3. Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang dan perbuatan
mana yang tidak dilarang oleh undang-undang.
21
2. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana
Asas pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah tidak dipidana jika tidak ada kesalahan Geen straf zonder schuld; actus non facit reum nisi mens sir
rea.Asas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis tapi hukum yang tidak tertulis yang juga di Indonesia berlaku.Pertanggujawaban tanpa adanya kesalahan dari
pihak yang melanggar, dinamakan leer van het materiele feit feit materielle. Dahulu dijalankan atas pelanggaran tapi sejak adanya arrest susu dari H. R. 1961
Nederland, hal itu ditiadakan.
22
Untuk adanya pertanggungjawaban pidana, suatu syarat yang diperlukan adalah si pembuat harus mampu bertanggungjawab, dengan lain perkataan harus
ada kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat. Mengenai apa yang dimaksud dengan kemampuan bertanggungjawab teorekeningsvatbaarheid ini
KUHP tidak merumuskannya.
23
Hanya saja Pasal 44 1 KUHP merumuskan tentang keadaan mengenai kapan seseorang tidak mampu bertanggung jawab agar
tidak dipidana,artinya merumuskan perihal kebalikan secara negatif dari kemampuan bertanggung jawab.
24
21
Tongat, Hukum Pidana Materiil, Universitas Muhammadiyah, Malang Press, Malang, 2003, hal 4.
22
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002, hal 153.
23
I Made Wadnyana, Asas-asas Hukum Pidana, Fikahati Aneska, Jakarta, 2010, hal 58.
24
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 146.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan pasal ini sebenarnya tidak memuat apa yang di maksud dengan “tidak mampu bertanggungjawab”, tetapi hanya memuat suatu alasan yang
terdapat pada diri si pembuat, sehingga perbuatan yang dilakukannya itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Alasan itu berupa keadaan pribadi si
pembuat yang bersifat biologis, yaitu “jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit”. Dalam keadaan yang demikian itu, si pembuat tidak
punya kebebasan kehendak dan tidak dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya.
Jadi, keadaan
tersebut dapat
menjadi alasan
tidak dipertanggungjawabkannya si pembuat atas perbuatannya. Dapat dikatakan, pasal
ini memuat syarat-syarat kemampuan bertanggungjawab seseorang secara negatif.
25
Untuk memberikan gambaran tentang apa yang dimaksud dengan pertanggungjawaban kesalahan dalam ari yang seluas-luasnya, berikut ini di
sampaikan pengertian tentang “kasalahan” dari berbagai pandangandoktrin dalam hukum pidana:
26
a. Pompe
Pompe, mengatakan kesalahan mempunyai ciri sebagai hal yang dapat dicela, dan
pada hakikatnya
tidak mencegah
kelakuan yang
melawan
hukum.Kemudian dijelaskan oleh Pompe, bahwa hakikatnya tidak mencegah kelakuan yang melawan hukum di dalam perumusan hukum positif, disitulah
berarti mempunyai kesengajaan dan kealpaan, yang mengerah kepada sifat melawan hukum dalam kemampuan bertanggung jawab.
25
I Made Wadnyana, Op. Cit. hal 59.
26
Martiman Prodjohamiddjojo, Memahami Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Sabdodadi, Jakarta, 1997, hal. 32.
Universitas Sumatera Utara
b. Van Hamel
Van Hamel,
27
mengatakan pertanggungjawaban pidana adalah suatu keadaan normal dan kematangan psikis yang membawa tiga macam kemampuan untuk:
1. Mampu untuk mengerti nilai dari akibat-akibat perbuatannya sendiri,
2. Mampu untuk menyadari, bahwa perbuatannya itu menurut pandangan
masyarakat tidak dibolehkan, 3.
Mampu untuk menentukan kehendaknya atas perbuatan-perbuatannya itu. c.
Simons Simons
28
mengatakan, kemampuan bertanggungjawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikis sedemikian, yang membenarkan adanya penerapan suatu
upaya pemidanaan, baik dilihat dari sudut umum maupun dari orang. d.
Satochid Kartanegara Satochid Kartanegara
29
menyatakan bahwa taerekeningsvatbaarheid atau dapat dipertanggungjawabkan adalah mengenai keadaan jiwa seseorang,
sedangkan toerekenbaarheid
pertanggungjawaban adalah
mengenai perbuatan yang dihubungkan dengan si pelaku atau pembuat. Selanjutnya
Satochid Kartanegara, mengatakan seseorang dapat dipertanggungjawabkan, jika :
1. Keadaan jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat
mengerti atau tahu akan nilai dari perbuatannya itu, juga akan mengerti akan akibatnya.
2. Keadaan Jiwa orang itu adalah sedemikian rupa, sehingga ia dapat
menentukan kehendaknya atas perbuatan yang dilakukan. 3.
Orang itu harus sadar, insyaf, bahwa perbuatan yang dilakukan adalah perbuatan yang terlarang atau tidak dibenarkan dari sudut hukum,
masyarakat maupun tata susila.
e. Vos
Vos menyatakan bahwa isi kesalahan ialah : 1.
Kemampuan bertanggung jawab orang yang melakukan perbuatan, 2.
Hubungan batin tertentu orang itu dengan perbuatan yang dilakukan yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan.
27
I Made Wadnyana, Op. Cit. hal 58.
28
I Made Wadnyana, Ibid.
29
Martiman Prodjohamiddjojo, Op. Cit. hal 32.
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak adanya alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban terhadap
perbuatan pada pembuat. f.
E. Mezger E. Mezger menentukan tiga macam dalam pengertian kesalahan, yakni:
1. Kemampuan bertanggungjawab.
2. Bentuk kesalahan berwujud kesengajaan dan kealpaan.
3. Alasan-alasan penghapusan kesalahan.
g. Roeslan saleh
Roeslan saleh mengatakan bahwa untuk adanya kesalahan yang mengakibatkan dipidananya terdakwa, pada terdakwa haruslah :
1. Melakukan perbuatan pidana
2. Mampu bertanggung jawab.
3. Dengan sengaja atau alpa.
4. Tidak ada alasan pemaaf.
Selanjutnya Roeslan Saleh mengatakan bahwa dalam hal kemampuan bertanggung jawab ada dua faktor, yaitu : akal dan kehendak. Dengan akal atau
daya pikir, orang dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan.Dan dengan kehendak atau dengan kemauan,
atau keinginan orang dapat menyesuaikan tingkah laku mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan.
30
30
Martiman Prodjohamiddjojo, Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjelaskan hal kapankah terdapatnya kemampuan bertanggung jawab pidana, dapat dengan dua cara, yaitu sebagai berikut:
31
1 Dengan berdasarkan dan atau mengikuti dari rumusan pasal 44 1 tadi. Dari
pasal 44 1 KUHP itu sendiri, yang sifatnya berlaku umum, artinya berlaku terhadap semua bentuk dan wujud perbuatan. Pasal 44 1 menentukan dua
keadaan jiwa yang tidak mampu bertanggungjawab. Dengan berpikir sebaliknya, orang yang mampu bertanggungjawab atas perbuatannya
berwujud tindak pidana apabila tidak terdapat dua keadaan jiwa sebagaimana yang dinyatakan oleh pasal 44 1, artinya bila jiwanya tidak cacat dalam
pertumbuhanya, atau jiwanya tidak terganggu karena penyakit, demikian itulah orang mampu bertanggung jawab.
2 Dengan tidak menghubungkan dengan norma Pasal 44 1, dengan mengikuti
pendapat Satochid Kartanegara, orang yang mampu bertanggungjawab itu ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
a. keadaan jiwa seseorang yang sedemikian rupa norma sehingga ia bebas
atau mempunyai kemampuan dalam menentukan kehendaknya terhadap perbuatan yang ia akan lakukan;
b. keadaan jiwa orang itu yang sedemikian rupa, sehingga ia mempunyai
kemampuan untuk dapat mengerti terhadap nilai perbuatannya beserta akibatnya;
c. keadaan jiwa orang itu sedemikian rupa sehingga ia mampu untuk
menyadari, menginsyafi bahwa perbuatan yang akan dilakukannya itu adalah suatu kelakuan yang tercela, kelakuan yang tidak dibenarkan oleh
hokum, atau oleh masyarakat maupun tata susila.
3. Pengertian Narkotika