17
oleh orang lain. Namun, walaupun termasuk kategori syirik kecil, tetapi sangat dikhawatirkan oleh Rasul SAW sebab jika terus berkelanjutan pada akhirnya
akan menjadi besar. Padahal, Allah SWT menyuruh manusia beribadah kepada-Nya dengan ikhlas sepenuh hati. Allah berfirman:
“...Tidaklah mereka disuruh, kecuali hanya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan ikhlas kepada-Nya dalam menjalankan agama yang
lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat yang demikian itulah agama yang lurus” Q.S Al Bayyinah, 98 :5
Jika seseorang melakukan perbuatan syirik secara sadar dan tidak berhenti dari kesyirikan dimaksud, maka dia akan menanggung konsekuensinya, baik di
dunia ataupun di akhirat kelak. Syirik akbar sangat berbahaya, sehingga harus dihindari. Di antara bahaya atau efek negatifnya adalah sebagai berikut:
1. Amalannya tertolak, tidak akan diterima oleh Allah, hanya akan menjadi
sia-sia bagaikan debu yang beterbangan Q.S al-Furqan: 23 2.
Pelakunya tidak akan diampuni apabila mati dalam keadaan belum bertaubat Q.S An-Nisaa: 48
3. Pelakunya keluar dari Islam atau murtad, sehingga boleh diperangi oleh
pemerintahan yang sah Q.S At-Taubah: 5 4.
Pelakunya tidak berhak untuk masuk surga al-Ma’idah: 72
C. Contoh Kesyirikan dalam Film
Syirik akbar ataupun asghar sangatlah berbahaya. Oleh karena itu, setiap muslim harus menghindari diri dari semua bentuk kesyirikan dimaksud. Pada
zaman modern seperti sekarang ini, mungkin tidak ada lagi orang yang menyembah patung atau berhala seperti zaman jahiliyah dulu. Tetapi, lewat
tontonan film sangat mungkin saja anak-anak, remaja bahkan orang dewasa terjerumus pada keyakinan yang berbau syririk. Salah satu bentuk kesyirikan dalam
isi film dapat dilihat pada cuplikan cerita film Mahadewa, Harry Potter dan Little Krisna.
18
Mahadewa merupakan salah satu nama suci Tuhan dalam agama Hindu, Mahadewa artinya Tuhan Yang Maha Besar. ama lainnya adalah Shiwa. Keyakinan
ini bertentangan dengan konsep tauhid dalam Islam. Bahwa Yang Maha Besar itu hanyalah Allah, sebagaimana firman Allah Ta’ala pada ayat kursi:
Shiwa di bumi bersemayam di Kailasha, nama tempat tersuci di puncak Gunung Himalaya. Menurut keterangan kitab suci agama Hindu, puncak ini
dipercaya perbatasan antara alam nyata dengan surga. Gunung Himalaya dipercaya gunung paling suci bagi umat Hindu, seperti dinyatakan di dalam Bhagavad Gita;
“Di antara gunung, Aku adalah Himalaya”. Di gunung inilah bhatara Shiwa beryoga.
Berbeda sekali dengan Tuhannya umat Islam, kita beriman bahwa Allah ber-istiwa’ di arsy di langit. Yang bersemayam di gunung itu sesungguhnya
adalah bangsa jin yang malah disembah manusia. Dikisahkan pada film Mahadewa adalah Shiwa, Tuhan yang berpribadi
sebagai Yogin pertapa, sehingga seolah-olah seperti manusia. Hal ini bertentangan dengan konsep ketuhanan dalam Islam bahwa Allah tidak sama
dengan manusia. Seperti diungkapkan firman Allah: “Tidak ada yang menyerupainya sesuatu pun, dan Dia Maha
Mendengar lagi Maha Melihat” As Syuro 110. Dewa Syiwa memiliki empat saktiistri. Salah satunya adalah Dewi Sati,
putri Dewa Daksa Daksa adalah putra Dewa Brahma. Dalam film Mahadewa juga diceritakan percintaan Dewa Shiwa, hingga lahirnya Ganesha dan Kartikeya di
Bali disebut Dewa Kumara, Dewanya para anak kecil. Keyakinan adanya Tuhan yang beristri dan punya anak bertentangan
dengan Firman Allah : “Dia tidak beristri dan tidak beranak” , Bagaimana Dia mempunyai anak
19
padahal Dia tidak mempunyai istri” Qs Al An am, 6:101. “Maha suci Allah dari yang mempunyai anak” Q.S. An Nisa, 4:171
Dewa Daksa pada film Mahadewa digambarkan sebagai dewa pencipta yang arogan terhadap Shiwa, sehingga Shiwa akan memenggalnya dan diganti dengan
kepala kambing. Kita bisa lihat Tuhan-Tuhan dalam agama Hindu saling berselisih dan
berperang saling membinasakan, sungguh benarlah firman Allah : ”Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan- tuhan selain Allah, tentulah
keduanya itu telah rusak binasa,” Q.S. Al-Anbiya’: 22 ”Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan
yang lain beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing- masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari Tuhan-Tuhan itu
akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” Q.S Al-Mu’minun : 91
20
Bagian Kedua
AKHLAQ Standar Kopetensi :
Memahami akhlaq secara benar dalam kehidupan.
Kemampuan Dasar:
1. Berprilaku jujur dan beretika dalam kehidupan sehari-hari
2. Berani melakukan kebaikan dan kebenaran
Indikator capaian: 1.
Memahami ayat Al-Quran dan Sunnah Rasul yang terkait dengan kejujuran.
2. Memahami nilai-nilai kejujuran.
3. Mencontohkan prilaku jujur.
4. Menerapkan prilaku jujur dalam kehidupan
sehari-hari. 5.
Menerapkan prilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari
6. Berani menyampaikan kebaikan dan kebenaran
7. Memahami Ayat Al-Quran dan sunnah Rasul yang
terkait dengan kebaikan dan kebenaran
8.
Berani bersikap dan konsisten
dalam perbuat an 9.
Beranggung jaw ab dalam m elaksanakan t ugas dan kew ajiban
10. M em berikan cont oh prilaku dan perbuat an berani karena
benar
21
BERPRILAKU JUJUR DAN BERETIKA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
A. Memahami ayat Al-Quran dan Sunnah Rasul yang terkait dengan kejujuran
Ayat-ayat Al-Qur’an terkait dengan kejujuran Al Ahzab ayat 7 s.d. 8
“Dan ingatlah seketika Kami telah mengambil perjanjian dari Nabi-Nabi dan dari engkau dan dari Nuh dan Ibrahim dan Musa dan Isa anak Maryam.
Dan telah Kami ambil dari mereka perjanjian yang berat”. Ayat di atas menjelaskan bahwa para Nabi oleh Allah telah diambil
perjanjian yang berat. Perjanjian Nabi dengan Allah sesuatu yang keluar dari sifat-sifat jujur para Nabi. Mereka menepati janji dan jujur melaksanakannya di
hadapan Allah. Dalam ayat delapan dalam surat Al Ahzab juga dijelaskan: “Agar Dia menanyakan kepadaorang-orang yang jujur akan kejujuran
mereka, dan telah Kami sediakan untuk orang-orang yang tidak mau percaya
siksaan yang pedih”.
Orang yang tidak mau percaya atau orang yang tidak jujur mengakui apa yang disampaikan para Nabi akan disiksa oleh Allah dengan siksaan yang pedih.
22
Di dalam ayat tiga berturut-turut ayat 6 dan 7 dan 8 kita mendapatkan betapa erat hubungan seorang umat dengan Rasul-Nya, dan bagaimana pula
hubungan erat janji setia seorang Rasul dengan Tuhan yang mengutusnya.
Nabi itu lebih utama bagi orang yang beriman daripada diri mereka
sendiri.Pangkal ayat 6.
B. Memahami nilai-nilai kejujuran