Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu

BAB II HAL-HAL YANG DIKRITIK DALAM TIGA LAGU IWAN FALS VERSI KONSER

2.1 Pengantar

Bab ini membahas tentang hal-hal yang dikritik dalam tiga lirik lagu Iwan Fals versi konser. Ketiga lirik lagu tersebut ialah “Demokrasi Nasi”, “Semar Mendem”, dan “Kisah Sapi MalamKisah PSK”. Lirik-lirik lagu tersebut memiliki tema besar yang berbeda-beda yaitu hukum, ekonomi, dan sosial. Ketiga lirik lagu tersebut mengkritik pemerintahan pada Orde Baru. Hal itu dibuktikan oleh tahun terciptanya lagu tersebut yaitu tahun 1978. Walaupun lagu-lagu tersebut diciptakan tahun 1978, konteks dalam lagu tersebut banyak terjadi sebelum tahun 1978 sehingga lagu tersebut mengangkat kejadian yang pernah terjadi selama Orde Baru. Dalam satu lagu karya Iwan Fals, dapat dijumpai berbagai macam muatan kritik. Oleh karena itu, pembahasan tentang hal-hal yang dikritik dilakukan berdasarkan setiap lagu.

2.2 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu

“Demokrasi Nasi” Lagu ini diciptakan Iwan Fals pada tahun 1978 https:id.wikipedia.org wikiIwan_Fals . Dalam lagu ini, terdapat satu tema besar yaitu hukum. Kritik yang disampaikan dalam lagu ini ada dua, yaitu ketidakadilan pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum. Berikut ini akan disajikan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum dan lemahnya penegakan hukum dalam bentuk tabel. Tabel 2: Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu “Demokrasi Nasi” No. Data Lirik Lagu Hal yang Dikririk 11 Ada lagi sebuah perkara tentang nyawa manusia. Kisah ini memang sudah lama tapi benar terjadi. Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok nggak ada sangsi? Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi. Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga, langsung masuk penjara tanpa bukti nyata Mengapa? Mengapa? Ketidakadilan Pelaksanaan Hukum 12 Undang-undang tampaknya sakit perut. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma Lemahnya Penegakan Hukum Konteks dari lagu ini terjadi pada Orde Baru tahun 1970 tepatnya pada tanggal 6 Oktober di Bandung pada saat pertandingan sepak bola antara pihak AKABRI Kepolisian dengan mahasiswa ITB yang berakhir ricuh. Peristiwa yang terjadi pada saat itu menewaskan seorang mahasiwa bernama Rene Louis Conrad. Rene sebetulnya tidak terlibat dalam pertandingan sepak bola itu, ataupun menyaksikannya. Ia hanya kebetulan berkeliling kampus dengan sepeda motor Harley Davidson. Kebetulan ketika terjadi keributan, Rene lewat di depan kampus dan ia ditembak hingga tewas. Mayatnya dibuang ke atas kendaraan polisi begitu saja, lalu ditaruh di gudang https:id.wikipedia.orgwikiRene_Louis_Conrad Bandingkan pula Kompasiana.comIngat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu. Peristiwa itu diusut bahkan sampai kepada proses peradilan di Mahkamah Militer. Para mahasiswa menduga bahwa pelaku pembunuhan itu adalah Nugroho Djajusman yang merupakan putera seorang Jenderal Polisi, yaitu Jenderal Djajusman. Akan tetapi, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dalam kasus tersebut http:s-kisah.blogspot.co.id2011106-oktober-1970-luka-perta- ma-dalam.html Bandingkan Kompasiana.comIngat Jendral, Hari ini 42 Tahun yang Lalu. Untuk menutup kasus tersebut, dicarilah kambing hitam yaitu seorang anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman. Pada saat anggota Brimob itu diajukan ke pengadilan, mahasiswa justru melakukan protes karena menyadari ketidakadilan yang berlangsung. Meskipun anggota Brimob itu dibela oleh pengacara terkenal Adnan Buyung Nasution, ia tetap dinyatakan bersalah. Sidang Mahkamah Militer Priangan-Bogor pada Desember 1970 memberikan vonis 5 tahun 8 bulan tetapi kemudian pengadilan banding Mahkamah Kepolisian Tinggi 13 April 1972 memberikan vonis berbeda yaitu 1 tahun 6 bulan. Selesai menjalani hukuman, Djani Maman Surjaman kembali berdinas pada kesatuan Brimob dan pada permulaan 1974 berpangkat Pembantu Letnan II https: id.wikipedia.orgwikiRene_Louis_Conrad . Pada contoh 11 berisi muatan kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Anak seorang menteri membuat onar lagi, menembak sampai mati, kok gak ada sanksi?. Tuturan tersebut bermakna „terjadi ketidakadilan pelaksanaan hukum karena anak menteri yang membunuh tidak diadili‟. Akan tetapi, perkara yang terjadi bukan merupakan anak seorang Menteri melainkan anak seorang Jendral Polisi. Nama anak Jendral itu adalah Nugroho Djajusman. Walaupun begitu, Nugroho Djajusman dinyatakan tidak bersalah dan terkesan dilindungi sehingga mengkambinghitamkan anggota Brimob, Brigadir Polisi Dua Djani Maman Surjaman sebagai pelaku pembunuhan. Tuturan kunci Tentu tak sesuai dengan undang-undang di negeri ini yang katanya demokrasi. juga berisi kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum. Pada tuturan tersebut terdapat frasa tak sesuai yang menjadi frasa kunci dari kritik ketidakadilan hukum. Frasa tak sesuai bermakna „tidak selaras‟ dan mengacu pada „ketidaksesuaian antara Undang-Undang dan demokrasi‟. Selain itu, kritik ketidakadilan pelaksanaan hukum terdapat dalam tuturan kunci Lain lagi dengan orang biasa, bila mereka curiga langsung masuk penjara tanpa bukti nyata. Tuturan tersebut bermakna „rakyat yang curiga akan masuk penjara walaupun tidak ada bukti yang menyatakan mereka bersalah‟. Kata mereka dalam tuturan tersebut merujuk pada orang biasa yang berarti rakyat. Pada Orde Baru, rakyat yang menentang pemerintahan ataupun yang sekedar berprasangka akan langsung ditangkap karena dianggap sebagai tindakan subversif terhadap negara. Contohnya adalah pada tahun 1974 terjadi pembredelan beberapa koran dan majalah, seperti Indonesia Raya yang dipimpinan Muchtar Lubis https:ithum.wordpress.com20080228data-data- kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru . Sementara itu, contoh 12 mengkritik tentang lemahnya penegakan hukum. Hal tersebut dibuktikan oleh tuturan kunci Undang-Undang tampaknya sakit perut . Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Dalam tuturan Undang-Undang tampaknya sakit perut terdapat frasa kunci, yaitu sakit perut. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang dapat menderita sakit perut. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit perut berarti „berasa tidak nyaman di tubuh bagian perut‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia yang kita cinta mungkin terkena wabah kolera. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar lemahnya penegakan hukum tidak terus terjadi dan menular ke lembaga lainnya. Menurut KBBI Edisi V, kata kolera berarti „penyakit perut, disertai buang-buang air dan muntah-muntah, dapat menul ar disebabkan oleh basil, kuman‟. Kritik tentang lemahnya penegakan hukum juga terdapat dalam tuturan kunci Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa. Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma . Dalam tuturan Undang-undang tampaknya sedang sakit jiwa terdapat frasa kunci, yaitu sakit jiwa. Tuturan tersebut menggunakan kiasan personifikasi karena Undang-Undang disamakan dengan manusia yang bisa sakit jiwa. Menurut KBBI Edisi V, kata sakit jiwa berarti „sakit ingatan; gila‟. Selain itu, terdapat pula kiasan allegori dalam tuturan Tuan tolong panggilkan dokter ahli untuk Indonesia mungkin terkena wabah selesma. Tuturan tersebut menggunakan kiasan allegori untuk mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan pemimpin baru agar tegas dan tidak takut dalam menegakan hukum. Menurut KBBI Edisi V, kata selesma berarti „sakit kedinginan sehingga mengeluarkan ingus; pilek‟.

2.3 Hal-hal yang Dikritik dalam Lagu