Tabel 1 Total transpor massa air yang berasal dari Arlindo secara keseluruhan, laut dan selat di sekitar perairan selatan Sumbawa Burnett et al., 2003
Asal massa air Tanpa
memperhitungkan angin Sv
Dengan memperhitungkan
angin Sv
Arlindo 20.00
20.00 Laut Timor
5.08 14.75
Laut Flores 0.87
1.86 Selat Lombok
4.50 1.11
Selat Ombai 9.35
4.46 Selat Sumba
3.58 0.89
2.3 Suhu
Suhu Permukaan Laut SPL perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh topografi daratan danatau fluks atmosfer-lautan disebabkan posisi
geografisnya diantara benua Asia dan Australia dan diantara Samudera Hindia dan Pasifik, Aldrian dan Susanto, 2003. Variabilitas SPL di perairan Indonesia
sangat dipengaruhi oleh muson Asia-Australia dan interaksi kompleks antara atmosfer dan lautan, seperti ENSO di Samudera Pasifik tropis bagian barat dan
IODM di Samudera Hindia tropis Susanto et al., 2006, percampuran yang diakibatkan oleh pasut dan Arus Lintas Indonesia Qu et al., 2005. Variabilitas
SPL tahunan sekitar 3.5 C dimana wilayah-wilayah dekat Australia Laut
Arafuru, Samudera Hindia antara Australia dan JawaNusa Tenggara memiliki variabilitas SPL tertinggi. SPL rata-rata tahunan di perairan Indonesia adalah
26.8 C – 29.9
C Susanto et al., 2006. Menurut Purba 2009, variasi SPL di selatan Jawa-Sumbawa berkisar antara 26.0
C – 28 C dimana SPL bagian
timur perairan selatan Jawa-Barat cenderung lebih rendah 26.0 C – 27.5
C daripada bagian barat 26.5
C – 28.5 Variabilitas suhu permukaan laut mempengaruhi karakteristik biologis di
laut baik secara langsung maupun tidak langsung Farita et al., 2006. Sebaran SPL merupakan salah satu indikator terjadinya proses upwelling di suatu
perairan Farita et al., 2006. Nilai SPL dan gesekan angin zonal dapat digunakan untuk menghitung transpor Ekman di perairan Indonesia Sprintall dan
Liu, 2005. Fakta bahwa SPL rata-rata bulanan di daerah perbatasan antara C.
selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan terendah dibanding wilayah lain di Selatan Jawa-Sumbawa selama bulan Juli-September mengindikasikan
penguatan upwelling di daerah tersebut Purba, 2009. Ketebalan lapisan tercampur sangat tergantung pada kecepatan dan
lamanya angin bertiup. Proses percampuran air laut di perairan Indonesia juga ditentukan oleh aliran kuat pada perairan dangkal atau dari selat-selat yang
sempit dan percampuran oleh energi pasut Ffield dan Gordon, 1996. Wyrtki 1961 menyatakan bahwa gradien suhu pada lapisan homogen tercampur
tidak lebih dari 0.03 Cm. Menurut Purba 1995 di perairan Selatan Jawa
ketebalan lapisan tercampur berkisar antara 40-75 m. Hasil penelitian Farita et al. 2006 menyatakan bahwa pada Musim Barat ketebalan lapisan tercampur di
selatan Jawa bagian barat paling dalam sekitar 100 m dan pada Musim Timur lapisan tercampur ditemukan paling tipis sekitar 50 m. Sementara Fieux et al.
1994 menyatakan bahwa di perairan selatan Sumbawa pada kedalaman 0-50 m terdapat kolom massa air dengan suhu lebih tinggi dari 26
Dibandingkan perairan sekitarnya, seperti selatan Jawa-Bali, lapisan tercampur perairan selatan Sumbawa secara umum lebih dalam, lebih dingin dan
salinitasnya lebih tinggi. Hal ini disebabkan kuatnya tekanan sistem Angin Muson. Massa air di perairan selatan Sumbawa merupakan massa air hasil
pencampuran antara massa air belum tercampur unmixed yang berasal dari Laut Sawu dan kedua sisi Pulau Sumba dan massa air yang keluar dari Laut
Timor yang telah terekspos Angin Muson Tenggara yang kering dan bercampur dengan massa air hangat yang berasal dari barat laut Australia serta massa air
dekat permukaan yang bersalinitas tinggi yang berasal dari Samudera Hindia khususnya dari perairan antara Bali dan Australia Fieux et al., 1994.
C. Penelitian Cresswell et al. 1993 di Laut Timor pada Musim Barat kedalaman lapisan
tercampur lebih dalam dan hangat.
Gradien perubahan suhu pada lapisan termoklin sekitar 0.05 Cm
Laevastu and Hela, 1970. Ross 1970 menyatakan bahwa gradien perubahan suhu lapisan termoklin sekitar 0.1
Cm. Di perairan selatan Jawa, batas lapisan termoklin sebelah atas adalah 45-70 m dan batas bawahnya adalah 150-200 m
Purba, 1995. Hasil penelitian Fieux et al. 1994 menunjukkan bahwa pada musim barat Februari-Maret di perairan antara Bali dan Australia pada lintang
8 -10.5
LS ketebalan lapisan termoklin sekitar 80-207 m dengan kisaran perubahan suhu sekitar 10-27
C. Hal ini merupakan efek dari bertiupnya Angin
Muson Barat Laut yang menyebabkan proses downwelling di perairan selatan Jawa-Sumbawa dan membangkitkan Arus Pantai Jawa. Masuknya massa air
hangat bersalinitas rendah dekat perairan pantai meningkatkan kedalaman dinamik dan memperkuat pengaruh angin baratan di atas sirkulasi permukaan
yang mengarah ke timur. Cresswell et al. 1993 menyatakan bahwa lapisan termoklin kuat di Laut
Timor pada musim timur Oktober terbentuk pada kedalaman 80-120 m dengan kisaran perubahan suhu 18-25
C. Gordon dan Illahude 1996 menyatakan bahwa pada saat Angin Muson Tenggara bertiup, termoklin di Laut Flores berada
pada kedalaman 80-300 m dengan kisaran 10-26
Ketebalan dan kedalaman lapisan perairan dipengaruhi oleh proses- proses regional yang terjadi di sekitar perairan selatan Sumbawa. Penebalan
lapisan tercampur pada Musim Peralihan I diduga berkaitan dengan datangnya Gelombang Kelvin di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa Sprintall et al.,
2000. Selama periode La Nina massa air hangat dari Samudera Pasifik bergerak menuju Samudera Hindia melalui selat di sepanjang Jawa hingga Timor.
Masuknya massa air hangat ini menyebabkan lapisan termoklin bertambah dalam sekitar 20-30 m dan intensitas penaikan massa air melemah. Dangkalnya
lapisan termoklin di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa berkaitan dengan ENSO melalui jalur Arlindo dan anomali Angin Muson Tenggara Susanto et al.,
2001. Lapisan dalam terdapat di bawah lapisan termoklin. Pada lapisan ini penurunan suhu terhadap kedalaman sangat kecil Nybakken, 1992.
C. Massa air yang berada di lapisan termoklin ini pada kedalaman 80-200 m merupakan massa air Samudera
Pasifik Utara subtropis dan menyebar ke bagian barat Laut Banda dan membelok ke utara memasuki Celah Timur hingga Samudera Hindia.
Sebaran menegak suhu perairan penting untuk mengetahui stratifikasi vertikal massa air. Volume dan kecepatan transpor massa air secara vertikal
dalam bentuk upwelling dan downwelling ditentukan oleh stratifikasi lapisan kolom perairan, terutama ketebalan dan kedalaman lapisan termoklin. Selain itu,
keberadaan lapisan termoklin sangat mendukung tingginya laju produktifitas primer di laut. Bagian bawah dari lapisan tercampur atau lapisan atas lapisan
termoklin merupakan daerah yang memiliki konsentrasi nutrien yang cukup tinggi sehingga dapat merangsang meningkatnya produktifitas primer. Lapisan
termoklin yang dangkal dapat lebih berperan dalam menunjang produktifitas perairan daripada lapisan termoklin yang dalam. Ini disebabkan karena pada
saat terjadi proses percampuran vertikal, nutrien pada lapisan termoklin yang dangkal lebih mudah mencapai lapisan permukaan daripada lapisan termoklin
yang lebih dalam. Beberapa penelitian tentang produktifitas primer dalam kaitannya dengan keberadaan massa air menyimpulkan bahwa kedalaman
dimana konsentrasi klorofil-a maksimum adalah pada bagian batas atas lapisan termoklin Tubalawony, 2007.
2.4 Proses-proses Regional 2..4.1 Gelombang Kelvin