Pelaksanaan Lokasi dan Keadaan Geografis Kota Pematangsiantar.

58

BAB III PELAKSANAAN PEMUNGUTAN BPHTB DI KOTA PEMATANGSIANTAR

PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

A. Pelaksanaan

Pemungutan BPHTB Di Kota Pematangsiantar Pasca Berlakunya Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, Atas Dasar Surat Walikota Pematangsiantar, Nomor 975007IDPPKAD2011, tanggal 04 Januari 2011 yang bertentangan dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Dalam uraian-uraian terdahulu telah diutarakan bahwa Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membawa perubahan besar dalam pemungutan BPHTB di Indonesia, dikatakan membawa perubahan besar karena Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah merubah status pemungutan BPHTB yang semula merupakan pajak pemerintah pusat menjadi pajak pemerintah daerah kabupaten kota. Perubahan status pemungutan BPHTB dari pajak pemerintah pusat menjadi pajak pemerintah daerah kota kabupaten berdasarkan Pasal 180 angka 6 Undang- undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah ditetapkan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2011. Untuk melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut maka setiap pemerintah kota kabupaten di Indonesia yang ingin memungut BPHTB sebagai sumber penerimaan daerahnya 58 Universitas Sumatera Utara 59 diharuskan untuk terlebih dahulu menetapkan peraturan daerah Perda tentang BPHTB yang menjadi dasar hukum pemungutan BPHTB. Jika pemerintah kota kabupaten tidak atau belum menerbitkan Perda tentang BPHTB maka pemerintah kota kabupaten tidak diperbolehkan memungut BPHTB, dengan demikian persyaratan lunas bayar BPHTB untuk memproses kegiatan peralihan pemilikan balik nama hak atas tanah dan atau bangunan menjadi gugur. Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah tersebut dalam pelaksanaannya telah menimbulkan masalah di Kota Pematangsiantar, permasalahan timbul karena Pemerintah Kota Pematangsiantar sampai batas waktu yang telah ditentukan oleh Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu tanggal 1 Januari 2011 belum juga menerbitkan Perda tentang BPHTB, akan tetapi sudah mulai memungut BPHTB. Pemungutan BPHTB di Kota Pematangsiantar tersebut dilakukan bukan dengan dasar hukum Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar tetapi dengan Surat Walikota Pematangsiantar Nomor 975007IDPPKAD2011, tertanggal 04 Januari 2011 yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah atas nama Walikota Pematangsiantar. Surat Walikota Pematangsiantar tersebut ditujukan kepada seluruh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT wilayah kerja Kota Pematangsiantar termasuk kepada peneliti selaku Notaris dan PPAT Kota Pematangsiantar. Universitas Sumatera Utara 60 Isi dari Surat Walikota Pematangsiantar tersebut antara lain ialah meminta kepada Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT wilayah kerja Kota Pematangsiantar untuk mengarahkan masyarakat wajib pajak BPHTB agar menyetorkan BPHTB kepada Bendahara Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah DPPKAD Kota Pematangsiantar sambil menunggu Perda tentang BPHTB Kota Pematangsiantar diterbitkan. Surat Walikota Pematangsiantar tersebut menuai protes dari masyarakat wajib pajak BPHTB di Kota Pematangsiantar karena dianggap telah bertentangan dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Keberatan masyarakat wajib pajak BPHTB tersebut ditanggapi oleh pemerintah pusat dalam hal ini oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia, yang dalam suratnya Nomor S- 104PK2011, tanggal 11 Februari 2011, pada pokoknya mengatakan bahwa pemungutan BPHTB dengan dasar Surat Walikota Pematangsiantar bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam uraian berikut ini akan dibahas Surat Walikota Pematangsiantar tentang Pemungutan BPHTB tersebut dalam perspektif peraturan perundang- undangan dan teori-teori hukum. Universitas Sumatera Utara 61 1. Surat Walikota Pematangsiantar Tentang Pemungutan BPHTB Dalam Perspektif Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Dalam Perspektif Teori atau Asas Yuridis Pemungutan Pajak. Surat Walikota Pematangsiantar Nomor 975007IDPPKAD2011, tertanggal 04 Januari 2011, perihal Penyetoran Titipan BPHTB, yang ditujukan kepada seluruh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Kota Pematangsiantar, antara lain berbunyi sebagai berikut : Sehubungan dengan pengalihan pengelolaan atas Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah sesuai amanat Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka terhitung tanggal 01 Januari 2011 diminta kepada Saudara agar dapat melayani masyarakat dalam rangka pengurusan Peralihan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana biasanya, serta menyarankan mengarahkan agar masyarakat Wajib Pajak BPHTB untuk menyetorkan kepada Bendahara Penerima Pajak Daerah pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DPPKAD Kota Pematangsiantar sebagai Titipan Penyetoran BPHTB menunggu selesainya pembahasan Ranperda Pajak Daerah tentang BPHTB oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD Kota Pematangsiantar untuk ditetapkan sebagai Perda BPHTB Kota Pematangsiantar. 43 Secara yuridis formal Surat Walikota Pematangsiantar tentang Pemungutan BPHTB tersebut di atas telah bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan jelas dan tegas menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Ketentuan ini mengandung arti bahwa sistem bernegara di Indonesia 43 Indonesia, Surat Walikota Pematangsiantar Nomor 975007IDPPKAD2011, tanggal 04 Januari 2011, perihal Penyetoran Titipan BPHTB, Universitas Sumatera Utara 62 didasarkan pada hukum, di samping itu terkandung pula di dalamnya pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi. Negara Indonesia adalah negara hukum rechtsstaat berarti juga bahwa segala tindakan pemerintahan negara harus didasarkan pada hukum dan perundang- undangan yang berlaku. 44 Dalam konsep negara hukum tersebut, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum bukan politik atau ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut prinsip negara hukum adalah the rule of law, not of man. 45 Konsepsi rechtsstaat dengan rule of law memiliki persamaan. Aspek persamaannya dapat dilihat dengan adanya the absolute supremacy or predominance of regular law supremasi aturan-aturan hukum dalam gagasan the rule of law, sedangkan dalam gagasan rechtsstaat, terdapat keinginan agar setiap pemerintahan harus berdasarkan peraturan, sehingga keduanya mengharapkan agar dalam suatu negara hukum diharuskan adanya supremasi hukum terhadap tindakan-tindakan penguasa negara, berikut aktivitasnya terhadap peraturan perundang-undangan sebagai hukum tertulis jus scriptum, enacted law, statute law . 46 44 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH-UI dan Sinar Bakti, Jakarta, 1988, hal. 153. 45 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007, hal. 297. 46 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 81. Universitas Sumatera Utara 63 Pengakuan terhadap supremasi hukum adalah pengakuan bahwa hukum itu mempunyai kedudukan tertinggi supremacy of law, adanya persamaan dalam hukum dan pemerintahan equality before the law dan berlakunya asas legalitas dalam pelaksanaan kewenangan pemerintahan legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur . 47 Menurut Jimly Asshiddiqie, prinsip negara hukum Indonesia dapat dibagi menjadi 12 dua belas macam : 48 a. Supremasi hukum supremacy of law . b. Persamaan dalam hukum equality before the law . c. Asas legalitas due process of law . d. Pembatasan kekuasaan. e. Organ-organ eksekutif independen. f. Peradilan bebas dan tidak memihak. g. Peradilan tata usaha negara. h. Peradilan tata negara constitutional court . i. Perlindungan hak asasi manusia. j. Bersifat demokratis democratische rechtsstaat . k. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara welfare rechtsstaat l. Transparansi dan kontrol sosial. 47 Philipus M. Hadjon, et.al, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, hal. 130-131. 48 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal. 123-130. Universitas Sumatera Utara 64 Asas legalitas menyatakan bahwa tidak ada satupun perbuatan atau keputusan administrasi negara yang boleh dilakukan tanpa dasar atau pangkal suatu ketentuan peraturan perundang-undangan tertulis dalam arti luas, bila sesuatu dijalankan dengan alasan keadaan darurat maka kedaruratan tersebutpun wajib dibuktikan kemudian, bilamana kemudian tidak terbukti, maka perbuatan tersebut dapat digugat di pengadilan. 49 Dalam kaitan itu maka semua kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku termasuk pemungutan pajak BPHTB. Syarat adanya ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan mengikat negara dalam melakukan pemungutan pajak termasuk pajak BPHTB. Di sisi lain, pada Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Dasar 1945 disebutkan pula bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar. Ketentuan ini menegaskan bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan negara Indonesia, dan kedaulatan itu dijalankan melalui sistem perwakilan. Suara rakyat disalurkan melalui wakil-wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat DPR , Dewan Perwakilan Daerah DPD dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD. Kedaulatan rakyat menjadikan kedudukan rakyat sangat kuat untuk menentukan nasib sendiri, oleh karena itu segala tindakan pemerintah yang 49 S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hal. 84. Universitas Sumatera Utara 65 menimbulkan beban kepada rakyat seperti pajak atau pemungutan BPHTB harus ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitannya terhadap pemungutan pajak, prinsip kedaulatan rakyat mensyaratkan adanya persetujuan rakyat dalam menentukan besarnya pajak yang harus dibayar. Keterlibatan dan bentuk persetujuan rakyat tercermin melalui wakil- wakil rakyat di badan legislatif yang dituangkan dalam peraturan perundang- undangan. 50 Karakteristik antara pungutan pajak dengan pungutan liar oleh negara ialah adanya persetujuan rakyat untuk melakukan pungutan pajak melalui peraturan perundang-undangan. Pungutan pajak yang dilakukan secara sepihak oleh negara tanpa persetujuan rakyat adalah pungutan liar dan dapat dipersamakan dengan perampokan taxion without representation is robbery . 51 Negara sebagai penerima pajak mempunyai daya paksa untuk melakukan pungutan pajak namun untuk menentukan kewajiban membayar pajak rakyat harus diikutsertakan, keterlibatan rakyat dalam membuat peraturan perundang-undangan perpajakan sangat penting, karena pajak itu sendiri merupakan kewajiban yang harus dikenakan kepada rakyat bersangkutan. 50 Y. Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, Andi, Yogyakarta, 2004, hal.54. 51 Erly Suanda, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2000, hal. 9. Universitas Sumatera Utara 66 Adanya kewajiban yang lahir dari undang-undang menyebabkan rakyat selaku wajib pajak atau penanggung pajak harus membayar pajak kepada negara yang diwakili oleh pemerintah selaku fiskus. 52 Teori atau Asas Yuridis Pemungutan Pajak juga menekankan pungutan pajak terhadap masyarakat harus berdasarkan peraturan perundang-undangan. Teori ini bertujuan untuk menghindari kesewenang-wenangan dalam penetapan pajak. Teori ini dimaksudkan agar pada pelaksanaan pemungutan pajak tidak terjadi distorsi berupa kesalahan yang disengaja penyelewengan atau yang tidak disengaja akibat kekurangpahaman. Pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan pasti secara hukum. Kepastian hukum yang diperlukan adalah mengenai subjek pajak, besarnya pajak dan ketentuan mengenai waktu pembayaran. Menurut R. Santoso Brotodihardjo, dasar pemikiran pentingnya pajak harus diatur dalam peraturan perundang-undangan ialah sebagai berikut : 53 Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor rakyat ke sektor pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara untuk itu tidak dapat ditunjuk kontraprestasi secara langsung terhadap individu. Padahal peralihan kekayaan dari satu sektor ke sektor yang lain tanpa adanya kontraprestasi, hanya dapat terjadi bila terjadi suatu hibah wasiat. Kemungkinan yang lain adalah bahwa bilamana peralihan kekayaan itu terjadi karena kekerasanpaksaan, yaitu dalam peristiwa perampasan atau perampokan. Itulah sebabnya maka di 52 Y. Sri Pudyatmoko, Penegakkan dan Perlindungan Hukum Di Bidang Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 9. 53 R. Santoso Brotodihardjo, op cit, hal. 37. Universitas Sumatera Utara 67 Inggris berlaku suatu dalil yang berbunyi “No taxation without representation“ dan di Amerika “Taxation without representation is robbery “ Di Indonesia dasar pungutan pajak dituangkan baik dalam konstitusi maupun peraturan perundangan-undangan di bawahnya. Konstusi Indonesia dalam Pasal 23 A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menentukan bahwa “pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan peraturan perundang-undangan.” Secara konseptual, peraturan perundang-undangan merupakan terjemahan dari wettelijk regeling. Kata wettelijk berarti sesuai dengan wet atau berdasarkan wet. Kata wet pada umumnya diterjemahkan dengan undang-undang. Peraturan perundang- undangan adalah keputusan tertulis negara atau pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat dan mengikat secara umum. 54 Menurut Jimly Asshiddiqie, yang dimaksud dengan peraturan perundang- undangan adalah peraturan tertulis yang berisi norma-norma hukum yang mengikat untuk umum, baik yang ditetapkan oleh legislator maupun oleh regulator atau lembaga-lembaga pelaksana undang-undang yang mendapatkan kewenangan delegasi dari undang-undang untuk menetapkan peraturan- peraturan tertentu menurut peraturan yang berlaku. 55 Menurut Maria Farida Indrati Soeprapto, peraturan perundang-undangan mengandung dua pengertian yaitu : 56 a. Perundang-undangan merupakan sebagai proses pembentukan proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah dan 54 Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik : Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 25 55 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009, hal. 163. 56 Maria Farida Indrati Soeprapto, op.cit., hal. 3 Universitas Sumatera Utara 68 b. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan , disebutkan bahwa yang dimaksud “peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.” 57 Kemudian dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan disebutkan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas : 58 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat c. Undang-undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang d. Peraturan Pemerintah e. Peraturan Presiden f. Peraturan Daerah Provinsi dan g. Peraturan Daerah Kabupaten Kota. Berkenaan dengan pungutan BPHTB, Pasal 95 ayat 1 Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah memerintahkan bahwa pungutan BPHTB yang telah dialihkan dari semula pajak pusat menjadi pajak daerah 57 Indonesia, Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 58 I bid. Universitas Sumatera Utara 69 hanya dapat dilakukan dengan jenis peraturan perundang-undangan yang berupa peraturan daerah kabupaten kota bukan dengan peraturan yang ditetapkan oleh Bupati Walikota, oleh karena itu sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat 1 Undang- undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan- undangan keberadaan Surat Edaran Walikota Pematangsiantar tentang Pemungutan BPHTB bukan merupakan jenis peraturan perundang-undangan yang diperintahkan oleh Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan karena itu pula melanggar ketentuan Pasal 23 A Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2. Surat Walikota Pematangsiantar Tentang Pemungutan BPHTB Dalam

Perspektif Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Dan Dalam Perspektif Teori Norma Hukum Berjenjang. Selain huruf a sampai g yang disebut dalam Pasal 7 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan di atas, dalam Pasal 8 ayat 1 Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan dikenal juga jenis peraturan perundang-undangan lainnya yaitu peraturan yang ditetapkan oleh : 59 a. Majelis Permusyawaratan Rakyat b. Dewan Perwakilan Rakyat c. Mahkamah Agung d. Mahkamah Konstitusi e. Badan Pemeriksa Keuangan f. Komisi Yudisial 59 ibid. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Yang Mengacu Kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Serta Pejabat Negara Yang Berperan Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Dan Ban

1 41 152

Mekanisme Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Dalam Kaitannya Dengan Pendaftaran Hak Atas Tanah Atau Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Binjai

3 77 78

Analisis Perbedaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 di Kota Bandung.

1 6 68

Analisis Perbedaan Pemungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Sebelum dan Sesudah Dilaksanakan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 di Kota Cimahi.

0 0 16

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 16

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 2

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 2 30

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 55

Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan Terhadap Hibahwasiat Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah

0 0 7

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

0 0 20