Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

18 2 Apabila suatu RUPS yang telah dilaksanakan melalui permohonan Penetapan Izin Pengadilan Negeri berdasarkan permintaan pemegang saham; ternyata adanya perbuatan melawan hukum dalam mengajukan permohonan penetapan tersebut; bagaimanakah akibat hukum dalam keadaan di atas? 3 Apa yang menjadi pertimbangan Pengadilan Negeri dalam menolak gugatan pemegang saham yang keberatan tentang putusan-putusan yang dihasilkan dalam RUPS yang dilaksanakan berdasarkan Penetapan Izin Pengadilan Negeri? Apabila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam menyusun tesis ini, yaitu : dalam permasalahan maupun pembahasannya adalah berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi 12 , dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 13 12 J.J.J.M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Penerbit FE-UI, Jakarta, 1996, hal. 203. 13 Ibid, hal. 16. Universitas Sumatera Utara 19 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arah atau petunjuk, dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 14 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis 15 , bagi si peneliti untuk mengkaji dan membahas judul penelitian tentang tanggung jawab notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat. Menurut pendapat Burhan Ashshofa, dikatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan konsep. 16 Sedangkan, menurut Snelbecker, mengatakan bahwa teori itu sebagai seperangkat proposisi yang terintregasi secara sintaksis, yaitu yang mengikuti aturan-aturan tertentu yang dapat diamati dan mempunyat fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 17 Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum, sebab teori yang digunakan ini terdapat adanya suatu konsep yang berhubungan dengan konsep tanggung jawab hukum. Menurut Hans Kelsen, konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep 14 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 35. 15 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 16 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 19. 17 Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990. Universitas Sumatera Utara 20 tanggung jawab hukum. Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan hubungan antara tanggung jawab notaris yang berkaitan dengan kewenangan notaris berdasarkan Undang–undang Jabatan Notaris yang berada dalam bidang hukum perdata. Kewenangan ini salah satunya adalah menciptakan alat bukti yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak, kemudian menjadi suatu delik atau perbuatan yang harus dipertanggung jawabkan secara pidana. Kemudian, dikatakan bahwa notaris harus bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas profesinya, serta juga harus memikul dan bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan dengan tugas profesinya sebagai notaris dalam membuat akta. 18 Menurut Hans Kelsen : 19 ‘Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum disebut “kekhilapan” negligence; dan kekhilapan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari “kesalahan” culpa, walaupun tidak sekeras kesalahan yang terpenuhi karena mampu mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud perbuatan atau tindakan yang jahat, maupun juga akibat yang dapat membahayakan”. Kelalaian atau kekhilapan terhadap tugas profesi, seperti secara alpa dapat menyalahgunakan kewenangannya, antara lain: dengan cara menyelenggarakan isi akta yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Setiap akta notaris telah ditentukan bentuk dan sifat akta yang dibuatnya. Jika hal yang telah terkandung dalam pasal tersebut tidak diterapkan, maka akan menimbulkan penyalahgunaan tugas profesi 18 Hans Kelsen Alih Bahasa oleh Somardi, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif-Empirik, BEE Media Indonesia, Jakarta, 2007, hal. 81. 19 Ibid, hal. 83. Universitas Sumatera Utara 21 maupun wewenang notaris selaku pejabat umum. Tugas profesi notaris tidak hanya berhubungan dengan standar profesi dan etika profesi, tetapi keduanya merupakan petunjuk umum saja. Kemudian, apabila dilakukan dengan hubungan yang positif, maka akan mempunyai atau memiliki kesempatan yang besar untuk mengambil alih perannya, yang berguna untuk mencegah terjadinya penyimpangan dari tugas profesinya. 20 Pengambilan keputusan RUPS tahunan dipimpin oleh Ketua RUPS dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan mengenai 21 : a Hak suara atas setiap saham yang hadir dalam RUPS yakni dengan berpedoman pada ketentuan dalam Pasal 84 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu 22 : 2 Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. 3 Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku untuk : a. Saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; b. Saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau c. Saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan b Kuorum Keputusan RUPS dengan berpedoman kepada Pasal 87 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yaitu 23 : 20 E. Y. Kanter, Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, Jakarta, 2001, hal. 19. 21 Ibid. 22 Pasal 84 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 23 Pasal 87, Ibid. Universitas Sumatera Utara 22 1 Keputusan RUPS diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. 2 Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai, keputusan adalah jika disetujui lebih dari ½ satu perdua bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang danatau anggaran dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. Pada dasarnya keputusan RUPS seyogyanya diambil berdasarkan musyawarah mufakat. Apabila keputusan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan yang diambil akan menjadi sah jika disetujui lebih dari ½ satu perdua bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan kecuali Undang-Undang danatau Anggaran Dasar menentukan bahwa keputusan adalah sah jika disetujui oleh jumlah suara setuju yang lebih besar. 24 Pengambilan keputusan RUPS Tahunan seperti yang diuraikan di atas dalam prakteknya biasanya tidak ada kesulitan yang berarti, tidak banyak perdebatan diantara pemegang saham yang hadir sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk memutuskan segala sesuatu yang dibicarakan dalam RUPS sesuai kuorum yang dibutuhkan. Hal ini bisa terjadi karena semua dokumen dan bahan yang dibahas dalam RUPS telah disediakan sebelumnya oleh direksi tanggal panggilan sampai dengan hari pelaksanaan RUPS, sehingga memungkinkan peserta RUPS dapat menelaah sebelumnya secara seksama segala sesuatu yang akan dibicarakan dan diputuskan dalam RUPS tahunan tersebut. 25 Aturan mengenai NotulenRisalah RUPS ditegaskan dalam Pasal 90 UUPT Nomor 40 tahun 2007, yakni 26 : 24 Ibid. 25 Ibid. 26 Pasal 90, Ibid. Universitas Sumatera Utara 23 a Setiap penyelenggaraan RUPS, risalah RUPS wajib dibuat dan ditandatangani oleh ketua rapat dan paling sedikit 1 satu orang pemegang saham yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS. b Tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak disyaratkan apabila risalah RUPS tersebut dibuat dengan Akta Notaris. Berpedoman pada Pasal 9 Nomor 40 Tahun 2007 tersebut di atas, Risalah RUPS dapat dibuat dengan 2 cara, yaitu 27 : a Secara di bawah tangan underhand yang dibuat dan disusun sendiri oleh direksi perseroan. b Secara akta notaris akta otentik yang dibuat dan disusun oleh notaris. a Secara di bawah tangan underhand Dalam prakteknya risalah RUPS yang dibuat secara di bawah tangan bisa disebut notulen atau risalah. Cara ini dipilih oleh direksi danatau pemegang saham perseroan apabila agenda RUPS tahunan hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang dianggap hanya berlaku di dalam lingkungan perseroan sendiri, dan keputusan-keputusan dari RUPS tersebut tidak memerlukan persetujuan dari atau harus dilaporkan atau diberitahukan kepada Menhumkam, sehingga menurut pertimbangan Direksi danatau para pemegang saham Perseroan NotulenRisalah RUPS tersebut tidak harus berbentuk akta otentik. 28 27 Op.Cit, hal. 40. 28 Ibid. Universitas Sumatera Utara 24 b Penandatangan dengan Akta Notaris NotulenRisalah yang dibuat Notaris disebut berita acara. Cara ini dipilih oleh direksi danatau pemegang saham perseroan apabila agenda RUPS Tahunan tidak hanya membahas dan memutuskan hal-hal yang hanya berlaku di dalam lingkungan Perseroan sendiri, tetapi juga memutuskan hal-hal yang harus dimintakan persetujuan dari atau harus dilaporkan dan diberitahukan kepada Menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 21 UUPT Nomor 40 Tahun 2007. Apabila dengan Akta Notaris dipilih direksi danatau pemegang saham perseroan, maka direksi danatau pemegang saham perseroan harus meminta jasa notaris untuk menghadiri dan menyaksikan jalannya RUPS agar notaris dapat membuat berita acara mengenai segala sesuatu yang dibicarakan dan diputuskan dalam RUPS, asalkan tempat diadakannya RUPS masih di wilayah kerja Notaris yang bersangkutan. 29 Profesi pada hakikatnya adalah lapangan pekerjaan yang berkualifikasi sebagai pekerjaan yang menuntut syarat keahlian tinggi kepada pengemban dan pelaksanaannya. 30 Kemudian, profesi dapat juga dikatakan sebagai jabatan seseorang, dimana profesi tersebut tidak bersifat komersial, mekanis, pertanian, dan sebagainya. Secara tradisional, ada empat profesi, yaitu : kedokteran, hukum, pendidikan, dan kependetaan. 31 Teori yang dominan dari profesi-profesi ini, menekankan pada dua karakteristik sebagai strategi untuk memberikan penjelasan dari posisi dan fungsinya 29 Ibid. 30 Soetandyo Wignojosoebroto, Etika Profesi dikaitkan dengan Profesi Notaris, Ceramah Umum pada Temu Ilmiah Mahasiswa Notariat se-Indonesia, Pandaan Jawa Timur, 1989 , hal. . 1. 31 Ibid, hal. 10. Universitas Sumatera Utara 25 di dalam masyarakat, yaitu : 32 profesi yang terdiri dari pekerjaan pelayanan yang mengaplikasikan kumpulan pengetahuan secara sistematis terhadap masalah yang sangat relevan dengan nilai sentral masyarakat. Profesi adalah pekerjaan dalam arti khusus, yaitu pekerjaan dalam bidang tertentu, yang mengutamakan kemampuan fisik dan intelektual, bersifat tetap, dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan. 33 Adapun kriteria dari profesi tersebut adalah sebagai berikut : a. Meliputi bidang tertentu saja spesialisasi; b. Berdasarkan keahlian dan keterampilan khusus; c. Bersifat tetap atau terus-menerus; d. Lebih mendahulukan pelayanan daripada imbalan pendapatan; e. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan masyarakat; f. Terkelompok dalam suatu organisasi. Berdasarkan kriteria tersebut, profesi dapat dirumuskan sebagai pekerjaan tetap dalam bidang tertentu, berdasarkan keahlian khusus yang dilakukan serta bertanggung jawab dengan tujuan memperoleh penghasilan. Pekerja yang menjalankan profesi disebut dengan profesional. 32 Pendapat Dietrich Rueschemeyer, sebagaimana dikutip dari Vilhelm Aubert , Sosiology of Law, C. Nicholls Company Ltd, Great Britain, 1969, hal. 267. 33 Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 58. Universitas Sumatera Utara 26 Profesi menuntut pemenuhan nilai moral dari pengembannya. Nilai moral merupakan kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Menurut Franz Magnis Suseno, ada tiga nilai moral yang dituntut dari pengemban profesi, yaitu : 34 a. Berani berbuat untuk memenuhi tuntutan profesi; b. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi selama menjalankan profesi; c. Idealisme sebagai perwujudan makna mini organisasi profesi; Menurut pendapat dari G.H.S. Lumban Tobing, dikatakan bahwa kode etik adalah norma-norma atau peraturan-peraturan mengenai etika, baik tertulis maupun tidak tertulis. 35 Kemudian, RUPS yang dilaksanakan dengan menghadirkan Notaris tersebut tata cara penyelenggaraannya tetap harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang termuat dalam AD PT danatau UUPT, dimana. pimpinan RUPS tetap Direksi PT dengan memperhatikan anggaran dasar PT sedangkan Notaris berfungsi menjalankan kewajibannya untuk mendengar dan menyaksikan langsung jalannya RUPS sejak di buka hingga ditutupnya RUPS sehingga Notaris dapat menyusun dan membuat risalah RUPS yang dalam praktek disebut akta berita acara dalam bentuk yang sesuai dengan ketentuan Pasal 38 sampai Pasal 57 UUJN Nomor 30 Tahun 2004. 34 Abdulkadir Muhammad, yang mengutip pendapat dan Franz Magnin Suseno dalam Buku Etika Profesi Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.61. 35 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1988, hal. 127. Universitas Sumatera Utara 27 Untuk penandatanganan dalam Berita Acara Rapat ini, harus memenuhi ketentuan Pasal 90 ayat 2 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, yang mensyaratkan agar hasil RUPS itu ditandatanagani oleh minimal ketua RUPS dan paling sedikit 1 satu orang pemegang saham. Akan tetapi, Berita Acara Rapat ini cukup ditandatangani oleh Notaris yang bersangkutan. Namun bisa saja penandatanganan berita acara ini melaksanakan Pasal 90 UUPT Nomor 40 Tahun 2007, tetapi dalam Pasal 44 UUJN Nomor 30 Tahun 2004 mengharuskan disebutkan alasan apabila akta tidak ditandatangani, misalnya : jika peserta rapat terlebih dahulu meninggalkan ruang rapat.

2. Konsepsi