Perdagangan dan Perburuan Liar Orangutan

xciii pengamatan tersebut dinyatakan bahwa terdapat sekitar 4.800 ekor orangutan yang tersisa di seluruh Kalimantan 150

1. Perdagangan dan Perburuan Liar Orangutan

. Tiga hal utama yang menyebabkan menurunnya populasi Orangutan adalah 175 151 a. Perdagangan Ilegal. : b. Perburuan Liar. c. Hilangnya Habitat Orangutan Perdagangan ilegal terhadap orangutan hanyalah salah satu dari beberapa alasan kepunahan spesies ini. Orangutan merupakan spesies yang terancam kepunahan. Karena status yang dimilkina itulah baik menurut Hukum Nasional Indonesia maupun Hukum Internasional memiliki orangutan sebagai binatang peliharaan merupakan suatu perbuatan yang dilarang. Perdagangan illegal yang berkaitan amat erat dengan perburuan liar juga mengakibatkan penurunan terhadap populasi orangutan. Pada umumnya perburuan 152 150 WWF Survey : Most Endangered Orangutan Population Needs Urgent Protection http:www.wwf.or.idindex.php?fuseaction=news.detaillanguage=id=NWS1165194134, 151 Cintami Widya Wulansari, Tinjauan Hukum Internasional Terhadap Konservasi Orangutan dan Pengaturan Pelaksanaannya di Indonesia” 152 Perburuan untuk keperluan perdagangan hanya merupakan salah satu bentuk dari perburuan terhadap Orangutan yang terjadi. Selain untuk perdagangan, Orangutan juga diburu untuk kepentingan adat atau untuk dikonsumsi sebagai bahan makanan. Meijaard, Op.Cit. halaman 98. itu mengakibatkan banyak kematian pada spesies tersebut. Cara penangkapan, perawatan, dan transportasi yang xciv buruk mengakibatkan kematian terhadap orangutan 153 . Kondisi hutan yang terus mengalami kerusakan dan perburuan liar merupakan dua faktor utama yang mengancam kehidupan orangutan 154 Perdagangan terhadap orangutan ini mencakup perdagangan baik dalam ruang lingkup nasional maupun ruang lingkup internasional. Perdagangan internasional terhadap kera-kera besar di mana orangutan termasuk di dalamnya disebabkan karena kebutuhan akan obat-obatan terutama obat-obatan tradisional, kepemilikan pribadi sebagai binatang peliharaan, kebun biantang . 155 . Menurut data yang dikeluarkan TRAFFIC menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara eksportir hasil hutan bukan kayu 156 dimana 40 dari seluruh produk yang di ekspor ke Uni-Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang berasal dari Indonesia 157 153 “AncamanOrangutan”http:www,orangutanrepublik.orgindonsiaindeks_ancaman 154 Pernyataan ini dikemukakan di dalam laporan WWF dalam penelitian penghitungan populasi Orangutan pada tahun 2006, “Menghitung Orangutan yang Tersisa”, 17 oktober 2006. http:www.wwf.or.idindex.php?fuseaction=news.detaillanguage=id=NWS1161051624 155 Vincent Nijman, Hanging in the Balance: An Assessment of trade in Orang-utans and Gibbons in Kalimantan, Indonesia, TRAFFIC South East Asia, 2005, halaman 1. 156 Flora dan fauna termasuk di dalam hasil hutan non-kayu. 157 Broad, S., Mulliken, T. Roe, D.. The nature and extent of legal and illegal trade in wildlife.Flora and Fauna International, Resource Africa and TRAFFIC International, London ,2003. Halaman 3-22. . Perdagangan orangutan terjadi secara luas di Kalimantan dan di luar Kalimantan. Daerah-daerah pedalaman di Kalimantan dimana orangutan berdiam seringkali menjadi tempat dimana sepsies ini diperdagangkan secara bebas karena minimnya penegakan hukum. Kepemilikan orangutan di pedalaman sebagai binatang peliharaan disebabkan karena nilai orangutan yang dianggap sebagai sebuah barang yang dapat diperdagangkan. Ketika para pedagang dan pemburu professional terlibat ke dalam xcv perdagangan Orangutan-orangutan tidak hanya menjadi binatang peliharaan bagi manusia namun berubah menjadi komoditi dalam perdagangan. Para pedagang ini mendapatkan Orangutan dari para masyarakat lokal yang beranggapan bahwa Orangutan memiliki nilai tukar tersendiri. 158 Survey yang dilakukan TRAFFIC di Kalimantan Barat pada tahun 2003- 2004, terdapat 62 ekor Orangutan yang dimiliki dan dipelihara secara pribadi sebagai binatang peliharaan. Kalimantan Tengah mencatat delapan ekor orangutan, dan Kalimantan Timur mencatat adanya empat ekor orangutan 159

2. Usaha Konservasi Indonesia