Motor induksi tidak dapat berputar pada kecepatan sinkron. Seandainya hal ini terjadi, maka rotor akan relatif diam terhadap fluksi yang berputar, akibatnya
tidak akan ada ggl yang diinduksikan dalam rotor dan menyebabkan tidak ada arus yang mengalir pada rotor, sehingga pada rotor tidak akan dihasilkan gaya.
Kecepatan rotor sekalipun tanpa beban, harus lebih kecil sedikit dari kecepatan sinkron agar adanya tegangan induksi pada rotor, dan akan menghasilkan arus di
rotor, arus induksi ini akan berinteraksi dengan fluks listrik sehingga menghasilkan gaya.
Apabila persamaan 2.12 kita substitusikan ke persamaan 2.18 maka akan memberikan informasi yaitu:
1. Saat s = 1 dimana
r
n = 0, ini berati rotor masih dalam keadaan diam atau akan berputar.
2. s = 0 menyatakan bahwa
s
n =
r
n , ini berarti rotor berputar sampai kecepatan sinkron. Hal ini dapat terjadi jika ada arus dc yang diinjeksikan
ke belitan rotor, atau rotor digerakkan secara mekanik. 3.
0 s 1, ini berarti kecepatan rotor diantara keadaan diam dengan kecepatan sinkron. Kecepatan rotor dalam keadaan inilah dikatakan
kecepatan tidak sinkron.
II. 7. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi Tiga phasa
Pada motor induksi, tidak ada sumber listrik yang langsung terhubung ke rotor dan proses transfer energi dari stator ke rotor melalui induksi, sehingga motor
induksi disebut juga trafo dengan kumparan sekunder yang berputar.
Universitas Sumatera Utara
II. 7. 1. Rangkaian Stator
Fluks pada celah udara yang berputar menghasilkan GGL induksi lawan pada setiap phasa dari stator. Sehingga tegangan terminal
1
V
menjadi ggl induksi lawan
1
E
dan jatuh tegangan pada impedansi bocor stator. Sehingga persamaan tegangan pada stator adalah:
1
V
=
1
E
+
1
I
R
1
+ j X
1
Volt 2.19
Dimana:
1
V
=
tegangan terminal stator Volt
1
E
=
GGL lawan yang dihasilkan oleh resultan fluks celah udara Volt
1
I =
arus stator Ampere
1
R =
resistansi stator Ohm
1
X =
reaktansi bocor stator Ohm
Sama seperti halnya dengan trafo, maka arus stator I
1
terdiri dari dua buah komponen. Salah satunya adalah komponen beban I
2
’. Salah satu komponen yang lain adalah arus eksitasi I
e
exciting current. Arus eksitasi dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu, komponen rugi-rugi inti Ic yang sephasa dengan E
1
dan komponen magnetisasi Im yang tertinggal 90º dengan E
1
Pada trafo arus eksitasi disebut juga arus beban nol, akan tetapi dalam motor induksi tiga phasa tidak, hal ini dikarenakan pada motor induksi arus beban nol
menghasilkan fluksi celah udara dan menghasilkan rugi-rugi tanpa beban rugi inti + . Arus Ic akan menghasilkan rugi-rugi
inti dan arus Im akan menghasilkan resultan flux celah udara.
Universitas Sumatera Utara
rugi gesek angin + rugi I
2
Sehingga rangkaian ekivalen dari stator dapat kita lihat pada Gambar 2.10 : R dalam jumlah yang kecil sedangkan pada trafo fungsi
arus eksitasi untuk mengahasilkan fluksi dan menghasilkan rugi inti.
Gambar 2.10 Rangkaian Ekivalen Stator
II. 7. 2. Rangkaian Rotor
Pada saat motor start dan rotor belum berputar, maka stator dan rotor memiliki frekuensi yang sama. Tegangan induksi pada rotor dalam kondisi ini di
lambangkan dengan E
2
. Pada saat rotor sudah berputar, maka besarnya tegangan induksi pada rotor sudah dipengaruhi slip. Besarnya tegangan induksi pada rotor
pada saat berputar untuk berbagai slip sesuai dengan persamaan 2.20:
S
E
2
= s.
2
E
Dimana: 2.20
2
E
=
Tegangan induksi pada rotor pada saat diam
S
E
2
=
Tegangan induksi pada rotor sudah berputar.
Tegangan induksi pada saat motor berputar akan mempengaruhi tahanan dan reaktansi pada rotor. Tahanan pada rotor adalah konstan, dan tidak dipengaruhi oleh
slip. Reaktansi dari motor induksi bergantung terhadap induktansi dari rotor dan frekuensi dari tegangan dan arus pada rotor. Dengan induktansi pada rotor adalah L
2
, maka reaktansi pada rotor diberikan dengan persamaan:
Universitas Sumatera Utara
X
2S
= s X
2
Dimana Ohm
2.21
X
2
= Reaktansi rotor dalam keadaan diam Ohm
Rangkaian ekivalen rotor dapat dilihat pada Gambar 2.11:
Gambar 2.11 Rangkaian Ekivalen Rotor
Sehingga arus yang mengalir pada Gambar 2.12 adalah:
Ampere 2.22
Pada saat dibebani dipengaruhi slip, maka besarnya arus yang mengalir pada rotor adalah:
Ampere 2.23
Ampere 2.24
Apabila persamaan 2.24 diselesaikan maka besarnya arus yang mengalir di rotor pada saat dibebani dipengaruhi slip adalah:
Ampere 2.25
R S
jX R
E I
+ =
2 2
2
2 2
2 2
. jsX
R E
s I
S
+ =
2 2
2 2
jX s
R E
I
S
+ =
+
=
2 2
2 2
2 2
X s
R E
I
S
Universitas Sumatera Utara
Maka rangkaian ekivalen rotor yang dipengaruhi slip pada motor induksi dapat kita lihat pada gambar 2.12:
Gambar 2.12 Rangkaian Ekivalen Rotor yang sudah dipengaruhi slip
Impedansi ekivalen rangkaian rotor pada Gambar 2.12 adalah:
S
Z
2
=
Error Not a valid link.
+ jX
2
Pada motor induksi rotor belitan, maka rotor pada motor induksi dapat diganti dengan rangkaian ekivalen rotor yang memiliki belitan dengan jumlah phasa dan
belitan yang sama dengan stator akan tetapi gaya gerak magnet mmf dan fluksi yang dihasilkan harus sama dengan rotor sebenarnya, maka performansi rotor yang
dilihat dari sisi primer tidak akan mengalami perubahan. Ohm
2.26
Sehingga hubungan antara tegangan yang diinduksikan pada rotor yang sebenarnya
rotor
E dan tegangan yang diinduksikan pada rangkaian ekivalen rotor
s
E
2
adalah:
s
E
2
= a
rotor
E 2.27
Dimana: a
: Perbandingan belitan stator dengan belitan rotor sebenarnya. Sedangkan hubungan antara arus pada rotor sebenarnya
rotor
I dengan arus
s
I
2
pada rangkaian ekivalen rotor haruslah
Universitas Sumatera Utara
s
I
2
= a
I
rotor
2.28 Rotor dari motor induksi adalah terhubung singkat, sehingga impedansi yang
diinduksikan tegangan dapat disederhanakan dengan impedansi rotor hubung singkat. Sehingga hubungan antara impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen
rotor Z
2S S
Z
2
dengan impedansi bocor slip frekuensi rotor sebenarnya Zrotor adalah: =
S S
I E
2 2
=
rotor rotor
I E
a
2
=
rotor
Z a
2
2.29
Dengan mengingat kembali impedansi dari rangkaian ekivalen rotor yang sudah dipengaruhi slip seperti pada persamaan 2.26 maka besarnya impedansi bocor
slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor adalah:
S S
I E
2 2
=
S
Z
2
=
2
R +
2
jsX 2.30
Dimana: R
2
s X =
Tahanan rotor Ohm
2
Z =
Reaktansi rotor yang sudah dipengaruhi slip
2S
= Impedansi bocor slip frekuensi dari rangkaian ekivalen rotor
Pada stator dihasilkan medan putar yang berputar dengan kecepatan sinkron. Medan putar ini akan menginduksikan GGL induksi pada rangkaian ekivalen rotor
s
E
2
dan menginduksikan GGL lawan pada stator sebesar
2
E . Bila bukan karena efek kecepatan, maka tegangan yang diinduksikan pada rangkaian rotor ekivalen
s
E
2
akan sama dengan GGL induksi lawan pada rangkaian stator
2
E karena rangkaian ekivalen rotor memiliki jumlah belitan yang sama dengan rangkaian stator.
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi karena kecepatan relative medan putar yang direferensikan pada sisi rotor adalah s kali kecepatan medan putar yang direferensikan pada sisi stator, maka
hubungan antara dua buah GGL induksi ini adalah:
s
E
2
=
2
E s
2.31
Karena resultan fluks celah udara ditentukan oleh phasor penjumlahan dari arus stator dan arus rotor baik itu arus dari rotor sebenarnya maupun arus dari
rangkaian ekivalen rotor, maka dalam hal ini dikarenakan jumlah belitan antara stator dan rangkaian ekivalen rotor adalah sama maka hubungan arus yang mengalir pada
stator dan rotor adalah:
s
I
2
=
2
I 2.32
Apabila persamaan 2.31 dibagi dengan persamaan 2.32 maka diperoleh:
S S
I E
2 2
=
2 2
I E
s
2.33 Dengan mensubstitusikan persamaan 2.33 ke persamaan 2.30 maka diperoleh:
S S
I E
2 2
=
2 2
I E
s
=
2
R +
2
jsX 2.34
Dengan membagi persamaan 2.34 dengan s, maka didapat
2 2
I E
=
s R
2
+
2
jX 2.35
Dari persamaan 2.30, 2.31, dan 2.35 maka dapat dibuat rangkaian ekivalen rotor seperti pada Gambar 2.13:
s
E
2
1
E
2
R
2
sX
2
X
s R
2 2
R
1 1
2
− s
R
2
I
2
I
2
X
2
I
1
E
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13. Rangkaian Ekivalen motor yang berasal dari penurunan persamaan
Dimana:
s R
2
=
s R
2
+
2
R -
2
R
s R
2
=
2
R +
1 1
2
− s
R
Dari penjelesan diatas maka dapat dibuat rangkaian ekivalen per phasa motor induksi, Gambar 2.14 menunjukkan gambar rangkaian ekivalen per phasa motor
induksi:
Gambar 2.14 Gambar rangkaian ekivalen per phasa motor induksi
Untuk mempermudah perhitungan, maka rangkaian ekivalen motor induksi dapat disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi. Sehingga rangkaian
ekivalennya seperti pada Gambar 2.15:
1
V
1
R
1
X
1
I
c
R
m
X
Φ
I
c
I
m
I
2
I
1
E
2
sX
2
R
2
E s
2
I
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.15. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi
Atau seperti pada gambar 2.16 berikut:
Gambar 2.16 Bentuk lain rangkaian ekivalen motor induksi dilihat dari sisi stator
Dimana: I
2 S
I
2
’ =
Ampere R
2
’ =
a
2
. R
2
X Ohm
2
’ =
a
2
. X
2
Ohm
Pada analisa rangkaian trafo, dapat dilakukan dengan mengabaikan cabang paralel yang terdiri dari R
c
dan X
m
, atau memindahkan cabang ke terminal primer. Dalam rangkaian ekivalen motor induksi penyederhanaan ini tidak dibolehkan. Hal
ini berhubungan dengan kenyataan bahwa arus eksitasi pada trafo bervariasi dari 2 sampai 6 dari arus beban dan reaktansi bocor primer per unitnya kecil. Tetapi pada
motor induksi, arus eksitasi bervariasi dari 30 sampai 50 dari arus beban penuh dan reaktansi bocor primernya relatif lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
Dalam keadaan kondisi kerja normal dengan tegangan dan frekuensi konstan, rugi-rugi inti pada motor induksi biasanya tetap. Sehingga tahanan rugi-rugi inti R
c
dapat diabaikan dari rangkaian ekivalen. Sehingga rangkaian ekivalen motor induksi yang disederhanakan menjadi seperti Gambar 2.17:
Gambar 2.17. Rangkaian Ekivalen Motor Induksi yang disederhanakan dengan sisi primer sebagai referensi dengan mengabaikan tahanan rugi-rugi inti Rc
II. 8. Aliran Daya dan Rugi-rugi Pada Motor Induksi