Pengaruh gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian big five terhadap kepuasan

(1)

PENGARUH GAYA RESOLUSI KONFLIK DAN TIPE KEPRIBADIAN

BIG FIVE TERHADAP KEPUASAN PERNIKAHAN ISTRI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

RISNA ENDAH FEBRIANY

107070000315

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

PENGARUH GAYA RESOLUSI KONFLIK DAN TIPE

KEPRIBADIAN BIG FIVE TERHADAP KEPUASAN

PERNIKAHAN ISTRI

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

RISNA ENDAH FEBRIANY NIM: 107070000315

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I

Jahja Umar, Ph.D NIP: 130 885 522

Pembimbing II

Solicha, M.Si

NIP: 19720415199903 2 001

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M


(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Resolusi Konflik dan Tipe Kepribadian Big Five terhadap Kepuasan Pernikahan Istri” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 14 September 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 14 September 2011 Sidang Munaqosyah

Dekan/ Pembantu Dekan Bidang Akademik/

Ketua merangkap anggota Sekretaris

Jahja Umar, Ph.D Dra.Fadhilah Suralaga,M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota:

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag NIP. 19680614 199704 1 001

Solicha, M.Si


(4)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Risna Endah Febriany NIM : 107070000315

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Resolusi Konflik dan Tipe Kepribadian Big Five terhadap Kepuasan Pernikahan Istri” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta,14 September 2011

Risna Endah Febriany NIM: 107070000315


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“Mereka berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal

yang akan membuat mereka berbahagia di dunia ini, yaitu;

seseorang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan, dan

sesuatu untuk diharapkan”

(Tom Bodett)

Persembahan:

Skripsi ini kupersembahkan Untuk Papa,

Mama dan Adik-adik Tercinta Serta


(6)

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi B) September 2011 C) Risna Endah Febriany

D) Pengaruh Gaya Resolusi Konflik dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Kepuasan Pernikahan Istri

E) XV + 105 Halaman (belum termasuk lampiran)

F) Kepuasan merupakan hal yang penting dalam pernikahan untuk menciptakan kebahagiaan secara keseluruhan dalam kehidupan rumah tangga. Kepuasan pernikahan merupakan perasaan bahagia dan senang yang subjektif yang dimiliki seseorang terhadap keseluruh aspek spesifik dalam hubungan pernikahannya. Tingkat kepuasan pernikahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, dua faktor yang sangat berperan penting adalah gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian. Gaya resolusi konflik yang digunakan terdiri dari penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi, kompromi. Tipe kepribadian yang digunakan adalah tipe kepribadian big five yang terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan oppeness. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian big five terhadap kepuasan pernikahan pada istri. Penelitian kuantitatif dengan analisis regresi berganda melibatkan sampel sebanyak 200 orang yang memenuhi kriteria (wanita berusia 20-40 tahun, status menikah, belum cerai, dan memiliki anak). Alat ukur kepuasan pernikahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur DAS, sedangkan alat ukur gaya resolusi konflik yang digunakan adalah ROCI-II, kemudian untuk alat ukur tipe kepribadian big five yang digunakan adalah IPIP-NEO.

Hasil penelitian menyatakan bahwa secara bersamaan gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian big five secara signifikan mempengaruhi kepuasan pernikahan (P < 0.05). Dalam penjabarannya terdapat empat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan pernikahan, yaitu dominasi, integrasi, kompromi dan neuroticism. Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar menggunakan sampel sepasang suami istri serta membandingkan kepuasan pernikahannya.

G) Daftar Bacaan : 36; buku: 15 + jurnal: 13 + internet: 4 + disertasi: 1 + tesis: 1 + skripsi: 1 + personal communication: 1


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Syukur Alhamdulillah Peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ” Pengaruh Gaya Resolusi Konflik dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Kepuasan Pernikahan Istri.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Selama pengerjaan skripsi ini Peneliti dihadapkan dengan beragam cobaan, kesulitan, rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi Peneliti.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan juga sebagai Dosen Pembimbing I. Terima kasih karena telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini, banyak sekali ilmu yang telah Peneliti dapatkan.

2. Ibu Solicha, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas segala bimbingan, arahan, kritik yang membangun, dan waktu yang diberikan kepada Peneliti, terima kasih juga atas kesediaan mendengarkan keluh kesah Peneliti selama masa penelitian skripsi ini.

3. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si.,Psi, Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan dan masukannya selama Peneliti menjalani perkuliahan.


(8)

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah banyak memberikan pelajaran kepada Peneliti, baik itu dalam hal akademis maupun dalam menjalani kehidupan.

5. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu Peneliti dalam menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi, terutama Mbak Rini yang selalu memberikan informasi mengenai Bapak.

6. Orang tua peneliti, Dedi Karna Suharja dan Ade Rusmartini, atas cinta, kasih, perhatian, pengertian, motivasi dan dukungan baik moril maupun materiil, serta tak hentinya memberikan do’a dalam setiap sujud dan ibadahnya agar Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Nenek tersayang (Emih) yang menjadi motivasi utama Peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini dengan cepat. Semoga Allah memberikan kesehatan, dan semoga kelulusan Peneliti ini menjadi obat buat beliau. (Mih, ina udah tepetin janji ya)

8. Sanak saudara peneliti, Amri, Della, Bi Dina, Kak Akmal, Om Deden, Om Agus, Om Nia, Om Fajar yang selalu mendoakan dan meyakinkan peneliti kalau Peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini dengan cepat dan baik. Kemudian juga keluarga di bogor Nenek, Cindia, Hayus, santi, Tante Yuli, Teh lastri, Teh mul, dan om Haryo, terimakasih untuk doa dan dukungannya. 9. Seseorang yang spesial, Andhuhri Puji Prasetyo yang selalu menemani

Peneliti saat duka maupun suka, memberi cinta, semangat, serta menjadi motivasi untuk Peneliti menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat-sahabat Peneliti semenjak kuliah, Siro dan Linda, yang menemani dan membantu Peneliti dari awal penyusunan skripsi hingga saat-saat menjelang sidang. Selanjutnya Rifa, Nuran, Nyun, Icha, Weni, Naya, kamel dan juga Dian, terima kasih untuk segala rasa sayang, perhatian, nasehat, canda, tawa, dan sedih yang telah kita lewati bersama, cerita yang akan selalu indah untuk dikenang, “Risna sayang kalian”.


(9)

11. Terima kasih untuk kak Via, Kak Adiyo, kak Ndes, kak Indah, kak Rika, kak ami, dan kak dara, kakak-kakak yang banyak sekali membantu Peneliti dan memberikan arahan dalam mengerjakan skripsi.

12.Teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas D yang sangat kompak dan penuh cerita. Kemudian untuk teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi, Afifah, Reza, kak Aji, kak Sarah, efie, terima kasih untuk kerjasamanya dan semangatnya dalam setiap momen menunggu Bapak. 13.Seluruh responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang

Peneliti berikan. Tanpa anda semua, skripsi ini tidak akan ada.

14.Seluruh pihak yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan.Amiin. Selain itu mengingat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, 14 September 2011 Peneliti


(10)

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing... ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... iii

Lembar Orisinalitas ... iv

Motto dan Persembahan ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB 1 Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 11

1.3 Pembatasan Masalah ... 12

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13

1.5 Sistematika Penulisan ... 14

BAB 2 Kajian Teori ... 16

2.1 Kepuasan Pernikahan ... 16

2.1.1 Definisi kepuasan pernikahan ... 16

2.1.2 Penelitian-penelitian mengenai kepuasan pernikahan ... 17

2.1.3 Aspek-aspek kepuasn pernikahan ... 20

2.1.4 Faktor-faktor yang pempengaruhi kepuasan pernikahan ... 20

2.1.5 Pengukuran kepuasan pernikahan ... 22

2.2 Resolusi Konflik ... 24

2.2.1 Definisi konflik ... 24


(12)

2.2.3 Gaya resolusi konflik ... 25

2.2.4 Pengukuran gaya resolusi konflik ... 28

2.3 Tipe Kepribadian Big Five ... 28

2.3.1 Definisi kepribadian ... 28

2.3.2 Definisi tipe kepribadian big five ... 29

2.3.3 Pengukuran tipe kepribadian big five ... 33

2.4 Kerangka Berfikir ... 33

2.5 Hipotesis Penelitian ... 36

BAB 3 Metode penelitian ... 38

3.1 Populasi dan Sampel ... 38

3.2 Variabel Penelitian ... 39

3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 40

3.4 Instrumen Penelitian ... 41

3.5 Pengujian Validitas Konstruk ... 45

3.5.1 Uji validitas konstruk kepuasan pernikahan ... 46

3.5.2 Uji validitas konstruk gaya resolusi konflik ... 49

3.5.3 Uji validitas konstruk tipe kepribadian big five ... 55

3.6 Prosedur Pengumpulan Data ... 67

3.7 Metode Analisis Data ... 68

BAB 4 Hasil Penelitian ... 71

4.1 Analisis Deskriptif ... 71

4.2 Uji Hipotesis Hipotesis Penelitian ... 74

4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian ... 74

4.2.2 Pengujian proporsi masing-masing IV ... 86

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Diskusi ... 94

5.3 Saran ... 100


(13)

xii

5.3.1 Saran metodologis ... 101 5.3.2 Saran praktis ... 102

Daftar Pustaka ... 103 Lampiran


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Faktor-faktor trait big five ... 32

Tabel 3.1 Blueprint Kepuasan Pernikahan ... 42

Tabel 3.2 Blueprint Gaya Resolusi Konflik ... 43

Tabel 3.3 Blueprint Tipe kepribadian big five. ... 44

Tabel 3.4 Muatan Faktor dari Kepuasan Pernikahan ... 48

Tabel 3.5 Muatan Faktor dari item Gaya Penghindaran ... 50

Tabel 3.6 Muatan Faktor dari item Gaya Dominasi ... 52

Tabel 3.7 Muatan Faktor dari item Gaya Obligasi ... 53

Tabel 3.8 Muatan Faktor dari item Gaya Integrasi ... 55

Tabel 3.9 Muatan Faktor dari item Gaya Kompromi ... 57

Tabel 3.10 Muatan Faktor dari item Extraversion ... 58

Tabel 3.11 Muatan Faktor dari item Agreeableness ... 60

Tabel 3.12 Muatan Faktor dari item Conscientiousness ... 62

Tabel 3.13 Muatan Faktor dari item Neuroticism ... 64

Tabel 3.14 Muatan Faktor dari item Oppeness ... 66

Tabel 4.1 Subjek berdasarkan usia ... 72

Tabel 4.2 Subjek berdasarkan usia pernikahan ... 72

Tabel 4.3 Subjek berdasarkan pendidikan ... 73

Tabel 4.4 Rsquare Regresi ... 74

Tabel 4.5 Anova dari Analisis Regresi ... 75

Tabel 4.6 Koefisien Regresi ... 76


(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1Kerangka Berfikir ... 35 Gambar 3.1Analisis Konfirmatorik Skala Kepuasan Pernikahan ... 47 Gambar 4.1Residual Plots Kepuasan Pernikahan ... 91


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Kuisioner

Lampiran B : Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik Analisis Faktor Konfirmatorik Kepuasan Pernikahan Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Penghindaran Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Dominasi Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Obligasi Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Integrasi Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Kompromi Analisis Faktor Konfirmatorik Extraversion

Analisis Faktor Konfirmatorik Agreeableness

Analisis Faktor Konfirmatorik Conscientiousness

Analisis Faktor Konfirmatorik Neuroticism

Analisis Faktor Konfirmatorik Oppeness Lampiran C : Matriks Korelasi Antar Independent Variabel


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab satu peneliti akan memaparkan beberapa hal yaitu, latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia senantiasa hidup dan berkembang sesuai dengan pengalaman yang diperoleh melalui proses belajar dalam hidupnya. Manusia tercipta sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa membutuhkan orang lain, selalu berinteraksi, saling bersosialisasi maupun bertukar pengalaman serta membentuk hubungan untuk meneruskan keturunan. Meneruskan keturunan dapat ditempuh melalui proses pernikahan, yang kemudian terbentuklah sebuah keluarga. Pada dasarnya manusia terpanggil untuk hidup berpasang-pasangan dan dapat menemukan makna hidupnya dalam pernikahan.

Pernikahan merupakan suatu hal yang sakral serta menjadi dambaan hampir setiap orang yang berkeinginan untuk membentuk sebuah rumah tangga dan keluarga yang bahagia dengan orang yang dicintainya. Menurut UU Pernikahan Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.


(18)

Pada kenyantaanya, dewasa ini semakin banyak pasangan suami istri yang gagal dengan pernikahannya. Hal ini dapat dilihat dari data faktual tentang Jumlah perceraian di Indonesia telah mencapai angka yang sangat fantastis. Tercatat, pada tahun 2007, sedikitnya 200 ribu pasangan melakukan perceraian. Meski angka perceraian di negara ini tidak setinggi di Amerika Serikat dan Inggris (yang mencapai 66,6% dan 50% dari jumlah total perkawinan), namun angka perceraian di Indonesia ini sudah menjadi rekor tertinggi di kawasan Asia Pasifik (Julianto, 2008).

Sedangkan data terbaru Angka perceraian di Jakarta pada awal tahun 2011 mengalami peningkatan. Pada rentang bulan Januari-Februari tahun 2011, jumlah angka perceraian sebanyak 883, lebih banyak dibanding tahun 2010, yang tercatat 823 perkara, jumlah tersebut didominasi gugatan cerai dari pihak perempuan atau disebut cerai gugat yang mencapai 561 perkara selama dua bulan terakhir 2011 (Effendi, 2011).

Dalam pernikahan, seseorang membutuhkan aspek-aspek penting agar pernikahannya harmonis. Salah satu aspek yang sangat penting ialah perasaan puas akan pernikahannya, yang biasa disebut dengan kepuasan pernikahan. Hal ini juga dijelaskan oleh Veroff dan kawan-kawan (dalam Atwater, 1983) yang berpendapat bahwa bagaimanapun kebahagiaan dan keharmonisan pasangan secara langsung bergantung pada kepuasan pasangan dalam aspek-aspek pernikahan. Misalnya, studi penting mengenai kesehatan mental orang Amerika menunjukan bahwa pasangan yang sangat puasa terhadap pernikahannya adalah mereka yang lebih menekankan pada aspek hubungan dari pernikahan mereka,


(19)

sementara pasangan yang kurang bahagia lebih menyandarkan diri pada peran hubungan. Jadi, ketika seseorang puas dengan pernikahannya maka ia akan tetap akan bahagia meskipun ada beberapa hal yang membuat ia kecewa dengan keadaan sekitarnya. Bahkan seseorang yang tidak puas dengan pernikahannya, ia akan cenderung mencari kepuasan yang lebih pada anak, pekerjaan atau sesuatu yang materiil.

Hal ini menunjukan betapa pentingnya kepuasan dalam pernikahan untuk menciptakan kebahagiaan secara keseluruhan dalam kehidupan rumah tangga. Lavenson dan kawan-kawan (1985) dalam penelitiannya menunjukan bahwa kepuasan pernikahan bisa mempengaruhi kesehatan mental dan fisik.

Membicarakan kepuasan pernikahan, Holahan dan Levenson (dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita. Pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya. Bahkan dalam penelitian menemukan bahwa suami menunjukkan kepuasaan pernikahan yang lebih besar dibandingkan dengan wanita.

Berdasarkan data yang diperoleh di Pengadilan Agama (PA) Jakarta Selatan, istri lebih banyak yang meminta cerai (cerai gugat) dibanding suami mencerai istri (cerai talak). Tahun 2008, jumlah perkara yang diterima PA Jakarta Selatan untuk cerai gugat mencapai 1.324, sementara cerai talak hanya 638. Sampai Maret 2009, perbandingan antara cerai gugat dan cerai talak semakin melebar dibanding tahun 2008, yaitu untuk cerai gugat 435 perkara, sedangkan


(20)

cerai talak hanya 165 perkara. Walaupun tidak semua perkara yang diterima PA tersebut dikabulkan (Pelita, 2011).

Mengamati media massa yang marak dewasa ini, terlihat banyak suami istri yang tidak merasakan keharmonisan dalam kehidupan bersama pasangannya. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak rubrik konseling pernikahan dan keluarga dan artikel-artikel mengenai pernikahan pada media massa, termasuk majalah, koran, televisi dan radio, bahkan semakin maraknya pembicaraan dan konseling terbuka mengenai pernikahan dan permasalahannya melalui media internet. Media-media yang menyediakan layanan konseling mengenai pernikahan tersebut bahakan tidak pernah sepi dari pertanyaan-pertanyaan yang mengharapkan problem solving melalui jawaban atau pengalaman pribadi pada rubrik tersebut. Selain itu, sebagian besar orang yang melakukan konsultasi pada rubrik-rubrik tersebut didominasi oleh istri. Fenomena ini menandakan semakin banyak pasangan suami istri yang memiliki masalah dan tidak merasakan kepuasan pada pernikahannya, terutama para istri.

Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk membangun suatu rumah tangga atau kehidupan pernikahan yang harmonis

tidaklah mudah. Ketidakharmonisan dalam pernikahan disebabkan

ketidakcocokan atau ketidakserasian pasangan. Perasaan seperti ini merupakan tanda-tanda bahwa adanya ketidakpuasan seseorang dalam hubungan pernikahannya.


(21)

Menurut Atwater (2005) kepuasan pernikahan yaitu perasaan senang dan bahagia terhadap suatu pernikahan. Sedangkan menurut Fizpatrick (dalam Bird & Melville, 1994). kepuasan pernikahan berkaitan dengan bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas pernikahan mereka. Kepuasan pernikahan merupakan gambaran yang subjektif yang dirasakan oleh pasangan tersebut, apakah merasa baik, bahagia ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya.

Terdapat beberapa pendapat yang menyebutkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Duvall dan Miller (1985) menyebutkan dua faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu faktor sebelum menikah dan faktor setelah menikah. Faktor sebelum menikah (Premarital faktors) adalah hal-hal yang dimiliki setiap individu sebelum menikah, seperti kebahagiaan masa kanak-kanak, ketegasan dalam disiplin, pendidikan seks, tingkat pendidikan, dan lamanya waktu berkenalan dengan pasangan sebelum menikah, sedangkan faktor setelah menikah (postmarital faktors) merupakan berbagai interaksi aktual yang berkembang diantara pasangan selama pernikahan berlangsung, seperti adanya saling keterbukaan dalam mengekspresikan perasaan cinta, rasa saling percaya, tidak saling mendominasi dalam mengambil keputusan, adanya keterbukaan dalam berkomunikasi, perasaan senang keduannya dalam hubungan seks, penghasilan yang cukup, serta saling berpartisipasai dalam kehidupan sosial pasangan.

Menurut Duvall dan Miller (1985) faktor setelah menikah lebih besar pengaruhnya dibanding faktor sebelum menikah, karena apapun yang sudah terjadi di masa lalu tidak mungkin dapat dirubah kecuali memahami dan


(22)

menerima karakterisik masa lalu pasangannya masing-masing. Lalu Duvall dan Miller (1985) juga menambahkan faktor yang mempengaruhi pernikahan yaitu cara menghadapi konflik (resolusi konflik). Faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya ialah hal-hal yang berkaitan erat dengan proses terjadinya kepuasan pernikahan. Lalu Turner dan Helms (1995) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah jumlah interaksi yang efektif, kepribadian, minat yang sama, komunikasi efektif, dan afeksi.

Selama 15 tahun terakhir, penelitian untuk komponen penting dari kepuasan pernikahan telah dilakukan banyak peneliti dari berbagai arah. Beberapa memasukkan model cinta yang sehat, keterampilan komunikasi dalam mempengaruhi kepuasan perkawinan, dan peran konflik dalam ketidakpuasan perkawinan. Kajian tentang kepuasan pernikahan mulai menarik untuk di teliti, beberapa pakar pun telah turut serta mengkaji mengenai kepuasan pernikahan secara ilmiah. Banyak faktor yang dihubungkan dengan kepuasan pernikahan, tergantung pada apa yang menjadi fokus peneliti dalam studinya. Beberapa peneliti ada yang memfokuskan pada karakteristik individu yang terlibat dalam hubungan (kepribadian, attribusi), sementara yang lain fokus pada dinamika hubungan (komunikasi, kepuasan seksual, konflik), dan yang lainnya telah mempertimbangkan konteks hubungan yang lebih luas (peran anak) (McCabe, 2006). Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada dua faktor, yaitu resolusi konflik dan kepribadian.

Konflik merupakan hal yang hampir tidak dapat dihindari dalam suatu hubungan sosial, tidak terkecuali hubungan pernikahan. Setiap individu yang


(23)

memiliki pasangan untuk berbagi waktu, harapan, dan pengalaman-penglaman bersama dalam suatu pernikahan, pasti akan menghadapi suatu tantangan. Untuk menciptakan suatu pernikahan yang harmonis, pasangan harus memiliki tujuan dan bekerja sama dalam mencapainya. Dalam mencapai tujuan bersama tersebut pasti akan banyak tantangan yang harus dihadapi, salah satunya adalah konflik yang terjadi saat menjalani suatu hubungan pernikahan.(Smith, 2009). konflik dalam pernikahan adalah situasi dimana individu-individu yang saling bergantung mengekpresikan perbedaan diantara mereka baik yang termanifestasi atau laten dalam upaya mencapai kebutuhan dan minat masing-masing

Jika konflik sudah terjadi, pasti setiap pasangan suami istri akan berusaha menyelesaikannya untuk dapat mempertahankan pernikahan mereka, karena konflik hampir tidak dapat dihindari dalam sebuah pernikahan. Gaya resolusi konflik adalah "patterned responses or clusters of behavior that people use in conflict” (Wilmott & Hocker, 1995). Lebih spesifik lagi, Gottman dan Levenson (1988) menunjukkan bahwa resolusi konflik merupakan cara di mana pasangan menangani dampak negatif dalam konflik untuk menentukan apakah pernikahan berhasil atau gagal. Kemampuan pasangan dalam resolusi konflik merupakan kunci apakah pernikahan terus berjalan dengan cara konstruktif (membangun) atau menjadi destruktif (merusak) atau akhirnya tidak berhasil.

Dalam resolusi konflik terdapat beberapa gaya yang dipaparkan oleh beberapa ahli mulai dari dua gaya hingga yang memaparkan lima gaya. Gaya-gaya tersebut yaitu (dalam Wilmott & Hocker, 1995) : dua gaya resolusi konflik yaitu kooperatif dan kompetisi; tiga gaya resolusi konflik yaitu non-konfrontasi,


(24)

orientasi pada solusi, dan control; empat gaya resolusi konflik yaitu mengalah, inaction, problem solving, dan menantang; dan lima gaya resolusi konflik yaitu penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi (Rahim & Magner, 1995).

Resolusi konflik memiliki dampak dalam suatu hubungan pernikahan. Resolusi konflik yang efektif berdampak pada peningkatan keterampilan problem solving, meningkatkan keterampilan komunikasi, meningkatkan derajat pengenalan dan pengertian diantara kedua pasangan, meningkatkan rasa percaya diri satu sama lain, meningkatkan kemampuan adaptasi, meningkatkan kepuasan dan kebahagiaan pernikahan. Sebaliknya penyelesaian konflik yang tidak efektif memberi dampak negatip yaitu antara lain meningkatkan interpersonal distress, menurunnya rasa keberhargaan diri, menurunnya kualitas hubungan positif dengan orang lain, menurunkan kualitas pernikahan yaitu meningkatkan ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan pernikahan, serta dapat menyebabkan perceraian (Killis,2008).

Pemaparan mengenai gaya resolusi konflik di atas juga didukung oleh beberapa studi yang telah mulai menghubungkan gaya resolusi konflik dengan kepuasan pernikahan (Gottman & krokoff, 1989). Beberapa studi telah menemukan bahwa gaya resolusi konflik negatif telah terbukti secara negatif berhubungan dengan kepuasan pernikahan. Selain itu studi lainnya telah berusaha untuk menentukan apa yang memprediksi kepuasan pernikahan (misalnya, Bradburry & Karney, 1993), penelitian ini mengasumsikan bahwa gaya konflik akan mempengaruhi kepuasan pernikahan . Temuan ini didukung oleh studi lain


(25)

yang menunjukkan bahwa pasangan yang terlibat dalam perilaku negatif dalam resolusi konflik akan berhubungan negatif dengan kepuasan pernikahan (Gottman & krokoff,1989).

Sementara itu Lim (2000) dalam disertasinya yang berjudul “Conflict Resolution Style, Somatization and Marital Satisfaction in Chinese Couple” memaparkan hasil penelitiannya bahwa pasangan Cina yang menggunakan gaya resolusi konflik integratif lebih puas dengan hubungan mereka dan pasangannya.

Faktor penting lain yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah kepribadian. Kepribadian menurut Allport (dalam Suryabarata, 2006) merupakan organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Cattel (dalam Engler, 2009) memberikan definisi mengenai kepribadian yang sangat umum, yaitu kepribadian adalah suatu prediksi mengenai apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam berbagai situasi yang terjadi padanya

The Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui traits yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits tersebut adalah, extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Tokoh pelopornya adalah Alport dan Cattel (Friedman & Schustack, 2008).

Tipologi The Big 5 Personality sering diteliti dalam studi kepuasan pernikahan, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Caughlin, Huston, dan


(26)

Houts (2000), menggunakan traits personality dalam tipologi Big Five Personality yaitu neuoriticism (traits anxiety) dalam hubungannya dengan pernikahan. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tipe neuroticism (traits anxiety) yang tinggi berhubungan dengan kepuasan pernikahan yang rendah.

Dalam studi longitudinal selama 13 tahun, Caughlin, Huston dan Houts (2000) menyimpulkan bahwa tingkat tinggi neuoriticism berkaitan dengan kepuasan pernikahan yang lebih rendah. Namun, dalam studi lain, Botwin, Buss dan Shackelford (1997) menemukan kepuasan pernikahan dengan tingkat yang lebih tinggi berkaitan dengan openness to experiences, agreeableness, dan conscientiousness.

Pada penelitian lain, Berns, Simpson dan Christensen (2004) menguji enam dimensi kepribadian pada 132 pasangan yang distress dan 48.pasangan yang nondistress Para peneliti menemukan sedikit hubungan dari kedua kelompok antara kepuasan pernikahan dengan faktor kepribadian neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, conscientiousness, dan positive forms of expression. Kemudian para peneliti menunjukan bahwa terdapat tingkat yang rendah pada neuroticism dan tingkat yang tinggi pada agreeableness, conscientiousness, dan positive expressivity dalam hubungannya dengan kepuasan pernikahan.

Dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah dipaparkan di atas, jelas menunjukkan pentingnya dimensi kepribadian mempengaruhi kognisi dalam menilai kepuasan pernikahan., sehingga karakteristik ini berdampak pada


(27)

dinamika hubungan yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan. Dan pada kenyataannya kepribadian menjadi salah satu faktor utama dalam kepuasan pernikahan.

Maka diketahui dari beberapa peneltian mengenai kepuasan pernikahan terdapat bermacam-macam faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya hal tersebut. Dan peneliti sangat tertarik untuk meneliti dua faktor utama (gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian) yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Selain itu untuk tambahan akan diteliti pula mengenai pengaruh usia, usia pernikahan, dan pendidikan. Dengan demikian penelitian ini diberi judul “Pengaruh Gaya Resolusi Konflik dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Kepuasan Pernikahan Istri”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, muncul beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan yaitu:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan resolusi konflik, tipe kepribadian big five, usia, usia pernikahan, dan pendidikan terhadap kepuasan pernikahan istri?

2. Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan istri?


(28)

1.3 Pembatasan masalah

Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitan ini, maka peneliti membatasi penelitian ini hanya kepada :

1. Kepuasan pernikahan bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas pernikahan mereka. Kepuasan pernikahan merupakan gambaran yang subjektif yang dirasakan oleh pasangan tersebut, apakah merasa baik, bahagia ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya.

2. Resolusi konflik merupakan pola atau rangkaian respon dari prilaku yang digunakan seseorang dalam konflik. Pada penelitian ini resolusi konflik yang dimaksud adalah cara istri menghadapi dan menangani konflik dalam kehidupan pernikahannya. Terdapat beberapa pengkategorian gaya resolusi konflik, dan dalam penelitian ini gaya resolusi konflik yang diukur adalah gaya resolusi konflik yang di paparkan Rahim dan Magner (1995) yaitu resolusi konflik yang didasarkan pada tingat ke pedulian terhadap tujuan pribadi dan tujuan pasaangan. Mereka menggambarkan lima gaya resolusi konflik: (1) penghindaran (2) Dominasi (3) obligasi (4) integrasi, dan (5) kompromi. 3. Tipe kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tipe

kepribadian yang terdapat dalam tipologi The Big Five Personality, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences.


(29)

4. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita yang berusia 20-40 tahun, status menikah dan belum pernah bercerai, yang usia pernikahannya ≤ 15 tahun, dan telah memiliki anak.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara pokok dan prinsip tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian yang telah peneliti rumuskan diatas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:

a) Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan resolusi konflik, tipe kepribadian big five, usia, usia pernikahan dan pendidikan terhadap kepuasan pernikahan istri.

b) Melihat variabel mana yang paling besar mempengaruhi kepuasan pernikahan istri.

c) Diharapkan penelitian ini secara teoritis yaitu dapat menambahkan hasil-hasil penelitian tentang resolusi konflik, tipe kepribadian big five dan kepuasan pernikahan yang kemudian akan memperkaya teori tentang resolusi konflik serta tipe kepribadian big five dan hubungannya dengan kepuasan pernikahan.

d) Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan untuk konsultasi pernikahan, baik itu untuk tindakan preventif maupun intervensi. Selain itu penelitian ini dapat mendorong minat teman-teman lainnya yang berkecimpung di bidang psikologi untuk melakukan


(30)

penelitian yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan, serta membantu seseorang dalam konseling pernikahan. Mengingat hal tersebut masih sangat baru sehingga masih banyak hal yang dapat digali mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Gaya Resolusi Konflik dan Tipe Kepribadian Big Five Terhadap Kepuasan Istri”. Terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab 1. Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, batasan masalah dan pokok-pokok bahasan, serta sistematika penulisan.

Bab 2. Kajian Teori

Berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian, yakni teori tentang kepuasan pernikahan, teori resolusi konflik, teori tipe kepribadian, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

Bab 3. Metodelogi Penelitian

Berisi tentang metode penelitian yang terdiri dari tujuh subbab. Subbab tersebut adalah populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel,


(31)

instrumen pengumpulan data, pengujian validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data..

BAB 4. Analisa Hasil Penelitian

Berisi tentang analisis deskriptif subjek, dan pengujian hipotesis penelitian.

BAB 5. Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Berisi tentang rangkuman keseluruhan hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.


(32)

BAB 2

KAJIAN TEORI

Pada bab dua peneliti akan memaparkan mengenai definisi kepuasan pernikahan, penelitian-penelitian mengenai kepuasan pernikahan, aspek-aspek kepuasan pernikahan, faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, pengukuran kepuasan pernikahan, definisi resolusi konflik, gaya resolusi konflik, pengukuran gaya resolusi konflik, definisi kepribadian, definisi tipe kepribadian big five, pengukuran tipe kepribadian big five, kerangka berfikir dan hipotesis penelitian.

2.1 Kepuasan Pernikahan

2.1.1 Definisi kepuasan pernikahan

Menurut Fitzpatrick (1988) kepuasan pernikahan berkaitan dengan bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas dari pernikahan mereka. Oleh karena itu, Fitzpatrick (1988) menjelaskan bahwa kepuasan pernikahan adalah gambaran yang subjektif yang dirasakan oleh pasangan yang menikah, apakah merasa baik, bahagia ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya. Berikut adalah kutipan tulisannya (Fitzpatrick, 1988) (dalam Bird & Melville, 1994) :

“ Marital Satisfaction refers to how marital partners evaluate the quality of their marriage. It is a subjective description of weather a marital relationship is good, happy or satisfying”. (hal. 192)


(33)

Selain itu Hawkins (dalam Olson & DeFrain, J. 2006) menjelaskan bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan bahagia, puas dan pengalaman yang menyenangkan yang sifatnya subjektif yang dimiliki seseorang berkaitan dengan keseluruh aspek dari pernikahan. Variabel ini tersusun dalam suatu kontinum dari sangat puas hingga sangat tidak puas. Berikut adalah kutipan tulisannya (Hawkins) (dalam Olson & DeFrain, J. 2006):

”...the subjective feeling of happiness, satisfaction and pleasure experienced by a spouse when considering all current aspect of his marriage. This variable is conceived of as a continum running from much satisfaction to much dissatisfaction” (hal. 164)

Kemudian Bradbury dan kawan-kawan (2000) mendefinisikan kepuasan pernikahan adalah gambaran evaluasi dengan aspek positif lebih menonjol dan aspek negatif hampir tidak ada. Dan berikut adalah kutipan dari tulisannya:

“....marital satisfaction reflects an evaluation in which positive features are salient and negative features are relatively absent..”

Dengan demikian, dari beberapa definisi kepuasan pernikahan yang peneliti kutip dari berbagai sumber bacaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan pernikahan merupakan perasaan bahagia yang subjektif yang dirasakan seseorang pada keseluruhan aspek spesifik dalam hubungan pernikahannya.

2.1.2 Penelitian – penelitian mengenai kepuasan pernikahan

Fiztpatrick (dalam Bird & Melville, 1994) direktur CCR (Center for Communication Research) Universitas Wisconsin–Madison, mencatat bahwa kesuksesan sebuah pernikahan biasanya disebut sebagai “kepuasaan pernikahan”. Terdapat banyak istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan kepuasan


(34)

dalam pernikahan, misalnya saja seperti kebahagiaan pernikahan, kualitas pernikahan, dan penyesuaian pernikahan. Dengan kata lain, istilah - istilah tersebut memiliki makna yang sama yaitu menunjukan sebuah kepuasan dalam pernikahan.

Kepuasan pernikahan telah dipelajari selama beberapa dekade, dan ratusan penelitian telah di lakukan sepanjang waktu. Penelitian-penelitian tersebut secara umum akurat dalam menggambarkan dan memberikan fakta-fakta yang berkesan serta konsisten mengenai kepuasan pernikahan (Bird & Melville, 1994). Misalnya saja Bentler dan Newcomb (dalam Gottman & Lavenson, 1985) dalam penelitiannya menemukan bahwa demografi, dan kepribadian mempengaruhi kestabilitasan pernikahan walaupun hubungannya rendah. Selanjutnya Markman (dalam Gottman & Lavenson, 1985) melakukan studi untuk memprediksi kepuasan pernikahan dalam basis self-report selama interaksi pranikah, ia menemukan bahwa secara positif dari interaksi pasangan mempengaruhi kepuasan pernikahan. Lalu ada Kelly dan Conley (1987) yang menemukan bahwa karakteristik kepribadian pasangan sangat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Dan kemudian ada Lavenson dan kawan-kawan (1994) dalam penelitiannya menunjukan bahwa kepuasan pernikahan bisa mempengaruhi kesehatan mental dan fisik.

Selain itu, adapun hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam studi kepuasan pernikahan adalah mengenai beberapa dimensi dari kepuasan pernikahan. Dalam sebuah review literatur pada bagaimana kepuasan dikonseptualisasikan dan diukur, Bradbury dkk (2000) mengemukakan beberapa


(35)

poin penting tentang bagaimana kita berfikir mengenai kepuasan pernikahan. Pertama, Ada beberapa cara untuk mengukur kepuasan pernikahan. Hal ini berkaitan dengan mengevaluasi hubungan melalui tingkah laku yang spesifik dan pola interaksi. Kedua, kepuasan pernikahan tidak hanya cukup dilihat dengan ketidakadaannya ketidakpuasan. Ketiga, pasangan suami istri dapat melakukan evaluasi positif dan negatif dalam pernikahannya. Dan terakhir, bahwa kepuasan dapat meningkat dan menurun sepanjang waktu pernikahan.

Fakta mengenai dinamika tingkat kepuasan pernikahan yang disebutkan di atas dibuktikan dengan adanya sebuah analisis data dari dua survey dengan total responden 8.929 pasangan suami istri pada pernikahan pertama, yang dilakukan pada tahun 1987-1988 berupaya mengetahui berbagai pola kepuasan pernikahan. Survey tersebut menemukan pola kepuasan pernikahan yang berbentuk kurva U. Kemudian dijelaskan bahwa kurva berbentuk U ini secara umum tinggi pada awal pernikahan lalu menurun saat kehadiran anak, dan mencapai bagian bawah pada awal usia paruh baya ketika anak mulai remaja dan mereka sangat terlibat dalam karirnya. Lalu kepuasan biasanya meningkat kembali ketika memasuki usia lanjut, dan anak-anak telah dewasa (Orbuch, 1996 dalam papalia, old & feldman, 2009).

Selain itu, hal mengenai dinamika tingkat kepuasan pernikahan juga dijelaskan pada penelitian lain. Dalam penelitian dijelaskan adanya perubahan dalam kualitas pernikahan selama siklus kehidupan, dan dinamika tersebut menunjukan pola kurva berbentuk U dalam hubungan antara lamanya pernikahan


(36)

dengan kepuasan pernikahan (Rollins & Feldman, 1970 dalam Seccombe &Warner 2004).

2.1.3 Aspek-aspek kepuasan pernikahan

Dalam kepuasan pernikahan terdapat komponen-komponen atau aspek-aspek yang dapat mengidentifikasi adanya kepuasan dalam hubungan pernikahan. Spainer (1976) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan memiliki empat aspek atau dimensi, yaitu:

a) Consensus (kesepakatan), yaitu kesepakatan pada hal-hal penting bagi kelangsungan/fungsi pernikahan

b) Cohesion (kedekatan hubungan) yang maksudnya seberapa sering pasangan melakukan sesuatu bersama-sama

c) Satisfaction yaitu perasaan bahagia akan pernikahannya

d) Affectional expression yang berfokus pada apakah pasangan pernah berselisih mengenai seks atau tentang bagaimana memperlihatkan kasih sayang

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan

Menurut Duvall dan Miller (1985), terdapat dua faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu sebagai berikut:

1. Faktor-faktor sebelum menikah

Faktor-faktor sebelum menikah yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antara lain, kebahagiaan masa kanak-kanak, ketegasan dalam disiplin, pendidikan


(37)

seks, tingkat pendidikan, dan lamanya waktu berkenalan dengan pasangan sebelum menikah.

2. Faktor-faktor sesudah menikah

Faktor-faktor yang muncul setelah menikah antara lain adanya saling keterbukaan dalam mengekspresikan perasaan cinta, rasa saling percaya, tidak saling mendominasi dalam mengambil keputusan, adanya keterbukaan dalam berkomunikasi, perasaan senang keduannya dalam hubungan seks, penghasilan yang cukup, serta saling berpartisipasai dalam kehidupan sosial pasangan.

Selain itu Duvall dan Miller (1985) juga menambahkan faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu resolusi konflik yang merupakan cara pasangan dalam menyelesaikan konflik dalam kehidupan pernikahan.

Hal yang kurang lebih sama diungkapkan oleh Marano (dalam Atwater & Duffy, 2005) mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu:

1. Pasangan mampu menyelesaikan konflik

2. Pasangan sering menghabiskan waktu bersama, baik dalam hal humor, kesenangan ataupun aktivitas bersama.

3. Pasangan mampu berkomunikasi dengan baik

4. Pasangan mampu menunjukan rasa cinta dan penerimaan tanpa syarat.

Turner dan Helms (1995) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan antara lain jumlah interaksi yang efektif


(38)

antara pasangan, kepribadian, pasangan saling mempercayai, berbagi minat yang sama, menerapkan hubungan timbal balik dan kesepakatan dalam menghadapi berbagai hal penting dalam pernikahannya.

Penelitian oleh Kelly & Conley (1987) menemukan bahwa karakteristik kepribadian pasangan sangat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Tidak hanya itu, kenyaman seseorang terhadap karakteristik kepribadian pasangannya juga berperan penting dalam menciptakan pernikahan yang sehat, artinya semakin seseorang menyukai kepribadian pasangannya maka semakin puas pernikahannya (olson & Defrein, 2006).

Mengingat banyaknya faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, maka dalam penelitian ini peneliti hanya membahas dua faktor saja yang diduga mempengaruhi kepuasan pernikahan. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi faktor eksternal yaitu gaya resolusi konflik dan faktor internal yaitu kepribadian.

2.1.5 Pengukuran kepuasan pernikahan

Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai kepuasan pernikahan, peneliti memperoleh bebrapa instrument untuk mengukur kepuasan pernikahan, diantaranya yaitu:

1. Dynamic Adjusment Scale (DAS) yang dibuat oleh Spainer (1976) 2. Marital Comparison Level Inventory


(39)

Adapun penjelasan mengenai instrument-instrument tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, Dyadic Adjusment Scale (DAS) yang dibuat oleh Spainer (1976). DAS tersiri dari 32 item dengan nilai koefisien alfa cronbach .96. Item-item dalam alat ukur ini sesuai dengan empat komponen kepuasan pernikahan yaitu, consensus, cohesion , satisfaction , dan affectional expression. Kedua, Marital Comparison Level Inventory yang terdiri dari 32 item dan digunakan untuk menilai persepsi suami istri mengenai kualitas hubungan pernikahan mereka. Instrumen ini digunakan memberikan ukuran antara pengalaman dan harapan dari pernikahan. Dan yang terakhir adalah ENRICH marital inventory (Fowers & Olson, 1986 dalam Olson & Larsen 1989), yang terdiri dari 125 item untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan hubungan dalam 11 area yaitu: harapan, kepribadian, komunikasi, resolusi konflik, finansial, aktivitas bersama, hubungan seksual, anak, keluarga dan teman, pola equalitarian, dan orientasi religius.

Dari beberapa alat ukur yang dipaparkan di atas, peneliti akan menggunakan Dyadic Adjusment Scale (DAS) yang dibuat oleh Spainer (1976) dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan DAS sesuai dengan teori yang peneliti gunakan pada penelitian ini. Selain itu, instrument ini sudah banyak digunakan dan teruji secara baik pada penelitian-penelitian terdahulu.


(40)

2.2 Resolusi Konflik

2.2.1 Definisi konflik

Menurut Willmot & Hocker (2001) konflik adalah ekspresi pertentangan dari sekurang-kurangnya dua orang yang memiliki tujuan yang bertentangan. Berikut merupakan kutipan dari tulisannya:

Conflict is an expressed strunggle between at least two interpendent parties who perceive incompatible goals, scare resources, and interference from other in achieving their goals.

2.2.2 Definisi resolusi konflik

Konflik merupakan sebuah pengalaman yang selalu ada dalam suatu hubungan, tidak terkecuali pernikahan, resolusi konflik mencerminkan perilaku interpersonal yang digunakan untuk menyelesaikan konflik dalam pernikahan.

Menurut Hocker dan Wilmott (1995), resolusi konflik adalah pola dari respon atau serangkaian perilaku yang sesorang gunakan dalam konflik. Berikut adalah kutipan dari tulisannya: “.... patterned responses or clusters of behavior that people use in conflict”

Dalam resolusi konflik ada dua perdekatan, yaitu konstruktif dan destruktif. Pada pendekatan konstruktif, resolusi konflik cenderung dilakukan secara kooperatif prososial dan menjaga hubungan secara alami, fokus pada yang terjadi saat ini dibandingkan dengan masalah yang lalu, mengontrol perasan negative dan positif, mengungkapkan informasi dengan terbuka, menerima


(41)

kesalahan bersama dan berusaha mencari persamaan-persamaan. (Olson & DeFrain, 2006).

Sebaliknya, dalam resolusi konflik dengan pendekatan destruktif, mengarah pada pada sikap kompetitif, antisosial, dan cenderung merusak hubungan, memperlihatkan perilaku negatif , kekerasan pasangan dalam mengungkit masalah-masalah yang telah lalu, hanya mengekpresikan perasaan-perasaan negative, dan menekankan pada perbedaan-perbedaan tujuan untuk perubahan minim

2.2.3 Gaya resolusi konflik

Dalam kedua pendekatan resolusi konflik yang telah dipaparkan diatas, terdapat bebrapa pengkategorian gaya resolusi konflik. Mulai dari yang mengkategorikan hanya dua gaya sampai yang mengkategorikan lima gaya resolusi konflik. Pengkategorian gaya resolusi konflik tersebut yaitu ( dalam Willmot & Hocker, 2001):

1. Dua gaya resolusi konflik yaitu kooperatif dan kompetisi (Deutsch, 1949; Tjosvold, 1990)

2. Tiga gaya resolusi konflik yaitu non-konfrontasi, orientasi pada solusi, dan control (Putnam & Wilson, 1982)

3. Empat gaya resolusi konflik yaitu mengalah, inaction, problem solving, dan menantang (Pruiit, 1983)


(42)

4. Lima gaya resolusi konflik yaitu penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi (Rahim & Magner, 1995)

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengikuti gaya resolusi konflik yang dipaparkan oleh Rahim dan Magner (1995) yaitu lima gaya resolusi konflik yang terdiri dari penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi.

Berikut ini peneliti akan menjelaskan pengertian dari masing-masing gaya resolusi konflik tersebut.

1. Gaya penghindaran

Penghindaran adalah cara menangani konflik di mana pasangan mencoba untuk tidak secara terbuka mengakui keberadaan atau untuk mengakui peran mereka masing-masing dalam konflik. Penghindaran adalah gaya yang ditandai oleh perilaku seperti penolakan, konflik menjadi datar, dan bahkan dijadikan lelucon sebagai cara untuk menghindarinya. Pasangan mungkin mengubah topik untuk menghindari masalah tersebut.

2. Gaya dominasi

Gaya dominasi mengacu pada sikap seseorang untuk memecahkan masalah berdasarkan cara mereka sendiri tanpa memperhatikan pasangannya. Gaya ini dicirikan oleh perilaku agresi, paksaan, manipulasi, intimidasi, dan perdebatan. Aspek lain dari gaya dominasi ini adalah pengabaian. Pengabaian mengacu pada tindakan pasif dimana satu pasangan gagal untuk mempertimbangkan kebutuhan pasangannya.


(43)

3. Gaya obligasi

Gaya obligasi yaitu gaya yang lebih mementingkan kebutuhan pasangannya daripada kebutuhan dirinya sendiri. Pasangan yang memiliki tingkat gaya resolusi konflik obligasi yang tinggi cenderung mengalah. Hal ini sering didorong oleh keinginan untuk menyenangkan pasangan mereka, untuk menghindari kemarahan pasangan, dan untuk menjaga hubungan yang harmonis.

4. Gaya integrasi

Gaya integrasi merupakan gaya yang menggambarkan adanya kekhawatiran umum dalam pernikahan dan menekankan pentingnya hubungan pernikahan dan tujuan kedua pasangan. Gaya ini juga dikenal sebagai gaya kolaboratif. Gaya resolusi konflik ini dicirikan dengan sikap mengekspresikan dan menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan masing-masing, kesadaran akan kebutuhan diri sendiri dan orang lain, serta kesediaan untuk mencoba menyatukan perbedaan, dan menawarkan cara yang terbaik untuk menyelesaikan konflik.

5. Gaya kompromi

Pada gaya ini kedua individu membuat kesepakatan yang mengarah pada persetujuan bersama. Pasangan memberikan beberapa tujuan penting untuk mendapat kesepakatan.


(44)

2.2.4 Pengukuran gaya resolusi konflik

Untuk mengetahui gaya resolusi konflik pada seseorang dapat digunakan alat ukur yang mengadaptasi dari Rahim dan Marger (1955) yaitu ROCI-II (Rahim Organizational Conflict-II). Alat ukur ini akan memberikan skor atau nilai tiap-tiap gaya resolusi konflik yaitu Penghindaran,dominasi, obligasi dan pemecahan masalah atau integrasi (Willmot & Hocker, 2001). Awalnya alat ini ukur ini digunakan untuk organisasi. Namun, setelah dilakukan uji coba pada pasangan pernikahan pada penelitian-penelitian sebelumnya, didapatkan hasil yaitu masing-masing dimensi memiliki nilai reliabilitas dan validitas yang baik, sehingga sudah mengukur tiap-tiap dimensi resolusi konflik untuk pasangan menikah. Alat ukur ROCI-II sudah pernah digunakan sebelumnya pada penelitian hubungan resolusi konflik dengan kepuasan dalam hubungan pernikahan. Hasil yang didapat sebelumnya yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara masing-masing gaya resolusi konflik dengan kepuasan pernikahan (Lim, 2000).

2.3 Tipe Kepribadian Big Five

2.3.1 Definisi kepribadian

Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Engler, 2009) adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam tingkah laku dan fikirannya. Allport juga mengatakan bahwa kepribadian terletak dibelakang perbatan-perbuatan khusus dan di dalam individu (Suryabarata, 2007). Dari apa yang telah dijelaskan Allport, maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang unik dan khas, dan setiap


(45)

orang memiliki kepribadian yang berbeda, tidak ada seorangpun yang memiliki kepribadian yang sama walau anak kembar sekalipun.

Cattel (dalam Engler, 2009) memberikan definisi mengenai kepribadian yang sangat umum, yaitu kepribadian adalah suatu prediksi mengenai apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam berbagai situasi yang terjadi padanya. Jadi, persoalan mengenai kepribadian adalah persoalan mengenai segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun yang tidak tampak ( Suryabrata, 2007). Sedangkan menurut Pervin dan John (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten.

2.3.2 Definisi tipe kepribadian Big Five

Berdasarkan penelitian yang lalu, Kepribadian Big Five dapat diartikan sebagai pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dominan kepribadian yang dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima buah tipe kepribadian tersebut adalah, extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Tokoh pelopornya adalah Alport dan Cattel (Friedman & Schustack, 2008).

Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (dalam Pervin & John, 2005) adalah sebagai berikut.


(46)

a. Extraversion (E)

Tipe ini merupakan tipe yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang, cenderung ramah dan terbuka, dan menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan serta menikmati sebuah hubungan. Sementara seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit, dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian.

b. Agreeableness (A)

Agreeableness juga disebut tipe yang mudah beradaptasi dengan lingkungan sosial. Tipe ini mengidentifikasi seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Namun ditemukan pula sisi negatif pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self-esteem mereka akan cenderung menurun.

c. Conscientiousness (C)

Conscientiousness menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan


(47)

ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius. Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.

d. Neuroticism (N)

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih bahagia dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Individu yang memiliki tingkat yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.

e. Openness to Experience (O)

Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, intelektual, kreatif, rasa ingin tahu yang tinggi dan terbuka terhadap pengalaman baru. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang


(48)

rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

Sebagai rangkuman dari pembahasan mengenai tipe-tipe kepribadian big five di atas, berikut ini adalah ringkasan yang dikutip dari Pervin, Cervone dan John (2005) yang peneliti sajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1Faktor-faktor Trait Big Five

Karakteristik Skor Tinggi Skala Trait Karakteristik Skor Rendah

Sociable, active, talkaktive, peson-oriented, optimistic, fun-loving,

affectionate

Extraversion Reserved, sober, unexuberant, aloof, task-oriented, retireng,

quiet Soft-hearted, good, natured, trusting,

helpful, forgiving, gullble, straightforward

Agreebleness Cynical, rude, suspicious, uncooperative, vengeful, ruthless, irritable, manipulative Organized, reliable, hard-working,

self-disciplined, punctual, scrupulous, neat, ambitious,

persevering

Conscientiousness Aimless, unreliable, lazy, careless, laz,negligent,

weak-willed, hedonistic

Worrying, nervous, emotional, insecure, inadequate, hypochodriacal

Neuroticism Calm, relaxed, unemotional, hardly, secure, self-satisfied Curious, broad interests, creative,

original, imaginative, untraditional

Openness Conventional, down-to-earth, narrow interests, unartistic,


(49)

2.3.3 Pengukuran tipe kepribadian big five

Ada dua instrumen untuk mengukur kepribadian big five , diantaranya ialah (pervin, 2005):

1. NEO-PI-R yang di kembangkan oleh Costa dan.McCrae (1992).

2. Dan ada International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis Goldberg pada tahun 1992, skala ini dibuat berdasarkan teori Big Five yang digunakan oleh Costa dan McCrae dalam membuat NEO PI-R.

Dari dua alat ukur yang dipaparkan di atas, peneliti akan menggunakan International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO). Hal ini dikarenakan sesuai dengan teori yang peneliti gunakan pada penelitian ini, selain itu IPIP-NEO sudah banyak digunakan dan teruji pada penelitian-penelitian terdahulu.

2.4 Kerangka Berfikir

Kepuasan pernikahan merupakan gambaran yang subjektif yang dirasakan oleh pasangan suami istri, yaitu apakah merasa baik, bahagia ataupun puas dengan pernikahan yang dijalaninya (Fizpatrick, dalam Bird & Melville, 1994). Kepuasan pernikahan merupakan hal yang dinamis, yaitu dapat rendah ataupun tinggi.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah resolusi konflik. Gaya resolusi konflik adalah pola respon atau rangkaian tingkah laku yang digunakan dalam konflik (Wilmott & Hocker, 1995). Terdapat lima


(50)

gaya, yaitu penghindaran, dominiasi, obligasi, integrasi dan kompromi (Rahim & Magner, 1995). Peneliti ingin menguji apakah gaya resolusi konflik memiliki pengaruh terhadap kepuasan pernikahan pada istri, karena terdapat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh. Lim (2000) menunjukan hasil penelitiannya bahwa pasangan Cina yang menggunakan gaya resolusi konflik integrasi lebih puas dengan hubungan mereka dan pasangannya.

Kemudian, faktor lain yang juga mempengaruhi kepuasan pernikahan adalah tipe kepribadian, yang mana dalam penelitian ini menggunakan tipe kepribadian big five. Tipe kepribadian big five merupakan suatu pendekatan trait untuk melihat kepribadian individu dalam lima dimensi, yaitu: extraversion, agreebleness, conscientiousness, neuroticism, dan openess to experience. Masing-masing dimensi tersebut terdiri dari trait-trait yang sudah dipaparkan sebelumnya. Penelitian terdahulu oleh Caughlin, Huston dan Houts (2000) yang menemukan bahwa neuoriticism dengan tingkat yang tinggi berhubungan dengan kepuasan pernikahan yang lebih rendah. Dan dalam studi lain oleh Botwin, Buss dan Shackelford (1997) menemukan kepuasan pernikahan dengan tingkat yang lebih tinggi berhubungan dengan openness to experiences, agreeableness, dan conscientiousness.

Selain itu, terdapat background individu yaitu, usia, usia pernikahan, dan tingkat pendidikan yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan. Ketiga faktor ini dipilih menjadi variabel karena berdasarkan teori, usia, usia pernikahan, dan tingkat pendidikan dapat mentukan besaran kepuasan pernikahan.


(51)

Selanjutnya, Peneliti ingin meneliti apakah lima gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian big five serta usia, usia pernikahan dan tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan kepuasan pernikahan pada istri, karena sebelumnya ada pendapat dari Holahan dan Levenson (dalam Lemme, 1995) yang menyatakan bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita. Selain itu peneliti ingin membuktikan penelitian-penelitian yang telah ditemukan sebelumnya. Jika di gambarkan maka akan menjadi seperti pada gambar 2.1.

Bagan 2.1 Gambar Kerangka Berpikir GRK Penghindaran

TK Extraversion GRK Dominasi

GRK Obligasi

GRK Integrasi

GRK Kompromi

TK Agreeableness Kepuasan Pernikahan

TK Openness to

experience

TK conscientiousness

TK Neuroticism Gaya Resolusi

Konflik

Tipe Kepribadian

Big Five

Usia

Usiap pernikahan


(52)

2.5 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tinggi rendahnya kepuasan pernikahan yang merupakan dependent variable bergantung pada tinggi rendahnya skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu gaya resolusi konflik dan tipe kepribadian Big Five.

Bunyi hipotesis mayornya yaitu : “ada pengaruh yang signifikan gaya resolusi konflik, tipe kepribadian big five, usia, usia pernikahan, dan pendidikan terhadap kepuasan pernikahan istri”.

Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu :

Gaya resolusi konflik penghindaran berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Gaya resolusi konflik dominasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Gaya resolusi konflik obligasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Gaya resolusi konflik integrasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Gaya resolusi konflik kompromi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri


(53)

Tipe extraversion dalam kepribadian big five berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Tipe agreeableness dalam kepribadian big five berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Tipe conscientiousness dalam kepribadian big five berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Tipe neuroticism dalam kepribadian big five berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Tipe openness to experience dalam kepribadian big five berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Usia berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Usia pernikahan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Pendidikan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pernikahan istri

Selanjutnya, dikarenakan pengujian hipotesis di atas dilakukan dengan analisis statistik, maka hipotesis tersebut diubah menjadi hipotesis nihil, yang berbunyi “ bahwa gaya resolusi konflik, tipe kepribadian Big Five, usia, usia pernikahan dan pendidikan tidak mempengaruhi kepuasan pernikahan istri”. Dengan demikian hipotesis nihil inilah yang akan diujikan apakah ditolak atau diterima secara statistik (signifikan).


(54)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab tiga peneliti akan memaparkan mengenai populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dari variabel, instrumen pengumpulan data, pengujian validitas konstruk, prosedur pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah wanita berusia 20-40 tahun yang dalam status menikah dan belum pernah bercerai, pada usia pernikahan maksimal 15 tahun, serta telah memiliki anak, dan bertempat tinggal di wilayah Jakarta Selatan (Cilandak, Pasar minggu, Jagakarsa, Setiabudi, Mampang prapatan dan Pancoran).

Selanjutnya, jumlah sampel penelitian yang akan peneliti gunakan adalah sebanyak 200 orang. Karena peneliti tidak memiliki daftar wanita se-Jakarta selatan yang memenuhi kriteria di atas, maka peneliti dengan segala keterbatasannya akan mengambil sampel dengan cara mendatangi ke rumah tiap responden. Oleh karena itu, pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat non-probablity sampling yang berarti tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian.


(55)

3.2 Variabel Penelitian

Variabel adalah sesuatu yang bervariasi dari satu kasus ke kasus yang lain. Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu:

1. Kepuasan pernikahan

2. Gaya resolusi konflik penghindaran

3. Gaya resolusi konflik dominasi

4. Gaya resolusi konflik obligasi

5. Gaya resolusi konflik integrasi

6. Gaya resolusi konflik kompromi

7. Tipe kepribadian big fiveextraversion

8. Tipe kepribadian big fiveagreeableness

9. Tipe kepribadian big fiveconscientiosness

10.Tipe kepribadian big fiveneuroticism

11.Tipe kepribadian big fiveopenness to experience

12. Usia

13.Usia pernikahan


(56)

Dependent variabel (outcome variable) dalam penelitian ini adalah kepuasan pernikahan, sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen (predictor variable).

3.3 Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi Operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:

a) Kepuasan pernikahan adalah skor yang diperoleh mengenai perasaan subjektif yang dirasakan oleh istri terhadap pernikahannya. Terdiri dari empat aspek, yaitu consensus, cohesion, expression of affection dan satisfaction. Jika, skor jawaban subjek tinggi maka menunjukan kepuasan pernikahan yang tinggi.

b) Gaya resolusi konflik adalah skor yang diperoleh mengenai sikap bagaimana istri menghadapi konflik dalam pernikahannya. Terdapat lima gaya yang diukur, yaitu penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi yang nantinya juga akan dijadikan independent variable. Individu akan digolongkan ke dalam salah satu gaya berdasarkan skor gaya yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada gaya lainnya.

c) Tipe kepribadian big fiveadalah skor yang diperoleh mengenai trait yang dimiliki istri. Terdapat lima gaya yang diukur, yaitu extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences yang nantinya juga akan dijadikan independent variable. Individu akan


(57)

digolongkan ke dalam trait dominan berdasarkan skor trait yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada trait lainnya.

d) Usia, Usia pernikahan, dan Pendidikan adalah skor yang diperoleh dari data background sampel.

3.4 Instrumen Penelitian 1. Kepuasan pernikahan

Untuk mengukur kepuasan pernikahan, peneliti mengadaptasi Dyadic Adjusment Scale (DAS) yang terdiri dari 32 item. Skala ini pertama kali dibuat oleh Graham B. Spainer pada tahun 1976. Dyadic Adjusment Scale (DAS) ini terdiri dari empat aspek, yaitu: dyadic consensus, dyadic cohesion, dyadic satisfaction dan affectional expression (spanier, 1976)

Cara penilaian item-item DAS berbeda-beda. Ada item yang diberi nilai 0-5, 0-4, maupun 0-1. Hal ini disebabkan karena banyaknya pilihan jawaban yang diberikan berbeda-beda. Cara penilaian Dyadic Adjusment Scale (DAS) ini sebagai berikut :

1) Untuk item 1-15, diberi nilai 5 bila subjek menjawab “selalu sepakat” dan 0 bila subjek menjawab “tidak pernah sepakat”.

2) Untuk item 16, 17, 20, 21, dan 22 diberi 0 bila subjek selalu melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 3 bila subjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan.


(58)

3) Item no 18, 19 diberi nilai 3 bila subjek slalu melakukan hal-hal yang ditanyakan dan 0 bila subjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan.

4) Item no 23 dan 24 diberi nilai 4 bilas ubjek setiap hari melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 0 bila subjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan.

5) Item no 25, 26, 27, dan 28 diberi nilai 0 bilas ubjek tidak pernah melakukan hal-hal yang ditanyakan dan nilai 4 bila lebih sering melakukan hal-hal yang ditanyakan.

6) Item 29, 30 diberi nilai 0 bila subjek menjawab “tidak” dan nilai 1 bila menjawab “ya”.

7) Item 31 diberi nilai 0 bila menjawab sangat tidak bahagia dan nilai 6 bila menjawab sempurna.

8) Item 32 diberi nilai 0 jika subjek menjawab “perkawinan saya tidak akan pernah berhasil dan tidak aka ada lagi yang dapat saya pertahankan untuk meneruskan perkawinan ini”. Dan nilai 4 jika subjek menjawab “saya ingin sekali perkawinan saya berhasil dan saya akan melakukan semua yang saya bisa untuk mewujudkan hal itu”

Tabel 3.1 Blueprint Skala Kepuasan Pernikahan

no Aspek Item Jumlah

1 Consensus 1,2,3,5,7,8,9,10,11,12,13,14,15 13

2 Satisfaction 18,19,23,31,32,16,17,20,21,22 10

3 Cohesion 24,25,26,27,28 5

4 Affectional expression

4,6,29,30 4


(59)

2.Gaya resolusi konflik

Instrument atau alat ukur yang digunakan untuk mengukur gaya resolusi konflik adalah Rahim Organizational Conflict Inventory-II (ROCI-II). ROCI-II digunakan untuk mengukur lima gaya dalam menangani konflik yaitu: gaya resolusi konflik penghindaran, dominasi, obligasi, integrasi dan kompromi. ROCI-II memiliki 35 item dengan masing-masing gaya berjumlah tujuh item (Rahim, 1983; Rahim 1995 ).

ROCI-II berbentuk skala Likert dengan rentang tujuh point yaitu dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “7” (sangat setuju), skor tertinggi merefleksikan responden menggunakan gaya resolusi konflik tersebut Namun, Peneliti hanya menggunakan rentang sekala empat point yaitu dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat setuju). Hal ini dikarenakan agar menghindari kecenderungan jawaban pada skala ditengah-tengah, serta mempermudah subjek dalam pengisian alat ukur ini. Adapun pembagian item-item tiap gaya dapat dilihat pada tabel 3.2 dibawah ini.

Tabel 3.2 BluePrint Resolusi Konflik

No Aspek Item Jumlah

1 Gaya penghindaran 3, 7, 22, 23, 32, 33, 34 7

2 Gaya dominasi 8,10,11, 18, 24, 27, 31 7

3 Gaya obligasi 2, 12, 13, 16, 17, 25, 30 7

4 Gaya integrasi 1, 4, 6, 15, 28, 29, 35 7

5 Gaya kompromi 5, 9, 14, 19, 20, 21, 26 7


(60)

3. Tipe kepribadian big five

Untuk mengukur trait big five alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Goldberg (1992) (dalam Pervin & John, 2005). IPIP-NEO berjumlah 100 item dan setiap trait berjumlah 20 item. Adapun pembagian item-item skala big five berdasarkan trait adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Blueprint item Big Five

No Aspek Butir soal Jumlah

Favorable Unfavorable

1 Extraversion 1, 11, 21, 31, 41, 46, 51, 61, 71, 81, 96

6, 16, 26, 36, 56, 66, 76, 86, 91

20

2 Agreebleness 7, 17, 27, 37, 47, 57, 62, 67, 72, 77, 82, 87, 92, 97

2, 12, 22, 32, 42, 52 20

3 Conscientiousness 3,13,23,33,43,53,63, 73,83, 93, 98

8,18,28,38,48,58,68, 78,88

20

4 Neuroticism 9, 19, 29, 39, 49 4, 14, 24, 34, 44, 54, 59, 64, 69, 74, 79, 84, 89, 94, 99

20

5 Openess of experience

5, 15, 25, 35, 45, 55, 65, 75, 80, 85, 90, 95, 100

10, 20, 30, 40, 50, 60, 70

20


(61)

3.5 Pengujian Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap validitas konstruk ketiga instrument yang dipakai, yaitu 1) kepuasan pernikahan (DAS) 2) gaya resolusi konflik(ROCI-II), dan 3) tipe kepribadian big five (IPIP-NEO). Untuk menguji validitas konstruk alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Adapun logika dari CFA (Umar, 2011) :

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut factor, sedangkan pengukuran terhadap factor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu factor saja, begitupun juga tiap subtes hanya mengukur satu factor juga. Artinya baik item maupun subtes bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan


(62)

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item ataupun sub tes instrument hanya mengukur satu factor saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di drop dan sebaliknya.

6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negative, maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).

Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan software LISREL 8.70 (Joreskog dan Sorbom, 1999). Uji validitas tiap alat ukur akan dipaparkan pada sub bab berikut.

3.5.1 Uji validitas konstruk kepuasan pernikahan

Peneliti menguji apakah 32 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur kepuasan pernikahan. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square = 531,75 , df = 464 , P-value = 0.01595 , RMSEA = 0.027. oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada


(63)

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.1 dibawah ini:

Gambar 3.1 Analisis Konfirmatorik dari Faktor Variabel Kepuasan Pernikahan

Dari gambar 3.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kepuasan pernikahan.

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien


(64)

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4 berikut.

Tabel 3.4. Muatan Faktor Item Kepuasan Pernikahan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.65 0.10 6.44 V

2 0.52 0.10 5.07 V

3 0.73 0.10 7.31 V

4 0.59 0.10 5.83 V

5 0.55 0.10 5.37 V

6 0.75 0.10 7.56 V

7 0.69 0.10 6.95 V

8 0.67 0.10 6.69 V

9 0.64 0.10 6.38 V

10 0.69 0.10 6.87 V

11 0.66 0.10 5.98 V

12 0.48 0.10 6.89 V

13 0.66 0.10 6.59 V

14 0.48 0.10 4.65 V

15 0.56 0.10 5.47 V

16 0.39 0.10 3.73 V

17 0.48 0.10 4.60 V

18 0.37 0.10 3.52 V

19 0.55 0.10 5.33 V

20 0.62 0.10 6.10 V

21 0.54 0.10 5.25 V

22 0.70 0.10 7.06 V

23 0.63 0.10 6.19 V

24 0.39 0.10 3.73 V

25 0.73 0.10 7.30 V

26 0.59 0.10 5.78 V

27 0.65 0.10 6.41 V

28 0.69 0.10 6.91 V

29 0.43 0.10 4.13 V

30 0.51 0.10 4.97 V

31 0.63 0.10 6.25 V

32 0.52 0.10 5.08 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa seluruh item signifikan dan semua koefisien bermuatan positif. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item – item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Dari gambar 3.1 diatas, sangat jelas terlihat bahwa korelsi kesalahan dari faktor


(65)

kepuasan pernikahan tidaklah banyak, hanya terdapat dua korelasi. Berdasarkan hasil tersebut, maka semua item dari skala kepuasan pernikahan tidak ada yang di drop.

Langkah terakhir yaitu item – item kepuasan pernikahan yang tidak di drop dihitung skor faktornya. Skor faktornya dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan item – item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan Adapun rumus T Score yaitu (Umar, 2011) :

Tscore= (10 x skor faktor) + 50.

Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi T score, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat, bahwa hal yang sama juga berlaku untuk semua variabel pada penelitian ini.

3.5.2 Uji validitas konstruk gaya resolusi konflik

1. Gaya Penghindaran

Peneliti menguji apakah tujuh item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar hanya mengukur gaya resolusi konflik penghindaran. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square = 40,11 , df = 14 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.097. oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran


(1)

Analisis Faktor Konfirmatorik Kepuasan Pernikahan


(2)

Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Dominasi


(3)

Analisis Faktor Konfirmatorik Gaya Integrasi


(4)

Analisis Faktor Konfirmatorik Extraversion


(5)

Analisis Faktor Konfirmatorik Conscientiousness


(6)