Kewenangan KPK Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

3. Kewenangan KPK Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Korupsi

Kriteria tindak pidana korupsi di mana KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan adalah tindak pidana korupsi yang: 63 1. Melibatkan aparat penegak hukum penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara 2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat 3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 Satu milyar rupiah Jika ternyata dalam perjalanan terdapat kasus korupsi yang tidak memenuhi kriteria tersebut, maka penanganan kasus tersebut bukanlah oleh KPK melainkan oleh institusi penegak hukum lainnya yang berwenang untuk itu, seperti kepolisian dan kejaksaan. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. KPK berwenang; 64 1. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan 2. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk bepergian ke luar negeri 63 Ibid, pasal 11 64 Ibid., pasal 12. Universitas Sumatera Utara 3. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa 4. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka terdakwa atau pihak lain yanjg terklait 5. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya 6. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait 7. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan ,transaksi perdagangan dan perjanjian lainya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang di lakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungan dengan tindak pidana korupsi yang sedang di periksa 8. Meminta bantuan lnterpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri 9. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan. dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. Dari uraian kewenangan di atas, terlihat bahwa undang-undang, memberikan kewenangan yang sangat besar dan luas kepada penyidik Universitas Sumatera Utara KPK jika dibandingkan dengan penyidik kepolisian dan kejaksaan. Hal tersebut dikarenakan besarnya tugas yang diemban oleh KPK seiring dengan makin parahnya tindak pidana korupsi merajalela di Indonesia, sementara institusi kepolisian dan kejaksaan dinilai kurang ‘bergigi’ dalam penanganan tindak pidana korupsi yang terjadi. Dalam menjalankan fungsinya terkait dengan kewenangan yang dimilikinya , selain berdasarkan pada Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK , KPK juga tidak lepas dari pengaturan sebagai mana diatur oleh undang-undang No 8 Tahun 1981 KUHAP. Hal tersebut dinyatakan dalam Pasal 38 ayat 1 undang- undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menyatakan bahwa: 65 1 Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyelidikan , dan penuntutan yang diatur dalam Undang undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalan pasal 7 ayat 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana tidak berlaku bagi penyidik tindak pidana korupsi sebagaimana ditentukan dalam undang- undang i ni . Selain KUHAP dalam menjalankan fungsi dan kewenangan KPK juga mengacu pada pengaturan di dalam undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana dinyatakan dalam Pasa1 39 ayat 1 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK: Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang 65 Ibid., pasal 38. Universitas Sumatera Utara berlaku dan berdasarkan undang undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 hahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi, kecuali ditentukan tain dalam undang-undang i n i . Dengan berlakunya beberapa undang-undang dalam pelaksanaan fungsi dan wewenang penyidikan KPK bukanlah menunjukkan terjadi tumpang tindih hukum peraturan perundang-undangan, karena tetap berlaku asas lex generalis derogat lex specialis, di mana ketentuan hukum yang khusus akan mengenyampingkan hukum yang umum, jadi dalam melaksanakan fungsi penyidikannya, KPK tetap berdasar pada ketentuan peraturan umum yaitu KUHAP, kecuali terdapat hal lain yang diatur oleh Undang-undang No. 30 tahun 2002 tentang tentang KPK. Salah satu perbedaan kewenangan dalam proses penyidikan yang dimaksud adalah pengaturan dalam Pasal 40 undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menyatakan: Komisi pemberantasan Korupsi tidak berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana kurupsi. 66 Pengaturan dalam Pasal ini tentunya sangat kontroversial dan menimbulkan banyak pertayaan, pasalnya penyidik biasa, seperti kepolisian dan kejaksaan memiliki wewenang untuk mengeluarkan Surat Perintah 66 Ibid., pasal 40 Universitas Sumatera Utara Penghentian penyidikan SP3 67 , lalu apa yang , melatarbelakangi pengaturan pasal ini dalam undang- undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan bagaimana akibat keberlakuan pasal ini terhadap proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh KPK ? Semua akan di bahas lebih lanjut pada bab 3 dan 4 skripsi ini.

E. Kewenangan Melakukan Penyidikan Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Terhadap Kewenangan Penyidik Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Judicial Review Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana K

1 41 110

Kebijakan Hukum Pidana Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus Perkara No.77/PID.B/2010/PN.Medan)

3 110 147

Eksistensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Terhadap Pemberantasan Korupsi (Studi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Di Semarang)

0 34 179

Analisis Yuridis Terhadap Kewenangan Penyidik Mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Pada Perkara Tindak Pidana Korupsi ( Studi Kasus Judicial Review Pasal 40 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidan

9 105 110

Analisis Yuridis Straf Minimum Rules (Aturan Hukuman Minimal) Terhadap Tindak Pidana Korupsi Pada Pasal 2 Ayat (1) Dan Pasal 3 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 56 84

Kewenangan Polri Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

16 167 135

Kajian Yuridis Ditolaknya Permohonan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Mahkamah Konstitusi (Studi Putusan Nomor 81/Puu-X/2012)

0 6 11

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 4 87

Tinjauan Yuridis Kewenangan Kejaksaan dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi

0 8 71

Tinjauan Yuridis Terhadap Upaya Pengembalian Keuangan Negara Atas Tindak Pidana Korupsi Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

0 6 42