9
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Belajar Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, belajar diartikan sebagai
suatu usaha sadar atau upaya yang disengaja untuk mendapat kepandaian. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang
pengertian belajar. 1 Gagne dan Berliner dalam Anni 2006: 2 mengemukakan bahwa
belajar merupakan proses di mana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.
2 Morgan dalam Anni 2006: 2 mengemukakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari
praktik atau pengalaman. 3 Slameto 2003: 2, belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungannya. 4 Driscrol dalam Uno, 2006: 15 menyatakan ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam belajar, yaitu: belajar adalah suatu perubahan yang menetap dalam kinerja seseorang dan hasil belajar yang muncul dalam
diri peserta didik merupakan akibat atau hasil dari interaksi peserta didik dengan lingkungan.
5 Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan Anni dkk,
2006: 2. 6 Thorndike
Uno, 2006: 11 mengemukakan bahwa belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. 7 Menurut Suprijono 2009: 163, belajar adalah perubahan tingkah laku
secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktek penguatan motivasi yang dilandasi tujuan tertentu
8 J. Bruner Suprijono, 2009: 23-24 menyatakan bahwa proses belajar adalah pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku individu.
Perkembangan kognitif individu terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh lingkungannya. Tahap itu meliputi enactive, iconic dan
symbolic. Tahap enaktif yaitu individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam
upayanya memahami lingkungan sekitarnya. Memahami dunia sekitarnya dengan pengetahuan motorik.
Tahap ikonik yaitu individu memahami obyek-obyek atau dunianya melalui gambar dan visualisasi verbal. Memahami dunia
sekitarnya dengan bentuk perumpamaan dan perbandingan. Tahap simbolik yaitu individu telah mampu memiliki ide-ide atau
gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa dan logika. Memahami dunia sekitarnya melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.
Menurut Bruner dalam Suprijono, 2009: 24 perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi
pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu tersebut. Perkembangan bahasa juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan kognitif. Dalam memahami materi pelajaran, peserta didik melakukan simbol bahasa, logika dan matematika.
Semakin matang peserta didik dalam proses berpikirnya maka semakin dominan sistem simbolnya.
9 Teori belajar konstruktivisme sosial menurut Vygotsky. Dalam Suprijono 2009: 55, konstruktivisme sosial Vygotsky
menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi melalui interaksi dengan orang lain. Keterlibatan dengan orang lain peserta
didik lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Suprijono 2009: 39, menyatakan bahwa
konstruktivisme juga menekankan pada belajar autentik, yakni proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata.
Konstruktivisme juga memberikan kerangka pemikiran belajar sebagai proses sosial atau belajar kooperatif. Belajar merupakan hubungan
timbal balik dan fungsional antara individu dan individu, antara individu dan kelompok, serta kelompok dan kelompok, yang berarti
bahwa belajar adalah interaksi sosial. Dengan cara belajar secara
kooperatif, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik.
Berdasarkan teori belajar konstruktivisme Vygotsky, pembelajaran kooperatif TAI cocok dalam kegiatan pembelajaran, karena
pembelajaran kooperatif tipe TAI menitik beratkan pada belajar sebagai interaksi sosial yakni secara kerja kelompok, proses berfikir, bukan
pada hasil yang telah jadi. Selain itu mengutamakan peran aktif peserta didik dalam pembelajaran.
Menurut Uno 2008: 16, terdapat tiga ciri yang tampak dari orang yang mempelajari suatu obyek tertentu yaitu:
1 Adanya obyek pengetahuan tertentu yang menjadi tujuan untuk dikuasai; 2 Terjadinya proses berupa, berupa interaksi antara seseorang dengan
dengan lingkungannya, atau sumber belajar orang, media dan sebagainya; 3 Terjadinya perubahan perilaku baru sebagai akibat mempelajari objek
pengetahuan tertentu. Berdasarkan
pengertian-pengertian belajar
di atas,
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan perilaku yang
dilakukan manusia akibat dari interaksi antara individu dengan lingkungannya.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar Menurut Slameto 2010: 54- 72, faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar meliputi faktor intern dan faktor ekstern.
Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri manusia, faktor internal, meliputi faktor jasmaniah faktor kesehatan dan faktor cacat
tubuh, faktor psikologis intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, kesiapan dan sikap dan faktor kelelahan.
Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu, mencakup faktor keluarga cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga,
suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan, faktor sekolah metode mengajar, kurikulum, relasi
guru denga peserta didik, relasi peserta didik dengan peserta didik, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas sekolah,
keadaan gedung, tugas rumah,dan faktor masyarakat kegiatan peserta didik dalam masyarakat, mass media massa, teman bergaul, bentuk
kehidupan masyarakat. 2.1.3 Sikap Peserta Didik
Menurut Slameto 2010: 188, sikap merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Sikap merupakan sesuatu
yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam kehidupan.
Berkowitz Azwar, 2003: 5, sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah
mendukung atau memihak favorabel maupun perasaan tidak mendukung unfavorabel pada obyek tersebut.
La plerre Azwar, 2003: 5 berpendapat bahwa sikap dimaknai sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipasif, presdiposisi
untuk menyesuaikan diri dengan situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan.
Secord Backman dalam Azwar, 2003: 5 berpendapat bahwa sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan afektif, pemikiran
kognisi, dan presdiposisi tindakan konasi seseorang terhadap suatu aspek di lingkungn sekitarnya. Sikap merupakan kombinasi dari konsep, informasi
dan emosi yang dihasilkan di dalam presdisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa atau obyek tertentu secara menyenangkan
atau tidak menyenangkan. Menurut Anni 2006: 159, sikap memiliki pengaruh yang kuat
terhadap perilaku dan belajar peserta didik karena sikap itu membantu peserta didik dalam merasakan dunianya dan memberikan pedoman kepada
perilaku yang dapat membantu dalam menjelaskan dunianya. Sikap dapat membantu secara personal karena berkaitan dengan harga diri yang positif,
atau dapat merusak secar personal karena adanya intensitas perasaan gagal. Dari penjelasan tentang pengertian sikap, dapat disimpulkan bahwa
sikap adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia berupa kognisi, afektif dan tingkah laku yang mempengaruhi tindakan pada kehidupannya.
Sikap mengandung tiga komponen, yaitu: 1. Unsur kognitif, yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan,
pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap 2. Afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau
tidak senang terhadap obyek sikap. Komponen ini menunjukkan arah sikap, positif atau negatif.
3. Komponen tingkah laku, komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap.
2.1.4 Motivasi Peserta Didik Menurut Uno 2008 : 3, istilah motivasi berasal dari kata motif
yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif adalah
daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu, demi mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian motivasi merupakan
dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini berada pada diri seseorang yang
menggerakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan dorongan dalam dirinya. Oleh karena itu, perbuatan seseorang yang didasarkan atas
motivasi tertentu mengandung tema sesuai dengan motivasi yang mendasarinya.
Menurut Eysenck dkk Slameto, 2010: 170, motivasi dirumuskan sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas,
konsistensi serta arah umum dari tingkah laku manusia.
Dalam Suprijono 2009: 162, Walberg dkk menyimpulkan bahwa motivasi memiliki kontribusi antara 11 sampai 20 persen terhadap hasil
belajar. Suciati juga menyimpulkan kontribusi motivasi terhadap hasil belajar adalah 36 persen. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan belajar. Suprijono 2009: 163 menyatakan bahwa hakikat motivasi belajar
adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah
proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku, yang dapat diartikan bahwa perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh
dengan energi, terarah dan bertahan lama dalam belajar. Menurut Uno 2010: 23, motivasi belajar dapat timbul dari faktor
instrinsik dan ekstrinsik. 1.Motivasi instrinsik
Motivasi belajar dapat timbul karena faktor instrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan
akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif dan kegiatan belajar yang menarik.
Motivasi yang muncul dari dalam, seperti minat atau keingintahuan curiosity, sehingga seseorang tidak lagi termotivasi oleh bentuk-bentuk
intensif atau hukuman.
2.Motivasi ekstrinsik Motivasi yang disebabkan oleh keinginan untuk menerima
ganjaran atau menghindari hukuman, motivasi yang terbentuk oleh faktor-faktor eksternal berupa ganjaran dan atau hukuman.
Ada beberapa peranan penting dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran Uno, 2008: 27-28, antara lain:
1. Peran motivasi dalam menentukan penguatan belajar Motivasi dapat berperan dalam penguatan belajar apabila seorang anak
yang belajar dihadapkan pada suatu permasalahan yang memerlukan pemecahan, dan hanya dapat dipecahkan oleh bantuan hal-hal yang
pernah dialami. 2. Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar
Peran motivasi dalam memperjelas tujuan belajar erat kaitannya dengan kemaknaan belajar. Anak akan tertarik untuk belajar sesuatu jika yang
dipelajari itu sedikitnya sudah dapat diketahui atau dinikmati manfaatnya bagi anak. Seorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu
akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik.
3. Motivasi menentukan ketekunan belajar Peserta didik yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu akan berusaha
mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal ini, tampak bahwa motivasi untuk belajar
menyebabkan orang untuk tekun belajar. Sebaliknya apabila peserta didik
kurang atau tidak memiliki motivasi untuk belajar, maka dia tidak akan tahan untuk belajar. Hal ini berarti motivasi sangat berpengaruh terhadap
ketahanan dan ketekunan belajar. Indikator motivasi belajar menurut Uno 2008: 23, dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Adanya hasrat dan keinginan berhasil
2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar 3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan
4. Adanya penghargaan dalam mengajar 5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar
6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkunkan seseorang peserta didik dapat belajar dengan baik.
2.1.5 Model Pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted Individualization TAI
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik dengan kemampuan
individualnya masing-masing bekerja sama di dalam kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda. Model TAI diprakarsai sebagai usaha merancang
sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah- masalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif.
Unsur-unsur program yang perlu diperhatikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TAI menurut Slavin 2009: 195-200
adalah sebagai berikut :
1. Teams Para peserta didik dibagi ke dalam tim-tim yang beranggotakan 4-5
orang. 2. Tes Penempatan
Pemberian tes pra-program kepada peserta didik atau melihat rata-rata nilai ulangan harian peserta didik agar guru mengetahui kelemahan
peserta didik pada bidang tertentu. 3. Materi-materi Kurikulum
Peserta didik melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan sesuai dengan kurikulum individu yang mencakup materi pengajaran.
4. Belajar Kelompok Tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan
guru memberikan bantuan secara individual kepada peserta didik yang membutuhkannya.
5. Skor tim dan Rekognisi Pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan pemberian kriteria
penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
6. Kelompok Pengajaran Pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas
kelompok. 7. Tes Fakta
Pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh peserta didik
8. Unit Seluruh Kelas Pemberian materi oleh guru kembali diakhir waktu pembelajaran dengan
strategi penyelesaian masalah. TAI dirancang untuk memuaskan kriteria berikut ini untuk
menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual:
1. Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaaan dan pengelolaan rutin.
2. Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
3. Operasional program tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para peserta didik di kelas tiga ke atas dapat melakukannya.
4. Para peserta didik akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau
menemukan jalan pintas. 5. Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan supaya para peserta
didik jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan
bantuan guru. 6. Para peserta didik akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain,
sekalipun bila peserta didik yang mengecek kemampuannya ada dibawah peserta didik yang dicek dalam rangkaian pengajaran dan prosedur
pengecekan akan cukup sederhana dan tidak mengganggu si pengecek.
Pembelajaran model TAI mempunyai kelebihan, yakni mudah dipelajari baik oleh guru maupun peserta didik, tidak mahal, fleksibel dan
tidak membutuhkan guru tambahan atau tim guru. 2.1.6 Alat Peraga
Dalam proses belajar mengajar, alat peraga dipergunakan dengan tujuan membantu guru agar proses belajar peserta didik lebih efektif dan
efisien. Fungsi pokok dari alat peraga dalam proses belajar mengajar
Sudjana, 2008: 99 adalah: 3. Penggunaan alat peraga dalam proses belajar mengajar bukan
merupakan fungsi tambahan tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
4. Penggunaan alat peraga merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. Alat peraga merupakan salah satu unsur
yang harus dikembangkan guru. 5. Alat peraga dalam pengajaran harus melihat pada tujuan dan materi
yang sedang diajarkan. 6. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran bukan semata-mata alat
hiburan tetapi untuk membantu proses belajar mengajar agar lebih efektif dan efisien.
7. Penggunaan alat peraga dalam pembelajaran lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu peserta didik
dalam menangkap pengertian yang diberikan guru. 8. Penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran diutamakan untuk
mempertinggi mutu belajar mengajar. 2.1.7 Materi Pokok Segitiga
2.1.7.1 Pengertian segitiga:
2.1.7.2 Jenis-jenis segitiga:
2.1.7.2.1 Jenis-Jenis Segitiga berdasarkan Sisinya
i Segitiga sama kaki
ii Segitiga sama sisi
A
B C
D F
E Segitiga adalah bangun datar yang dibatasi oleh
tiga buah sisi Nuharini, 2008: 243
Segitiga sama kaki adalah segitiga yang mempunyai dua buah sisi sama panjang Nuharini, 2008: 244.
Segitiga ABC adalah segitiga samakaki karena mempunyai dua buah sisi yang sama panjang yaitu sisi
AC dan BC. C
A B
B A
C Segitiga sama sisi adalah segitiga yang memiliki tiga
buah sisi sama panjang dan tiga buah sudut sama besar Nuharini, 2008: 244.
Segitiga ABC adalah segitiga sama sisi karena ketiga sisinya sama panjang. AB = BC = CA
Segitiga ABC adalah segitiga lancip. Segitiga ABE, segitiga ADC dan segitiga BCE
adalah segitiga siku-siku.
iii Segitiga sembarang
2.1.7.2.2 Jenis-Jenis Segitiga berdasarkan Sudutnya
i Segitiga lancip
ii Segitiga siku-siku
iii Segitiga tumpul
C
B A
Segitiga sebarang adalah segitiga yang sisi-sisinya tidak sama panjang Nuharini, 2008: 244.
Segitiga ABC adalah ketiga sembarang karena ketiga sisinya tidak sama panjang AB
≠BC≠AC.
Segitiga lancip adalah segitiga yang ketiga sudutnya merupakan sudut lancip Nuharini, 2008: 244
C
B A
Segitiga siku-siku adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut siku-siku
Nuharini, 2008: 245
Segitiga tumpul adalah segitiga yang salah satu sudutnya merupakan sudut tumpul Nuharini,
2008: 244 A
B C
A
B C
2.1.7.2.3 Keliling segitiga
Keliling suatu segitiga adalah jumlah semua panjang sisinya.
2.1.7.2.4 Luas daerah Segitiga
Secara umum
luas daerah segitiga ABC, dengan alas AB dan tinggi segitiga adalah CD,
menurut Nuharini 2008: 256, luas daerah segitiga dengan panjang alas a dan tinggi t
dapat dirumuskan dengan rumus .
2.1.8 Hasil Belajar Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh
pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar Anni, 2006: 5. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar merupakan hal yang penting karena dapat
menjadi petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan peserta didik dalam kegiatan belajar yang sudah dilakukan. Hasil belajar dapat diketahui
melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah peserta didik sudah menguasai ilmu yang dipelajari.
Segitiga ABC dengan panjang sisi a, b, dan c, kelilingnya adalah K = a + b + c.
Nuharini, 2008: 256 C
B A
C
B A
t
a D
Aspek yang dinilai dalam matematika menurut PPPG Matematika 2005: 78 adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman konsep Menilai kompetensi dalam memahami konsep, melakukan algoritma
rutin yang tepat dan efisien. Indikatornya: dapat menyatakan ulanng, mengklasifikasikan obyek berdasarkan sifatnya, memberi contoh dan
memilih prosedur serta mengaplikasikan konsep algoritma. 2. Penalaran dan komunikasi
Menilai kompetensi
dalam melakukan
penalaran dan
mengkomunikasikan gagasan
matematika sifatnya
nonrutin. Indikartonya: dapat menyajikan dalam lisan, tulisan, diagram,
mengajukan dugaan, melakukan manipulasi matematika, memberikan alasan, bukti atas kebenaran solusi, menarik kesimpulan dari
pernyataan, menemukan pola sifat dari suatu gejala matematika dan memeriksa kebenaran suatu argumen.
3. Pemecahan masalah Menilai kompetensi dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi
pemecahan serta menyelesaikan masalah. Indikatornya: dapat memahami masalah, mengorganisasikan data dan memilih informasi
yang relevan, menyajikan masalah secara sistematis, memilih metode pemecahan masalah, mengembangkan strategi pemecahan masalah,
menafsirkan suatu model matematika dari suatu masalah dan menyelesaikan masalahnya.
Keberhasilan seorang guru diukur dari keterlibatan peserta didik dalam proses belajar mengajar dan hasil belajar yang dicapai, proses belajar
mengajar yang optimal akan menunjang hasil belajar yang optimal pula.
2.2 Kerangka Berpikir