Pelaksanaan Fungsi Intermediasi PERKEMBANGAN KEGIATAN USAHA BANK UMUM 1. Perkembangan Aset Bank Umum

Triwulan III 2009 39 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

3.1.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi

Kemampuan bank dalam melaksanaan fungsi intermediasi, yang dapat dilihat dari Loan to Deposit Ratio LDR, menunjukkan terjadinya penurunan. Walaupun masih berada pada kisaran level yang sama, namun penurunan LDR pada triwulan III lebih disebabkan oleh karena pertumbuhan kredit yang mengalami pelambatan. LDR perbankan Bali pada triwulan III-2009 melambat dibandingkan posisi triwulan II-2009 yaitu dari posisi 58,53 menjadi 58,39 lihat Grafik 3.4. Melambatnya LDR pada triwulan III-2009 ini diperkirakan lebih dipengaruhi oleh melambatnya kredit ke sektor riil, sehingga walaupun terdapat kecenderungan penurunan tingkat suku bunga kredit namun kredit belum dapat tumbuh optimal. Selain itu, melambatnya kredit pada triwulan III-2009 diperkirakan dipengaruhi pula oleh peningkatan penilaian perbankan terhadap risiko kredit yang meningkat. Hal ini diperkirakan adanya peningkatan NPL yang mencapai 1 dari 2,03 menjadi 3,05 pada September 2009. Peningkatan penilaian risiko kredit juga disebabkan oleh belum pulihnya perekonomian nasional dan regional seperti yang diharapkan oleh industri perbankan. Lebih jauh dilihat dari kelompok bank penyumbang LDR, masih terdapat kesenjangan yang cukup dalam antara bank pemerintah, swasta dan asing. LDR tertinggi dibentuk oleh bank pemerintah dengan rasio sebesar 72,79, diikuti oleh bank swasta sebesar 40,50 dan bank asing dengan LDR 20,09. Tingginya LDR bank pemerintah mengindikasikan bahwa bank pemerintah lebih mampu melihat peluang ekspansi kredit di daerah, selain alasan luasnya jangkauan dan jaringan kantor bank pemerintah. Sementara itu pada bank swasta dan asing, yang umumnya hanya berkantor di Kota Denpasar kurang Triwulan III 2009 40 mampu bersaing dalam penyaluran kredit, dan disinyalir beberapa bank swasta lebih fokus pada penghimpunan dana. Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Kisaran pencapaian rasio LDR, pada level 58 menjukkan bahwa LDR perbankan di Bali masih cukup rendah, artinya masih terdapat cukup ruang untuk menyalurkan kredit atau melakukan ekspansi kredit. Rendahnya rasio LDR selain disebabkan oleh a permasalahan administratif seperti i keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit pada kantor cabang, ii lokasi kantor debitur yang tidak sama dengan lokasi proyek debitur, khususnya untuk perusahaan perhotelan yang memiliki kantor pusat di luar Bali, sehingga pembiayaan dilakukan di luar Bali; b permasalahan persaingan, baik bersaing dengan holdning company perusahaan yang biasanya melakukan pembiayaan sendiri, bersaing dengan koperasi, lembaga pinjaman daerah LPD dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah khususnya untuk kredit UMKM; c kondisi perekonomian yang sedang lesu; juga disebabkan oleh d karakteristik ekonomi Bali. Karakteristik perekonomian Bali dimana perekonomian sebagian besar digerakkan oleh usaha UMKM, sementara usaha dalam skala besar masih sangat terbatas. Hal ini menyebabkan ekspansi kredit perbankan terkonsentrasi pada kredit golongan UMKM.

3.1.2.1. Penghimpunan Dana

Dana pihak ketiga DPK pada triwulan III – 2009, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 19,14. Sebagian besar DPK berupa penempatan simpanan dalam bentuk tabungan atau sebesar 44,43. Pertumbuhan tahunan tabungan pada triwulan III 2009 meningkat dari 11,68 pada triwulan sebelumnya menjadi 14,68 dengan total sebesar Rp13.936 milyar lihat Grafik 3.5. DPK Triwulan III 2009 41 cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan III 2009 tercatat sebesar 67,33 sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 32,67 lihat Grafik 3.6. Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan September 2009 tumbuh sebesar 13,75 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang. Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan III 2009 menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada September 2009 share masing-masing simpanan berturut-turut adalah 44,43, 32,67, dan 22,90. Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan lihat Grafik 3.6. Pola ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang berbanding terbalik. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Triwulan III 2009 42 Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia

3.1.2.2 Penyaluran Kredit

Walaupun tercatat melambat, pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan III 2009 tercatat cukup besar, yaitu 16,94 melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 18,79 y-o-y. Walaupun perekonomian secara global sedang berada dalam tahap pemulihan, namun gerakan pemulihan yang dianggap cukup lambat oleh perbankan hal ini yang diperkirakan menjadi salah satu penyebab lambatnya penyaluran kredit perbankan. Ekspansi kredit perbankan walaupun melambat karena masih terkendala dengan beberapa hal seperti suku bunga yang dianggap masih tinggi oleh dunia usaha, rasio NPL yang meningkat, dan kondisi perekonomian yang belum stabil, namun kredit meningkat cukup besar. Walaupun masih dipandang cukup tinggi, kecenderungan penurunan suku bunga kredit perbankan juga dipandang mampu mendorong ekspansi kredit. Walaupun pertumbuhannya tidak secepat pertumbuhan DPK, namun pertumbuhan kredit sebesar Triwulan III 2009 43 16,94 menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga lihat Gambar 3.1. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi lihat Gambar 3.11. Dilihat dari pertumbuhannya, kredit konsumsi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan III 2009 mencapai 19,92 dibandingkan dengan kredit investasi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 17,38 dan 13,94 lihat Gambar 3.9. Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan kredit konsumsi sangat dominan di dalam bisnis perbankan di Bali sementara peran kredit investasi mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil. Penyaluran kredit bank umum pada triwulan III 2009 sebesar Rp18.314 miliar meningkat sebesar 16.94 atau Rp 2.654 miliar dibanding posisi periode yang sama tahun sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih cenderung memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik perekonomian Bali yang masing didorong oleh konsusmi, sementara sampai saat ini tidak terdapat industri pengolahan yang dengan skala ekonomi besar yang dapat dibiayai oleh bank. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit konsumsi sedikit lebih besar daripada kredit modal kerja pada penyaluran kredit bank umum di Bali periode September 2009. Penyaluran kredit konsumsi sebesar 42,56 atau sebesar Rp7.795 milyar diikuti dengan kredit modal kerja sebesar 42.11 atau sebesar Rp7.713 milyar, dan kredit investasi 15,32 atau sebesar Rp2.806 milyar. Pola sebaran kredit yang relatif sama setiap tahun menunjukkan bakwa share untuk kredit investasi masih sangat terbatas. Hal ini terjadi karena nilai kedit investasi yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit lain sehingga perubahannya lebih cepat. Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 84,68. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah. Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana yang umumnya jangka pendek. Triwulan III 2009 44 Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor perdagangan, hotel dan restoran PHR. Porsi pembentukan kredit sektor PHR pada posisi September 2009 mengalami peningkatan sementara kredit sektor lain-lain melambat. Porsi kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 7.842 miliar atau 42,82 dari total kredit dan Rp7.269 miliar atau 39,69 dari total kredit. Pola penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan. Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Triwulan III 2009 45 Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Sepetember 2009 yang cukup tinggi, juga diikuti dengan meningkatnya jumlah kredit yang dikualifikasikan dalam non performing loan, rasio non performing loan NPL pada September 2009 sebesar 3,05 tercatat lebih tinggi dari NPL pada triwulan II 2009 sebesar 2,03. Secara nominal, sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 323 milyar dengan atau 57,82 dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 4,45. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 11,81 dengan rasio NPL sebesar 0,84. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai baik negeri maupun swasta sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari kreditur.

3.2. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT BPR