Kartu Insentif Anak (KIA)

3. Kartu Insentif Anak (KIA)

a) Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantuiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi, maka anak perlu mendapatkan kesejahteraan dalam pemenuhan hak – haknya.

Menurut Eva Agustinawati dalam jurnal sosiologi vol 21. No 2 Tahun 2009 :

“Anak merupakan masa depan bangsa dan oleh karenanya kelangsungan hidup, perkembangan dan perlindungan perlu

dipelihara serta dijamin secara baik. Anak termasuk salah satu anggota keluarga yang diharapkan untuk mempertahankan dan melanjutkan harapan keluarganya. Dalam kamus bahasa Indonesia, dikatakan bahwa anak adalah turunan kedua, orang-

orang yang termasuk dalam keluarga” Di Indonesia kemudian menjadi Kepres 39 Tahun 1990,

menerangkan bahwa setiap anak tanpa memandang ras, suku bangsa, jenis kelamin, asal usul keturunan, agama,maupun bahasa mempunyai hak yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan menerangkan bahwa setiap anak tanpa memandang ras, suku bangsa, jenis kelamin, asal usul keturunan, agama,maupun bahasa mempunyai hak yang meliputi hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan

berusia di bawah 18 tahun kecuali di bawah undang-undang yang berlaku bagi anak, usia dewasa dicapai lebih awal”.

Dalam Child Protection Information Sheets UNICEF (2006: 1) menjelaskan bahwa : “The Convention on the Rights of the Child

(1989) outlines the fundamental rights of children, including the right to be protected from economic exploitation and harmful work, from all forms of sexual exploitation and abuse, and from physical or mental violence, as well as ensuring that children will not be separated from their family against their will. These rights are further refined by two Optional Protocols, one on the sale of children, child prostitution and child pornography, and the other on the involvement of children in armed conflict ”. Dalam Konvensi tentang Hak Anak (1989) telah menguraikan hak-hak dasar untuk anak, termasuk hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang berbahaya, segala bentuk eksploitasi dan penganiyaan seksual, dari kekerasan baik fisik maupun mental, serta memastikan bahwa anak-anak tidak akan dipisahkan dari (1989) outlines the fundamental rights of children, including the right to be protected from economic exploitation and harmful work, from all forms of sexual exploitation and abuse, and from physical or mental violence, as well as ensuring that children will not be separated from their family against their will. These rights are further refined by two Optional Protocols, one on the sale of children, child prostitution and child pornography, and the other on the involvement of children in armed conflict ”. Dalam Konvensi tentang Hak Anak (1989) telah menguraikan hak-hak dasar untuk anak, termasuk hak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan pekerjaan yang berbahaya, segala bentuk eksploitasi dan penganiyaan seksual, dari kekerasan baik fisik maupun mental, serta memastikan bahwa anak-anak tidak akan dipisahkan dari

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Niken (2009) tentang Responsivitas Pemerintah Surakarta terhadap Perlindungan Anak Menuju Solo Kota Layak Anak (KLA). Pemerintah mencoba menyelesaikan permasalahan terhadap anak sebagai dasar atas upaya pemenuhan hak anak telah dilakukan melalui :

1) UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

2) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

4) UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Anak Indonesia merupakan generasi penerus bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan Bangsa Indonesia. Anak merupakan subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Anak adalah modal pembangunan yang akan memelihara

Indonesia. Oleh sebab itu, setiap anak memerlukan perlindungan yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Untuk mengetahui terjadinya perlindungan yang baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, maka harus memperhatikan fenomena mana yang relevan, yang mempunyai peran penting dalam terjadinya kegiatan perlindungan anak. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat (1) menyatakan:

“Perlindungan anak adalah serangkaian kegiatan untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, agar anak dapat

terjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta terbebas dari perlakuan delinkuensi dan tindak kekerasan fisik, mental, rohani maupun sosial secara wajar sesuai dengan harkat dan martaba tnya”.

Perlindungan anak merupakan suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang dan manusiawi. Perlindungan anak juga merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Undang-undang di atas dengan jelas menyatakan perlu adanya perlindungan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil Perlindungan anak merupakan suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang dan manusiawi. Perlindungan anak juga merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Undang-undang di atas dengan jelas menyatakan perlu adanya perlindungan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil

Dengan Undang-Undang yang telah ada tersebut maka negara menjamin hak-hak anak yaitu memiliki tingkat kebebasan yang optimal, memperoleh pendidikan, mendapatkan perlindungan dan kesempatan berpartisipasi. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Dalam jurnal Child Friendly Cities and Land Use Planning: Implications for Children’s Health oleh Catherine McAllister (2008: 47) menjelaskan bahwa : “Children’s environments directly affect the way they interact with the world. The environment,

then, has a significant impact on every child’s physical, mental and social health, yet until recently there has been little focus on creating childfriendly communities. Children are often neglected in land use planning in twoways. They are given little consideration when it comes to design – although they see and interact with the world differently than adults do (Matthews and Limb, 1999): There is a lack of planning for children. Second, they are not given an opportunity to participate in decision-makin g”. Dalam jurnal ini, lingkungan langsung

mempengaruhi

anak-anak untuk berinteraksi dengan dunia.

kesehatan sosial anak, namun sampai saat ini belum ada lingkungan yang berfokus dalam menciptakan komunitas yang ramah anak. Pertama, anak-anak sering diabaikan dalam dua hal di pembangunan. Mereka jarang dipertimbangkan dalam perencanaan yang ada padahal cara mereka berinteraksi dengan dunia berbeda dengan orang dewasa (Matthews dan Limb, 1999). Kedua, mereka tidak diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam perlindungan anak adalah diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak yaitu kota yang menjamin hak setiap anak sebagai

warga kota. Konvensi Hak-Hak Anak merupakan dasar membangun Kota Layak Anak. Indikator Kota Layak Anak adalah tersedianya pemenuhan atas hak anak di segala bidang sebagai warga kota, berperan dan berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan pembangunan kota sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak.

Dalam jurnal Child friendly cities: good governance in the best interests of the child, Eliana Riggo (2002: 45) menjelaskan bahwa Achild friendly city has a system of governance committed to the full implementation of the UN Convention on the Rights of the Child. It

national level by states ratifying the Convention on the Rights of the Child into action at the city level – and thus also to form a key component of national plans of action for children. It has particular relevance to the follow-up to the UN Special Session on Children (New York, 8 –10 May 2002), whose document, A World Fit for Children, explicitly commits member nations to develop child friendly communities and cities, and to involve mayors and municipal authorities as primary partners in achieving the new goals set for children. Children are recognized as citizens who have a right to express their opinions and have their views given due consideration. Jurnal ini menjelaskan bahwa kota ramah anak memiliki sistem pemerintahan yang berkomitmen penuh pada pelaksanaan Konvensi PBB tentang Hak Anak yang memberikan mandat pada pemerintah kota untuk menerjemahkan komitmen yang dibuat ditingkat nasional oleh negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak Anak ke dalam tindakan serta membentuk komponen kunci dari rencana aksi nasional untuk anak-anak. Ini memiliki relevansi khusus pada tindak lanjut Sidang Khusus PBB tentang anak-anak (New York, 8-10 Mei 2002) pada dokumen A World Fit for Children, secara eksplisit memerintahkan untuk mengembangkan kota ramah anak dan untuk

Anak-anak diakui sebagai warga negara yang memiliki hak untuk mengekspresikan pendapat mereka dan memiliki pandangan yang dipertimbangkan.

Di Indonesia target jumlah KLA pada tahun 2015 adalah 15 Kota, termasuk Kota Solo. Menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA) merupakan suatu kebanggaan bagi Kota Solo, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Solo. Untuk mewujudkan KLA, bukanlah hal yang mudah dan bukanlah hal yang sulit. Akan tetapi, ada semacam suatu prasyarat untuk mencapainya. Masalah perlindungan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permasalahan yang tidak selalu dapat diatasi secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama dan penyelesaiannya menjadi tanggungjawab bersama.

b) Kartu Insentif Anak

Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan, sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan menjamin terpenuhinya hak- hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta

terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak dan sejahtera. Dalam bab III Undang-Undang Perlindungan pasal 4 sampai 19 menjelaskan hak-hak anak sebagai berikut: hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, berhak atas suatu nama sebagai identitas diri, berhak untuk beribadah, berhak mengetahui orang tuanya, berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, berhak memperoleh pendidikan, berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, berhak beristirahat, berhak mendapatkan perlindungan hukum. Dengan demikian dalam upaya Pemerintah melaksanakan programnya dalam memperhatikan hak setiap anak maka Pemerintah daerah Surakarta mencoba untuk melakukannya dengan mencanangkan program penerbitan Kartu Insentif Anak sebagai salah satu program penunjang atau pelaksanaan Solo sebagai Kota Layak Anak (KLA) untuk mempermudahkan anak-anak di Kota Solo memperoleh kemudahan akses di Kota Solo.

Kartu Insentif Anak merupakan surat keterangan yang dikeluarkan dan disyahkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai pencatatan dan pendaftaran anak dengan usia 0 – 18 tahun atau selama anak tersebut belum menikah. Syarat dalam pembuatan KIA adalah dengan melampirkan akta kelahiran anak Kartu Insentif Anak merupakan surat keterangan yang dikeluarkan dan disyahkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil sebagai pencatatan dan pendaftaran anak dengan usia 0 – 18 tahun atau selama anak tersebut belum menikah. Syarat dalam pembuatan KIA adalah dengan melampirkan akta kelahiran anak

Adapun maksud dan tujuan dari KIA yaitu, mendukung peningkatan kesejahteraan anak sebagai tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial serta tepenuhinya hak anak dalam terciptanya kesejahteraan anak. Selain memuat data diri anak, alamat dan nama orang tua, kartu yang disebut Kartu Insentif Anak (KIA) ini juga merupakan kartu diskon yang bisa dipakai di sejumlah toko dan sarana pelayanan masyarakat. Setiap anak yang telah tercatat kelahirannya / memiliki Akta Kelahiran, berdomisili dan mempunyai dokumen kependudukan di Kota Surakarta khususnya yang bertempat tinggal di wilayah Surakarta dan berusia antara 0 s/d 18 tahun atau yang belum pernah menikah serta memenuhi persyaratan tertentu, berhak untuk memperoleh Kartu Insentif Anak ( KIA ).

(Dispendukcapil) Kota Surakarta dalam Penerbitan Kartu Insentif Anak (KIA)

Pelayanan publik merupakan pemenuhan kenginan dan kebutuhan masyrakat oleh penyelenggara negara. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual namun berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyrakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain (Sinambela, 2008: 5-6). Dalam pembahasan lain, Sinambela juga mengungkapkan bahwa pelayanan publik adalah pengadaan barang dan jasa publik, baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun non pemerintah.

Undang-undang nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah:

“kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang – undangan bagi setiap

warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Fenomena

buruknya

akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan, responsivitas dan responsibilitas petugas pelayanan yang sangat lemah dalam merespon kebutuhan dan tuntutan masyarakat, proses dan prosedur

transparansi informasi persyaratan yang diperlukan sehingga terjadi penolakan pelayanan oleh aparat karena tidak adanya kesesuaian dokumen pelayanan yang dibawa (tidak lengkap) dengan pesyaratan pelayanan yang ditentukan. Seringnya aparat meninggalkan tugas-tugas pelayanan, menunggu masyarakat menunggu lama dan cenderung melakukan kegiatan administratif dari pada kegiatan pelayanan membuat citra birokrasi/organisasi pelayan publik jadi lebih buruk lagi. Inilah yang mesti diperbaiki dan dikembangkan sebuah sistem baru untuk pelayanan publik yang berorientasi pada pelanggan/pengguna jasa agar masyarakat pengguna jasa merasa terpuaskan.

Untuk mendukung kota Surakarta sebagai Kota layak Anak (KLA) maka pemerintah kota Surakarta menerbitkan Kartu Insentif Anak (KIA) yang dalam kelangsungannya KIA tersebut merupakan tanggung jawab dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Surakarta sebagai salah satu dinas yang bertanggung jawab atas masalah kependudukan di kota Surakarta. Maka dalam hal ini Dispendukcapil dituntut untuk bisa akuntabilitas atau bertanggung dengan apa yang sudah menjadi tugasnya sehingga Dispendukcapil Surakarta dapat memberikan pertanggung jawabannya dalam penerbitan KIA sehingga dapat memperluas hak anak dalam memperoleh fasilitas umum.

dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, hanya numenklaturnya saja yang berbeda, namun dari maksud dan subtansi akuntabilitas tipe tertentu memiliki makna yang sama. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan beberapa macam indikator akuntabilitas dari Hoopwod dan Tomkins 1984 (dalam Mahmudi 2010: 10-11) sebagai landasan penulisan penelitian, antara lain :

1. Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Dalam hal ini, akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. Hal ini menyangkut bagaimana persyaratan yang diberikan untuk pembuatan KIA yang dapat dipertanggungjawabkan serta prosedur dan mekanisme yang ada sebisa mungkin harus sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan di Perwali serta kesepakatan bersama yang telah dibuat. Sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktek organisasi yang sehat tidak terjadi mal praktek dan mal administrasi.

Akuntabilitas manajerial dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability). Hal ini menyangkut bagaimana kelengkapan sarana dan prasarana dalam pelaksanaan KIA dan profesionalitas pegawai dalam memberikan pelayanan. Selain itu juga menyangkut pelaksanaan KIA yang ada apakah sudah benar- benar sesuai dengan prosedur serta dengan janji yang disepakati.

3. Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program merupakan pertanggungjawaban Dispendukcapil Surakarta berkaitan dengan pertimbangan apakah program yang ada memberikan kemanfaatan sehingga masyarakat pengguna memperoleh nilai tambah dari penggunaan program tersebut. Hal ini menyangkut apakah kepentingan para pengguna KIA sudah diberikan pelayanan sesuai peraturan yang ada serta apakah dengan keberadaan KIA ini, sasaran program bisa memperoleh manfaat yang lebih setelah membuat KIA.

4. Akuntabilitas Finansial

Akuntabilitas finansial ini menyangkut bagaimana pertanggungjawaban Dispendukcapil Surakarta dalam menggunakan

Walaupun dalam pembuatan KIA yang ada penerima sasaran program tidak dipungut biaya, namun dalam pelaksanaannya tentu saja tetap dibutuhkan dana untuk sarana prasarana, peralatan yang ada untuk penerbitan KIA, serta untuk pelaksanaan sosialisasi yang ada. Oleh karena itu diharapkan penggunaan dana yang ada sesuai dengan kebutuhan serta tidak ada penyalahgunaan dana ataupun korupsi.