Tujuan Penulisan Manfaat Penulisan

21 Gereja terus mengajak umat beriman untuk tidak takut memanfaatkan sarana- sarana digital, misalnya internet: “Tinggal di belakang akibat ketakutan akan teknologi atau oleh suatu sebab lain merupakan sikap yang tidak dapat diterima, mengingat begitu banyaknya kemungkinan positif yang terkandung dalam internet” Komisi Kepausan untuk Komunikasi Sosial, 2002. Hal ini ditegaskan kembali oleh Paus Benediktus XVI dalam seruannya pada Hari Komunikasi Sedunia yang ke- 44 tahun 2010: “Dunia komunikasi digital, dengan segala kemampuannya untuk berekspresi nyaris tanpa batas, membuat kita lebih menghargai seruan Paulus: „Celakalah aku bila aku tidak mewartakan Injil‟ [1Kor 9 :16]”. Karena itu Gereja menerima dengan gembira dan memandang budaya digital sebagai anugerah Allah sehingga mau memanfaatkan dan menjadikannya sebagai medan perjumpaan dengan Allah. Paus tidak hanya menyerukan kepada umat beriman untuk memanfaatkan sarana digital bagi pewartaan Injil, tetapi juga menjadikan sarana-sarana tersebut untuk menjalin perjumpaan antara warta Injil dengan budaya yang tercipta di era digital ini. Dalam ensikliknya Redemptoris Missio, 1990, Paus Yohanes Paulus II menyatakan: “…Tidak cukuplah untuk memanfaatkan media guna menyebarkan warta kristiani dan ajaran-ajaran otentik Gereja. Diperlukan pula integrasi antara warta tersebut dengan „budaya baru‟ yang tercipta dari komunikasi modern.”RM 37.Gereja berdialog dengan budaya digital dengan tetap menawarkan nilai-nilai Injili dan kemanusiaan. Katekese merupakan komunikasi iman, baik pengetahuan maupun pengalaman iman, untuk meneguhkan, menghayati dan mengembangkan iman 22 sampai terbentuk perilaku beriman yang dewasa dan mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan.Di era digital, proses katekese mengintegrasikan budaya digital dan dapat menggunakan teknologi digital atau wahana virtual sebagai sarana untuk berkatekese.Tanpa meninggalkan ciri-ciri katekese sebagaimana telah dirumuskan mulai PKKI II dan seterusnya, katekese di era digital perlu lebih berciri interaktif, informatif, inklusif dan dialogal. Katekese di era digital perlu mengembangkan pola inkarnatoris yang mulai dengan perjumpaan penuh penghargaan terhadap budaya yang sedang berkembang dan kemudian mengakrabkan diri dengan ungkapan-ungkapan dan idiom-idiom dari budaya tersebut.Ungkapan-ungkapan dan idiom-idiom di era digital ditandai oleh kelimpahan, keterjangkauan, dan bersifat langsung. Kelimpahan berarti sangat banyaknya informasi yang masuk dan bisa diakses. Keterjangkauan berarti mudah dijangkaunya berbagai informasi yang dibutuhkan. Bersifat langsung berarti informasi dapat diperoleh tanpa melalui perantara, cukup dengan browsing melalui sarana digital. Era digital memunculkan cara pewartaan baru, misalnya katekese online. Katekese online bisa dilakukan dengan memanfaatkan media jejaring sosial, Skype , atau media lainnya. Dalam era digital terbentuk komunitas-komunitas virtual, misalnya: komunitas milis, komunitas jejaring sosial, komunitas sms, komunitas BBM. Komunitas ini menjadi ajang berkatekese. Dalam komunitas ini, terjadi proses saling berbagi informasi bahkan saling meneguhkan dalam hal kehidupan beriman. Katekese bagi kelompok ini membantu mereka untuk menjalani proses pertobatan yang berdampak pada sikap mereka terhadap