AKUNTABILITAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KOTA SURAKARTA DALAM PENERBITAN KARTU INSENTIF ANAK (KIA)

PENCATATAN SIPIL KOTA SURAKARTA DALAM PENERBITAN KARTU INSENTIF ANAK (KIA) DWI SURYA FEBRIYAN D0108022 SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Syarat-syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

MOTTO

“Karena sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. ” (Al Insyirah: 6-7)

“Cukup Allah sebagai penolong kami, dan Dia adalah sebaik-sebaik

pelindung .” (QS. Al imran: 73)

“Succes is not the key to happiness. Happiness is the key to success. If you love what you are doing you will be succesfull.”

(Bob Dylan)

“Doa memberikan kekuatan pada orang yang lemah, membuat orang tidak percaya menjadi percaya dan memberikan keberanian pada orang yang ketakutan. ” (Penulis)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Alloh SWT, karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tuaku atas kasih sayang, nasihat dan dukungannya, serta yang selalu menjadi sandaranku di saat-saat terapuhku.

Kakakku atas kehangatan dan keceriaan yang selalu menemaniku. Seseorang atas semangat, kebahagian, pelajaran hidup, serta

dukungan yang selalu ada untukku. Almamaterku AN B 2008, FISIP, UNS.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penyusunan skipsi yang berjudul “Akuntabilitas Dinas Kependudukan dan

Pencatatan Sipil Kota Surakarta Dalam Penerbitan Kartu Insentif Anak (KIA) ”

ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi dan memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sosial di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mengarahkan dan memberi dorongan hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Budiarjo, M.Si selaku Pembimbing, yang senantiasa memberi bimbingan, arahan, dan motivasi dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis

mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si dan Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dr. Ismi Dwi A.N, M.Si selaku pembimbing akademis, atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.

4. Ibu Dra. Rita Margareta selaku Kepala Seksi Pengolahan Data Bidang Data dan Statistik Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dan Bapak

Drs. Said Romadlon selaku Kepala Bidang Data dan Statistik Dinas Drs. Said Romadlon selaku Kepala Bidang Data dan Statistik Dinas

5. Bapak Arif Susanto selaku Manajer Toko Buku Togamas, Bapak Gigih Satriyo selaku Koordinator ELTI Gramedia Surakarta, Ibu Ari selaku Manajer Optik

Pranoto, dan Bapak Alex Saiman pemilik Bakso Alex.

6. kepada kedua orang tuaku yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan kesabaran yang tiada habisnya untuk setiap dukungan serta doa restu yang tidak

pernah putus.

7. Kepada kakakku, Eko Ajar Wicaksono yang telah memberikan semangat dan motivasi.

8. Lora Mira Zika atas kebersamaan, kenangan, serta senyuman dan dukungan yang takkan tergantikan.

9. Kelompok impian seperjuanganku di AN B 2008 yang telah menemaniku tertawa, menangis, dan berjuang bersama dalam kebahagiaan serta support yang

kalian berikan setiap saat.

10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kemampuan dalam skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surakarta, September 2012

Dwi Surya Febriyan

Halaman

Tabel 1.1 : Ragam Permasalahan Anak ......................................................................... 3 Tabel 2.1 : Data Jumlah Anak Umur 0-18 tahun per Kecamatan

di Surakarta tahun 2012................................................................................ 84

Tabel 2.2 : Jumlah Kepemilikan KIA Kota Surakarta tahun 2011 ................................. 115 Tabel 2.3 : Rekap Dana Back-up dari Badan Dunia UNICEF tahun 2009 ..................... 122 Tabel 2.4 : Rekap Dana yang diberikan dari Pemkot (APBD) tahun 2009 .................... 123 Tabel 2.5 : Matriks Indikator Akuntabilitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan

Sipil Kota Surakarta dalam Penerbitan KIA ................................................ 124

Halaman

Gambar 1.1 : Kerangka Pemikiran ................................................................................. 53 Gambar 2.1 : Model Analisis Interaktif .......................................................................... 62 Gambar 3.1 : Struktur Organisasi Dispendukcapil Kota Surakarta ............................... 70 Gambar 3.2 : Workshop Dispendukcapil dengan Mitra CSR ........................................ 83 Gambar 3.3 : Sosialisasi KIA di Car Free Day .............................................................. 87 Gambar 3.4 : Toko Buku Togamas Mitra CSR KIA ..................................................... 89 Gambar 3.5 : Alur Permohonan dan Penyelesaian Pembuatan KIA .............................. 94 Gambar 3.6 : Loket KIA di Dispendukcapil Kota Surakarta ......................................... 95 Gambar 3.7 : KIA dan anak pemilik KIA ....................................................................... 118

Dwi Surya Febriyan. D0108022. Akuntabilitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta Dalam Penerbitan Kartu Insentif Anak (KIA). Skripsi. Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosisal dan Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.

Salah satu upaya pemerintah dalam perlindungan anak diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak (KLA). Salah satu kota yang ditunjuk sebagai perwujudan KLA ini adalah Kota Surakarta. Untuk mendukung KLA, maka Pemkot Surakarta meluncurkan Kartu Insentif Anak (KIA) yang bertujuan memperluas hak anak dalam memperoleh fasilitas umum sesuai dengan Peraturan Walikota no 21 tahun 2009 tentang Kartu Insentif Anak. Syarat utama dari KIA ini adalah memiliki akte kelahiran. Namun, untuk anak umur lebih dari 60 hari belum punya akte maka dikenakan denda atau sanksi administrasi. Kartu ini merupakan kartu diskon yang bisa dipakai di sejumlah toko dan sarana pelayanan masyarakat. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta merupakan pihak pelaksana serta pihak yang bertanggungjawab dalam penerbitan KIA di Kota Surakarta. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti bagaimana akuntabilitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta ini dalam penerbitan KIA.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dengan harapan dapat mendeskripsikan bagaimana akuntabilitas dinas terkait. Adapun Sumber data yang digunakan meliputi data primer yang diperoleh melalui proses wawancara dengan sumber data atau informan dan data sekunder yang yang berasal dari dokumen yang berkaitan dengan penelitian. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Validitas data dilakukan dengan trianggulasi data dengan menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif yang terdiri dari tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dalam penerbitan KIA sudah cukup baik. Untuk akuntabilitas hukum dan kejujuran, pelaksanaan sudah sesuai dengan peraturan, akuntabilitas manajerial dalam kelengkapan sarana dan prasarana serta profesionalitas petugas sudah baik. Akuntabilitas program, dalam pencapaian tujuan serta manfaat, program yang ada sudah tercapai walau belum maksimal namun sudah banyak yang merasakan kemanfaatan KIA di Kota Surakarta. Dilihat dari akuntabilitas finansial, laporan pertanggungjawaban penggunaan dana KIA dilaporkan secara rutin. Walaupun begitu, diperlukan sosialisasi yang lebih banyak tentang KIA dan perlu dipantau lagi penggunaan KIA apakah sudah digunakan secara maksimal. Selain itu, diperlukan kebijakan untuk anak umur lebih dari 60 hari yang belum memiliki akte

Dwi Surya Febriyan. D0108022. The A ccountability of Surakarta City’s Demographic and Civil Registration Service in Publishing Child Incentive Card (KIA). Thesis. State Administration. Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.

One attempt the government takes in protecting child is manifested through Feasible-for-Child City (KLA) development. As one attempt to support KLA, the Surakarta City Government launched Child Incentive Card (KIA) for city (municipal) level ai ming to expand the child’s right in accessing public facilities in accordance with Mayor’s Regulation No. 21 of 2009 about Child Incentive Card. However, for children aged more than 60 days do not have a certificate will get administrative sanctions.This card is the discount one that can be used in a number of stores and public health care center. The Surakarta City’s Demographic and Civil Registration Service is the executor and the one responsible for publishing KIA in Surakarta City. For that reason, the author wants to study how the accountability of the Surakarta

City’s Demographic and Civil Registration Service is in publishing KIA. This study was a descriptive qualitative research taken place in Surakarta

City’s Demographic and Civil Registration Service in the expectation to describe how the accountability of related service is. The data sources used were primary data

obtained through interview with informant and secondary data deriving from documents relevant to the study. The sampling method used was purposive sampling by selecting the informant considered as knowledgeable and reliable to be data source. Techniques of collecting data used were interview, observation, and documentation. The data validation was done using an data triangulation by verifying the similar data with various sources. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis consisting of three components: data reduction, data display, and conclusion.

The result of research showed that the accountability of Surakar ta City’s Demographic and Civil Registration Service in publishing KIA had been sufficiently good. In the term of legal accountability and honesty, the implementation had been consistent with the existing rule, the managerial accountability in the term of infrastructure completeness as well as personnel professionalism had also been good. Viewed from program accountability, in the term of objective achievement and its benefit, the existing program had been achieved despite less maximally, but many people had felt the benefit of KIA in Surakarta city. Meanwhile, viewed from financial accountability, the accountability report on KIA fund use was reported routinely to avoid the fund misuse. Nevertheless, there should be more socialization about KIA through both printed and electronic media, and further monitoring of KIA use, whether or not it had been used maximally. In addition, policies are needed for children aged more than 60 days that do not have certificates but could have a KIA without charge and administrative penalties.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak Indonesia merupakan generasi penerus bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan Bangsa Indonesia. Anak merupakan subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi Bangsa Indonesia, masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan materiil. Anak adalah modal pembangunan, yang akan memelihara dan mempertahankan serta mengembangkan hasil pembangunan fisik mental dan sosial Indonesia. Oleh sebab itu, setiap anak memerlukan perlindungan dan dalam hal ini kita telah memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dengan Undang-Undang tersebut maka Negara menjamin hak-hak anak yaitu memiliki tingkat kebebasan yang optimal, memperoleh pendidikan, mendapatkan perlindungan dan kesempatan berpartisipasi. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam perlindungan anak adalah diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak (KLA) yaitu kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Indikator Kota Layak Anak adalah tersedianya pemenuhan atas hak anak di Dengan Undang-Undang tersebut maka Negara menjamin hak-hak anak yaitu memiliki tingkat kebebasan yang optimal, memperoleh pendidikan, mendapatkan perlindungan dan kesempatan berpartisipasi. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial. Salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam perlindungan anak adalah diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak (KLA) yaitu kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Indikator Kota Layak Anak adalah tersedianya pemenuhan atas hak anak di

Hal ini karena permasalahan anak di Kota Solo masih cukup tinggi dan beragam. Untuk mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan,pemerintah mengembangkan kebijakan Kota Layak Anak (KLA). KLA merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementrian NegaraPemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan KLA. Tahun 2006 konsep KLA diujicobakan di lima kabupaten/kota, yaitu Jambi, Surakarta, Sidoarjo, Kutai Kartanegara, dan Gorontalo. Sedangkan pada tahun 2007 ditunjuk sepuluh kabupaten/kota lagi. Menurut Hamid Patilima (dalam www.ykai.net) untuk mewujudkan KLA, bukanlah hal yang mudah dan bukanlah hal yang sulit. Akan tetapi, ada semacam suatu prasyarat untuk mencapainya. Prasyarat yang dimaksud adalah: (1) adanya kemauan dan komitmen pimpinan daerah (2) tersedia sistem data dan data dasar yang digunakan untuk perencanaan, penyusunan program, pemantauan, dan evaluasi, (3) sosialisasi hak anak, (4)produk hukum yang ramah anak, (5) partisipasi anak, (6) pemberdayaan keluarga, (7) adanya kemitraan dan jaringan dalam pemenuhan hak dan Hal ini karena permasalahan anak di Kota Solo masih cukup tinggi dan beragam. Untuk mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan,pemerintah mengembangkan kebijakan Kota Layak Anak (KLA). KLA merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementrian NegaraPemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan KLA. Tahun 2006 konsep KLA diujicobakan di lima kabupaten/kota, yaitu Jambi, Surakarta, Sidoarjo, Kutai Kartanegara, dan Gorontalo. Sedangkan pada tahun 2007 ditunjuk sepuluh kabupaten/kota lagi. Menurut Hamid Patilima (dalam www.ykai.net) untuk mewujudkan KLA, bukanlah hal yang mudah dan bukanlah hal yang sulit. Akan tetapi, ada semacam suatu prasyarat untuk mencapainya. Prasyarat yang dimaksud adalah: (1) adanya kemauan dan komitmen pimpinan daerah (2) tersedia sistem data dan data dasar yang digunakan untuk perencanaan, penyusunan program, pemantauan, dan evaluasi, (3) sosialisasi hak anak, (4)produk hukum yang ramah anak, (5) partisipasi anak, (6) pemberdayaan keluarga, (7) adanya kemitraan dan jaringan dalam pemenuhan hak dan

Tabel 1.1 Ragam Permasalahan Anak

1 2 3 Anak Putus Sekolah

547 orang

Sumber : Profil Pendidikan DKRPPKB Surakarta Tahun 2006/2007

Anak yang dilacurkan/traficking dan

ESKA

164 anak

Radar Solo (Data PPK LPPM UNS Tahun 2008)

Kekerasan Anak (perkosaan, pencabulan, penganiayaan, persetubuhan, pelarian)

49 anak

Profil Anak Kota Surakarta (Data PTPAS Tahun 2007)

Anak Terlantar

682 anak

Profil Anak Kota Surakarta (Data PMKS dan PSKS DKRPPKB Tahun 2006) Anak yang terkena gizi buruk

98 anak

Dinas Kesehatan Surakarta Tahun 2008

Pekerja terburuk anak

109 anak

Sumber : Data LSM Kapas, LSM PPAP Seroja, LSM SARI Surakarta, Disnakertrans Kota Surakarta Tahun 2005, 2006, dan 2007

Anak jalanan

1.168 anak

Sumber : Surakarta belum butuh peraturan anak jalanan, www.korantempo.com 2007

Sumber : Disarikan dari berbagai sumber

menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya; mereka cepat memahami apa yang menjadi tuntutan publik, dan berusaha semaksimal mungkin memenuhinya; ia dapat menangkap masalah yang dihadapi publik dan berusaha untuk mencari solusinya; mereka tidak suka menunda-nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan, atau mengutamakan prosedur tetapi mengabaikan subtansi. Solo terpilih karena dinilai berhasil menjalankan program kota layak anak secara baik. Antara lain dengan menerbitkan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS), Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo (BPMKS), pengadaan taman cerdas, dan kartu insentif anak.

Sebagai salah satu upaya untuk mendukung Kota Solo sebagai kota layak anak, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo meluncurkan Kartu Insentif Anak (KIA) untuk tingkat kota yang bertujuan untuk memperluas hak anak dalam memperoleh fasilitas umum. Program ini sesuai dengan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 21 Tahun 2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang Kartu Insentif Anak.

Adapun maksud dan tujuan dari KIA yaitu, mendukung peningkatan kesejahteraan anak sebagai tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial serta tepenuhinya hak anak dalam terciptanya Adapun maksud dan tujuan dari KIA yaitu, mendukung peningkatan kesejahteraan anak sebagai tatanan kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial serta tepenuhinya hak anak dalam terciptanya

“Di Kota Solo terdapat 43.753 anak usia 0-17 tahun, sedangkan anak usia 0-18 tahun sejumlah 46.228 orang. Anak usia 17 tahun atau usia di

bawahnya namun telah menikah tidak diikutkan dalam program ini karena telah memiliki kartu tanda penduduk sebagai kartu identitas. ” (http://regional.kompas.com/read/2009/11/18/18440046/perluas.akses.hak .anak.pemkot.solo.berikan.kartu.insentif)

KIA diperuntukkan bagi semua anak berusia 0-18 tahun. yang berdomisili dan tercatat dalam administrasi kependudukan di Surakarta. Kartu ini bisa diperoleh di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surakarta dengan mengisi formulir permohonan serta memberikan foto kopi akta kelahiran, kartu keluarga (KK), KTP orang tua dan pas foto berwarna ukuran 2 x

3 sebanyak dua lembar. Pemohon yang biasanya orang tua anak tak akan dipungut biaya sepeserpun. Jika syarat lengkap, KIA sudah dapat diambil dalam waktu 1-7 hari.

Peluncuran KIA ini sudah dilakukan sejak Desember 2009. Sebagai pilot project dipilih Kecamatan Banjarsari. Bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2010, Walikota Surakarta Joko Widodo secara resmi melaunching KIA untuk seluruh anak di Surakarta. Sejak peluncurannya, kini Peluncuran KIA ini sudah dilakukan sejak Desember 2009. Sebagai pilot project dipilih Kecamatan Banjarsari. Bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional 23 Juli 2010, Walikota Surakarta Joko Widodo secara resmi melaunching KIA untuk seluruh anak di Surakarta. Sejak peluncurannya, kini

Pada awal peluncuran KIA di tahun 2009, ada 31 perusahaan dan lembaga yang melayani diskon KIA. Namun, hingga sekarang, perusahaan yang bekerjasama dengan Dispendukcapil Kota Surakarta semakin bertambah setiap tahunnya. Bidang usaha dan jenis pelayanannya pun cukup lengkap meliputi pendidikan, kesehatan, sarana olahraga, hiburan, busana, komputer dan kuliner. Semua lembaga ini sudah menandatangani MoU dengan Pemkot Surakarta untuk mendukung terwujudnya Kota Layak Anak. Adapun tujuan utama dari penerbitan KIA oleh Dispendukcapil adalah sebagai Kartu Identitas Anak sebelum anak yang bersangkutan mendapatkan KTP.

Salah satu hasil dari peluncuran KIA ini adalah meningkatnya permintaan pembuatan akta kelahiran anak. Akta kelahiran adalah syarat wajib pembuatan KIA yang sebenarnya menjadi salah satu tujuan utama dari program kerja Dispendukcapil Surakarta. Tujuannya supaya semua anak di Surakarta punya akta kelahiran. Karena ini sangat penting untuk data kependudukan. Karena setiap anak mempunyai hak yang sama dalam penerbitan akta kelahiran. Data

apapun. Cukup dengan mengisi formulir permohonan dengan menyertakan surat keterangan lahir yang diketahui kelurahan dan kecamatan, surat keterangan lahir dari penolong kelahiran, akta perkawinan orang tua yang dilegalisir, foto kopi KK dan KTP orang tua serta KTP 2 orang saksi. JIka syarat lengkap dalam waktu paling lama 7 hari, akta kelahiran sudah terbit. Anak yang terlahir dengan tidak mempunyai orang tua pun juga bisa mendapatkan akta kelahiran setelah anak tersebut mendapatkan atau dimasukkan ke dalam KK bapak asuh atau orang yang sudah mengasuhnya.

Dengan Kartu KIA, anak-anak di Solo dapat memperoleh diskon dalam menikmati fasilitas umum yang disediakan oleh beberapa pihak yang telah melakukan kerja sama. Saat ini, Pemkot Solo telah bekerja sama dengan sekitar

31 pengusaha swasta yang bergerak di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan anak, seperti kesehatan, pendidikan, dan olahraga. Perusahaan tersebut belum mendapatkan reward dari Pemerintah Kota Surakarta Tetapi baru kesadaran dari para pengusaha untuk mendaftarkan diri sebagai CSR dalam KIA. Di Kota Solo, program KIA mulai diujicobakan pada Desember 2009 di Kecamatan Banjarsari dengan target 10.000 kartu. Tujuan dari KIA adalah agar anak dapat hidup tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat manusia. dan untuk melindungi anak dari kekerasan serta perlakuan diskriminasi seperti diatur dalam UU No 23 Tahun 31 pengusaha swasta yang bergerak di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhan anak, seperti kesehatan, pendidikan, dan olahraga. Perusahaan tersebut belum mendapatkan reward dari Pemerintah Kota Surakarta Tetapi baru kesadaran dari para pengusaha untuk mendaftarkan diri sebagai CSR dalam KIA. Di Kota Solo, program KIA mulai diujicobakan pada Desember 2009 di Kecamatan Banjarsari dengan target 10.000 kartu. Tujuan dari KIA adalah agar anak dapat hidup tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat manusia. dan untuk melindungi anak dari kekerasan serta perlakuan diskriminasi seperti diatur dalam UU No 23 Tahun

Namun, menurut Mamiek S., Kepala Dispendukcapil Surakarta, yang dikutip dari Solopos, mengungkapkan bahwa :

“Hingga tahun 2010 ini tercatat baru sekitar 1000 kia yang dikeluarkan Dispendukcapil dari total jumlah anak di kota solo sebanyak 110000 anak. Angka capaian tersebut juga belum memenuhi target semula yaitu s ebanyak 10.000 kartu.” (http://www.solopos.com/2011/solo/%E2%80%9Ctarget-kepemilikan- kia-E2%80%9D-101792?utm)

Hal ini menunjukkan bahwa peluncuran KIA saat ini masih sangat jauh dari target yang ditentukan, semula peluncuran KIA ditargetkan pada tahun 2012 bisa mencapai sebanyak 10.000 kartu. Tetapi pada tahun 2010 Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta baru bisa mendistribusikan 1.000 kartu. Maka disini Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta sebagai dinas yang bertanggung jawab dalam penerbitan KIA dituntut pertanggung jawabannya agar pada tahun 2012 bisa meluncurkan sebanyak 10.000 kartu sesuai dengan target yang sudah ditentukan di awal dengan penggunaan dana sesuai dengan yang sudah disediakan oleh Pemerintah Kota Surakarta dan juga dana dari Badan Dunia UNICEF. Target dari kepemilikan penerbitan kartu insentif anak ini ditujukkan untuk semua golongan selama anak tersebut memenuhi syarat yang telah ditentukan. Selain itu, pembuatan KIA yang tanpa dikenai biaya hanya diperuntukkan bagi anak yang sudah

Sedangkan bagi anak yang belum memiliki akte kelahiran yang dikarenakan orang tua sang anak belum mencatatatkan identitas anak di Dispendukcapil Kota Surakarta diatas umur 60 hari akan dikenakan denda sesuai dengan Peraturan Walikota Surakarta No. 11 tahun 2011 Tentang Denda Administratif Dokumen Kependudukan.

Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah telah menetapkan bahwa pemerintah daerah harus memiliki akuntabilitas yang lebih dekat dengan rakyat. Sehingga jika sebelumnya semua hal mengenai strategi pembangunan daerah dan mekanisme pelayanan umum ditentukan oleh pemerintah pusat, maka sekarang semua itu harus dilaksanakan secara otonom oleh daerah. Oleh karena itu untuk meningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan pemerintah, khususnya pemerintah daerah dibutuhkan good governance atau tata pemerintahan yang baik. Karakteristik good governance menurut UNDP terdiri dari : partisipasi (participation), sesuai aturan hukum (rule of law), transparasi (transparacy), responsivitas (responsivenees), orientasi bersama (consensus orientation), keadilan (equity), efektifitas dan efisiensi (effectiveness dan efficiency, akuntabilitas (accountability), bervarisi strategis (strategic vision).

Program KIA merupakan program baru di Kota Surakarta yang ditangani

Surakarta, maka diperlukan suatu akuntabilitas atau pertanggungjawaban dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dalam penerbitan KIA tersebut. Karena melalui akuntabilitas dapat diketahui bahwa penyelenggaraan pelayanan publik dalam penerbitan KIA sesuai dengan peraturan dan dapat dipertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada stakeholder terkait maupun kepada masyarakat. Selain itu, juga diperlukan pertanggungjawaban Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dalam penerbitan KIA yang pada dasarnya gratis apabila anak sudah memiliki akte kelahiran. Tetapi, mengacu pada Peraturan Walikota Surakarta No. 11 tahun 2011 Tentang Denda Administratif Dokumen Kependudukan, anak diatas umur 60 hari belum memiliki akte kelahiran, maka akan dikenai biaya atau sanksi administrasi dalam pembuatan akte kelahiran. Akuntabilitas disini juga dimaksudkan bahwa setiap aktivitas maupun pelaksanaan kegiatan dan penggunaan dana yang dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk kegiatan penerbitan KIA harus dapat dipertanggungjawabkan.

Pada dasarnya program KIA merupakan program penting pemerintah Kota Surakarta dimana pelaksanaan serta pertanggungjawabannya ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak yang ada melalui pemanfaatan berbagai sumber daya Pada dasarnya program KIA merupakan program penting pemerintah Kota Surakarta dimana pelaksanaan serta pertanggungjawabannya ada pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk meningkatkan kualitas hidup anak-anak yang ada melalui pemanfaatan berbagai sumber daya

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Akuntabilitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dalam Penerbitan Kartu Insentif Anak (KIA) ?

C. Tujuan Penelitian

Dari latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Akuntabilitas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dalam Penerbitan Kartu Insentif Anak.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta dapat digunakan untuk menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan program yang ada.

2. Bagi masyarakat luas, pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan Kartu Insentif Anak dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk ikut mendukung program Solo sebagai Kota Layak Anak.

dalam mengembangkan akuntabilitas instansi pemerintah yang bisa menguntungkan semua pihak.

4. Bagi peneliti, digunakan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Akuntabilitas

Menurut Candler dan Plano dalam buku Joko Widodo (2010: 100) mengartikan akuntabilitas sebagai “refers to the institusion of cheks and balances in an administrative sy stem”. Akuntabilitas menunjuk pada ins titusi tentang “checks and balance” dalam sistem administrasi. Akuntabilitas berarti menyelenggarakan perhitungan (account) terhadap sumber daya atau kewenangan yang digunakan. Sedangkan akuntabilitas menurut The Oxfor d Advance Learner’s Dictionary yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (2000: 21) diartikan sebagai “required or expected to give an explanation for one’s action”. Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan dapat memberikan penjelasan apa yang telah dilakukan. Dengan demikian akuntabilitas merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja atas tindakan seseorang /badan hukum/pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban (Lembaga Administrasi Negara, 2004: 43).

menjelasakan bahwa akuntabilitas merupakan suatu penyelenggaraan pelayanan publik yang tetap memperhatikan sumber daya serta kewenangan yang ada. Disamping itu akuntabilitas juga merupakan kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pihak yang membutuhkan penjelasan apa yang telah dilakukan.

Menurut Mahmudi (2010: 9) akuntabilitas publik merupakan kewajiban agen unuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pihak pemberi mandat. Dalam konteks organisasi pemerintah akuntabilitas publik adalah pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintahan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Penekanan utama akuntabilitas publik adalah pemberian informasi kepada publik dan kontituen lainnya yang menjadai pemangku kepentingan. Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah, sedang dan direncanakan akan dilakukan organisasi sektor publik.

Berkenaan dengan upaya menjamin akuntabilitas di dalam birokrasi publik Denhard (1987) dalam Wahyudi Kumorotomo (2005: 5) mengatakan bahwa pada umumnnya literatur mengenai akuntabilitas di Berkenaan dengan upaya menjamin akuntabilitas di dalam birokrasi publik Denhard (1987) dalam Wahyudi Kumorotomo (2005: 5) mengatakan bahwa pada umumnnya literatur mengenai akuntabilitas di

“Akuntabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian antara penyelenggara pemerintahan dengan ukuran-ukuran eksternal yang ada di masyarakat dan dimiliki oleh stakeholder seperti nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. ” (Ratminto, 2005:175)

Dalam jurnal Ackerman (2004: 448), Schedler menjelaskan bahwa:

“Good government does not emerge spontaneously or naturally out of the good hearts of individual bureaucrats and politicians. It is the result of a tough, and often conflict-ridden, process of institutional design. The principle element that assures good government is the accountability of public officials. This involves both answerability, or “the obligation of public officials to inform about and to explain what they are doing ” and enforcement, or “the capacity of accounting agencies to impose sanctions on powerholders who have violated their public duties ” (Schedler,1999a, p. 14)”.

Dalam jurnal Ackermen tersebut, Schedler (1999: 14) menjelaskan bahwa, akuntabilitas mencakup dua hal, yakni : answerability dan enforcement. answerability berarti kemampuan menjawab, atau kewajiban pada pejabat pemerintahan untuk menginformasikan dan menjelaskan tentan apa yang mereka lakukan. Sedangkan enforcement adalah kapasitas yang dimiliki lembaga untuk membebankan sanksi kepada para pemegang

2003: 448).

Dari beberapa pendapat yang telah dirumuskan oleh para ahli diatas, maka peneliti mendapat suatu pengertian bahwa akuntabilitas adalah suatu kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh instansi publik yang penyelenggaraan tersebut harus dapat dipertanggung jawabkan baik kepada publik maupun pimpinan dari suatu instansi tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Akuntabilitas yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pertanggungjawaban dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta untuk melaksanakan kegiatan yang ada sesuai dengan peraturan-peraturan yang mengatur tentang penerbitan Kartu Insentif Anak (KIA), mempertanggungjawabkan kegiatan penerbitan KIA kepada pimpinan dari instansi tersebut serta pertanggungjawaban kepada publik mengenai pelaksanaaan kegiatan penerbitan KIA sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Selain itu ada beberapa ciri-ciri serta prinsip-prinsip instansi publik yang dikatakan accountable dan beberapa macam akuntabilitas maupun dimensi akuntabilitas yang mencakup hal-hal yang harus dipenuhi oleh instansi publik yang akan dijelaskan lebih lanjut berikut ini :

Setelah mengetahui pengertian akuntabilitas, selanjutnya akan dibahas tentang ciri-ciri birokrasi yang accountable yang dalam kehidupan masyarakat banyak penilaian yang digunakan untuk menentukan suatu instansi publik dikatakan accountable. Sebagaimana diungkapkan oleh Nico Andrianto (2007: 23) yang memberikan beberapa kriteria atau ciri-ciri birokrasi yang accountable sebagai berikut:

1) Mampu menyajikan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara terbuka,cepat, dan tepat kepada masyarakat.

2) Mampu memberikan pelayanan yang memuaskan bagi publik.

3) Mampu menjelaskan dan mempertanggungjawabkan setiap kebijakan publik secara proporsional.

4) Mampu memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan dan pemerintahan

5) Adanya sarana dari publik untuk menilai kinerja (performance) pemerintah. Dengan pertanggungjawaban publik, masyarakat dapat menilai derajat pencapaian pelaksanaan program / kegiatan

pemerintah.

b) Prinsip-prinsip birokrasi yang accountable :

Sejak munculnya demokrasi dalam pemerintahan kinerja instansi pemerintah semakin menjadi sorotan dan masyarakat mulai banyak menuntut nilai yang diperoleh atas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah Oleh karena itu, untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang accountable, maka lingkungan instansi pemerintah perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang dikemukakan oleh Soedarmayanti (2003: 70-71) sebagai berikut :

1) Komitmen pemerintah dan seluruh staf instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi agar akuntabel.

2) Beberapa sistem yang dapat menjamin penggunaan sumber daya secara konsisten dengan peraturan perundang – undangan yang

berlaku.

3) Menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

4) Berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta hasil dan manfaat yang diperoleh.

5) Jujur, obyektif, transparan, dan inovatif sebagai katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah.

memberikan penyelenggaraan pelayanan publik yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dwiyanto (2002: 55) dalam jurnal Priyo Sudibyo menerangkan bahwa:

“Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik, adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan publik dengan ukuran nilai-nilai atau norma ekternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholders. Nilai dan norma pelayanan yang berkembang dalam masyarakat tersebut diantaranya meliputi:

transparan pelayanan, prinsip keadilan,jaminan penegakan hukum, hak asasi manusia dan orientasi pelayanan yang dikembangkan terhadap masyarakat

pengguna jasa”

c) Macam-macam Akuntabilitas :

Kemudian Ratminto dan Atik juga menjelaskan bahwa akuntabilitas pelayanan publik merupakan penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggung jawabkan, baik pada publik maupun pada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku (Ratminto dan Atik 2005: 216). Menurut Ratminto dan Atik (2005: 216-217) akuntabilitas ada bermacam-macam wujudnya, antara lain dilihat dari berbagai aspek, seperti kinerja pelayanan publik, biaya pelayanan publik, produk pelayanan publik.

i. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi tingkat ketelitian

(akurasi), profesionalitas petugas,kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau aturan peraturan perundaungan – undangan) dan kedisiplinan.

ii. Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar atau akta / janji pelayanan publik yang telah ditetapkan.

iii. Standart pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka, baik kepada publik maupun kepada atasan atau

pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.

iv. Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus diberikan kompensasi kepada penerima

pelayanan. v. Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja

pelayanan secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku. vi. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi

kerugian dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu kerugian dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak mendapat tanggapan sesuai dengan waktu

ii. Pengaduan masyrakat yang terkait dengan penyimpangan biaya pelayanan publik, harus ditangani oleh petugas / pejabat yang

ditunjuk berdasarkan surat keputusan / surat penugasan dari pejabat yang berwenang.

c. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik

i. Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan

produk pelayanan.

ii. Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

iii. Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah. Dari beberapa macam akuntabilitas yang memiliki beberapa

aspek diatas tersebut, dalam penelitian ini, akuntabilitas yang ada dilihat dari Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik, karena melalui akuntabilitas ini lembaga publik dalam penelitian ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dituntut untuk bisa memberikan pelayanan yang profesional, berkualitas, teliti, serta memberikan standar pelayanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam aspek diatas tersebut, dalam penelitian ini, akuntabilitas yang ada dilihat dari Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik, karena melalui akuntabilitas ini lembaga publik dalam penelitian ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dituntut untuk bisa memberikan pelayanan yang profesional, berkualitas, teliti, serta memberikan standar pelayanan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam

d) Dimensi Akuntabilitas :

Berkaitan dengan hal penyelenggaraan akuntabilitas pelayanan publik yang diatas sudah diterangkan tentang pengertian dan macam-macam dari akuntablitas publik maka, Hopwood dan Tomkins, 1984 (dalam Mahmudi, 2010: 9) menyatakan bahwa akuntabilitas yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa aspek. Menurut Hopwood dan Tomkins, 1984 (dalam Mahmudi, 2010:10-11). Adapun dimensi akuntabilitas publik yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik antara lain :

1) Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga

lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. Akuntabilitas hukum menuntut penegakan hukum (law enforcement), sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktek organisasi yang sehat tidak terjadi mal praktek dan mal administrasi.

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif. Akuntabilitas manajerial dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability). Inefisiensi organisasi publik adalah menjadi tanggung jawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan kepada klien atau customernya. Akuntabilitas manajerial merupakan akuntabilitas bawahan kepada atasan dalam suatu organisasi, sedangkan akuntabilitas komersial merupakan akuntabilitas suatu perusahaan kepada pemiliknya misalnya akuntabilitas perusahaan BUMN/ BUMD kepada pemerintah sebagai pemilik.

3) Akuntabilitas Program Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang diterapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah

organisasi telah mempertimbangkan aprogram yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Dengan kata lain akuntabilitas program berarti bahwa program organisasi hendaknya merupakan program yang bermutu yang mendukung strategi dan pencapaian misi, visi, dan tujuan organisasi.

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga public atas kebijakan-kebijakan yang diambil. Dalam membuat kebijakn harus dipertimbangkan apa tujuan tersebut, mengapa kebijakan itu diambil, siapa sasarnnya, pemangku kepentingan, mana yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif) atas kebijakan tersebut.

5) Akuntabilitas Finansial. Akuntabilitas finansial adalah pertanggungjawaban lembaga- lembaga publik untuk menggunakan uang publik secara ekonomi,

efisien, efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial mengharuskan lembaga-lembaga public untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.

Berdasarkan dimensi-dimensi dijelaskan di atas, beberapa dimensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran, Akuntabilitas Manajerial, serta Akuntabilitas Program, serta Akuntabilitas Finansial. Karena melalui Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran dapat diketauhi apakah pelaksanaan penerbitan KIA yang ada sudah sesuai dengan peraturan serta staff pelaksana juga melaksanakan dengan penuh kejujuran. Melalui Akuntabiltas

Pencatatan Sipil Kota Surakarta memberikan pertanggungajawaban dalam pelaksanaan penerbitan KIA yang ada baik dalam hal prosedur yang sesuai aturan, kelengkapan sarana dan prasarana serta profesionalitas pegaawai dalam memberikan layanan. Melalui Akuntabilitas Program, lembaga publik dituntut untuk bisa mempertanggungjawabkan bagaimana manfaat keberadaan program untuk publik. Serta melalui Akuntabilitas Finansial, diharapkan lembaga publik dapat bisa memberikan pertanggungjawaban penggunaan dana yang ada untuk operasi pelaksanaan KIA. Walaupun untuk pengguna KIA tidak ditagih biaya, namun biaya ataupun dana untuk pengadaan KIA harus bisa dipertanggungjawabkan

e) Indikator Akuntabilitas yang digunakan dalam penelitian :

Adanya beberapa pendapat yang dikemukakan di atas mengenai definisi akuntabilitas, macam akuntabilitas hingga dimensi akuntabilitas yang ada, penulis akan menggunakan beberapa indikator untuk mengukur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam penerbitan KIA. Hal ini dikarenakan penelitian ini terkait dengan akuntabilitas intansi publik dalam penyelenggaraan suatu program pelayanan publik. Maka indikator yang digunakan untuk penelitian ini Adanya beberapa pendapat yang dikemukakan di atas mengenai definisi akuntabilitas, macam akuntabilitas hingga dimensi akuntabilitas yang ada, penulis akan menggunakan beberapa indikator untuk mengukur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dalam penerbitan KIA. Hal ini dikarenakan penelitian ini terkait dengan akuntabilitas intansi publik dalam penyelenggaraan suatu program pelayanan publik. Maka indikator yang digunakan untuk penelitian ini

1) Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Dalam hal ini, akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku. Akuntabilitas hukum menuntut penegakan hukum serta kejelasan aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau aturan peraturan perundaungan-undangan) sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktek organisasi yang sehat tidak terjadi mal praktek dan mal administrasi.

Konsep akuntabilitas ini diambil karena merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban lembaga publik terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan program serta kejujuran dari lembaga publik dalam memberikan pelayanan. Oleh karena itu, apabila tidak ada kejujuran serta ketaatan lembaga publik terhadap peraturan yang berlaku, maka lembaga publik tersebut kurang accountable karena tidak bisa memberikan pelayanan yang sesuai aturan, tidak jujur dalam pelayanan sehingga tidak optimal

Akuntabilitas manajerial dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja (performance accountability). Akuntabilitas manajerial ini dapat dilihat berdasarkan proses yang antara lain meliputi tungkat ketelitian (akurasi), profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, dan kedisiplinan. Selain itu, akuntabilitas manajerial yang juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja juga harus sesuai dengan standar atau akta/janji pelayanan publik yang telah tetapkan.

Konsep akuntabilitas ini diambil karena merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban lembaga publik terhadap pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dalam hal ini, lembaga publik bertanggungjawab untuk memberikan pelayanan terbaik yang bisa mereka berikan kepada masyarakat. Apabila akuntabilitas manajerial ini tidak diterapkan dengan baik, maka lembaga publik dianggap tidak accountable dalam memberikan pelayanan yang berkualitas untuk masyarakat.

3) Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang diterapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan program yang Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang diterapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan program yang

Konsep akuntabilitas ini diambil karena merupakan perwujudan dari pertanggungjawaban lembaga publik untuk bisa memberikan manfaat atau nilai yang lebih dari program yang telah mereka berikan kepada masyarakat pengguna. Selain itu, akuntabilitas program juga merupakan pertanggungjawaban lembaga publik untuk bisa mengakomodasikan kepentingan para pengguna layanan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu konsep ini juga diambil dalam penelitian.

4) Akuntabilitas Finansial