air bebas pada permukaan bahan cukup besar. Penguapan ini dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air bebas. Menurut Henderson and
Pabis, 1961 dalam Khalim, A., 2003 bahwa laju pengeringan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap pada udara pengering. Sehingga air
bebas ini dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju pengeringan tetap adalah: kecepatan aliran
udara, suhu, dan kelembaban udara. Laju pengeringan menurun terjadi setelah laju pengeringan tetap,
dimana kadar air bahan lebih kecil daripada kadar air kritis. Air yang terdapat pada proses ini adalah air terikat secara fisik yang merupakan bagian bahan
yang terdapat dalam jaringan matriks bahan karena adanya ikatan-ikatan fisik. Sehingga bila kandungan air terikat ini diuapkan maka pertumbuhan mikroba,
reaksi pencoklatan browning, hidrolisis atau oksidasi lemak dapat dikurangi. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju pengeringan menurun menurut Hall
1975 adalah: difusi air dari dalam bahan ke permukaan dan pengambilan uap air dari permukaan bahan.
D. PENGERINGAN JAMUR
Beberapa pengeringan jamur yang telah dilakukan terdahulu yaitu Witi 1990 mempelajari karakteristik pengeringan dan mutu produk kering
serpihan jamur merang Volvariella volvaceae dihasilkan waktu pengeringan yang tercepat yaitu pada suhu 70°C dan menyebabkan kadar air produk kering
dibandingkan dengan suhu pengeringan 60°C. Nilai kadar air kesetimbangan diperoleh pada kadar air antara 3.71-9.4. Nilai ini tercapai setelah
pengeringan selama 3 - 4 jam. Pengeringan ini digunakan pengering tipe kabinet.
Sedangkan menggunakan pengeringan beku menghasilkan kadar air jamur tiram kering beku berada pada dibawah 12 persen dan waktu yang
dibutuhkan adalah sembilan jam Yulianti, N., 2002. Diasumsikan dengan penerapan microwave dalam proses pengeringan
jamur tiram ini, dapat mengatasi permasalahan penanganan pasca panen jamur
tiram yang mudah rusak dan dapat mempersingkat lamanya waktu pengeringan dengan suhu yang rendah dibawah 70°C.
E. RASIO REHIDRASI
Rasio rehidrasi adalah kemampuan suatu bahan untuk menyerap air. Rehidrasi pada sayuran yang sudah dikeringkan bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar produk kering tersebut dapat menyerap air kembali. Disamping itu, rehidrasi juga digunakan untuk mengetahui mutu bentuk, warna, flavour
dari produk kering tersebut setelah menyerap air. Luh and Woodroof 1975 dalam
Syah 1993 mengatakan bahwa proses rehidrasipada sayur-sayuran yang sudah dikeringkan sering memberikan hasil yang kurang memuaskan,
karena proses penyerapan air kembali oleh produk kering tidak sesederhana kebalikan mekanisme pengeringan, hal tersebut terjadi akibat dari lapisan
paling luar bahan mengalami tekanan yang cukup besar. Penguapan air dari bahan yang terjadi selama proses pengeringan
menyebabkan struktur bahan kering mengerut dan menciut sehingga merusak jaringan sel pada bahan, maka pada waktu di rehidrasi dengan air panas, bahan
tidak dapat menyerap air dengan sempurna sehingga produk kering yang di rehidrasitidak dapat kembali ke bentuk semula. Luh and Woodroof 1975
dalam Syah 1993 mengemukakan bahwa perubahan yang tidak dapat
kembali ke bentuk semula pada komponen koloidal dalam jaringan produk kering, terjadi apabila bahan tersebut mengalami kontak yang lama dengan
suhu tinggi, walaupun tidak mengalami perubahan warna atau pencoklatan. Elasitisitas dinding sel dan daya serap merupakan dua hal penting dalam
rehidrasi yang dipengaruhi oleh proses pengeringan. Untuk melihat tingkat elastisitas dinding sel dan daya serap produk kering menyerap terhadap air
baik atau tidak, maka sering dilihat melalui nilai koefisian rehidrasimenunjukan kemampuan produk kering menyerap air makin besar
serta tingkat elastisitas dinding sel makin baik dan begitu pula sebaliknya. Nilai koefisien rehidrasi yang besar sangat diharapkan pada produk kering,
karena memberikan pengertian bahwa produk kering tersebut mendekati bentuk semula atau memiliki mutu yang baik.
F. TEKNOLOGI OVEN GELOMBANG MIKRO