menggunakan masalah sehari-hari. Penggunaan kata “realistik” sebenarnya berasal dari bahasa Belanda “zich realiseren” yang berarti “untuk
dibayangkan” atau “to image” Van den Heuvel-Panhuinzen, 1998. Menurut Van den Heuvel-Panhuinzen, pengunaan kata reaistic tersebut tidak sekedar
menunjukkan adanya suatu koneksi dengan dunia nyata real -world tetapi lebih mengacu pada fokus Pendidikan Matematika Realistik dalam
menempatkan penekanan penggunaan suatu situasi yang bisa dibanyangkan imagineable oleh siswa.
48
Penggunaan metode PMR ini mulai dari tingkat SD dan pada tahun 1981 model ini diperkenalkan pada tingkat SLTP. Metode yang diperkenalkan oleh Freudenthal
berusaha mengajar matematika secara bermakna yakni bercirikan oleh:
49
1 Mengajarkan matematika secara lebih menarik, relevan dengan lingkungan
siswa, sedikit formal dan tidak terlalu abstrak. 2
Menekankan belajar dari pengalaman siswa sendiri, bukan berdasar pengalaman gurunya.
3 Memperkenalkan asas kemampuan siswa.
4 Banyak ditekankan pada penyelesaian masalah yang tidak rutin dan mungkin
jawabannya tidak tunggal. Pada pendekatan ini peran guru tidak lebih dari seorang fasilitator,
moderator atau evaluator sementara murid berpikir mengkomunikasikan argumentasinya, menjustifikasi jawaban mereka serta melatih demokrasi
dengan menghargai pembelajaran matematika yang mengacu pada konstruktivis sosial dan dikhususkan pada pendidikan matematika sehingga pembelajaran
matematika nantinya akan lebih bermakna.
50
48
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hal. 20
49
Ipung Yuwono, Pembelajaran …, hal. 17
50
Ipung Yuwono, Pembelajaran …, hal. 20
3. Karakteristik dan Prinsip PMR
Lima karakteristik Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:
51
a Penggunaan dunia nyata.
Siklus berikut ini menunjukkan proses matematisasi konsep yang menggunakan dunia nyata tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi
juga sebagai tempat pengaplikasian matematika. Dunia Nyata
Matematisasi dalam aplikasi matematisasi dan refleks
Abstraksi dan formalisasi Masalah nyata merupakan sajian awal pada proses pembelajaran.
Hal ini memungkinkan siswa menggunakan pengalaman atau pengetahuan sebelumnya untuk melakukan proses matematisasi dan refleksi.
Selanjutnya melalui abstraksi dan formalisasi siswa dapat mengembangkan konsep menjadi lebih lengkap. Akhirnya siswa dapat mengaplikasikan
konsep matematika yang diperolehnya kedunia nyata. Dengan demikian pemahaman siswa terhadap konsep tersebut menjadi lebih kuat.
52
b Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model digunakan dalam melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan berfungsi sebagai
jembatan bridge dari pengetahuan dan matematika tingkat formal. Hal yang perlu difahami dari kata “Model” adalah bahwa “model”
tidak merujuk pada alat peraga. “Model” merupakan suatu alat “vertical” dalam matematika yang tidak bisa dilepaskan dari proses matematisasi
yaitu matematisasi horizontal dan matematisasi vertikal karena model
51
Siti M. Amin, Karakteristik Matematika Realistik, Surabaya: Unesa, 2004, hal. 148-149
52
Ibid .., hal.. 148
merupakan tahapan proses transisi level informal menuju level matematika formal.
c Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Siswa memiliki kebebasan untuk
mengembangkan strategi
pemecahan masalah sehingga diharapkan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk
landasan pengembangan konsep matematika.
d Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses social. Proses
belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi
dalam pembelaran
matematika bermanfaat
dalam pengembangan
kemampuan kognitif dan efektif siswa secara simultan.
e Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,
konsep-konsep matematika tidak dikenalkan kepada siswa secara terpisah atau terisolasi satu sama lain. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran
matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu
konsep matematika secara bersamaan walau ada konsep yang domain.
Tiga prinsip kunci PMR, yaitu:
53
1 Guided Reinvention Through Progresive Mathematizing penemuan
kembali secara terbimbing melalui matematisasi progresif. Menurut prinsip “Guided Reinvention”, siswa harus diberi
kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses yang sama dengan proses yang dilalui para ahli ketika konsep-konsep matematika itu
53
Hobri, Model-Model …, hal. 162