BAB II TINJAUAN UMUM PADA MASYARAKAT PETANI JEPANG SEBELUM
PERANG DUNIA II
2.1 Sejarah Awal Pertanian Jepang
Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang berada di sebelah timur benua Asia. Di Jepang terdapat 4 pulau besar serta ribuan pulau kecil. Bentuk geografis
Jepang memanjang dari utara ke selatan kira-kira 3800 kilometer. Luasnya kira- kira 370.000 kilometer persegi. Pulau-pulau besar itu antara lain : Hokkaido,
Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Kepulauan Jepang 75 wilayahnya terdiri dari pegunungan, dan 25 terdiri
dari daratan. Pegunungan Jepang memanjang di seluruh kepulauannya, berupa bukit-bukit yang tertutup hutan dan di antaranya ada lembah-lembah sempit yang
dapat digunakan untuk pertanian. Porsi lahan pertanian Jepang hanya 25 dari total wilayahnya yang sebagian besar berupa pegunungan
dan hanya 12 dari luas daratan di Jepang yang bisa dipergunakan untuk pertanian
http:id.wikipedia.orgwikiEkonomi_Jepang 692013.
Sedikitnyakecilnya wilayah yang dimiliki Jepang tersebut tidaklah menjadi penghalang, tetapi keadaan ini justru memberikan kontribusi yang besar terhadap
perekonomian Jepang. Meskipun wilayah Jepang sangat sempit dan memiliki tanah yang tidak terlalu subur, hanya dengan dengan curah hujan yang berlimpah,
kerja keras yang tak terbatas dan keterampilan pertanian yang tinggi berhasil membuat negara Jepang menjadi negara yang produktif. Selain itu, karena di
latarbelakangi dengan sumber daya alam yang miskin dan wilayah sempit inilah,
Universitas Sumatera Utara
membuat masyarakat Jepang menjadi masyarakat yang memiliki pola fikir untuk selalu “berkreasi dan menciptakan” di segala bidang.
Sejarah Jepang dimulai dari periode zaman yang di tandai oleh pembuatan pot dan kuali serta dilanjutkan oleh periode tahun 300 SM yang di tandai dengan
adanya lompatan budaya yang memperkenalkan sistem pertanian dan peralatan pertanian dari logam. Pertanian, terutama penanaman padi dan teknik pengolahan
logam, masuk dari daratan China sekitar 300 SM yang dibawa oleh bangsa Kan pendatang dari Tairiku. Bangsa Kan membawa kebudayaan pertanian ke Jepang
dan mereka datang dalam jumlah yang sangat besar sehingga cukup mendominasi bangsa yang sudah duluan ada di Jepang waktu itu Mongoloid, Melayupolinesia,
Ainu. Oleh karena itu dapat di simpulkan bahwa nenekmoyang bangsa Jepang merupakan perpaduan antara pendatang dari Tairiku Kan dan bangsa yang sudah
duluan berada di Jepang Ienaga, Kitazima dalam Situmorang 2009:9. Berdasarkan peninggalan–peninggalan benda purbakala periode tahun 300
SM – 300 M disebut dengan periode Yayoi. Hal ini dikarenakan peninggalan benda purbakala ini pertama kali ditemukan di Yayoicho 弥生町 di Tokyo
sekarang dan situs peninggalan sejarah tersebut dinamakan Yayoishikidoki Toyoda dalam Situmorang 2009:8. Pada zaman Yayoi masyarakat sudah tinggal di
dataran rendah karena mereka sudah mengolah sawah, serta ditemukan juga bekas rumah takayukashiki rumah panggung. Rumah panggung dibuat sesuai dengan
kebutuhan hidup untuk dapat menyimpan padi dalam waktu yang cukup lama. Dengan dikenalnya kebudayaan pertanian pada zaman ini, mengakibatkan
terjadinya perubahan pada pola-pola kehidupan di dalam masyarakatnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada masyarakat berburu seperti pada zaman Jomon, masyarakat tidak dapat hidup berkelompok terlalu besar karena akan mengalami kesulitan dalam
memenuhi nafkah. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat petani, yang membutuhkan jumlah orang yang banyak untuk memenuhi tenaga kerja. Karena
pertanian dapat menjamin pendapatan yang tetap, sehingga memungkinkan masyarakatnya untuk tinggal bersama dalam jumlah yang lebih besar daripada
masyarakat berburu. Selain itu, hal ini juga mengakibatkan lahirnya suatu sistem strata sosial yang tidak dikenal di dalam masyarakat berburu Jomon.
Perkembangan ini melahirkan adanya orang kaya dan orang miskin, orang yang berkuasa dan orang yang tidak berkuasa. Kemudian melahirkan adanya status
Tuan atau Raja dan di pihak lain melahirkan status pekerjabudak. Oleh sebab itu pada zaman Yayoi ini dikenal sebagai zaman awal lahirnya masyarakat petani dan
lahirnya sistem strata sosial di Jepang.
2.1.2 Sejarah Awal lahirnya Feodalisme Jepang
Sejak pemerintahan militer berdiri di Jepang, yaitu pada masa Kamakura, babak baru sejarah Jepang yang disebut zaman feodalisme di mulai. Masyarakat
feodal lahir bersamaan dengan lahirnya Shoenseido sistem wilayah yaitu wilayah pertanian yang berdiri sendiri terpisah dari pemerintahan kaisar.
Feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan dimana seorang pemimpin yang biasanya dari kaum bangsawan memiliki anak buah banyak yang juga masih dari
kalangan bangsawan, tetapi lebih rendah yang disebut VazalKizoku keluarga bangsawan.
Setiap Kizoku wajib membayar upeti ke pemimpinnya. Dan pola hubungan seperti ini tidak berhenti hanya dua tingkat saja, tetapi setiap Kizoku juga menjadi
Universitas Sumatera Utara
pemimpin bagi Kizoku-Kizoku yang lain http:tuandiktator.wordpress.com 20080612perkembangan-masyarakat-feodal-zaman-edo
592013. Dalam Shoenseido ini, sering terjadi masalah batas wilayah antara satu Kizoku dengan
Kizoku yang lainnya. Oleh karena itu Kizoku tersebut harus membuat sistem pertahanan sendiri sehingga melahirkan SamuraiBushi di Jepang. Dalam
perkembangan berikutnya ketergantungan para Kizoku terhadap Samurai ini pun semakin erat hubungannya, sehingga peranan Samurai menjadi semakin kuat.
Pasca Perang Gempei merupakan era baru menuju masyarakat feodalisme awal yang dipelopori oleh Minamoto Yoritomo dari klan Genji sebagai pihak
pemenang. Setelah kemenangan ini, Yoritomo pun segera meminta kepada kaisar agar diangkat menjadi Shogun Jenderal pertama di Jepang 1185-1600.
Inti dari sistem feodalisme awal ini adalah Shogun sebagai kepala pemerintahan,
menguasai seluruh wilayah Jepang sedangkan Kaisar memiliki wilayahnya sendiri yang tidak dikuasai oleh Shogun. Dibawah kekuasaan Shogun tersebut ada tuan-
tuan tanah yang memiliki petani sendiri. Jadi para tuan tanah menerima pajak dari petani sebagai pendapatan utama mereka, dimana pajak tersebut ditentukan oleh
tuan tanahnya masing-masing. Kemudian tuan tanah membayar kepada Shogun, dan Shogun juga membayar sebagian untuk biaya hidup Kaisar Situmorang
2009:83.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Pembagian Kelas Masyarakat
Dalam kurun waktu 700 tahun, sampai akhir abad ke 16, feodalisme berkembang secara alami di Jepang, dan semakin berkembang dari satu wilayah
ke wilayah lain. Maka dari itu, saat pemerintah mengambil kebijakan untuk menstratifikasi masyarakat secara jelas dan tegas yang di tujukan untuk
menertibkan dan menyeragamkan tatanan sosial, kebijakan ini juga ditujukan sebagai antisipasai terhadap gekokujo yang sering muncul pada masa lalu.
Gekokujo adalah penumbangan kekuasaan penguasa yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah.
Seiring perkembangan pada sistem strata sosial dalam masyarakat Jepang ini telah melahirkan kesenjangan antara kelas-kelas sosial seperti: orang kaya dan
orang miskin, orang yang berkuasa dan orang yang tidak berkuasa, serta tuan tanah dan pekerja buruh sehingga terbentuk susunan-susunan kelas yang
menandakan adanya tingkat sosial sebagai berikut: a. Kuge adalah kelas masyarakat yang paling tinggi. Kelas ini terdiri para
keturunan bangsawan. Tennou dan para bangsawan-bangsawan di istana masuk dalam kelas masyarakat ini.
b. Buke terdiri dari para Shogun, Daimyo dan keluarga-keluarganya. Merekalah kebijakan-kebijakan dalam kehidupan sosial, po lit ik dan ekono mi
masyarakat. c. Samurai, adalah prajurit yang menjadi pengikut setia para Daimyo dan
Shogun. Selain melakukan pekerjaan militer, para Samurai juga melakukan pekerjaan administrasi dala m pemerintahan Shogun dan Daimyo.
d. Hyakushou petani, secara teoritis merupakan kelas yang berada langsung
Universitas Sumatera Utara
di bawah Samurai dan di atas Chounin. Kelas ini pada prakteknya adalah kelas yang paling tertindas. Kelas ini harus menjamin hidup golongan Kuge,
Buke dan Samurai. Petani pada zaman Edo juga tidak memiliki tanah pertanian sendiri. Mereka hanya menggarap tanah dari tuan tanah, mereka
juga harus hasil panennya secara berkala kepada para pemiliktuan tanah. e. Chounin, kelas yang terdiri dari para pengrajin dan pedagang. Kelas pengrajin
dan pedagang inilah yang menjdai kelas pertengahan dengan kehidupan paling makmur.
f. Eta, adalah kelas masyarakat yang tidak termasuk dalam kelas – kelas yang telah ditetapkan. Kelas ini terdiri dari para penjagal, penggali kubur, penyamak
kulit, dan lain–lain. Dalam tatanan masyarakat orang–orang yang masuk dalam kelas masyarakat Eta benar–benar terasingkan. Bahkan beberapa Samurai dan
Daimyo akan merasa tercemar jika mereka memasuki perkampungan yang banyak di huni oleh golongan orang–orang Eta.
Dari uraian beberapa kelas sosial yang ada dalam masyarakat Jepang, meskipun petani berada dalam
kelas yang berada langsung di bawah Samurai dan
di atas Chounin, namun kaum petani Jepang pada kenyataannya merupakan kelas yang paling menderita dalam menanggung hidupnya. Mereka mendapat perlakuan
yang tidak adil dari para penguasa negara, diantaranya dalam hal pembayaran pajak yang sangat tinggi. Kaum petani tidak mendapatkan penghargaan yang
layak seperti kelas-kelas sosial lainnya. Padahal kaum petanilah yang menjadi “tulang punggung” para penguasa negara dan kelas-kelas sosial lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Pertanian dan Petani Jepang Sebelum Perang Dunia II