Gender juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan gaya manajemen konflik. Penelitian yang dilakukan oleh Brewer, Mitchell
dan Weber 2002; Wheleer, Updegraff, Thayer 2010 menunjukkan bahwa tipe gender yang feminin cenderung menggunakan manajemen konflik yang
menghindar avoiding atau bertukar pendapat dengan pihak lain Compromising, sedangkan tipe gender yang maskulin cenderung bersikap
dominan dan mengontrol konflik. Selain aspek sosial budaya dan gender, menurut Deutsch dan Coleman
2000 kepribadian juga mempengaruhi seseorang dalam manajemen konfliknya. Kepribadian tertentu menunjukkan masalah yang sama dalam
manajemen konflik, motivasi yang ada di alam bawah sadar, dan di dalam strategi resolusi konflik yang digunakan untuk mengendalikan situasi konflik
tertentu Heitler, 1990; Deutsch, 2000. Pada penelitian ini peneliti hanya berfokus kepada kepribadian saja sebagai faktor yang berdampak pada gaya
manajemen konflik seseorang.
B. Kepribadian
1. Definisi kepribadian
Pengertian yang diberikan jika berhubungan dengan kata kepribadian atau personality sangatlah banyak. Personality itu berasal dari kata persona
bahasa latin yang memiliki arti topeng Sujianto dkk,2001. Kepribadian mengacu kepada karakteristik seseorang yang terlihat dari pola perasaan,
berfikir, dan berperilaku yang konsisten Pervin, Cervone, John, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Feist dan Feist 2009 memberikan arti kepribadian sebagai yang permanen dari sifat, kecenderungan, dan karakteristik individu yang mempengaruhi
perilaku individu secara konsisten. Berdasarkan uraian di atas maka pengertian kepribadian adalah
karakteristik seseorang yang permanen dan mempengaruhi perilaku individu secara konsisten.
2. Dimensi kepribadian
Banyak pakar psikologi yang mengungkapkan tentang kepribadian dan perbedaan versi kepribadian, karena tidak semua sepakat terhadap satu
pengertian Schultz,1993. Pada penelitian ini digunakan dimensi yang digambarkan oleh Big-Five model yang dibuat oleh McCrae dan Costa 1992,
yaitu ada lima dimensi kepribadian dengan singkatan OCEAN yaitu: 1 Openness
Kecenderungan untuk mencari kesenangan terhadap pengalaman baru untuk dirinya, dan hal - hal baru dalam dirinya, artistik, menjadi dirinya
sendiri,dan imajinatif. 2 Conscientiousness
Kecenderungan untuk menjadi orang yang terorganisir, tekun, motivasi, dapat diandalkan, efisien, dan penuh perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
3 Extraversion
Kecenderungan untuk dapat bersosialisasi, cerewet, aktif, tegas, optimis, dan antusias
. 4 Agreeableness
Kecenderungan untuk berhati lembut, baik hati, dapat dipercaya, pemaaf, appresiatif, suka menolong.
5 Neuroticsm Kecenderungan seseorang untuk memiliki ketidakstabilan emosi, ide-
ide yang tidak realistik, pencemas, sensitif, mengasihani diri sendiri.
3. Peran Kepribadian Big-five terhadap Gaya Manajemen Konflik
Menurut Rahim 2001 manajemen konflik merupakan perancangan strategi untuk meminimalisir konflik yang meliputi perubahan attitude,
perilaku , struktur organisasi sehingga setiap individu dapat mencapai tujuannya dengan efektif. Gaya manajemen konflik dipengaruhi oleh banyak
faktor, yang menurut Rahim 2001 belum diketahui faktor apa yang paling kuat mempengaruhinya diantara kepribadian, kekuasaan, iklim organisasi dan
peran yang ada. Sedangkan, menurut Burn 2004 gaya manajemen konflik dipengaruhi oleh gender, budaya dan kepribadian.
Kepribadian merupakan hal yang penting dalam menentukan gaya manajemen konflik seseorang Ahmed, 2010. Perbedaan individu sangat
mempengaruhi perilaku seseorang dalam menghadapi konflik Deutsch,dkk,
Universitas Sumatera Utara
2000; Burn, 2004. Sesuai dengan pendapat tersebut, hasil penelitian Antonioni 1998 dan Wang 2010 menunjukkan adanya hubungan antara
kepribadian Big-Five dengan gaya manajemen konflik.
Gaya manajemen konflik ada lima yaitu integrating, compromising, dominating, obliging dan avoiding Rahim, 2001. Integrating merupakan
gaya manajemen konflik yang berfokus kepada bagaimana kedua belah pihak yang berkonflik berpartisipasi aktif dalam kegiatan pemecahan masalah
sehingga mendapatkan hasil yang saling menguntungkan. Lee 2008 mengatakan bahwa gaya manajemen konflik ini bersifat terbuka, mau
bertukar informasi dengan pihak lain dan menyatukan perbedaan untuk mencari solusi yang terbaik bagi kedua pihak. Gaya manajemen konflik ini
juga dianggap kompeten karena menyelesaikan dengan mencari tahu tujuan, persepsi atau ide dari pihak lain kemudian mencari solusi secara bersama-
sama Tutzauer and Roloff, 1988; Lee, 2008.
Mengacu kepada pengertian dari gaya manajemen konflik integrating sebelumnya, sejalan dengan tipe kepribadian openness yang merupakan
kepribadian terbuka dan mau melihat perspektif-perspektif baru Feist Feist, 2009. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iqbal, Ejaz
dan Ara 2012 tentang tipe kepribadian dan gaya manajemen konflik pada operator call-centre menunjukkan bahwa tipe kepribadian openness akan
lebih mudah untuk berintegrasi dengan orang lain. Sedangkan, menurut penelitian yang dilakukan Osuch dan Lewandowski 2004 kepribadian
Universitas Sumatera Utara
extraversion, agreeableness dan conscientiousness juga mempengaruhi gaya manajemen konflik integrating. Dimana menurut mereka pada tipe
kepribadian extraversion memiliki indikator perilaku dari integrating yaitu assertif yang merupakan satu hal yang penting untuk gaya integrating, adanya
sikap mau menolong orang lain membuat tipe kepribadian agreeablenness dapat mempengaruhi gaya manajemen konflik integrating, dan untuk dapat
menggunakan integrating sebagai gaya manajemen konflik, dibutuhkan kemauan yang kuat dan motivasi yang tinggi untuk mencapai solusi yang
terbaik bagi kedua pihak, hal ini yang membuat conscientiousness juga mempengaruhi gaya manajemen konflik integrating, sedangkan individu
dengan tipe kepribadian neuroticsm yang tinggi tidak menunjukkan adanya hubungan dengan gaya manajemen konflik integrating dikarenakan
ketidakmampuan menghadapi situasi yang penuh stress sehingga tidak dapat membantu mencari solusi terbaik.
Gaya manajemen konflik yang kedua yaitu compromising, merupakan gaya manajemen konflik dengan cara bertukar pendapat dengan
pihak lawan tetapi tidak terlalu berfokus pada kemenangan Rahim, 2001. Adanya pertukaran pendapat dengan pihak lain mengarahkan gaya
manajemen konflik ini kepada ciri kepribadian openness yang senang dengan hal- hal baru termasuk pendapat atau ide dari orang lain Costa McRae,
1987; Goel Khan, 2012 tetapi tidak dengan individu yang memiliki emosi
yang tidak stabil dan pencemas neuroticsm, individu dengan kepribadian ini cenderung tidak menggunakan compromising sebagai gaya manajemen
Universitas Sumatera Utara
konfliknya Goel Khan, 2012 . Melakukan pertukaran pendapat akan lebih mudah dilakukan jika orang yang terkait dapat bersosialisasi dan mudah
percaya dengan orang lain, sehingga individu dengan kepribadian extraversion dan agreeableness kemungkinan besar akan menggunakan gaya
manajemen konflik compromising Osuch Lewandawski, 2004
Gaya manajemen konflik compromising yang tidak berfokus kepada kemenangan tidak sesuai dengan individu yang memiliki kepribadian
conscientiousness, karena conscientiousness merupakan kepribadian yang memiliki keinginan tinggi, terorganisir dan berfokus kepada kemenangan
Costa Mcrae, 1992. Penelitian yang dilakukan oleh Osuch dan Lewandawski 2004 membuktikan tidak adanya hubungan antara
kepribadian conscientiousness
dengan gaya
manajemen konflik
compromising.
Gaya manajemen konflik yang ketiga adalah obliging yang merupakan gaya manajemen konflik dengan cara menurunkan keinginan pribadi dan
mengutamakan kepentingan orang lain Rahim, 2001. Sikap yang mengutamakan kepentingan orang lain mengarah kepada sikap rasa senang
menolong orang lain, dimana rasa senang menolong orang lain merupakan salah satu ciri dari kepribadian agreeableness Costa Mcrae, 1992. Hal ini
sejalan dengan penelitian Goel dan Khan 2012 yang menunjukkan hasil hubungan antara obliging dan kepribadian agreeableness, hasil penelitiannya
juga menunjukkan adanya hubungan dengan kepribadian neuroticsm, karena
Universitas Sumatera Utara
kecemasan yang mereka miliki cenderung membuat mereka mematuhi orang lain.
Berbeda dengan dua tipe kepribadian sebelumnya, penelitian yang dilakukan oleh Goel dan Khan 2012 menunjukkan bahwa kepribadian
openness, conscientiousness dan extraversion cenderung tidak menggunakan gaya manajemen konflik obliging. Hal ini karena tipe kepribadian openness
memiliki keinginan yang tinggi untuk hal-hal baru dan bersifat independen, tipe kepribadian conscientiousness memiliki motivasi yang tinggi dan penuh
perencanaan, serta kepribadian exytraversion memiliki rasa optimis akan tujuannya Costa Mcrae, 1992. Sehingga membuat ketiga kepribadian ini
cenderung tidak menyerah kepada pihak lawan.
Gaya manajemen konflik yang keempat adalah dominating,yang memanajemen konflik dengan cara mendominasi atau menguasai pihak lawan
dengan segala cara untuk menang Rahim, 2001. Hasil penelitian yang dilakukan Akrami dan Ekehammar 2006 mengenai sosial-dominance
dengan kepribadian openness dan agreeableness, menunjukkan tidak adanya hubungan antara ketiganya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Osuch dan Lewandowski 2004 yang mengatakan tidak ada korelasi antara gaya manajemen konflik dominating dengan kepribadian openness,
agreeableness, conscientiousness dan neuroticsm tetapi berhubungan dengan tipe kepribadian extraversion. Hal ini dikarenakan individu yang extrovert
memiliki kecenderungan alami untuk bersikap agresif dan mendominasi
Universitas Sumatera Utara
Eysenck, 1985; Zawadzki and team, 1998; Osuch Lewandowski , 2004. Sedangkan kepribadian openness merupakan kepribadian yang senang
mendengarkan opini orang lain, agreeableness merupakan kepribadian yang simpatik dan lemah lembut, conscientiousness merupakan kepribadian yang
bertanggung jawab, dan neuroticsm merupakan kepribadian yang tempramen dan pencemas yang tinggi Costa Mcrae, 1992.
Gaya manajemen konflik yang kelima adalah avoiding, yang merupakan gaya manajemen konflik dengan cara menghindari konflik Rahim, 2001.
Sikap menghindari merupakan salah satu ciri dari kepribadian yang introvert, karena kecemasan dan merasa tidak ada kemampuan untuk bersosialisasi
dengan orang lain karena rasa malu dan tertutup mereka Osuch Lewandowski , 2004. Rasa cemas adalah bagian dari kepribadian neuroticsm
Costa Mcrae, 1992. Sehingga, individu dengan neuroticsm yang tinggi cenderung akan menghindar jika berhadapan dengan konflik Goel Khan,
2012. Tipe kepribadian agreeableness yang tinggi juga akan cenderung menghindari konfrontasi dengan konflik untuk melindungi ketertarikan
pribadinya Antonioni, 1998.
Berbeda dengan keduanya, tipe kepribadian lain yang memiliki orientasi seperti openness merupakan kepribadian yang senang akan hal baru termasuk
mendengarkan opini orang lain, conscientiousness merupakan kepribadian yang bertanggung jawab dan berkeinginan kuat, extraversion yang senang
bersosialisasi, aktif dan optimis akan tujuannya Costa Mcrae, 1992 akan
Universitas Sumatera Utara
cenderung menghadapi konflik yang ada. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Goel Khan 2012 yang menunjukkan tidak ada hubungan
antara openness, conscientiousness dan extraversion dengan gaya manajemen konflik avoiding, hal ini dikarenakan ciri-ciri dari ketiga tipe kepribadian
tidak mengarah kepada penghindaran akan sesuatu.
C. Hipotesa