itu tersebut. Adapun pada awalnya karakter ki, ditulis dengan 妓 dikarenakan
kabuki pada awalnya lahir dari seorang pendeta wanita yang bernama okuni 阿国
dari kuil Izumo seperti yang dijelaskan diatas.
2.2 Sejarah Kabuki
Sejarah kabuki dimulai tahun 1603, dengan pertunjukan drama tari yang dibawakan oleh seorang wanita bernama Okuni, di kuil Kitano Temmangu,
Kyoto. Kemungkinan besar Okuni adalah seorang Miko asal kuil Izumo Taisha, tapi mungkin juga seorang Kawaramono sebutan menghina untuk orang yang
memiliki kasta rendah yang tinggal di tepi sungai. Identitas Okuni yang benar tidak dapat diketahui secara pasti. Tarian yang dibawakan Okuni diiringi dengan
lagu yang sedang populer. Okuni juga berpakaian mencolok seperti laki-laki dan bertingkah laku tidak wajar, seperti orang aneh kabukimono, sehingga lahirlah
suatu bentuk kesenian garda depan avant garde. Panggung yang dipakai waktu itu ialah panggung Drama Teater Noh.
Hanamichi honhanamach yang ada di sisi kiri penonton dan Karihanamachi yang ada di sisi kanan penonton di gedungg teater Kabuki-za kemungkinan
merupakan perkembangan dari Hashigari jalan keluar-masuk aktor Noh yang ada di panggung sisi kiri penonton.
Kesenian garda depan yang dibawakan Okuni mendadak sangat populer, sehingga menyebabkan banyak sekali kelompok pertunjukan Kabuki imitasi.
Universitas Sumatera Utara
Pertunjukan Kabuki yang digelar sekelompok wanita penghiburan disebut Onna- Kabuki kabuki wanita, sedangkan Kabuki yang dibawakan oleh remaja laki-laki
disebut dengan Wakashu-Kabuki kabuki remaja laki-laki. Kabuki awal mulanya di pertunjukkan oleh sebuah kelompok wanita pada
permulaan abad ke -17. Namun, pada tahun 1629, Keshogunan Togugawa mengeluarkan peraturan melarang wanita bermain drama. Keshogunan Tokugawa
menilai pertunjukan Kabuki yang dilakukan oleh kelompok wanita penghibur sudah melanggar batas moral, sehingga Kabuki yang dimainkan oleh wanita
penghibur dilarang dipentaskan. Jepang secara resmi tidak mempunyai pemain drama wanita sama sekali. Karena diperlukan seorang wanita, maka dibuatlah
seorang laki-laki untuk memerankan peran wanita dalam Kabuki, maka munculah jenis aktor yang disebut Onnagata pemeran wanita. Selain pertunjukan yang
dimainkan oleh wanita dilarang, Pertunjukan Kabuki yang dimainkan oleh laki- laki daun muda juga dilarang pada tahun 1652 karena merupakan bentuk
palacuran terselubung. Ada juga pertunjukan yang bernama Yarou Kabuki
野郎歌舞伎 – Kabuki
Pria yang dibawakan oleh pria dewasa diciptakan sebagai reaksi atas dilarangnya Onna-Kabuki dan Wakashu-Kabuki. Aktor Kabuki yang seluruhnya terdiri dari
pria deawa yang juga memainkan peran sebagai wanita ini melahirkan “konsep
baru ” dalam dunia estetika. Kesenian Yarou Kabuki ini sendiri terus berkembang
di zaman Edo dan berlanjut hingga sekarang.
Universitas Sumatera Utara
Pada mulanya pemerintahan Bakufu pemerintahan militer yang dikendalikan oleh shogun Tokugawa menyetujui diselenggarakannya pertunjukan
drama klasik Kabuki tersebut, akan tetapi karena pada perkembangan selanjutnya terjadi penyimpangan-penyimpangan sosial, misalnya terjadinya praktek prostitusi
di kalangan para pemain, maka pementasan drama Kabuki dilarang oleh pemerintah. Kemudian pementasan drama klasik kabuki diinjinkan kembali oleh
Pemerintah Bakufu pada bulan Maret 1653, tetapi harus memenuhi dua persyaratan, yaitu :
1. Para pemain harus laki-laki dewasa dan rambutnya harus dipotong
seperti samurai. 2.
Dilarang menggunakan lagu dan tarian yang dapat menimbulkan nafsu birahi.
Dalam perkembangannya, Kabuki digolongkan menjadi Kabuki-Odori kabuki tarian dan Kabuki-Geki kabuki sandiwara. Kabuki-Odori yang
dipertunjukan dari masa Kabuki , masih dibawakan Okuni hingga di masa kepopuleran Wakashu-Kabuki, remaja laki-laki menari diiring lagu yang sedang
populer dan konon ada yang disertai dengan akrobat. Selain itu, Kabuki-Odori juga bisa berarti pertunjukan yang lebih banyak tarian dan lagu dibandingkan
dengan porsi drama yang ditampilkan. Sedangkan Kabuki-Geki sendiri merupakan pertunjukan sandiwara yang
ditunjukan untuk penduduk kota di zaman Edo dan berintikan sandiwara dari tarian. Peraturan yang dikeluarkan oleh Keshogunan Edo mewajibkan kelompok
Kabuki untuk habis-habisan meniru Kyogen. Hal ini merupakan salah satu sebab
Universitas Sumatera Utara
Kabuki berubah menjadi pertunjukan sandiwara. Alasan Kabuki yang menampilkan tarian sebagai atraksi utama dianggap sebagai pelacuran
terselubung dan pemerintah harus menjaga moral rakyat. Sampai pada pertengahan zaman Edo, Kabuki-kyoge baru banyak
diciptakan di daerah Kamigata. Kabuki-Kyogen banyak mengambil unsur cerita Ningyo Joururi yang merupakan khas dari daerah Kamigata sendiri. Penulisan
sandiwara Kabuki, Kawatake Mokuami juga baru menghasilkan karya-karya barunya di akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji.
Tidak hanya pada zaman Edo, Kabuki juga memiliki sejarah di zaman Meiji. Kepopuleran Kabuki tetap tidak tergoyahkan sejak zaman Meiji, tapi tidak
luput juga dari serangan kritik. Diantaranya, kalangan intelektual menganggap bahwa isi cerita kabuki tidak sesuai untuk dipertunjukkan di negara orang beradab.
Kalangan di dalam dan di luar lingkungan Kabuki juga menuntut pembaruan di dalam kabuki, sehingga mau tidak mau dunia Drama Teater Kabuki harus diubah
sesuai tuntutan zaman. Kritik terhadap kabuki mengatakan bahwa banyak unsur di dalam Kabuki yang sebenarnya tidak pantas dimasukkan kedalam drama Kabuki,
misalnya : alur cerita yang tidak masuk akal, tema cerita yang kuno atau berbau feodal trik panggung yang sekedar untuk membuat penonton takjub, seperti
adegan aktor bisa “terbang” atau berganti kostum dengan sekejap.
Akibat kritik yang diterima inilah, dunia Drama Teater Kabuki sejak zaman Meiji berusaha mengadakan pembaruan dalam berbagai aspek teater
Kabuki. Gerakan pembaruan yang disebut Engeki Kairyō Undō juga melibatkan
pemerintah Meiji yang memang bermaksud mengontrol pertunjukan Kabuki dan
Universitas Sumatera Utara
sekaligus bercita-cita menciptakan pertunjukan teater yang pantas dan bisa dinikmati oleh kalangan menengah dan kalangan atas. Salah satu hasil pembaruan
Kabuki adalah dengan dibukanya gedung Kabuki-Za sebagai tempat pementasan. Selain itu, pembaruuan juga melahirkan genre baru teater Kabuki yang disebut
“Shimpa”. Setelah Perang Dunia II, orang jepang akhirnya mulai menyadari
pentingnya bentuk kesenian Kabuki yang asli. Pada tahun 1965, pemerintah Jepang mulai menunjuk Kabuki sebagai warisan agung budaya non-bendawi dan
pemerintah membangun Teater Nasional Jepang di Tokyo yang diantaranya digunakan untuk pentas Kabuki. Selain itu, Ichikawa Ennosuke III berusaha
menghidupkan kemballi naskah-naskah Kabuki yang lama, yang sudah jarang dipentaskan. Naskah Kabuki yang jarang dipentaskan dan dihidupkan kembali
oleh Ichikawa Ennosu ke III dikenal sebagai “Fukkatsu-Kyogen” kyogen yang
dihidupkan kembali. Kabuki yang dipentaskan Ichikawa ennosuke III disebut “Supa-Kabuki” kabuki super.
Dewasa ini, pementasan Kabuki sudah sangat berbeda dengan pementasan Kabuki di zaman Edo. Kelompok Kabuki berusaha untuk memodernisasikan
sebuah pertunjukan, sekaligus memelihara tradisi pementasan. Kabuki sekarang sudah dianggap sebagai seni pertunjukkan tradisional yang perkembangannya
sesuai dengan kemajuan zaman.
Universitas Sumatera Utara
BAB III UNSUR-UNSUR PELENGKAP DRAMA KABUKI
3.1 Aktor Kabuki