Konsep Semiotika Tinjauan Mengenai Semiotika

wajah, suatu kesukaan tertentu, letak bintang tertentu, suatu sikap, setangkai bunga, rambut uban, sikap diam membisu, gagap, bebricara cepat, berjalan, kesabaran, kegilaan, kekhawatiran, kelengahan, semua itu dianggap sebagai tanda. 3 Menurut John Fiske, studi semiotic dapat dibagi ke dalam bagian sebagai berikut 4 : 1 Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis tanda yang berbeda, cara-cara yang berbeda dari tanda-tanda di dalam menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bias dipahami di dalam kerangka penggnaan atau konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut. 2 Kode-kode atau system dimana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi pengiriman kode-kode tersebut. 3 Budaya empat dimana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Hal ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan dari kode-kode dan tanda-tanda untuk eksistensi dan bentuknya sendiri. Merurut Denessy dan Peron, tujuan utama semiotika adalah memahami kemampuan otak kita untuk memproduksi dan memahami tanda 3 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual Yogyakarta: Jalasutra, 2013, h. 12. 4 John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2012, cet- 1, h. 66 serta kegiatan untuk membangun pengetahuan tentang sesuatu dalam kehidupan manusia. 5 Semiotika menurut Berger memiliki dua tokoh, yakni Ferdinand de Saussure 1857-1913 dan Charles Sander Pierce 1839-1914. Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semiotika secara terpisah dan tidak mengenal satu sama lain. Saussure di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat. Latar belakang keilmuan Saussure adalah Linguistic, sedangkan Pierce filsafat. 6 Sausure menyebut ilmu yang dikembangkannya semiologi semiology. Sedangkan Pierce menyebut ilmu yang dibangunnya semiotika semiotics. B agi Pierce yang ahli filsafat dan logika, “…Penalaran manusia senantiasa dilakukan lewat tanda. Artinya, manusia hanya dapat bernalar lewat tanda. Dalam pikirannya logika sama dengan semiotika dan semiotika dapat diterapkan pada segala macam tanda….” Dalam perkembangan selanjutnya istilah semiotika lebih popular daripada semiologi. 7 Saussure mendefinisikan ‘semiotika’ semiotics di dalam Course in General Linguistics, sebagai “ilmu yang mengkaji tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan social”. Implisit dalam definisi tersebut adalah prinsip bahwa semiotika sangat menyandarkan dirinya pada aturan 5 Benny H. Hoed. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Depok: Komunitas Bambu, 2011, h. 23. 6 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Yogyakarta: Jalasutra, 2003, h. 256. 7 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2013, h.12. main atau kode social yang berlaku didalam masyarakat, sehingga tanda dapat dipahami maknanya secara kolektif. 8 Pendekatan atas tanda didasarkan pada pandangan Ferdinand de Saussure yang mengatakan bahwa tanda-tanda disusun dari dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi semacam kata atau representasi visual dan sebuah konsep dimana citra bunyi disandarkan. 9 Bagi Saussure, hubungan antara penanda signifier dan petanda signified bersifat arbiter bebas, baik secara kebetulan maupun ditetapkan. 10 Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna aspek material, yakni apa yang dikatakan, ditulis dan dibaca. Sedangkan signified adalah gambaran mental dari bahasa. Saussure menggambarkan tanda yang terdiri dari signifier dan signified sebagai berikut: Gambar 1 Model Semiotik Saussure, Sumber: McQuail, 2000: 312 11 8 Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika. Bandung: Matahari, 2012, cet-4, h. 300. 9 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, cet-4, h. 31. 10 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. cet-4, h. 34. 11 Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2009, h.265. Composed Sign Signifier Signification Reverent Signified Eksternal Reality Hubungan antara penanda dan petanda tersebut adalah produksi kultural. Hubungan diantara keduanya bersifat arbiter dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan atau peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Berdasarkan model pemaknaan ini petanda-petanda merupakan konsep mental yang kita gunakan untuk membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga kita dapat memahami realitas tersebut. Petanda dibuat oleh manusia dan ditentukan oleh kultur atau subkultur yang dimiliki manusia tersebut. 12 Sedangkan menurut Charles Sander Peirce berpendapat semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan system komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda. 13 Pierce menandaskan bahwa tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya, keberadaannya memiliki hubungan sebab akibat dengan tanda-tanda atau karena ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut. Ia menggunakan istilah ikon untuk kesamaannya, indeks untuk hubungan sebab akibat, dan symbol untuk asosiasi konvensional. 14

2. Semiotika Roland Barthes

Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourgh dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik 12 Tomi Suprapto, Pengantar Ilmu Komunikasi dan Peran Manajemen dalam Komunikasi,Yogyakarta: CAPS, 2011, h.101. 13 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, cet-4, h. 13. 14 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi., cet-4, h. 34. di sebelah barat daya Perancis. 15 Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, akan tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dan konvensi yang dialami diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification” signifikasi dua tahap. 16 Konsep semiotika Roland Barthes pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi system terstruktur dari tanda. 17 Dalam istilah order of signification Barthes mengembangkan dua system penandaan bertingkat, yaitu first order signification adalah denotasi, sedangkan konotasi adalah second order signification. 18 15 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. cet-4, h. 63. 16 Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, h. 15. 17 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi., cet-4, h. 15 18 M.Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 45