BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan tempat terjadinya transaksi aset keuangan jangka panjang atau long term financial assets antara investor dan perusahaan dengan
risiko untung dan rugi Sartono, 2001:21. Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan kebutuhan dana jangka panjang dengan menjual
saham atau mengeluarkan obligasi. Untuk menarik pembeli dan penjual untuk berpartisipasi, pasar modal harus bersifat likuid dan efisien. Suatu pasar modal
dikatakan likuid jika penjual perusahaan dapat menjual dan pembeli investor dapat membeli surat-surat berharga dengan cepat. Pasar modal dikatakan efisien
jika harga dari surat berharga mencerminkan nilai dari perusahaan secara akurat. Jogiyanto, 2003:15
Keputusan pendanaan dan invetestasi baik jangka panjang maupun jangka pendek tentu saja saling berkaitan. Jumlah investasi menentukan jumlah
pendanaan yang harus diperoleh, dan para investor yang berkontribusi mendanai saat ini mengharapkan pengembalian investasi di masa depan. Oleh sebab itu,
investasi yang dilakukan perusahaan saat ini harus menghasilkan pengembalian di masa depan untuk dibayarkan kepada para investor. Semakin tinggi pengembalian
maka minat investor akan semakin tinggi pada investasi tersebut. Investor perlu mengetahui apakah investasi tertentu akan memberikan pengembalian yang wajar.
Oleh karena itu, investor memerlukan informasi yang relevan dalam pengembalian keputusan investasinya. Dalam hal ini, laporan keuangan sebagai
informasi akuntansi menjadi sumber informasi bagi investor Brealey, dkk., 2007:7
Tingkat pengembalian yang merupakan nilai dari sebuah perusahaan tercermin dari beberapa rasio salah satunya adalah nilai Earning Per Share EPS.
EPS merupakan nilai dari laba yang tersedia bagi pemegang saham, yaitu laba bersih Earning After Tax EAT dibagi dengan jumlah saham yang beredar.
Semakin tinggi nilai EPS hal ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin sehat dan akan menjadi faktor yang memotivasi para investor untuk menginvestasikan
dananya ke perusahaan Walsh, 2004: 150. Manajer keuangan memiliki peran terhadap penggalangan dana, investasi
dalam aktiva, dan pengelolaan aktiva secara bijak. Keputusan pendanaan menjadi hal yang sangat penting untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi
bagi pemegang saham. Keputusan pendanaan ini menyangkut apakah perusahaan menggunakan hutang lebih banyak atau modal sendiri Brealey, dkk., 2007:3.
Penggunaan hutang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya ekspektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang tinggi, tetapi di sisi lain hutang
akan meningkatkan risiko bagi pemegang saham. Untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi EPS, dalam penelitian ini
digunakan rasio hutang yang terdiri dari Debt to Total Asset ratio DAR dan Debt to Equity Ratio DER
. DAR merupakan rasio yang mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang berasal dari kreditur.DER
merupakan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan
menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
DAR dan DER yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan menggunakan hutang yang tinggi. Kedua rasio ini memberitahu kita proporsi relatif kontribusi
modal oleh kreditor dan oleh pemilik, untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap
fixed cost assets or funds untuk memperbesar EPS bagi pemilik saham
perusahaan Van Horne dan Wachowicz, 2005: 210. Dengan memperbesar
tingkat rasio hutang maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian uncertainty
atau risiko dari EPS yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula. Rasio hutang memliki pengaruh terhadap EPS karena penggunaan hutang
akan mengurangi beban atas pajak sehingga menghasilkan EPS yang lebih besar. Keputusan penggunaan hutang akan mempengaruhi kondisi kesehatan
perusahaan. Perusahaan akan semakin sehat dan dapat meningkatkan EPS apabila perusahaan dapat memperoleh laba yang lebih besar daripada beban bunga yang
harus dibayar. Dan sebaliknya EPS akan negatif apabila laba yang diperoleh lebih kecil daripada beban bunga atas hutang.
Laba yang diperoleh perusahaan pada satu periode tidak selalu dibagikan kepada pemegang saham, ada kalanya laba yang diperoleh diinvestasikan kembali
dalam bentuk laba ditahan. Hal ini tergantung kepada keputusan perusahaan. Tingkat hutang berbeda-beda antar perusahaan yang satu dengan perusahaan
lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu perusahaan Syamsuddin, 2007:89.
Subjek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan emiten sektor properti. Perusahaan-perusahaan sektor properti merupakan salah satu alternatif investasi
yang diminati investor dimana investasi di sektor properti merupakan investasi jangka panjang dan properti merupakan aktiva multiguna yang dapat digunakan
oleh perusahaan sebagai jaminan. Faktor utama yang dapat menghambat bisnis properti adalah tingginya
suku bunga KPR, kenaikan harga bahan bangunan, tinginya tingkat pajak dan sulitnya perijinan atau birokrasi. Pada kenyataannya pada tahun 2009 suku bunga
dana mengalami penurunan sampai tahun 2010 menjadi sebesar 6,62 . Suku bunga kredit diperkirakan turut mengalami penurunan di tahun di tahun 2010
dengan tingkat suku bunga terendah pada kredit modal kerja sebesar 13,66 . Hal ini memicu semakin berkembangnya bisnis properti dan real di Indonesia.
Adapun rata-rata Debt to Total Asset Ratio DAR dan Debt to Equity Ratio
DER dan Earning Per Share EPS perusahaan sektor properti dan real estate pada periode tahun 2006 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1.1
berikut:
Tabel 1.1 Data Debt to Total Asset Ratio DAR, Debt to Equity RatioDER, dan
Rata–Rata Earning Per Share EPS Perusahaan Sektor Properti yang Terdaftar di BEI Pada Tahun 2006 – 2009
NO TAHUN
DAR DER
EPS 1
2006 0.46
1.30 40.35
2 2007
0.49 1.49
19.22 3
2008 0.47
1.27 12.15
4 209
0.45 1.03
34.67 Sumber :
www.idx.co.id
Diolah
Dari data pada tabel 1.1, kita dapat memperhatikan bahwa pada tahun 2006 DAR dan DER sebesar 0.46 dan 1.3 meningkat menjadi 0.49 dan 1.49 pada
tahun 2007 tetapi EPS menurun dari 40.35 pada tahun 2006 menjadi 19.22 pada tahun 2007. Pada tahun 2007 DAR dan DER sebesar 0.49 dan 1.49 menurun pada
tahun 2008 menjadi 0.47 dan 1.27, dan EPS menurun dari 19.22 pada tahun 2007 menjadi 12.15 pada tahun 2008. Berdasarkan fluktuasi nilai DAR, DER, dan EPS
ini dapat diimpulkan bahwa pada periode tahun 2006 sampai 2009, peningkatan dalam DAR dan DER tidak selalu diikuti dengan peningkatan EPS, dan
sebaliknya penurunan dalam DAR dan DER tidak selalu diikuti oleh penurunan
return.
Berdasarkan fenomena ini, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang akan menganalisis pengaruh rasio hutang terhadap EPS
perusahaan sektor properti yang terdaftar di BEI pada tahun 2006 sampai 2009.
B. Perumusan Masalah