3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di perairan barat daya Sumbawa yang merupakan bagian dari perairan timur laut Samudera Hindia. Lokasi penelitian ini adalah
bagian dari stasiun-stasiun pengamatan tetap PT Newmont Nusa Tenggara di perairan Senunu, Kabupaten Sumbawa Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Lokasi dan posisi koordinat stasiun pengamatan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 6.
Tabel 2 Titik koordinat posisi geografis stasiun pengamatan
No Nama Stasiun
Titik Koordinat Bujur Timur BT
Lintang Selatan LS 1
S01 116.8146
-9.0661 2
S03 116.7999
-9.0711 3
S15 116.8091
-9.0679 4
S16 116.8091
-9.0723 5
S28 116.8071
-9.0637 6
SC01 116.8576
-9.0923 7
ADCP 116.8069
-9.0561
Gambar 6 Lokasi stasiun pengamatan.
2 2
2 2
2
2 2
S28 S16
S15 S03
S01 ADCP
SC01
116°510E 116°510E
116°500E 116°500E
116°490E 116°490E
116°480E 116°480E
9° 2
S 9°
2 S
9° 3
S 9°
3 S
9° 4
S 9°
4 S
9° 5
S 9°
5 S
BALI NUSA TENGGARA BARAT
NUSA TENGGARA TIMUR JAWA TIMUR
120°00E 120°00E
119°00E 119°00E
118°00E 118°00E
117°00E 117°00E
116°00E 116°00E
115°00E 115°00E
7 °0
S 8
°0 S
8 °0
S 9
°0 S
9 °0
S 1
0° S
1 0°
S 11
°0 S
Legenda
2
Stasiun Pengamatan NNT Pipa Tailing
Darat Laut
0.8 1.6
2.4 3.2
0.4 km
®
Skala 1:40.000
Peta Lokasi Stasiun Pengamatan PT Newmont Nusa Tenggara NNT
Sumber Peta : Peta Administrasi Bakosurtanal Tahun 2006
Survei Lapang Tahun 2009 Tahun Pembuatan 2012
Sistem Grid Datum Horizontal
: Grid Geografi : WGS84
Teluk Senunu
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Data Angin
Data angin yang digunakan dalam penelitian ini adalah data angin hasil pengukuran dan angin hasil reanalisis. Penggunaan dua jenis data angin
tersebut dimaksudkan untuk membandingkan kekuatan komponen zonal dan meridional kedua jenis data angin tersebut. Angin yang memiliki kekuatan
komponen zonal yang lebih besar yang akan digunakan dalam analisis korelasi silang karena diasumsikan lebih mendekati kondisi angin yang sebenarnya di
atas permukaan laut dan mempengaruhi proses-proses yang terjadi di perairan Senunu, seperti upwelling dan downwelling.
Data angin hasil pengukuran merupakan data hasil pengukuran di Weather Station WS1A PT Newmont Nusa Tenggara yang berlokasi di Batu
Hijau pada posisi koordinat 116.8599 BT dan 8.9714
Data angin hasil analisis ulang diperoleh dari situs LS pada ketinggian 598.6
meter di atas permukaan laut. Alat ukur yang digunakan bersifat continous dengan interval perekaman data setiap 10 menit selama tahun 2000-2009. Data
angin yang digunakan adalah komponen timur-barat zonal dan utara-selatan meridional. Data angin tersebut kemudian dijadikan rata-rata bulanan.
http:www.ifremer.fr cersatendatadownloadgriddedmwfqscat.htm untuk data angin harian daily
periode Januari 2000-November 2009 dengan resolusi spasial 0.5 x 0.5
atau sekitar 50 km x 50 km. Data harian tersebut kemudian dijadikan rata-rata
bulanan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data kecepatan angin yang terdiri atas komponen timur-barat zonal dan komponen utara-selatan
meridional pada posisi koordinat 116.7500 BT dan 9.2500
LS
3.2.2 Data SOI
Data SOI yang digunakan merupakan data bulanan rata-rata dan diperoleh dari situs Australian Bureau of Meteorology
http:www.bom.gov.au .
Metode perhitungan SOI yang digunakan oleh Badan Meteorologi Australia adalah sebagai berikut:
dimana: = Southern Oscillation Index
= anomali tekanan udara di atas Tahiti = anomali tekanan udara di atas Darwin
= standar deviasi dari perbedaan tekanan udara Nilai SOI positif berkaitan dengan kejadian La Nina dan nilai SOI negatif
berkaitan dengan kejadian El Nino. La Nina dan El Nino lemah ketika nilai indeks berkisar 0.5-0.9, La Nina dan El Nino sedang ketika nilai indeks berkisar 1.0-1.4
dan La Nina dan El Nino kuat ketika nilai indeks lebih besar dari 1.5.
3.2.3 Data DMI
Data DMI diperoleh dari situs http:www.ldeo.columbia.edu
. Perhitungan DMI menggunakan metode rekonstruksi SPL IGOSS. Pertama-tama nilai SPL
rata-rata mingguan dari dua area berikut dicari terlebih dahulu: • Barat : 50
BT – 70 BT 10
LS – 10 • Timur : 90
LU BT – 110
BT 10 Data deret waktu anomali SPL kemudian dicari untuk masing-masing
area. Selanjutnya data anomali SPL barat dikurangi dengan anomali SPL timur. Hasilnya adalah nilai DMI dengan resolusi spasial mingguan. Pada penelitian ini
digunakan data DMI bulanan. Periode positif jika nilai SPL wilayah barat lebih tinggi dibandingkan wilayah timur dan sebaliknya pada saat periode negatif.
LS – katulistiwa
3.2.4 Data Suhu
Data bulanan sebaran menegak suhu dari Januari 2000-November 2009 diperoleh dari hasil pengukuran rutin bulanan yang dilakukan oleh PT Newmont
Nusa Tenggara menggunakan alat CTD. Interval waktu pengukuran tidak seluruhnya tepat 30 hari sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Hal tersebut
diduga disebabkan kendala teknis di lapangan, seperti ketersediaan alat dan personel. Namun diasumsikan data suhu hasil pengukuran CTD merupakan data
bulanan karena frekuensi pengukuran dengan interval 21-30 hari berkisar 50- 58 di seluruh stasiun pengamatan.
Tabel 3 Rentang dan kekerapan periode pengukuran suhu di perairan Senunu, Sumbawa Barat tahun 2000-2009 Hari
Stasiun S01
S03 S15
S16 S28
SC01 1-5
6-10 2
2.06 1
0.98 2
1.94 1
0.97 2
1.90 11-15
3 3.09
3 2.94
4 3.88
4 3.88
6 5.71
5 5.26
16-20 10
10.31 13
12.75 11
10.68 11
10.68 10
9.52 7
7.37 21-25
15 15.46
13 12.75
18 17.48
17 16.50
15 14.29
12 12.63
26-30 29
29.90 29
28.43 24
23.30 27
26.21 29
27.62 33
34.74 31-35
11 11.34
9 8.82
15 14.56
13 12.62
12 11.43
11 11.58
36-40 7
7.22 12
11.76 14
13.59 16
15.53 14
13.33 12
12.63 41-45
12 12.37
12 11.76
4 3.88
3 2.91
9 8.57
6 6.32
46-50 3
3.09 7
6.86 7
6.80 8
7.77 6
5.71 6
6.32 51-55
4 4.12
1 0.98
3 2.91
2 1.94
1 0.95
3 3.16
56-60 1
1.03 1
0.98 1
0.97 1
0.97 1
0.95 61-65
1 0.98
Jumlah 97
100 102
100 103
100 103
100 105
100 95
100 21-35
55 56.70
51 50.00
57 55.34
57 55.34
56 53.33
56 58.95
Selain itu, juga digunakan data hasil perekaman beberapa termistor yang dipasang di ADCP array dengan interval waktu 10 menit selama tahun
2000-2007 pada beberapa kedalaman, yaitu 26 m, 31 m, 36 m, 41 m, 46 m, 51 m, 56 m, 61 m, 66 m, 71 m, 76 m, 78 m dan 83 m. Untuk mendapatkan nilai suhu
pada kedalaman termoklin yang dianalisis dilakukan proses interpolasi. Data CTD menggambarkan sebaran spasial dan temporal suhu secara vertikal.
Sedangkan data termistor hanya menggambarkan sebaran temporal suhu.
3.3 Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan tujuan penelitian, yaitu data untuk mengkaji karakter suhu dan data untuk analisis deret
waktu. Kajian karakter suhu di perairan Perairan Senunu dilakukan dengan membuat sebaran spasial dan temporal suhu. Analisis deret waktu terdiri dari
analisis spektrum densitas energi power spectral density seluruh parameter dan korelasi silang cross correlation untuk mengetahui kospektrum densitas energi,
koherensi kuadrat dan beda fase dari dua parameter yang diamati.
3.3.1 Sebaran Menegak dan Temporal Suhu
Sebaran menegak suhu dibuat berdasarkan data suhu hasil pengukuran CTD. Berdasarkan sebaran menegak suhu ditentukan batas kedalaman dan
kisaran suhu minimal dan maksimal setiap lapisan perairan. Profil sebaran menegak suhu, ketebalan setiap lapisan perairan dan variasi suhu berdasarkan
musim digunakan untuk mengkaji karakter suhu di Perairan Senunu. Data suhu hasil pengukuran termistor tidak dibuatkan sebaran menegaknya karena
pengukuran hanya dilakukan pada kedalaman tertentu sehingga tidak bisa menggambarkan kondisi seluruh kedalaman perairan secara vertikal.
Data suhu hasil pengukuran CTD setiap stasiun pengamatan dan termistor dibuatkan sebaran temporalnya dalam domain waktu time domain.
Untuk menjelaskan keterkaitan perubahan temporal suhu pada beberapa kedalaman di lapisan termoklin dengan angin, SOI dan DMI dilakukan dengan
membandingkan sebaran temporal parameter-parameter yang diamati dalam bentuk stickplot.
Data angin hasil reanalisis yang berformat NetCDF diekstraksi dengan bantuan perangkat lunak Ocean Data View mp sehingga dihasilkan data dalam
format dokumen .txt yang bisa diolah di perangkat lunak Microsoft Excel 2007. Selanjutnya setiap data dibuatkan sebaran temporalnya menggunakan perangkat
lunak Grapher v.7. Sebelum dilakukan kajian keterkaitan antara parameter, semua data harus disamakan interval waktunya yaitu 1 bulan. Khusus untuk
analisis deret waktu antara data termistor ADCP dan data angin digunakan interval waktu 1 hari.
3.3.2 Analisis Deret Waktu
Analisis spektral merupakan metode untuk mengeksplorasi pola-pola cyclic dari data deret waktu time series. Tujuan analisis ini adalah untuk
memisahkan data deret waktu yang terdiri dari komponen cyclic yang kompleks menjadi beberapa fungsi sinusoidal sinus dan cosinus dari beberapa panjang
gelombang tertentu. Analisis deret waktu dilakukan terhadap data suhu hasil pengukuran
CTD, suhu hasil pengukuran termistor, angin hasil pengukuran, angin hasil reanalisis, SOI dan DMI. Metode yang digunakan adalah Fast Fourier Transform
FFT.
3.3.2.1 Spektrum densitas energi
Spektrum densitas energi digunakan untuk mengetahui periode fluktuasi dan nilai densitas energi setiap parameter, yaitu suhu hasil pengukuran CTD,
suhu hasil pengukuran termistor, komponen zonal dan meridional angin hasil pengukuran dan angin hasil reanalisis, SOI dan DMI. Spektrum densitas energi
parameter suhu dilakukan untuk kedalaman lapisan tercampur 5 m dan beberapa kedalaman di lapisan termoklin, yaitu di bagian atas 75 m, tengah
125 m dan bawah lapisan termoklin 200 m. Data deret waktu suhu terlebih dahulu diubah dari domain waktu
menjadi domain frekuensi. Dengan analisis FFT, komponen Fourier dari
deret waktu yang dicatat pada selang waktu h 1 bulan atau 1 hari diberikan oleh Bendat dan Piersol, 1971:
dimana: = fungsi FFT pada frekuensi ke kfk
N = jumlah pengamatan
t = 0, 1, 2,...,N-1 h = 0, 1, 2,...,N-1
i = bilangan imajiner
Dari data FFT tersebut dapat diperoleh nilai fungsi spektrumnya Sx dengan rumus:
Program komputer untuk menghitung spektrum densitas energi seluruh parameter yang diamati dengan analisis FFT menggunakan perangkat lunak
Statistica 6.0 for Windows. Level signifikan densitas energi seluruh parameter yang dianggap signifikan pada level 95 yang ditandai dengan garis putus-putus
warna hijau pada grafik spektrum densitas energi.
3.3.2.2 Korelasi silang
Korelasi silang antara parameter suhu hasil pengukuran CTD dengan angin zonal dan meridional hasil pengukuran dan reanalisis, antara parameter
suhu hasil pengukuran CTD dengan SOI, antara parameter suhu hasil pengukuran CTD dengan DMI, antara parameter suhu hasil pengukuran termistor
dengan angin zonal dan meridional hasil pengukuran dan reanalisis, antara parameter suhu hasil pengukuran termistor dengan SOI dan antara parameter
suhu hasil pengukuran termistor dengan DMI digunakan untuk menentukan kospektrum densitas energi, koherensi kuadrat dan perbedaan fase. Data suhu
yang dianalisis adalah suhu pada kedalaman lapisan tercampur dan beberapa kedalaman yang mewakili lapisan termoklin.
Dalam korelasi silang komponen angin hasil pengukuran, angin hasil reanalisis, SOI dan DMI dianggap sebagai parameter yang mempengaruhi x,
sedangkan suhu dianggap sebagai parameter yang dipengaruhi y. Perhitungan nilai spektrum silang hanya dapat dilakukan pada beberapa pasang kelompok
data yang memiliki selang waktu perekaman yang sama.
Dengan analisis FFT, korelasi silang dapat diperoleh dengan terlebih dahulu menghitung kospektrum densitas energi
dari dua pasang data deret waktu dan yang dicatat setiap selang waktu h:
dimana: kospektrum densitas energi dari data deret waktu x dan y
: kNh, k=0,1,...,N-1 : complex conjugate dari
: komponen fourier dari x : komponen fourier dari y
t
Koherensi kuadrat ditentukan dengan rumus:
t
dimana: : densitas energi spektrum Xf
k
: densitas energi spektrum Yf
k
Beda fase dapat dihitung dengan rumus:
dimana: : bagian imajiner dari
: bagian nyata dari Program komputer untuk menghitung korelasi silang dengan analisis
FFT menggunakan perangkat lunak Statistica 6.0 for Windows. Level signifikan konspektrum densitas energi diantara dua parameter yang dianggap signifikan
pada level 95 yang ditandai dengan garis putus-putus warna hijau pada grafik kospektrum densitas energi. Korelasi silang terdiri dari kospektrum densitas
energi, koherensi kuadrat dan beda fase. Kospektrum densitas energi menggambarkan periode fluktuasi kedua parameter yang bersamaan. Hubungan
yang erat antara fluktuasi kedua parameter tersebut digambarkan oleh nilai koherensi yang tinggi begitu juga sebaliknya. Beda fase menunjukkan perbedaan
waktu antara kedua periode fluktuasi. Beda fase positif menandakan bahwa
fluktuasi anginSOIDMI mendahului fluktuasi suhu, sedangkan beda fase negatif menunjukkan bahwa fluktuasi suhu mendahului fluktuasi anginSOIDMI.
Satuan beda fase pada program Statistica for Windows 6.0 adalah tan
-1
. Untuk mengubah satuan beda fase dari tan
-1
menjadi waktu bulan, nilai beda fase tersebut diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk derajat
. Nilai derajat yang diperoleh kemudian dibagi dengan 360 lalu dikalikan periode bulan dari
fluktuasi tersebut. Hasilnya adalah nilai beda fase dengan satuan bulan atau hari.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sebaran Menegak dan Temporal Suhu dan Kaitannya dengan Angin, ENSO dan IODM
Kisaran suhu dan ketebalan lapisan tercampur, termoklin dan dalam disajikan pada Tabel 4 dan sebaran menegak suhu di seluruh stasiun disajikan
pada Gambar 7-10. Berdasarkan stratifikasi vertikal suhu, perairan Senunu terbagi tiga lapisan, yaitu lapisan tercampur, lapisan termoklin dan lapisan dalam.
Pada stasiun yang relatif dangkal, yaitu Stasiun S01 dan S03 stratifikasi menegak suhu perairan sebagian besar hanya terdiri dari lapisan tercampur di
bagian atas dan lapisan termoklin di bawahnya hingga dasar perairan terutama pada Musim Barat.
Tabel 4 Kisaran suhu dan ketebalan lapisan tercampur, termoklin dan dalam di perairan Senunu tahun 2000-2009
Lapisan Musim Barat
Musim Peralihan I Musim Timur
Musim Peralihan II Suhu
Tebal m
C Suhu
Tebal m
C Suhu
Tebal m
C Suhu
Tebal m
C Tercampur 25.7-28.8
83 26.2-28.2
54 24.4-26.1
57 24.5-27.0
55 Termoklin
13.3-25.6 148
13.8-26.1 137
14.5-24.3 124
14.2-24.4 127
Dalam 13.3
13.8 14.5
14.2
Ketebalan lapisan tercampur bervariasi berdasarkan musim. Pada Musim Barat Desember-Februari lapisan tercampur lebih tebal dibandingkan Musim
Timur Juni-Agustus. Pada Musim Barat ketebalan lapisan tercampur berkisar antara 68-119 m dengan rata-rata 83 m, sedangkan pada Musim Timur
ketebalan lapisan tercampur berkisar antara 53-63 m dengan rata-rata 57 m. Pada Musim Peralihan I Maret-Mei ketebalan lapisan tercampur berkisar antara
45-66 m dengan rata-rata 53.5 m dan pada Musim Peralihan II September- November ketebalan lapisan ini berkisar antara 39-66 m dengan rata-rata 55 m.
Lapisan tercampur paling tipis pada Musim Peralihan I diduga disebabkan pada musim ini kekuatan angin paling lemah Gambar 2 sehingga proses pengadukan
perairan oleh angin lebih lemah dibandingkan musim lainnya. Penelitian yang dilakukan Farita et al. 2006 menyatakan bahwa pada Musim Barat ketebalan
lapisan tercampur di selatan Jawa bagian barat paling dalam sekitar 100 m dan pada Musim Timur lapisan tercampur ditemukan paling tipis sekitar 50 m. Purba
1995 menyatakan bahwa ketebalan lapisan tercampur di selatan Jawa sekitar 40-75 m. Selain itu, Fieux et al. 1994 menyatakan bahwa di perairan selatan
Sumbawa pada kedalaman 0-50 m terdapat kolom massa air dengan suhu lebih tinggi dari 26
A B
C C yang mengindikasikan massa air segar yang berasal dari
perairan dalam Indonesia. Perbedaan ketebalan lapisan tercampur pada setiap musim dipengaruhi
oleh perbedaan kekuatan angin di permukaan perairan dimana semakin kuat angin di permukaan akan memperkuat proses pengadukan. Menurut Stewart
2002, ketebalan lapisan tercampur bervariasi setiap musim yang salah satunya dipengaruhi oleh kekuatan turbulensi yang dipengaruhi kecepatan angin dan
gelombang di permukaan perairan.
D E
F Gambar 7 Sebaran temporal suhu pada musim barat Desember-Februari di
perairan Senunu tahun 2000-2009. S01 A; S03 B; S15 C; S16 D; S28 E; SC01 F.
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
32
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Desember Januari
Februari
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30 32
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Desember Januari
Februari
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Desember Januari
Februari
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Desember Januari
Februari
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
32
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Desember Januari
Februari
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Desember Januari
Februari
A B
C
D E
F Gambar 8 Profil sebaran menegak suhu pada musim peralihan I Maret-Mei di
perairan Senunu tahun 2000-2009. S01 A; S03 B; S15 C; S16 D; S28 E; SC01 F.
A B
C
D E
F Gambar 9 Profil sebaran menegak suhu pada musim timur Juni-Agustus di
perairan Senunu tahun 2000-2009. S01 A; S03 B; S15 C; S16 D; S28 E; SC01 F.
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Maret April
Mei 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Maret April
Mei 8
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
an m
Maret April
Mei
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
an m
Maret April
Mei 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Maret April
Mei 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
Maret April
Mei
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
juni juli
agustus 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
juni juli
agustus 8
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
juni juli
agustus
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
juni juli
agustus 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
juni juli
agustus 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
juni juli
agustus
A B
C
D E
F Gambar 10 Sebaran temporal suhu pada musim peralihan IISeptember-
November di perairan Senunu tahun 2000-2009. S01 A; S03 B; S15 C; S16 D; S28 E; SC01 F
Arus Pantai Jawa mengalir di perairan selatan Jawa-Sumbawa pada Musim Barat. Massa air ini berasal dari bagian barat Samudera Hindia tropis dan
berada di lapisan atas karena lebih hangat Wyrtki, 1962. APJ mengalami intensifikasi ke arah timur karena didorong oleh Angin Muson Barat Laut pada
Musim Barat. Masuknya massa air APJ di lapisan atas menyebabkan lapisan tercampur menebal. Sedangkan pada Musim Timur di selatan Jawa-Sumbawa
terjadi kekosongan massa air lapisan atas akibat diseret Angin Muson Tenggara yang kuat meninggalkan pantai. Untuk mengisi kekosongan tersebut massa air
lapisan di bawahnya naik ke atas. Massa air yang bergerak naik tersebut merupakan massa air perairan dalam dari bagian timur yang bersuhu rendah
Wyrtki, 1961. Semakin tebal lapisan tercampur, maka semakin besar rentang
perbedaan suhu terendah dan tertinggi. Suhu lapisan tercampur pada Musim Barat berkisar antara 25.7-28.8
C. Perbedaan suhu lapisan tercampur pada Musim Barat berkisar antara 2.4-3.7
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
September Oktober
November
C. Suhu lapisan tercampur pada Musim
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
September Oktober
November
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
September Oktober
November
8 10
12 14
16 18
20 22
24 26
28 30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
September Oktober
November
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
September Oktober
November
10 12
14 16
18 20
22 24
26 28
30
suhu 0C
500 400
300 200
100
K e
dala m
a n
m
September Oktober
November
Timur berkisar antara 24.4-26.1 C dengan perbedaan suhu sekitar 1.3-2.5
C. Suhu lapisan tercampur pada Musim Peralihan I berkisar antara 26.2-28.2
C dengan perbedaan suhu sekitar 1.4-2.8
C. Profil suhu lapisan tercampur pada Musim Peralihan I cenderung masih mengikuti kondisi Musim Barat. Suhu
lapisan tercampur pada Musim Peralihan II berkisar 24.5-27.0 C dengan
perbedaan suhu sekitar 1.5-3.4 C mengikuti pola Musim Barat. Profil suhu
lapisan tercampur pada Musim Peralihan II lebih dominan dipengaruhi kondisi Musim Timur. Kisaran perubahan suhu pada lapisan tercampur tersebut tidak
jauh berbeda dengan hasil penelitian Wyrtki 1961 yang menyatakan bahwa suhu lapisan tercampur di Laut Banda, Arafura, Timor dan perairan selatan Jawa
memiliki variasi 3-4 C.
Kisaran suhu lapisan tercampur di perairan Senunu umumnya lebih rendah dibandingkan perairan sekitarnya, seperti perairan selatan Jawa yang
diwakili oleh suhu 28 C, 29
C dan 30 C Farita et al., 2006. Suhu lapisan
tercampur yang rendah umumnya ditemukan pada Musim Timur. Bahkan pada Agustus 2000 suhu di lapisan permukaan hanya sekitar 22-23
C. Dibandingkan perairan selatan Jawa-Bali, lapisan tercampur perairan selatan Sumbawa secara
umum lebih dingin. Massa air yang lebih dingin di perairan selatan Sumbawa merupakan massa air hasil pencampuran antara massa air belum tercampur
unmixed yang berasal dari Laut Sawu dan kedua sisi Pulau Sumba dengan massa air yang keluar dari Laut Timor yang telah terekspos Angin Muson
Tenggara yang kering Fieux et al., 1994. Lapisan termoklin terdapat di bawah lapisan tercampur dimana terjadi
perubahan suhu terhadap kedalaman yang sangat besar Pickard dan Emery, 1990. Ross 1970 menyatakan bahwa lapisan termoklin ditandai oleh
perubahan suhu yang relatif besar dengan gradien lebih dari 0.1 Cm. Ketebalan
lapisan termoklin juga bervariasi berdasarkan musim. Ketebalan lapisan termoklin pada Musim Barat berkisar antara 119-204 m dengan rata-rata 148 m.
Nilai ini masih dalam kisaran yang diperoleh Fieux et al. 1994 yang menyatakan bahwa pada akhir Musim Barat hingga awal Musim Peralihan I Februari-Maret
di perairan antara Bali dan Australia pada lintang 8 -10.5
LS ketebalan lapisan termoklin sekitar 80-207 m dengan kisaran perubahan suhu sekitar 10-27
Ketebalan lapisan termoklin pada Musim Timur berkisar antara 83-198 m dengan rata-rata 124 m. Jika dibandingkan dengan ketebalan lapisan termoklin di
Musim Barat, ketebalan lapisan termoklin di Musim Timur lebih dangkal dan tipis. C.
Batas bawah lapisan termoklin di kedua musim tersebut relatif tetap dan yang bervariasi adalah batas atasnya. Hal ini mengindikasikan variabilitas lapisan
termoklin sangat dipengaruhi oleh dinamika lapisan tercampur di atasnya. Wyrtki 1962 yang melakukan pengukuran pada kedalaman 200 m pada saat Angin
Muson Tenggara bertiup bulan Mei-September di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa menemukan hasil yang tidak jauh berbeda. Suhu pada
kedalaman tersebut pada bulan Mei-Juni di selatan Sumbawa adalah 13 C.
Suhu menurun sekitar 3 C menjadi 11
C pada bulan Juli-Agustus yang mengindikasikan terjadinya proses upwelling yang kuat. Bersamaan dengan
proses upwelling tersebut, lapisan termoklin terangkat sekitar 25 m. Cresswell et al. 1993 menyatakan bahwa lapisan termoklin kuat di Laut Timor pada Musim
Peralihan II Oktober terbentuk pada kedalaman 80-120 m dengan kisaran perubahan suhu 18-25
C. Gordon dan Illahude 1996 menyatakan bahwa pada saat Angin Muson Tenggara bertiup, termoklin di Laut Flores berada pada
kedalaman 80-300 m dengan kisaran 10-26 C.
Ketebalan lapisan termoklin berkisar antara 91-177 m dengan rata-rata 137 m pada Musim Peralihan I. Ketebalan lapisan termoklin berkisar antara 96-
160 m dengan rata-rata 127 m pada Musim Peralihan II. Ketebalan dan kedalaman lapisan termoklin di pada kedua musim peralihan lebih dipengaruhi
kondisi Musim Timur. Hal ini diduga disebabkan dominannya pengaruh Angin Muson Tenggara di atas perairan Senunu.
Suhu lapisan termoklin pada Musim Barat berkisar antara 13.3-25.6 C.
Nilai tersebut sesuai dengan hasil penelitian Fieux et al. 1994. Pada Musim Timur suhu lapisan termoklin berkisar antara 14.5-24.3
C. Kisaran nilai ini juga sesuai dengan penelitian Gordon dan Illahude 1996. Suhu lapisan termoklin
pada Musim Peralihan I berkisar antara 13.8-26.1 C. Suhu lapisan termoklin
pada Musim Peralihan II berkisar antara 14.2-24.4
Lapisan dalam pada Musim Barat hanya terbentuk di Stasiun S15 dan S16 dengan ketebalan masing-masing 295 dan 274 m. Batas bawah suhu pada
lapisan termoklin menjadi batas atas suhu lapisan dalam hingga suhu sekitar 8-9 C.
Batas bawah lapisan termoklin merupakan batas atas lapisan dalam dimana pada lapisan ini gradien perubahan suhu relatif kecil. Tidak terdapat
lapisan dalam di stasiun dangkal, seperti Stasiun S01, karena di bawah lapisan tercampur merupakan lapisan termoklin hingga dasar perairan. Lapisan dalam
hanya terbentuk di Musim Timur pada Stasiun S03 dan SC01.
Suhu lebih hangat di lapisan tercampur dan termoklin pada Musim Barat dibandingkan Musim Timur. Lapisan tercampur menebal dan lapisan termoklin
tertekan lebih dalam pada Musim Barat, sedangkan pada Musim Timur lapisan tercampur menipis dan termoklin terangkat ke atas. Hal ini merupakan efek dari
C. Lapisan dalam tidak terbentuk pada stasiun lain yang lebih dangkal disebabkan pada Musim Barat terjadi penebalan lapisan tercampur sehingga
lapisan termoklin tertekan ke bawah hingga dasar perairan. Ketebalan lapisan dalam pada Musim Timur di Stasiun S15 dan S16 masing-masing 198 dan 245
m. Ketebalan lapisan dalam pada Musim Barat lebih dalam dibandingkan Musim Timur. Hal ini berarti lapisan dalam ikut tertekan ke bawah saat terjadi penebalan
lapisan tercampur di Musim Barat dan ikut terangkat naik saat terjadi penaikan massa air di Musim Timur. Ketebalan lapisan dalam pada Musim Peralihan I dan
Musim Peralihan di Stasiun S15 masing-masing 183 m dan 184 m. Profil sebaran menegak suhu di perairan Senunu khususnya di Stasiun
S28, S16 dan S15 memperlihatkan pola yang tidak alami dimana suhu cenderung meningkat pada kedalaman dekat dasar perairan. Hal ini diduga
disebabkan air limbah tailing yang memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan suhu perairan lapisan dalam. Air yang digunakan dalam pengolahan limbah tailing
berasal dari air permukaan sea water intake system yang memiliki suhu lebih hangat dibandingkan suhu lapisan di bawahnya.
Suhu lebih hangat, lapisan tercampur menebal dan termoklin tertekan lebih dalam pada Musim Barat disebabkan bertiupnya Angin Muson Barat Laut
di perairan selatan Jawa-Sumbawa. Angin ini menguatkan Arus Pantai Jawa yang membawa massa air hangat di lapisan atas perairan. Kondisi sebaliknya
terjadi pada Musim Timur dimana suhu lebih dingin, lapisan tercampur menipis dan termoklin terangkat ke atas yang disebabkan bertiupnya Angin Muson
Tenggara yang berasal dari daratan Australia yang membawa udara kering dan dingin. Intensifikasi Angin Muson Tenggara menyebabkan terjadinya upwelling di
sepanjang selatan Jawa-Sumbawa yang dicirikan dengan naiknya massa air lapisan bawah yang dingin ke permukaan. Suhu dan variasi ketebalan dan
kedalaman lapisan tercampur dan termoklin pada Musim Peralihan cenderung mengikuti kondisi Musim Timur kecuali pada Musim Peralihan I di lapisan
tercampur yang cenderung mengikuti kondisi Musim Barat. Hal ini disebabkan lebih dominannya pengaruh Angin Muson Tenggara dibandingkan Angin Muson
Barat Laut di selatan Sumbawa.
bertiupnya Angin Muson Barat Laut yang menyebabkan proses downwelling di perairan selatan Jawa-Sumbawa dan membangkitkan Arus Pantai Jawa.
Masuknya massa air hangat bersalinitas rendah dekat perairan pantai meningkatkan kedalaman dinamik dan memperkuat pengaruh angin baratan di
atas sirkulasi permukaan yang mengarah ke timur. Penelitian Cresswell et al. 1993 di Laut Timor menemukan bahwa pada Musim Barat kedalaman lapisan
tercampur lebih dalam dan hangat. Sebaran temporal suhu bulanan di perairan Senunu periode Januari
2000-November 2009 disajikan pada Gambar 11a-f. Pada Gambar ini terlihat stratifikasi vertikal suhu yang cukup jelas. Untuk pembahasan selanjutnya,
digunakan profil sebaran temporal suhu Stasiun S16 sebagai acuan karena lebih mewakili kondisi pelapisan kolom perairan. Secara umum, lapisan tercampur
diwakili oleh isoterm 27 C dan 28
C. Lapisan termoklin digambarkan oleh kontur isoterm yang lebih rapat satu sama lain. Daerah dengan kontur yang rapat
tersebut dibatasi oleh isoterm 26 C di bagian atas dan isoterm 14
C di bagian bawah sehingga nilai 26
C dan 14 C dianggap mewakili batas atas dan batas
bawah termoklin. Lapisan dalam diwakili oleh isoterm yang berada di bawah batas bawah lapisan termoklin yaitu isoterm kurang dari 13
C. Berdasarkan Gambar 11d, suhu permukaan laut yang relatif tinggi
ditandai oleh isoterm 28 C terdapat di puncak Musim Barat 2001, 2002, 2005
dan 2009. Suhu permukaan laut yang tinggi agak bergeser ke puncak Musim Peralihan I di tahun 2003 dan 2008. Kedalaman yang dibatasi garis isoterm 28
C hanya sekitar 10 m terdapat di Musim Barat 2006 dan 2007. Suhu permukaan laut yang tinggi pada Musim Barat kemungkinan disebabkan masuknya massa
air hangat dari bagian barat perairan Senunu yang dibawa oleh Arus Pantai Jawa Fieux et al., 1994. Sedangkan suhu permukaan laut yang relatif tinggi
pada Musim Peralihan I diduga diakibatkan oleh Gelombang Kelvin coastally- trapped downwelling Kelvin wave. Gelombang Kelvin membawa massa air
permukaan hangat dari Samudera Hindia tropis pada musim-musim peralihan sehingga memperdalam lapisan tercampur Sprintall et al., 2000.
Selain terdapat suhu permukaan laut yang tinggi, pada Musim Barat terjadi penebalan lapisan tercampur akibat penumpukan massa air hangat di
permukaan yang dibawa oleh Arus Pantai Jawa. Lapisan tercampur yang menebal akan menekan lapisan termoklin lebih dalam, bahkan pada saat-saat
lapisan tercampur sangat tebal, lapisan dalam ikut tertekan.
Gambar 11. Sebaran temporal suhu bulanan di Teluk Senunu periode Januari 2000-November 2009: Stasiun S01 a; S03 b
a
b
Gambar 11 Lanjutan. Sebaran temporal suhu bulanan di Teluk Senunu periode Januari 2000-November 2009: Stasiun S15 c; S16 d
c
d
Gambar 11 Lanjutan. Sebaran temporal suhu bulanan di Teluk Senunu periode Januari 2000-November 2009: Stasiun S28 e; SC01 f
e
f
Suhu permukaan laut yang rendah ditemukan di setiap Musim Timur Juni-Agustus hingga awal Musim Peralihan II September yang digambarkan
oleh isoterm 26 C yang lebih dekat ke permukaan dibandingkan musim-musim
lainnya. Pada saat ini lapisan tercampur menjadi lebih tipis dan lapisan termoklin terangkat lebih ke atas, bahkan pada tahun 2000 dan 2009 tidak terdapat lapisan
tercampur karena dari permukaan telah terbentuk lapisan termoklin. Hal ini diduga akibat penaikan massa air di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa.
Menurut Wyrtki 1962, pada bulan Juli-Agustus di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa terjadi proses upwelling. Pada saat upwelling kuat tidak hanya
mengangkat lapisan termoklin, namun juga mengangkat lapisan dalam, seperti ditunjukkan dengan naiknya isoterm 13
Ketebalan lapisan tercampur tidak persis sama setiap tahun, seperti lapisan tercampur pada musim barat 2001, 2006 dan 2009 relatif lebih tebal
dibandingkan musim barat tahun-tahun lainnya. Selain disebabkan masuknya massa air Arus Pantai Jawa, pembentukan lapisan tercampur yang sangat kuat
tersebut diduga berkaitan dengan kejadian La Nina. Menurut Susanto et al. 2001, selama periode La Nina massa air hangat dari Samudera Pasifik
bergerak menuju Samudera Hindia melalui selat di sepanjang Jawa hingga C pada Musim Timur 2004, 2006 dan
2008. Ketebalan lapisan tercampur dan letak lapisan termoklin memiliki pola
yang berulang setiap tahun sekali. Lapisan tercampur lebih tebal pada Musim Barat Desember-Februari dengan ketebalan sekitar 100 m, lapisan termoklin
terletak pada kedalaman 100-200 m. Lapisan tercampur mulai menipis dan lapisan termoklin mulai bergerak ke arah permukaan pada Musim Peralihan I
Maret-Mei. Lapisan tercampur dalam keadaan paling tipis sekitar 50 m dan lapisan termoklin ditemukan pada kedalaman sekitar 50-150 m pada Musim
Timur dan awal Musim Peralihan II September. Lapisan tercampur mulai menebal kembali pada akhir Musim Peralihan II Oktober-November. Pola ini
kemudian terulang kembali pada tahun berikutnya. Hal ini berarti suhu pada lapisan tercampur dan lapisan termoklin menunjukkan variasi tahunan annual.
Meskipun memiliki pola berulang setiap tahun, ternyata pola tersebut tidak persis sama setiap tahun. Terdapat variasi antar-tahunan interannual suhu
pada lapisan tercampur dan termoklin. Setiap tahun pada bulan Juni-September terjadi pengangkatan lapisan termoklin, namun letak lapisan termoklin pada
bulan-bulan tersebut tidak selalu sama dari tahun ke tahun.
Timor. Masuknya massa air hangat ini menyebabkan lapisan termoklin bertambah dalam sekitar 20-30 m dan intensitas penaikan massa air melemah.
Waktu terjadinya penebalan lapisan tercampur tidak persis sama setiap tahun, misalnya pada tahun 2001, 2006 dan 2009 penebalan intensif terjadi pada
puncak musim barat Desember-Februari. Sementara pada tahun 2003 dan 2008 penebalan lapisan tercampur terjadi pada musim peralihan I Maret-Mei
Penebalan lapisan tercampur pada Musim Peralihan I diduga berkaitan dengan datangnya Gelombang Kelvin di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa
Sprintall et al., 2000. Lapisan tercampur menipis dan lapisan termoklin terangkat pada Musim
Barat tahun 2002, 2004 dan 2007. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan munculnya gejala El Nino pada tahun 2002 dan 2004 dan IOD positif pada tahun
2007. Menurut Susanto et al. 2001, dangkalnya lapisan termoklin di sepanjang pantai selatan Jawa-Sumbawa berkaitan dengan ENSO melalui jalur Arlindo dan
anomali Angin Muson Tenggara. Menurut Saji et al. 1999, pendangkalan lapisan termoklin di timur Samudera Hindia tropis disebabkan angin zonal di
wilayah tersebut bertiup lebih kuat dan lebih lama daripada biasanya. Suhu maksimum tidak mencapai 26
C pada Musim Timur hingga pertengan Musim Peralihan II Juli-Oktober kecuali pada musim timur tahun
2005. Bahkan pada tahun 2000 suhu maksimum hanya sekitar 23-24 C. Hal ini
diduga disebabkan kuatnya pengaruh Angin Muson Tenggara yang membawa udara kering dan dingin dari benua Australia.
Fluktuasi yang bersifat setengah tahunan semiannual terlihat pada lapisan dalam isoterm kurang dari 13
Untuk melihat keterkaitan antara suhu perairan Senunu di Stasiun S16 dengan komponen angin hasil pengukuran, angin hasil reanalisis, SOI dan DMI
dilakukan dengan membuat sebaran temporal semua parameter tersebut seperti disajikan pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12a suhu air laut di lapisan
tercampur dan termoklin memiliki fluktuasi tahunan dan antar-tahunan, sedangkan pada lapisan dalam terdapat fluktuasi setengah tahunan. Fluktuasi
setengah tahunan dan tahunan diduga merupakan respon sistem Angin Muson, sedangkan fluktuasi antartahunan diduga dipengaruhi ENSO dan IODM. Gambar
C, seperti pada tahun 2001 dimana terdapat fluktuasi yang ditandai oleh satu lembah dan satu puncak setiap enam
bulan. Fluktuasi setengah tahunan ini menggambarkan variasi suhu yang terjadi selama pergantian musim, dari musim peralihan ke musim peralihan berikutnya.
12b merupakan sebaran anomali suhu yang merupakan nilai perbedaan antara suhu pada satu bulan tertentu dibandingkan dengan nilai suhu rata-rata selama
10 tahun bulan tersebut. Anomali suhu yang jelas terjadi di lapisan termoklin. Anomali suhu yang bernilai positif sekitar +1.5sampai +2.5 terjadi pada Musim
Barat tahun 2001, Musim Peralihan I tahun 2006, sepanjang tahun 2008 dan Musim Barat dan Musim Peralihan I tahun 2009. Anomali suhu positif diduga
berkaitan dengan kejadian La Nina. Anomali suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata disebabkan pada saat kejadian La Nina kolam air hangat
menumpuk di bagian barat Samudera Pasifik tropis dan menyebabkan presipitasi yang lebih tinggi dari biasanya di wilayah Indonesia. Hal ini menyebabkan suhu
permukaan laut pun lebih hangat. Anomali suhu bernilai negatif sekitar -2.5 sampai -1.5 terjadi pada tahun 2002 dan 2004 didugan berkaitan dengan El Nino
dan tahun 2007 diduga berkaitan dengan kejadian IODM. Anomali suhu yang lebih rendah dibandingkan suhu rata-rata disebabkan pada periode El Nino tinggi
muka air di Samudera Pasifik tropis bagian barat lebih rendah dari biasanya sehingga transpor massa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui
Arlindo melemah. Hal ini menyebabkan proses penaikan massa air di selatan Jawa-Sumbawa lebih intensif dari biasanya. Massa air lapisan bawah ini
merupakan massa air dingin. Pada saat kejadian IODM positif, suhu permukaan laut menjadi lebih dingin dari biasanya karena angin zonal yang bergerak ke
barat bertiup lebih lama dan kuat. Untuk menganalisis fluktuasi angin hasil pengukuran dan angin hasil
reanalisis, stickplot angin ditampilkan pada Gambar 12c dan 12d. Secara visual tampak jelas bahwa di atas perairan selatan Sumbawa angin bertiup dominan
dari tenggara dan mencapai puncak intensifikasi sekitar bulan Juli-Agustus dan pada awal tahun angin bergerak dari barat laut. Kekuatan angin yang bertiup ke
barat laut lebih besar dibandingkan angin yang mengarah ke tenggara. Angin bertiup dari barat laut dengan kekuatan relatif seragam yang menandakan Musim
Barat dan awal Musim Peralihan I pada bulan Desember-Maret. Angin berbalik arah ke barat laut dengan kekuatan yang makin besar pada bulan April-Mei dan
kekuatan angin mencapai puncak pada bulan Juni-Juli, Angin Muson Tenggara cenderung makin melemah pada bulan Agustus-November.
Gambar 12 Sebaran temporal suhu bulanan perairan Senunu di Stasiun S16
a; anomali suhu bulanan terhadap suhu bulanan rata-rata sepuluh tahun di Stasiun S16 b; stickplot angin hasil pengukuran c;
stickplot angin hasil reanalisis d; SOI bulanan 2000-2009 e; dan DMI bulanan 2000-2007 f.
a
b
c
d
e
f
-2 -1
1 2
D MI
-30 -20
-10 10
20 S
O I
Jan-00 Jan-01
Jan-02 Jan-03
Jan-04 Jan-05
Jan-06 Jan-07
Jan-08 Jan-09
Jan-10
Tahun
Demikian pola yang terjadi setiap tahun sehingga dapat dikatakan bahwa angin yang bertiup di atas perairan selatan Sumbawa memiliki pola berulang
setiap satu tahun sekali. Pola ini sangat jelas terlihat pada stickplot angin hasil pengukuran. Pola angin hasil reanalisis tidak terlalu teratur diduga karena
datanya merupakan hasil analisis ulang dan interpolasi data meteorologi dari berbagai pusat pengamatan dan penelitian parameter meteorologi dunia.
Terdapat perbedaan arah dan kecepatan antara angin hasil pengukuran dengan angin hasil reanalisis grafik tidak ditampilkan. Pada angin hasil
pengukuran, komponen meridional orientasi utara-selatan lebih besar daripada komponen zonal orientasi timur-barat. Hal ini menyebabkan resultante arah
angin lebih condong ke utara daripada barat laut. Sementara pada angin hasil reanalisis, komponen zonal lebih besar daripada komponen meridional sehingga
arah angin condong ke barat laut. Sebaran temporal suhu menunjukkan fluktuasi antar-tahunan yang diduga
terkait ENSO dan IODM. Untuk menganalisis periode fluktuasi ENSO dan IODM, sebaran temporal SOI periode 2000-2009 disajikan pada Gambar 12e dan Tabel
5, sedangkan sebaran temporal DMI disajikan pada Gambar 12f dan Tabel 6. Tabel 5 Nilai SOI berdasarkan musim tahun 2000-2009
Tahun Musim
Barat Musim
Peralihan I Musim
Timur Musim
Peralihan II Keterangan
2000 9.50
9.93 -1.30
14.00 positif
2001 0.43
-0.67 -3.37
2.23 negatif
2002 -6.67
-7.83 -9.50
-7.00 negatif
2003 2.27
-6.57 -3.63
-2.50 negatif
2004 -11.77
-0.70 -9.63
-5.27 negatif
2005 4.47
-8.50 -1.13
4.03 negatif
2006 -4.33
6.40 -10.10
-7.27 negatif
2007 16.60
-2.37 1.13
5.57 positif
2008 12.50
4.13 5.43
14.87 positif
2009 9.00
1.23 -1.90
-5.83 positif
Berdasarkan Tabel 5, SOI bernilai negatif terjadi sepanjang tahun 2002 dan 2004; tahun 2003 SOI bernilai negatif pada Musim Peralihan, Musim Timur
dan Musim Peralihan II; tahun 2001, 2005 dan 2006 secara total bernilai negatif namun pada musim-musim tertentu memiliki nilai SOI positif. SOI bernilai positif
sepanjang tahun 2008 dan 2009; tahun 2000 SOI bernilai positif pada Musim
Barat, Musim Peralihan I dan Musim Peralihan II; tahun 2007 SOI bernilai positif pada Musim Barat, Musim Timur dan Musim Peralihan II.
Fluktuasi DMI tidak terlihat jelas periodenya karena nilai DMI bervariasi antar-musim. Terdapat nilai DMI positif pada periode 2006- 2007. Variabilitas
DMI tidak jelas terlihat hubungannya dengan variabilitas suhu di lapisan tercampur dan termoklin secara visual. Pengaruh DMI baru terlihat pada saat
bernilai ekstrim positif, seperti tahun 2007. Tabel 6 Nilai DMI berdasarkan musim tahun 2000-2009
Tahun Musim
Barat Musim
Peralihan I Musim
Timur Musim
Peralihan II Keterangan
2000 0.06
0.44 -0.08
0.00 positif
2001 0.27
0.03 -0.76
-0.44 negatif
2002 0.20
-0.45 -0.32
0.36 negatif
2003 -0.52
0.13 0.59
0.00 positif
2004 -0.09
-0.10 -0.30
0.10 negatif
2005 -0.30
-0.22 -0.38
-0.50 negatif
2006 -0.35
0.01 0.15
1.33 positif
2007 0.17
0.38 0.21
positif
4.2 Spektrum Densitas Energi 4.2.1 Suhu Hasil Pengukuran CTD dan Termistor