8
X8 Tenaga Kerja Panen
2,224
Sumber : Data Primer Tahun 2010
Berdasarkan nilai VIV pada tabel di atas dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas. Hal dikarenakan nilai VIV setiap variabel tidak ada di sekitar
angka satu dan tidak ada yang mendekati angka satu. Nilai Durbin-Watson pada hasil analisis ekonometrik sebesar 1.2349
Lampiran 6 menunjukkan tidak adanya autokorelasi. Suatu model regresi dikatakan bebas dari problem autokorelasi apabila memiliki nilai Durbin-Watson
model di antara -2 sampai dengan +2. Apabila suatu model regresi memiliki nilai Durbin-Watson di atas +2 berarti memiliki problem autokorelasi negatif dan jika
di bawah -2 berarti memliki problem autokorelasi positif. Autokorelasi ini biasanya terjadi akibat tidak dimasukkannya variabel penting dalam model atau
karena data tidak linear. Bila suatu regresi memiliki masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan menjadi tidak layak untuk dipakai.
3.7 Analisis Efisiensi Penggunaan Input
Untuk mengetahui suatu usaha pembesaran dalam keadaan optimal maka perlu dilakukan penghitungan Nilai Produksi Marginal NPM, input dan output
yang efisien serta rasio NPM dengan harga input. Menurut Soekartawi 1994, penggunaan faktor produksi akan efisien apabila antara NPM dan P
xi
sama dengan satu NPMP
xi
= 1. Apabila rasio ini lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi input belum efisien dan masih dapat dilakukan penambahan.
Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan faktor produksi input sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Berikut ini merupakan nilai Nilai NPM, Input
dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan P
xi
Kecamatan Dramaga Tahun 2011. Setelah dilakukan analisa Cobb douglas menunjukkan bahwa nilai
output pada kondisi optimal sebesar 2,7464 sedangkan pada kondisi aktual sebesar 2,1138 yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai NPM, Input dan Output yang Efisien, serta Nilai Rasio NPM dan P
xi
pada Usaha Pembesaran Ikan Gurame di Kecamatan Dramaga Tahun 2011.
No Keterangan
bi P
xi
NPM NPM
P
xi
Optimal per m
2
Aktual per m
2
1 Output
- 0,8568
27000 2,7464
2,1138 2
Benih 0,5088
4000 5678,5
1,4196 7,2594
5,1135 3
Pelet Kg 0,2469
6167 4892,4
0,7933 2,2851
2,8805 4
Daun sente 0,0980
150 261,38
2,6138 37,2989
21,4054 5
Pupuk 0,0970
833 14942,6
17,9383 6,6470
0,0370 6
Tk 1 0,1515
2083 793212,6
380,803 4,1502
0,0169 7
Tk 2 0,0300
2083 6521,7
3,1309 8,2186
2,850
Sumber : Data Primer Tahun 2011
Berdasarkan Tabel 6, harga rata-rata untuk output ikan gurame ukuran konsumsi adalah Rp 27000kg. Tingkat harga pada kisaran Rp 27000kg
diperoleh dari harga rata-rata yang diperoleh pembudidaya di Kecamatan Dramaga pada tingkat pengepul. Tingkat harga ikan gurame yang diperoleh
pembudidaya bisa bertambah jika pemasarannya sampai pada konsumen akhir. Sedangkan tingkat harga pakan berupa pelet komersil sebesar Rp 6167kg.
Tingkat harga pakan yang diperoleh pembudidaya tidak tergolong tinggi hal ini bisa dilihat berdasarkan data harga pakan per karung dengan berat 30kg ditingkat
pasar, pada kisaran Rp 18500030 kg dan Rp 18600030kg. Harga rata-rata benih ikan gurame ukuran 12 cm- 15 cm sebesar Rp 4000ekor. Benih ikan gurame yang
diperoleh petani berasal dari wilayah Kecamatan Dramaga yang melakukan usaha pendederan ikan gurame. Rata-rata pembudiya ikan gurame yang melakukan
usaha pembesaran tidak melakukan usaha pendederan sekaligus dengan pembesaran dikarenakan menurut pembudidaya, biaya yang dibutuhkan sangat
besar dan memiliki resiko yang sangat tinggi. Jika dilihat dari nilai rasio antara NPM dan P
xi
maka faktor produksi yang belum optimal yaitu benih, daun sente, pupuk, tenaga kerja persiapan, dan tenaga
kerja pemeliharaan. Menurut Soekartawi 1994, Apabila rasio NPM dan P
xi
lebih besar dari satu, maka penggunaan faktor produksi input belum efisien dan masih
dapat dilakukan penambahan. Apabila rasio ini kurang dari satu, maka penggunaan faktor produksi input sudah tidak efisien dan harus dikurangi. Agar
penggunaan input efisien dan dapat menghasilkan output yang optimal, maka
penggunaan benih perlu ditambah dari kondisi aktualnya 5 ekor per m
2
menjadi 7 ekorm
2
. Peningkatan padat tebar dari 5 ekorm
2
menjadi 7 ekorm
2
masih layak dilakukan. Hal ini sesuai batas standar pada tebar SNI 01-7241 2006 yang
mengatakan bahwa pada tebar ikan gurame yang baik pada kisaran 5 ekorm
2
-7 ekorm
2
. Peningkatan padat tebar dari 5 ekorm
2
menjadi 7 m
2
akan menambah biaya produksi dan akan mempengaruhi kondisi teknis budidaya yang akan
diterapkan. Biaya yang dibutuhkan pada kondisi aktual dengan luas lahan 550 m
2
dengan jumlah benih 2.750 sebesar Rp 22.911.205 sedangkan pada kondisi optimal dengan padat tebar 7 ekorm
2
dengan jumlah benih 3.850 ekor membutuhkan biaya sebesar Rp 28.694.782. Penggunaan pakan perlu dikurangi
dari 2,8805 kgm
2
menjadi 2,2851 kgm
2
. Penggunaan pakan berlebih diakibatkan pada saat pemberian pakan harian, pembudidaya kurang memperhatikan nafsu
makan ikan sehingga banyak pakan yang tidak habis dimakan. Pengaruh dari sisa pakan yang terkandung di wadah budidaya, menyebabkan kandungan ammonia
semakin tinggi. Sehingga pada saat musim hujan sering sekali terjadi kematian massal akibat dari banyaknya ikan gurame yang terserang penyakit.
Penggunaan daun sente sebagai pakan tambahan wajib diberikan hal ini terkait dengan aspek fisiologis ikan gurame. Jika dilihat dari tabel di atas
kebutuhan daun sente perlu ditambah dari 21,4054 kgm
2
menjadi
37,2989
kgm
2
. Hal ini menunjukkan bahwa daun sente memegang peranan penting dalam rangka
meningkatkan produksi. Pada saat harga pakan komersil melambung tinggi sering sekali pembudidaya di Kecamatan Dramaga menjadikan daun sente sebagai pakan
utama. Akibatnya waktu pemeliharaan akan bertambah. Kandungan utama daun sente lebih didominasi oleh unsur karbohidrat sehingga kebutuhan protein sebagai
penyumbang utama pertumbuhan ikan tidak terpenuhi. Kebutuhan pupuk perlu ditambah dari 0,3705 kgm
2
menjadi 6,6470 kgm
2
. Penggunaan pupuk organik berupa kompos akan merangsang pertumbuhan fitoplankton sehingga kesuburan tanah bisa tetap terjaga. Keberadaan fitoplanton
akan memberikan pengaruh yang besar bagi petumbuhan ikan gurame. Tenaga kerja persiapan perlu ditambah dari
0,0169
jamm
2
menjadi 4,1502 jamm
2
. Jika dilihat dari perbandingan kondisi aktual dan optimal terjadi perbedaan yang
sangat signifikan hal ini menunjukkan bahwa waktu yang diberikan pembudidaya
terutama pada saat pengolahan lahan kolam kurang efisien. Sedangkan pada variabel tenaga kerja pemeliharaan perlu dilakukan penambahan dari
2,850
jamm
2
menjadi 8,2186 jamm
2
. Perbedaan yang signifikan antara kondisi aktual dan
optimal menggambarkan bahwa sistem pemeliharaan ikan gurame perlu ditingkatkan sehingga dapat meningkatkan output. Waktu pemeliharaan ikan
gurame tergolong lama, waktu pemeliharaaan yang dibutuhkan sampai ikan gurame sudah sampai ukuran panen selama 7 bulan. Sehingga manajemen
pemeliharaan sangat berpengaruh besar terhadap peningkatan output yang dihasilkan.
c Kriteria Ekonomi Kriteria ekonomi berfungsi untuk menentukan variabel produksi yang bisa
ditingkatkan dan yang tidak perlu ditingkatkan lagi untuk menambah output. Variabel yang bisa ditingkatkan memiliki nilai positif sedangkan variabel yang
tidak bisa ditingkatkan karena akan menyebabkan ketidak efisienan ditunjukkan dengan nilai negatif. Berdasarkan analisis kuadrat terkecil menunjukkan bahwa
variabel X
1
Benih, X
2
Pelet, X
3
Daun sente, X
4
Pupuk, X
6
Tenaga kerja persiapan, X
7
Tenaga kerja pemeliharaan memiliki nilai positif yang menunjukkan bahwa variabel tersebut masih bisa ditingkatkan untuk menambah
output sedangkan variabel X
5
Kapur, dan X
8
Tenaga kerja panen memiliki koefisien yang negatif yang artinya apabila penggunaan variabel ini ditingkatkan
justru akan mengurangi output. Jika variabel yang bernilai positif tersebut dibuat dalam bentuk persamaan maka akan memiliki bentuk persamaan seperti di bawah
: Ln Y = -0.8568+ 0.5088 Ln X
1
+ 0.24692 ln X
2
+ 0.09803Ln X
3
+ 0.0970 Ln X
4
+ 0.1515 LnX
5
+0.3000 LnX
6
….…... Persamaan di atas merupakan fungsi perhitungan output untuk menghitung jumlah
faktor produksi yang dibutuhkan dalam rangka mengefisienkan biaya produksi. d Elastisitas Produksi
Elastisitas produksi adalah nilai yang menunjukkan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Nilai elastisistas pada
variabel X
1
benur sebesar 0,5088 yang artinya apabila jumlah benih ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap ceteris paribus,
maka output akan bertambah sebesar 0,5088 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X
2
pelet 0,24692 adalah yang artinya apabila jumlah pakan ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan
bertambah sebesar 0,24692 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X
3
daun sente adalah 0,09803 yang artinya apabila daun sente ditambah sebesar 1 satuan dengan
asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,09803 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X
4
Pupuk sebesar 0,0970 yang artinya apabila jumlah pupuk ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input yang
lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,0970 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X
5
Tenaga kerja persiapan sebesar 0,1515 yang artinya apabila jumlah tenaga kerja panen ditambah sebesar 1 satuan dengan asumsi input
yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,1515 satuan. Nilai elastisitas pada variabel X
6
Tenaga kerja pemeliharaan sebesar 0,3000 yang artinya apabila tenaga kerja pemeliharaan ditambah sebesar 1 satuan
dengan asumsi input yang lain dianggap tetap, maka output akan bertambah sebesar 0,3000 satuan.
e Skala Usaha Return to Scale Analisa Return to Scale RTS sangat penting dilakukan untuk mengetahui
apakah sebuah kegiatan usaha berada dalam kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Kondisi skala usaha ini dapat diketahui dengan cara
menjumlahkan besaran elastisitas pada fungsi produksi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa usaha pembesaran ikan gurame di
Kecamatan Dramaga berada dalam kondisi increasing return to scale. Hal ini dapat dilihat dari hasil penjumlahan besaran elastisitas yang terdiri atas variabel
X
1
0.5088, X
2
0.24692, X
3
0.09803, X
4
0.0970, X
5
0.1515 dan X
6
0.3000, dan yang hasilnya adalah 1.40225. Kondisi increasing to scale ini menunjukkan
bahwa apabila kelima faktor produksi ditingkatkan secara proporsional sebesar satu satuan, maka output yang dihasilkan akan meningkat lebih dari satu satuan.
3.8 Analisis Usaha