amoksisilin dalam darah lebih tinggi. Amoksisilin sering digunakan untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan, saluran empedu, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp, seperti demam tipoid. Efek terhadap Bacillus dysentery lebih rendah dibanding ampisilin karena lebih banyak obat yang diabsorpsi oleh saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Difusi amoksisilin ke jaringan-jaringan dan cairan-cairan tubuh lebih baik. Amoksisilin dapat pula menyebabkan gangguan-gangguan usus dan kulit tetapi lebih jarang daripada ampisilin (Tjay dan Rahardja, 2002).

Amoksisilin dan ampisilin merupakan antibiotik turunan penisilin yang mempunyai aktivitas dan spektrum penghambatan yang sama, yaitu dapat menghambat kerja enzim transpeptidase dengan cara mengikat enzim melalui ikatan kovalen


(42)

sehingga mencegah pembentukan dinding sel bakteri (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

2.9 Daya Kerja Antimikrobial

Ditemukan oleh Joseph Lister pada tahun 1817 dengan menggunakan disinfektan yang mengandung persenyawaan fenol, yaitu asam karbol untuk medisinfeksi peralatan bedahnya. Sampai sekarang pun, fenol digunakan sebagai larutan baku penentu keampuhan disinfektan.

Berbagai faktor yang mempengaruhi penghambatan mikroorganisme mencakup kepadatan populasi mikroorganisme, kepekaan terhadap bahan antimikrobial, volume bahan yang disterilkan, lamanya bahan antimikrobial diaplikasikan pada mikroorganisme, konsentrasi bahan antimikrobial, suhu dan kandungan komponen bahan organik. Protein akan mengurangi daya kerjadisinfektan; sedangkan panas mempercepat daya kerjanya. Daya kerja disinfektan terhadap bakteri pembentuk spora dan Mycobacterium kurang baik.

Untuk membandingkan kekuatan disinfektan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dapat digunakan kertas cakram . Pada cara ini kertas cakram dengan diameter tertentu dibasahi dengan disinfektan, kemudian diletakkan pada Lempengan agar yang telah di inokulasi selama 18 - 48 jam. Jika disinfektan menghambat pertumbuhan bakteri makaterlihat daerah jernih / bening disekitar kertas cakram (sumuran). Luas daerah terang ini menjadi ukuran kekutan daya kerja disinfektan.

Daya kerja antimikrobial bahan kimia seringkali disetarakan dengan fenol. Kemampuan bahan kimia dibandingkan dengan fenol disebut koefisien fenol. Nilai ini diperoleh dengan membagi pengenceran tertinggi bahan kimia yang mematikan mikroorganisme dalam waktu 10 menit, namun tidak mematikan dalam waktu 5 menit. Bahan kimia yang memiliki koefisien lebih dari 1 mempunyai daya kerja antimikrobial lebih baik dibandingkan fenol.

Untuk menentukan daya kerja antimikrobial dapat ditentukan dengan menghitung indeks antimikrobial. Indeks antimikrobial adalah berapa jumlah zona


(43)

hambat yang dihasilkan oleh suatu senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kosentrasi tertentu. Dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Diameter Zona hambat (mm) – Diameter Cakram (mm)

Indeks Antimikrobial =

Diameter Cakram (mm) 2.10 Jenis Bakteri yang diuji

Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptik, sterilizer, sanitizer dan sebagainya. (Lucia,W.M,1996)

Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniseluler, berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan sel. Semua bakteri memiliki struktur sel yang relatif sederhana. Berdasarkan komposisi dan struktur dinding sel, maka bakteri dibagi ke dalam dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang terdiri atas lapisan peptidoglikan yang tebal dan asam teikoat yang mengandung alkohol (gliserol atau ribitol). Ada dua asam teikoat, yaitu asam lipoteikoat yang merentang di lapisan peptidiglikon dan terikat pada membran plasma, dan asam teikoat dinding yang terikat pada lapisan peptidiglikon. Sedangkan dinding sel bakteri gram negatif mengandung satu atau beberapa lapis peptidoglikan dan membaran luar (outer membrane). Peptidoglikan terikat pada membran luar dan periplasma terdapat diantara membran plasma dan membran luar (Pratiwi, 2008).

Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan berkembang biak dengan membelah diri. Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya penampang bakteri adalah sekitar 0,7-1,5 m dan panjangnya sekitar 1-6 m. Bentuk bakteri dibagi menjadi γ yaituμ


(44)

Bakteri ada yang berbentuk sferis atau bulat, seperti ada yang ditemukan pada genus Staphylococcus, Streptococcus, Neisseria dan lain-lain

2. Batang (basil)

Bakteri yang berbentuk batang lurus seperti Escherichia coli, Salmonella typhi,

Klebsiella pneumoniae maupun famili Bacillaceae seperti genus Clostridium dan genus Bacillus yaitu Bacillus anthracis penyebab penyakit anthraks. Selain bentuk batang lurus, dijumpai pula bentuk batang bengkok misalnya pada bakteri Vibrio cholera penyebab penyakit cholera.

3. Spiral

Bakteri berbentuk spiral dijumpai pada penyebab penyakit sifilis yaitu Treponema pallidum, bakteri penyebab demam bolak-balik yaitu Borelia reccurentis. (Tim Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,2003)

Bakteri dibagi dalam golongan gram positif dan gram negatif berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan gram. Perbedaan antara bakteri gram positif dan gram negatif. diperlihatkan dari perbedaan dinding sel.

Perbedaan penyusun dinding sel antara bakteri gram positif dan gram negatif dapat dilihat pada tabel 2.5 dibawah ini :

Tabel 2.2 perbedaan Bakteri gram positif dan Bakteri gram Negatif Gram positif Gram negatif

Ketebalan 15-23 nm 10-15 nm

Asam teikoat Ada Tidak ada

Sifat tahan asam Ada yang tahan Tidak ada yang tahan

Variasi asam amino Sedikit Beberapa

Gupta, 1990

2.10.1 Stapylococcus aureus

S. aureus adalah bakteri gram positif, bersifat aerob atau anaerob fakultatif, serta tahan hidup dalam lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi tinggi, misalnya NaCl 10%.


(45)

Gambar 2.7 Bakteri S. aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus : Divisio : Protophyta

Class : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales Famili : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Stapylococcus aureus (Salle, 1961)

Untuk membiakkan Staphylococcus diperlukan suhu optimal antara 28-38oC atau sekitar 350C. Apabila bakteri tersebut diisolasi dari seorang penderita, suhu optimal yang diperlukan adalah 370C. pH optimal untuk pertumbuhan dalah 7,4. Pada umumnya S.aureus dapat tumbuh pada medium yang biasa dipakai di Laboratorium bakteriologi (Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya,2003)

Tes koagulase digunakan untuk membedakan S. aureus (koagulase positif) dengan Staphylococcus lainnya. Medium khusus, seperti agar garam manitol dapat digunakan untuk membiakkannya dan pada media ini akan membentuk koloni berwarna kuning.

Bakteri S. aureus terdapat pada hidung, mulut, tenggorokan, pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. Infeksi S. aureus dapat berupa jerawat, bisul, abses dan luka. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuaannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan. (Jawetz,Melnick & Adelberg,2001)


(46)

2.10.2 Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerobik dan anaerobik fakultatif, sering dijumpai didalam usus bagian bawah.(Pelczar,M,1988). E.coli bisa tumbuh dengan baik pada media yang lazim digunakan di Laboratorium Mikrobiologi. Memberikan hasil positif pada tes indol, lisin-dekarboksilase dan fermentasi manitol serta memproduksi gas dari glukosa

Gambar 2.8 Bakteri E. coli Klasifikasi Escherichia coli : Divisio : Protophyta

Kelas : Shizomycetes Ordo : Eubacteriaceae Famili : Enterobacteriaceae Suku : Escherichiaeae Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli (Salle, 1961)

E. coli adalah penyebab utama infeksi saluran kemih,diare dan maningtis pada bayi.(Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya,2003). Bakteri ini menjadi patogen yang berbahaya bila hidup di luar usus seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan selaput lendir (sistitisInfeksi yang timbul pada pencernaan akibat dari serangan bakteri E. coli pada dinding usus merusak kesetimbangan


(47)

elektrolit dalam membran mucus. Hal ini dapat menyebabkan penyerapan air pada dinding usus berkurang dan terjadi diare. (http://forum.upi.edu/)

2.10.3 Salmonela Typhi

S.typhi berbentuk batang lurus dengan ukuran 1-γ,5 m x 0,5-0,8 m, merupakan bakteri garam negatif, tidak berspora, dan mempunyai flagel peritrikh. Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15-41oC (suhu pertumbuhan optimum 37,5oC) dan pH pertumbuhan 6-8. Dapat mati pada suhu 56 oC juga pada keadaan kering sedangkan dalam lingkungan air dapat bertahan selama 4 minggu (Syahruracman et al.,1994).

Gambar 2.9 S. typhi

Klasifikasi Salmonella typhi adalah sebagai berikut: Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes Ordo : Eubacteriales

Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonellae

Spesies : Salmonella thypi (Salle, 1961)

S. typhi kerap kali patogen terhadap manusia atau binatang apabila masuk melalui mulut, ditularkan dari binatang dan produk binatang kepada manusia sehingga dapat menimbulkan demam typoid. Serum penderita demam typoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut. Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam


(48)

yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Jawetz et al., 1986).

2.10.4 Candida Albicans

Gambar 2.10 C. Albicans

C. Albicans adalah spesies cendawan patogen dari golongan deuteromycota. Spesies cendawan ini merupakan penyebab infeksi oportunistik yang disebut kandidiasis pada kulit, mukosa, dan organ dalam manusia. Beberapa karakteristik dari spesies ini adalah berbentuk seperti telur (ovoid) atau sferis dengan diameter 3-5 µm dan dapat memproduksi pseudohifa. Spesies C. albicans memiliki dua jenis morfologi, yaitu bentuk seperti khamir dan bentuk hifa. Selain itu, fenotipe atau penampakan mikroorganisme ini juga dapat berubah dari berwarna putih dan rata menjadi kerut tidak beraturan, berbentuk bintang, lingkaran, bentuk seperti topi, dan tidak tembus cahaya. Cendawan ini memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan melakukan kolonisasi.

Di dalam tubuh, akan dikontrol oleh bakteri baik agar tetap berada dalam jumlah yang rendah dan seimbang. Bakteri baik dalam tubuh akan bekerja dengan cara memakan C.Albicans. Sayangnya, antibiotik, pil pengontrol kehamilan, kortison, alkohol, sebagian besar makanan junk food, dan kemoterapi akan membunuh bakteri menguntungkan dalam tubuh (probiotik) sehingga menyebabkan jumlah yang tidak terkendali. Saat pertumbuhannya berlebihan, Candida akan mengkolonisasi saluran pencernaan, berubah menjadi jamur, dan membentuk struktur seperti akar yang disebut rizoid. Struktur rizoid dapat menembus mukosa atau dinding usus, membuat lubang


(49)

berukuran mikroskopik, dan menyebabkan racun, partikel makanan yang tidak tercerna, serta bakteri dan khamir dapat masuk ke alam aliran darah.

Kondisi tersebut disebut sebagai sindrom kebocoran usus (leaky gut syndrome). Kebocoran pada dinding usus akan menyebabkan khamir seperti Candida dapat menyebar ke berbagai bagian tubuh, seperti mulut, sinus, tenggorokan, saluran reproduksi, jantung, dan kulit.

2.11 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Suhartono et al., 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan Soedibyo, 1999). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terdapat radikal berlebih dalam tubuh maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen atau tambahan antioksidan dari luar tubuh. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001 dan Sunarni, 2005).

Protein lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan penyakit lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid.

2.12 Sumber antioksidan

Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksigen yang berasal dari dalam tubuh (endogen) dan dari luar tubuh (eksogen). Adakalanya sistem antioksidan


(50)

endogen tidak cukup mampu mengatasi stres oksidatif yang berlebihan. Stres oksidatif merupakan keadaan saat mekanisme antioksidan tidak cukup untuk memecah spesi oksigen reaktif. Oleh karena itu, diperlukan antioksidan dari luar (eksogen) untuk mengatasinya.

Ada dua macam antioksidan berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik . Antioksidan alami biasanya lebih diminati, karena tingkat keamanan yang lebih baik dan manfaatnya yang lebih luas dibidang makanan, kesehatan dan kosmetik. Antioksidan alami dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu. Metabolit sekunder dalam tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid/ triterpenoid. Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan pada daun “Ipomea pescaprae” menunjukkan keberadaan senyawa kuinon, kumarin, dan furanokumarin. Sementara itu, Iwalokum “et al”.(β007)menyatakan bahwa “Pleurotus ostreatus” yang mengandung triterpenoid, tanin, dan sterois glikosida dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan antioksidan primer yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya menjadi produk yang stabil , dan antioksidan sekunder atau antioksidan preventif yang dapat mengurangi laju awal reaksi rantai serta antioksidan tersier. Mekanisme kerja antioksidan selular menurut Ong et al. (1995) antara lain, antioksidan yang berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas, atau oksigen tunggal; mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif; mengubah jenis oksigen rekatif menjadi kurang toksik; mencegah kemampuan oksigen reaktif; dan memperbaiki kerusakan yang timbul.

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan memutus reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation dimustase.

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan -karoten.


(51)

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida reduktase.

Antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dengan bertindak sebagai donor H terhadap radikal bebas sehingga radikal bebas berubah menjadi bentuk yang lebih stabil (Aini, 2007). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan radikal bebas, menghambat terjadinya penyakit degeneratif dan menghambat peroksidase lipid pada makanan. Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Sunarni, 2005). Struktur molekul senyawa radikal bebas DPPH (diphenylpicrylhidrazyl) sebelum dan sesudah berikatan dengan elektron dari senyawa lain dapat dilihat di Gambar :

Gambar 2.11 Struktur kimia senyawa DPPH radikal bebas dan non radikal (Molyneux, 2004)


(52)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental di laboratorium. Ekstraksi minyak atsiri akar Sembung (B.balsamifera DC) dilakukan dengan alat Stahl. Identifikasi komponen minyak atsiri dilakukan melalui pendekatan struktur dengan metode spektrometri. Spektrometer yang digunakan merupakan gabungan kromatografi gas dan spektrometer massa (GCMS). Uji aktivitas minyak atsiri dilakukan dengan metode sumuran yaang selanjutnya dilakukan penentuan indek antimikrobial dan uji banding.dan uji antioksidan dengan metoda DPPH.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan selama 5 bulan pada bulan Nopember 2013 – Maret 2014 di Laboratorium Kimia Bahan Alam FMIPA Universitas Sumatera Utara dan Sub Laboratorium Mikrobiologi Pendidikan Teknologi Kimia Industri ( PTKI ) Medan

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat-alat yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah destilasi stahl, labu alas bulat 750 ml, gelas beker 250 ml, gelas ukur 10 ml dan 50 ml, selang air, waterpump, statif dan klem, heating mantel, GC-MS QP2010S SHIMADZHU, Spektrofotometer GENESYS 10S UV-Vis. Inkubator suhu 4ºC Inkubator suhu 37°C, timbangan elektrik (Analytical Balance Denver Instrument), autoklaf, hot plate-stirer, laminar air flow, jangka sorong kaliber, mikro pipet digital 2-β0 l, β0-β00 l dan 100-1000 l, cawan petri, botol duran, jarum ose, pembakar spirtus, perforator diameter 6 mm, yellow tip, blue tip dan spatula logam.


(53)

3.3.2 Bahan-bahan yang digunakan

a. Bahan

Bahan penelitian yang digunakan adalah akar Sembung (Blumea balsamifera DC) yang diperoleh dari daerah Aceh Tamiang, Aquades, Na2SO4 anhidrous, DMSO,

buffer phospat pH 7, alkohol 70%, etanol pa, DPPH (2,2 –Diphenyl-1 Pikrylhydrazile), Vitamin C (sebagai pembanding/ kontrol positif).

b. Mikrobai Uji

Bakteri uji yang digunakan adalah S.Aureus, E. coli, S.typhi, C.Albicans

c. Media Mikroba

Media pertumbuhan bakteri yang digunakan adalah Miller Hilton Agar (MHA) ,

Nutrien Agar (NA) dan Potato Agar (PA).

d. Zat pembanding Antibakteri dan Antioksidan

Zat pembanding yang digunakan adalah amoksisilin dan Vitamin C.

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan sampel

Akar Sembung (B.balsamifera DC) dicuci, dipotong-potong kecil lalu dimasukan kedalam labu destilasi.

3.4.2 Ekstraksi Minyak Atsiri

- Sebanyak 350 gram akar Sembung (Blumea balsamifera DC) didestilasi Stahl dengan 500 mL akuades. Lalu pasang alat kondensor yang berisi air.

- Kemudian didestilasi dengan penangas minyak selama kurang lebih 4 -5 jam pada suhu 150 0C.

- Minyak yang terdestilasi dapat dibaca pada skala buret pada alat sthal sehingga dapat ditentukan volume minyak.

- Minyak atsiri dari akar Sembung (B.balsamifera DC) di analisa GC – MS dan uji aktivitas antimikroba dan antioksidan


(54)

3.4.3 Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)

Uji GC-MS dilakukan untuk mengidentifikasi komponen minyak atsiri akar Sembung (B.balsamifera DC). Kondisi alat GC-MS sebagai berikut :

Jenis pengion : EI (Electron Impact) Jenis kolom : Agilent HP-5MS Panjang kolom : 30 meter

Diameter kolom : 0,25 milimeter Suhu kolom : 70 ºC

Suhu injektor : 310 ºC

3.4.4 Uji aktivitas antimikroba minyak atsiri

Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode sumuran dengan tahap kerja sebagai berikut :

a. Sterilisasi alat

Alat yang digunakan untuk uji aktivitas antibakteri disterilkan dalam autoklaf dengan temperatur 121ºC selama kurang lebih 20 menit.

b. Pembuatan media agar miring

NA (Nutrien Agar) ditimbang sebanyak 2.3 g kemudian dilarutkan dalam 100mL aquades, dipanaskan diatas hotplate stirer sampai mendidih dan terbentuk larutan agar yang berwarna kuning bening. Larutan agar tersebut dimasukan ke dalam 10 tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml dan ditutup dengan kapas serta alumunium foil. Tabung yang berisi agar disterilisasi pada suhu 121ºC selama 20 menit. Selanjutnya ditempatkan pada rak miring dan didiamkan sampai padat pada suhu kamar.

c. Pembuatan biakan mikroba

Sebanyak 1 ose isolat bakteri digoreskan pada media miring agar NA dengan pola zig-zag, masing-masing bakteri dibuat 3 biakan bakteri. Proses ini dilakukan dalam keadaan steril pada ruang isolasi dengan sinar UV. Biakan diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 18 sampai 24 jam.


(55)

e. Pengenceran bakteri

Disediakan 10 mL NaCl 0,9 % steril masing – masing bakteri dengan menggunakan jarum ose pada media NA (Nutrien Agar) miring kedalam NaCl 0,9 % steril sampai kekeruhanya sama dengan suspense standar Mc. Farland, maka kosentrasi bakteri adalah 108 koloni/mL

f. Pembuatan variasi kosentrasi minyak atsiri akar Sembung (B.balsamifera DC) dengan variasi kosentrasi 6,25%, 12,5%, 25%.

g. Pembuatan Media MHA (Mueller Hilton Agar)

Media MHA (Mueller Hilton Agar) ditimbang sebanyak 5,7 g kemudian dilarutkan dalam 150 ml aquades, dipanaskan, distirer di atas hotplate stirer sampai mendidih sehingga terbentuk larutan agar yang berwarna kuning bening. . Larutan Mueller Hilton Agar tersebut dimasukkan ke dalam cawan petri disterilisasi didalam autoklaf pada suhu 121ºC selama 20 menit.

h. Uji aktivitas antibakteri minyak atsiri

Dalam pengujian minyak atsiri akar Sembung (B.balsamifera DC) , digunakan perporator dengan diameter 6 mm untuk membuat sumuran. Dituangkan sebanyak 15 ml media Muller Hinton Agar (MHA) ke dalam cawan Petri steril dan dibiarkan memadat. Dicelupkan cotton bud steril pada suspensi mikroba uji dan diusapkan secara perlahan-lahan pada permukaan media secara merata, selanjutnya dibiarkan mengering selama beberapa menit. setelah padat dibuat sumuran dengan jarak antar lubang sama, Larutan minyak atsiri dibuat dengan konsentrasi 6,25%, 12.5%, 25% didalam DMSO dan 0% sebagai kontrol. Masing-masing dipipet sebanyak 10 l selanjutnya diteteskan kedalam sumuran. Untuk pembanding digunakan antimikroba Amoksisilin . Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37oC 18 – 24 jam. Aktivitas minyak atsiri tumbuhan dapat dilihat dengan adanya zona hambat (daerah bening) di sekitar cakram. Diukur diameter zona hambat dengan menggunakan jangka sorong. Uji aktivitas antimikroba akar Sembung (Blumea balsamifera DC) terhadap S.Aureus, E.coli,S.typhi dan C.Albicans.


(56)

Untuk menentukan daya kerja antimikrobial dapat ditentukan dengan menghitung indeks antimikrobial. Indeks antimikrobial adalah berapa jumlah zona hambat yang dihasilkan oleh suatu senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kosentrasi tertentu.

f. Penentuan daya kerja antimikrobial amoksisilin

Penentuan daya kerja antimikrobial amoksisilin ditetapkan dengan cara yang sama dengan Penentuan daya kerja antibakterial minyak atsiri.Variasi konsentrasi amoksisilin dengan melarutkannya dalam buffer phosfat pH 7.

3.4.5 Uji Aktivitas Antioksidan senyawa minyak atsiri akar B.balsamifera DC metode DPPH

a. Pembuatan Larutan DPPH 0,03 mM

Larutan DPPH 0,3 mM dibuat dengan melarutkan 11,85 mg serbuk DPPH dalam etanol p.a dalam labu takar 100 mL,kemudian dihomogenkan.

b. Pembuatan Variasi Larutan Sampel

Larutan minyak atsiri akar Blumea balsamifera DC 20ppm dibuat dengan cara melarutkan 0,002 ml dalam 100 ml etanol dan dihomogenkan. Untuk 15 ppm dan 10 ppm dilakukan pengenceran terhadap larutan induk yang 20 ppm. Kemudian dilakukan uji aktivitas antioksidan dari masing-masing konsentrasi dari minyak atsiri tersebut..

c. Pembuatan Larutan Blanko

Sebanyak 1 mL larutan etanol ditambahkan 3 mL etanol absolut, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelumbang maksimal 517 nm.

d. Pembuatan Kontrol negatif

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 3 mL etanol absolut, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimal 517 nm.


(57)

e. Uji Aktivitas Antioksidan Sampel

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mMditambahkan 3 mL larutan minyak atsiri konsentrasi 20ppm, 15ppm dan 10ppm kemudian dihomogenkandalam tabung reaksi didiamkan selama 30 menit dalam ruang gelap, kemudian diukur absorbansinya dengan spektroskopi UV- Vis pada panjang gelombang 517 nm. Dihitung persentase aktivitas antioksidan (AA%) dengan rumus :

AA% = 100 - ( A sampel – A blanko) x 100

A Kontol negatif Dan perlakuan yang sama juga dilakukan pada vitamin C.


(58)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Isolasi minyak atsiri

Isolasi minyak atsiri dilakukan dengan menggunakan alat destilasi stahl. Dilakukan sebanyak dua kali masing-masing dengan bahan akar sembung seberat 350 g dan diperoleh minyak atsiri sebanyak 0,6 ml. Minyak atsiri dari hasil penelitian ini berupa cairan berwarna kuning jernih dan berbau khas dengan kadar 0,17 %(v/b).

4.1.2 Hasil Analisis Kromatografi Gas-Spektrometer Massa

Hasil analisis dengan GC-MS akan diperoleh dua data yaitu kromatrogram yang berasal dari hasil analisis GC dan spektra massa dari hasil analisis MS. Hasil kromatogram GC minyak atsiri Akar Tumbuhan Sembung (B.balsamifera DC) menunjukkan adanya 21 puncak pada gambar 4.1

Identifikasi komponen dilakukan dengan spektrometer massa, dari hasil spektrometer massa diperoleh spektra massa dari masing-masing puncak yang terdeteksi pada kromatogram GC. Analisa spektra massa didasarkan pada nilai

Similiarity Indeks (SI), base peak (puncak dasar), dan trend pecahan spektra massa yang dibandingkan dengan spektra dari library yaitu Wiley 8.LIB.

Hasil analisis spektra massa diperoleh 20 senyawa yang memiliki puncak dasar dan pola fragmentasi yang mirip dengan senyawa standar dari Wiley 8 LIB. Data 20 komponen minyak atsiri Akar Tumbuhan Sembung (Blumea balsamifera DC) yang teridentifikasi disajikan pada Tabel 4.1


(59)

(60)

Tabel 4.1 Komponen minyak atsiri Akar Tumbuhan Blumea Balsamifera DC

No R.Time

(menit)

Kadar (%)

Berat Molekul

Perkiraan Sentawa Formula

1 4.004 1,91 73 Propane, 2-Ethoxy C5H12O

2 7.024 4,56 136 1,3,6-Octatriene, 3,7-Dimethyl (cis-Ocimene)

C10H16

3 16.864 0,74 164 Anisole,

2-Isopropil-5-methyl

C11H16O

4 19.811 4,51 204 Thujopsen-13 C15H24

5 20.390 5,84 204 Naphthalene, 1,2,3,5,6,7,8,8A- C15H24

6 21.243 0,75 204

Octahydro-1,8A-Dimethyl

Alloaromadendren C15H24

7 22.474 10,15 194 Thymohydroquinone Dimethyl Ether

C12H18O2

8 22.914 47,24 194 Thymohydroquinone Dimethyl Ether

C12H18O2

9 23.151 2,45 192 2-Allyl-1,4-Dimethoxy-3Methyl C12H16O2

10 24.140 2,06 150

Benzene (metil eugenol)

Thymol C10H14O

11 24.215 1,71 136 Neryl Acetat C12H20O2

12 24.342 0,86 204 Bicyclo[7.2.0]Undec-4-ene, 4 C15H24

13 26.432 1,21 136

11,11-Trymethyl-8-Methylene

Geranyl Propionat C13H22O2

14 26.508 0,89 234 Benzene Methanol- Alpha- Ethyl-Alpha-Propyl

C12H18O

15 26.589 1,17 136 Geranyl Pentanoat C15H26O2

16 26.946 4,30 177

5-Oxactricyclo[8.2.00(4,6)] Dodecane,1,2-trimetil-9 Methylene

C15H24O

17 29.084 0,72 250 1-(4-Ethoxy-2-Hydroxyphenyl)- Octadecanone

C26H44O3

18 34.150 0,70 218 2-Butanone,4-Phenyl C10H12O

19 34.260 0,55 234 3-Pentanone,2,4,dimethyl C7H14O

20 36.636 5,73 219 Unknow


(1)

Lampiran 16. . Spektrum GC-MS pada Retensi Time 22,914


(2)

Lampiran 17. . Spektrum GC-MS pada Retensi Time 23,151


(3)

Lampiran 18. . Spektrum GC-MS pada Retensi Time 24,140


(4)

Lampiran 19. . Spektrum GC-MS pada Retensi Time 24,215


(5)

Lampiran 20. . Spektrum GC-MS pada Retensi Time 24,342


(6)

Lampiran 21. . Spektrum GC-MS pada Retensi Time 26,946