Pola Organisasi Ruang Perencanaan Lanskap Untuk Pelestarian Kawasan Budaya Kampung Lengkong Kyai, Tangerang

41 organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai mengalami perubahan seiring dengan perkembangan landuse dan aktivitas yang melatarbelakanginya. Dari informasi landuse dan aktivitas, pola organisasi ruang pada awal pembentukan Kampung Lengkong Kyai tepatnya pada masa Kesultanan Banten abad ke 17-18 tidak terlalu kompleks. Pada masa ini Kampung Lengkong Kyai merupakan sebuah pesantren. Penggunaan lahan yang ada berupa permukiman dengan dua bangunan utama yaitu musala dan masjid serta pondok-pondok santri di sekelilingnya. Permukiman tersebut dikelilingi hutan bambu dan semak belukar serta dilingkungi Sungai Cisadane dan kali kecil Sungai Cipicung. Pada bagian Selatan kampung yang berbentuk bukit digunakan sebagai area pemakaman. Gambar 21 merupakan pola organisasi ruang Kampung lengkong Kyai pada abad ke 17-18. Pola organisasi ruang pada masa perjuangan revolusi abad ke 19-20 berkembang menjadi lebih kompleks dari masa sebelumnya. Pada masa ini Kampung Lengkong Kyai yang sebelumnya merupakan sebuah pesantren telah berkembang menjadi sebuah kampung. Permukiman mengalami perluasan dengan semakin banyaknya rumah para santri dan ulama yang datang dan menetap di Kampung Lengkong Kyai. Selain itu beberapa fasilitas berupa madrasah dan majelis taklim juga dibangun pada masa ini. Terdapat penggunaan lahan untuk pertanian pada bagian Barat kampung untuk memenuhi kebutuhan pangan seiring bertambahnya penduduk kampung. Hutan bambu di sekeliling kampung yang Gambar 21 Pola organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai pada abad ke 17-18 42 sebelumnya tumbuh liar dimanfaatkan penduduk untuk menghasilkan batang bambu. Sementara itu bukit pada bagian Selatan kampung tetap digunakan sebagai area pemakaman penduduk. Gambar 22 merupakan pola organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai pada abad ke 19-20. Pada masa sekarang pola organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai telah berkembang dari masa-masa sebelumnya. Permukiman semakin bertambah luas seiring bertambahnya penduduk kampung. Pada bagian Barat kampung yang sebelumnya merupakan lahan pertanian telah tergusur proyek pengembangan kota baru, sehingga tidak ada lagi lahan pertanian yang tersisa. Saat ini bagian Barat kampung beralih fungsi menjadi permukiman relokasi. Kondisi hutan bambu yang ada semakin menyusut. Selanjutnya Sungai Cipicung yang melingkungi kampung kini sudah tidak mengalir air lagi. Area pemakaman pada bagian Selatan kampung hingga kini masih dipertahankan dan kini batas-batasnya semakin jelas dengan dijadikannya area pemakaman tersebut sebagai Taman Makam Pahlawan TMP Kabupaten Tangerang. Gambar 23 merupakan pola organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai pada masa sekarang. Gambar 22 Pola organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai pada abad ke 19-20 43 3. Respon Terhadap Lingkungan Alam Manusia di dalam kehidupannya tidak dapat terlepas dari interaksi terhadap lingkungan alam. Lingkungan alam dapat mempengaruhi cara manusia beradaptasi dalam kondisi tertentu guna menjamin keberlangsungan hidup. Bentuk respon manusia terhadap lungkungan alam tersebut sangat beragam. Hal ini dapat dilihat pada gaya arsitektur rumah, pola perkampungan dan cara bercocok tanam Hasibuan 2014. Kampung Lengkong Kyai pada masa lalu dikelilingi hutan dengan banyak pepohonan besar dan rumpun bambu. Adanya sumber daya tersebut dimanfaatkan oleh penduduk kampung dalam pembangunan rumah dan pembuatan alat transportasi berupa rakit getek. Pada rumah tradisional yang ada di Kampung Lengkong Kyai sebagian besar masih menggunakan bahan dasar kayu pada bagian dinding dan bambu pada bagian atap. Selain itu, dapat juga ditemui alat transportasi rakit yang dibuat dengan bahan dasar bambu dan sering digunakan penduduk untuk menyebrang ataupun pergi ke suatu tempat dengan mengikuti aliran sungai. Menurut informasi yang ada, jalur transportasi alternatif masyarakat Tangerang khususnya Kampung Lengkong Kyai pada masa lalu adalah Sungai Cisadane dengan menggunakan alat transportasi berupa rakit dan perahu. Selain pemanfaatan vegetasi, respon terhadap lingkungan alam juga dapat terlihat pada pola perkampungan. Jika dilihat pada peta elevasi, Kampung Lengkong Kyai memiliki kontur yang berbukit dengan elevasi yang rendah pada Gambar 23 Pola organisasi ruang Kampung Lengkong Kyai pada masa sekarang 44 tepi sungai. Dengan kondisi topografi kampung yang berbukit, bentuk perkampungan terlihat diadaptasikan sedemikian rupa sehingga mampu menunjang kehidupan penduduk. Bukit dengan elevasi yang tinggi dimanfaatkan sebagai area pemakaman. Dengan demikian area pemakaman dianggap sebagai suatu tempat yang suci sehingga diposisikan di bagian atas kampung. Selanjutnya permukiman diposisikan di bagian tengah pada lahan yang relatif datar dan dekat dengan sumber air berupa sungai. Penempatan permukiman di sini bukan tanpa perhitungan, melainkan justru kedekatan dengan sumber air yang merupakan sumber kehidupan bagi penduduk merupakan suatu upaya untuk menunjang kebutuhan hidup. Selain itu kedekatan permukiman dengan Sungai Cisadane yang relatif lebar turut memberikan pengaruh iklim mikro. Hembusan angin yang cukup dari arah sungai memberikan kenyamanan pada sekitar area permukiman. Jenis tanah latosol yang terdapat pada Kampung Lengkong Kyai memiliki keunggulan jika dimanfaatkan sebagai area sawah. sifat yang menonjol dan penting dari tanah latosol adalah terbentuknya keadaan granular. Keadaan itu merangsang drainase dalam yang sangat baik. Selanjutnya, liat-hidro-oksida dari tanah latosol tidak mempunyai sifat plastisitas dan kohesi yang menjadi ciri liat silikat daerah sedang. Ini memungkinkan pengolahan tanah latosol segera setelah hujan lebat tanpa menyebabkan keadaan fisik tanah yang tidak memuaskan Soepardi 1983. Dengan sifat tanah yang demikian baik, masyarakat Kampung Lengkong Kyai pada masa lalu memanfaatkannya sebagai lahan sawah. Selain itu posisinya yang dekat dengan sungai juga memudahkan masyarakat dalam mengairi lahan sawah tersebut.

4. Tradisi Budaya

Jika dilihat dari sejarah terbentuknya, Kampung Lengkong Kyai didirikan oleh Raden Arya Wangsakara yang merupakan seorang Pangeran Kerajaan Sumedang Larang. Kerajaan ini merupakan kerajaan Sunda bercorak Islam yang cukup besar pada masanya. Warisan budaya Sunda yang dibawa oleh Raden Arya Wangsakara turut diaplikasikan dalam konsep-konsep tata ruang Kampung Lengkong Kyai. Merujuk pada aturan penataan ruang yang menjadi ciri khas bagi permukiman Sunda menurut Salura 2007 menyebutkan bahwa terdapat tiga konsep patempatan dalam kebudayaan Sunda yaitu elemen, orientasi dan mitos. Konsep elemen merupakan tata ruang mikro dalam permukiman Sunda di mana dalam sebuah ruang kecil dibentuk oleh elemen sumber air cai nyusu, rumah imah, pekarangan samping rumah pipir dan pekarangan depan rumah buruan Salura 2007. Tata ruang mikro dalam hal ini mencakup lingkungan sekitar rumah. Konsep elemen ini dapat dilihat pada rumah tradisional yang ada di Kampung Lengkong Kyai. Rumah tradisional imah ini memiliki sebuah pekarangan samping pipir dan sumber air cai nyusu yang berasal dari sungai. Keberadaan pekarangan depan buruan tergantikan dengan teras yang biasa ditemui pada rumah-rumah tradisional betawi untuk menerima tamu. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya akulturasi antar budaya akibat hubungan perdagangan dan pergaulan. Konsep orientasi terdiri dari tiga konsep antara lain konsep lemah-cai, luhur-handap dan kaca-kaca. Ketiga konsep ini dapat diinterpretasikan pada lanskap budaya Kampung Lengkong Kyai. Konsep lemah-cai yang ada di Kampung Lengkong Kyai ini sesuai dengan pendapat Salura 2007 yang 45 menggambarkan sumber kehidupan manusia yang berasal dari tanah dan air. Dalam konsep tata ruang Sunda elemen tanah dan air menjadi elemen penting dalam sebuah kawasan permukiman kampung. Posisi Kampung Lengkong Kyai terlihat strategis dengan adanya bukit di bagian Selatan dan sungai di bagian Utara. Bukit di sini melambangkan tanah, dan dimanfaatkan sebagai makam dengan nilai-nilai spirtual yang ada. Sedangkan sungai melambangkan air, dan dimanfaatkan oleh penduduk kampung sebagai sumber air untuk kehidupan sehari-hari Gambar 24. Demikian juga dengan konsep luhur-handap yang menggambaran hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan alam Salura 2007, di mana dalam tata ruang masyarakat Sunda konsep luhur-handap biasa divisualisasikan dengan penempatan hutan keramat di bagian atas, permukiman di bagian tengah dan pertanian di bagian bawah. Pada kondisi lanskap Kampung Lengkong Kyai abad ke 19-20 dapat diinterpretasikan bahwa terdapat pola penempatan penggunaan lahan dengan konsep luhur-handap. Pada bagian Selatan kampung yang membentuk bukit dengan elevasi yang tinggi dan tutupan vegetasi, dijadikan sebagai area pemakaman yang memiliki nilai spiritual tinggi bagi penduduk kampung. Penempatan makam pada bukit merupakan suatu wujud penghormatan terhadap arwah leluhur. Hal ini serupa dengan penempatan hutan keramat di bagian atas yang merupakan bagian dari konsep luhur-handap. Selanjutnya, penempatan permukiman berada di bagian tengah dan lahan pertanian di bagian bawah semakin menunjukkan visualisasi konsep tersebut Gambar 24. Konsep kaca-kaca merupakan gambaran dari batasan ruang lingkup kehidupan manusia yang tidak selamanya berada dalam kebebasan Salura 2007. Visualisasi dari konsep ini yaitu adanya batas-batas alami dari ruang lingkup kampung seperti hutan, lahan pertanian, sungai dan sebagainya. Dari data yang ada telah diinterpretasikan bahwa terdapat batas-batas alami pada Kampung Lengkong Kyai berupa kontur berbukit dan hutan bambu yang mengelilingi kampung Gambar 24. Konsep yang terakhir dalam konsep tata ruang masyarakat Sunda yaitu konsep mitos yang menerangkan bahwa ruang merupakan manifestasi dari alam yang dipadankan dengan manusia yang memiliki wadah tubuh dan isi jiwa Salura 2007. Konsep isi jiwa pada Kampung Lengkong Kyai terlihat dari terdapatnya makam yang disucikan dan memiliki nilai spiritual tinggi. Sedangkan konsep wadah tubuh terlihat dari terdapatnya ruang-ruang dalam keseluruhan unit kampung sebagai tempat beraktivitas penduduk kampung Gambar 24. Keunikan lain dari Kampung Lengkong Kyai yaitu pola permukimannya yang mengikuti arah kiblat yang merupakan pengaruh dari agama Islam yang dibawa oleh Raden Arya Wangsakara sebagai pendiri kampung. Pemilihan lokasi Kampung Lengkong Kyai dinilai memiliki pertimbangan khusus. Hal ini terlihat dari posisinya yang tepat berada di tepi sungai yang secara kebetulan arah alirannya mengarah ke Barat Laut atau searah dengan kiblat. Posisi yang demikian selain berorientasi ke arah kiblat juga mempengaruhi pola bangunan-bangunan yang ada mengikuti alur sungai. Uniknya hampir secara seragam sebagian besar bangunan-bangunan yang ada di Kampung Lengkong Kyai sisi panjangnya mengarah ke arah kiblat, sedangkan sisi lebarnya mengarah ke Timur Laut sungai dan Barat Daya bukitmakam.