Permasalahan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan

2.2 Permasalahan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan

Sumberdaya ikan yang ada di perairan Teluk Lasongko perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar dapat dimanfaatkan secara optimum bagi kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan secara optimum dalam arti bahwa pemanfaatan sumberdaya yang dapat memberikan kepuasan kepada generasi sekarang tanpa mengurangi kepuasan yang akan dinikmati generasi berikutnya. Nikijuluw 2002 memberikan ilustrasi tentang pentingnya mengelola sumberdaya ikan dengan memodifikasi pepatah tua dari negeri Cina yaitu : ”Berilah seseorang ikan,dia akan makan sampai kenyang pada hari ini. Ajari dia memancing, dia dapat makan ikan selama hidupnya. Namun, jika engkau ajari dia mengelola sumberdaya ikan dan memanfaatkannya dengan bijaksana, dia dan anak cucunya akan dapat makan ikan selama hidup mereka. Dari pepatah Cina ini dapat dikatakan bahwa sifat altruistic memikirkan nasib generasi mendatang suatu generasi adalah sangat penting. Jika suatu generasi hanya memikirkan nasibnya sendiri, generasi tersebut akan memaksimumkan manfaat yang dapat mereka peroleh dari sumberdaya. Namun, dengan sikap ini, sangat mungkin sumberdaya yang dimanfaatkan akan lenyap begitu generasi ini lenyap. Jika suatu generasi bersifat altruistik maka sumberdaya yang ada sekarang tidak akan dimanfaatkan pada tingkat yang maksimum, melainkan pada tingkat optimum. Pengaturan pemanfaatan sumberdaya ikan sangat penting disebabkan sumberdaya ini sangat rentan dan sensitif terhadap banyak perubahan. Kerentanan dan sensitivitasnya semakin tinggi karena merupakan sumberdaya hayati yang banyak dipengaruhi perubahan-perubahan eksternal dan internal, yaitu perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar ekosistem. Kesulitan dalam mengalihkan investasi, faktor musim, ketidakpastian uncertainty usaha serta resiko yang diambil risk taker dalam bentuk harapan hasil tangkapan yang lebih baik di waktu yang akan datang, maka nelayan akan terus berusaha dan bila mungkin terus meningkatkan kapasitas penangkapan ikan Clark et al., 1985. Bila ini terjadi, penangkapan ikan secara berlebihan biological overfishing terjadi secara bersama dengan kelebihan investasi economic overfishing Nikijuluw et al., 2000. Dengan demikian jelas bahwa sumberdaya ikan akan mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya secara berkelanjutan jika dan hanya jika dimanfaatkan dengan cara yang baik. Sebagai contoh pengelolaan sumberdaya ikan lemuru di Selat Bali yang dikelola melalui pengaturan bersama antara Pemerintah Daerah Provinsi Bali dan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dapat mempertahankan produksi ikan lemuru pada tingkat yang optimum Basuki, 2003. Widodo dan Nurhuda, 1995, menjelaskan bahwa dinamika suatu stok ikan dipengaruhi oleh 4 empat faktor utama, yaitu rekrutment, pertumbuhan, mortalitas dan hasil tangkapan. Dinamika stok ini dapat dilihat melalui Gambar 5. Gambar 5. Dinamika Stok Ikan yang Dieksploitasi Sumber : Widodo dan Nurhuda, 1995 Stok ikan secara alami akan berkembang biak dan hasil perkembangbiakan dalam bentuk anak-anak ikan akan menambah jumlah stok ikan yang telah ada atau disebut rekruitmen R. Stok ikan tersebut akan tumbuh karena adanya aktivitas makan, atau disebut pertumbuhan G. Kemudian stok ikan dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan dan menghasilkan hasil tangkapan Y. Disamping itu ikan-ikan secara alami dapat mengalami kematian karena umur maupun penyakit atau disebut mortalitas M. Stok ikan akan dapat dimanfaatkan secara terus menerus apabila senantiasa dapat dijaga kondisi G + R = Y + M. Apabila terjadi gangguan keseimbangan karena pengelolaan sumberdaya ikan tidak dilakukan dengan baik, maka akan terjadi kelebihan penangkapan ikan overfishing. Kondisi overfishing dibagi dalam beberapa tipe tergantung pada tingkat keseriusannya yaitu : recruitment overfishing, bologically overfishing, economically overfishing dan Malthusian overfishing Nikijuluw, 2002. Recruitment overfishing yaitu suatu kondisi stok ikan dimana ikan-ikan muda juvenile ditangkap secara berlebihan sehingga tidak ada pertumbuhan stok ikan dewasa yang berasal dari ikan dengan kelompok usia yang lebih muda. Dalam hal ini pertumbuhan stok ikan dewasa hanya terjadi melalui penambahan ukuran berat ikan dewasa yang tersisa. Kondisi recruitment overfishing secara grafis dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Recruitment Overfishing Recruitment Over Fishing terjadi pada saat dilakukannya penambahan jumlah effort dari E dengan tingkat produksi pada titik Maximum Sustainable Yield MSY. Penambahan jumlah effort ini akan mendorong produksi ikan menjadi menurun, sebagaimana dapat dilihat melalui Gambar 6. Biologically overfishing yaitu kondisi penangkapan ikan yang telah mencapai tahap melebihi hasil tangkapan maksimum lestari MSY. Hal ini berarti ikan yang ditangkap melebihi kemampuan maksimum stok ikan untuk tumbuh secara alami dan berkelanjutan. Biologically overfishing akan membuat stok sumberdaya ikan menurun secara drastis dan bahkan dapat membuat kegiatan perikanan berhenti total. Secara grafis biologically overfishing dapat digambarkan seperti pada Gambar 7. Gambar 7. Kondisi Biologically Overfishing Economically overfishing yaitu kondisi dimana usaha penangkapan ikan yang ada beroperasi melebihi potensi maksimumnya secara ekonomi. Usaha penangkapan ikan tumbuh secara berlebihan namun hasil tangkapan ikan yang diperoleh secara agregat hanya pada tingkat suboptimum. Kondisi ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan tidak lagi efisien. Secara grafis kondisi economically overfishing dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 .Kondisi Economically Overfishing Economically overfishing ini terjadi pada saat dilakukannya penambahan effort dari E1, dengan tingkat produksi pada level Maximum Economic Yield MEY. Penambahan effort ini akan mengakibatkan produksi meningkat sampai titik Maximum Sustainable Yield MSY, untuk selanjutnya tingkat produksi akan mengalami penurunan. Sementara disisi lain, penambahan effort ini juga akan mengakibatkan keuntungan atau “resources rent” semakin kecil, dan akan mencapai nol pada titik “zero rent”. Apabila ketiga tipe overfishing tersebut terus terjadi pada suatu perairan, maka tipe overfishing keempat yaitu Malthusian Overfishing akan dapat terjadi. Malthusian Overfishing adalah perlombaan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dari usaha penangkapan ikan dengan cara yang salah dan membawa dampak kerugian bagi semua orang. Teori ini berdasarkan teori Malthus yang mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk begitu cepat sedangkan pertumbuhan produksi pangan untuk menghidupi penduduk sangat lambat. Dalam bidang perikanan, dapat diartikan bahwa ada sedikit ikan yang tersedia di laut namun diperebutkan oleh banyak nelayan. Malthusian overfishing terjadi ketika pemerintah sebagai manajer sumberdaya ikan tidak mampu dan tidak berhasil menata dan mengelola kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh rakyatnya. Akibatnya setiap nelayan berkompetisi secara bebas. Timbul daya kreasi setiap orang untuk mendapatkan ikan dalam jumlah banyak dan cepat. Daya kreasi ini dapat diwujudkan dalam bentuk metode dan teknik menangkap ikan yang cepat dan efisien secara ekonomi, namun merusak lingkungan. Metode dan teknik tersebut biasanya dalam bentuk penggunaan bom, dinamit, racun, atau aliran listrik. Mereka melakukan hal ini dengan pertimbangan jika tidak dilakukan, orang lain yang akan melakukannya. Berdasarkan pada teori overfishing tersebut diatas dan hasil perhitungan tingkat eksploitasi sumberdaya ikan serta hasil perhitungan jumlah alat tangkap ikan yang layak dioperasikan di perairan Teluk Lasongko, berarti pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Lasongko telah mengalami Economically overfishing. Terhadap kondisi perairan yang demikian perlu segera dilakukan pengelolaan sumberdaya ikan yang sesuai agar tidak terjadi kerusakan yang lebih parah lagi. Widodo 2003 menyatakan bahwa terhadap perairan yang telah mengalami tekanan penangkapan ikan yang berlebihan, Pemerintah harus melakukan pengaturan terhadap besarnya upaya penangkapan. Dengan pengelolaan yang lebih baik memungkinkan terjadinya pemulihan sumberdaya ikan yang selanjutnya akan meningkatkan jumlah hasil tangkapan. Smith 1981 yang diacu dalam Nikijuluw 2005 menuliskan dalam salah satu karya gemilangnya yang berjudul ”Improving Fishing Incomes when resources are Overfished”, mencoba secara teoritis menggambarkan kegagalan berbagai kebijakan pemerintah. Menurut Smith, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bentuk motorisasi, subsidi BBM, subsidi input, peningkatan teknologi pasca panen dan pemasaran serta pemberdayaan koperasi, kelompok dan organisasi nelayan dalam jangka pendek memang akan sedikit terlihat dampak positifnya dalam bentuk peningkatan pendapatan. Namun dalam jangka panjang, semua kebijakan ini tidak berdampak signifikan. Nelayan tetap miskin dan terperangkap dalam kemiskinan itu. Menurut Smith, ada dua hal yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, jumlah nelayan harus dikurangi dan sebab itu jumlah upaya penangkapan yang rasional serta akses terbatas ke sektor perikanan harus ditetapkan dalam bentuk aturan positif dan kemudian dijalankan dengan konsekwen dan tanggung jawab. Kedua, mengembangkan pekerjaan suplemen dan alternatif kepada keluarga nelayan di luar sektor perikanan. Bila jumlah nelayan sudah dikurangi dan dibatasi pada angka tertentu maka kebijakan-kebijakan lainnya seperti motorisasi, subsidi BBM, subsidi input, peningkatan teknologi pasca panen dan pemasaran serta pemberdayaan koperasi, kelompok dan organisasai nelayan akan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan dan pengentasan kemiskinan nelayan. Nikijuluw 2005 mengemukakan pendapatan nelayan Indonesia yang rendah karena Malthusian overfishing. Jumlah nelayan harus dibatasi dan ditetapkan pada angka tertentu. Setelah ditutupnya aksesibilitas ke sektor perikanan maka pemerintah dapat mengambil kebijakan selanjutnya yang diarahkan pada peningkatan produktivitas, penentuan daerah penangkapan ikan secara sistem buka tutup, penentuan waktu penangkapan ikan, penghematan biaya, peningkatan nilai jual nelayan serta penciptaan kegiatan ekonomi suplemen dan alternatif. Jadi, pembatasan jumlah nelayan di suatu perairan tertentu merupakan kebijakan mutlak yang patut dilakukan pemerintah. Hanya dengan cara ini, nelayan Indonesia bisa ditingkatkan pendapatannya. Widodo dan Nurhakim 2002 mengemukakan bahwa secara umum, tujuan utama pemanfaatan sumberdaya ikan adalah untuk : 1. Menjaga kelestarian produksi, terutama melalui berbagai regulasi serta tindakan perbaikan enhancement. 2. Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial para nelayan. 3. Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.

2.3 Pengaturan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan