Komoditas tanaman yang ditanam warga di desa ini adalah, kopi, padi, jagung, kacang, cabe, jeruk, bawang merah, buncis, kol dan yang lainya. Dari hasil panen
tanaman tersebut masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka setiap harinya tanpa ada kekurangan. Penampilan tidak menjadi prioritas warga, aktifitas
yang warga desa lakukan setiap harinya hanya digunakan guna memenuhi kebutuhan perekonomian mereka sehari hari seperti pangan, dimana kebanyakan warga untuk
makanan sangat di atur gizinya dengan baik. Keluarga juga menenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka sampai pada jenjang pendidikan SMA, sementara
untuk jenjang perguruan tinggi masih jarang karena keluarga kurang mampu ditambah kemauan anak yang ada di desa Suka meriah sangat kurang untuk
pendidkan ke jenjang yang tinggi. Masyarakat didesa ini lebih banyak mandiri karena modal usaha yang di kelola
masyarakat untuk menggerakkan perekonomian mereka seperti bercocok tanam dilakukan masyarakat tanpa ada bantuan dari orang lain dengan modal usaha sendiri.
4.2.2 Kondisi Sosial Ekonomi Pasca Bencana Alam
Bencana alam meletusnya Gunung Sinabung yang terjadi pada yang tanggal 18 Agustus 2010, banyak mengakibatkan perubahan di desa Suka Meriah terutama
perekonomian dan kehidupan sosial pada masyarakat. Bencana alam menimbulkan ketakutan dan trauma pada warga desa, karena sebelumnya warga tidak pernah ada
yang mengetahui informasi yang terkait dengan keberadaan Gunung Sinabung seperti bagaimana kondisinya, dan apakah gunung tersebut sudah pernah meletus apa belum.
Universitas Sumatera Utara
Terjadinya bencana tersebut warga sudah mengetahui keberadaan Gunung Sinabung, dan sudah paham untuk selalu berjaga-jaga. Pandangan warga dengan keberadaan
Gunung Sinabung saat ini dapat dilihat dari penjelasan informan Cermin br Ginting pr, 50 Thn:
“Deleng sinabung seri kuakap ras bareh naku gunung sinabung seperti Bisul suatu saat pasti akan pecah, nah begitu juga dalam
pikiranku setelah kejadian waktu itu. Sampai sekarang masi bertanya – tanya dalam hatiku, kekmananya nanti kalo Gunung Sinabung ini akan
meletus? pihak pemerintah atau pak camat mengatakan bahwa gunung itu tidak apa-apa karena sudah dipantau oleh BMG, bagai
mana kami bisa tenang setelah di bilang jika daerah kami ini garis merah rawan bencana.
Tidak jauh berbeda ibu Linda br Ginting pr,46 thn mengatakan: “aku gimanapun dibilang orang aman-aman katanya Deleng itu,
takutnya aku, apa lagi kalo kayak ada kudengar suara yang lain ntah aneh, dah gak tenang lagi aku nakku”
Semntara Sukses Sitepu lk,39thn mengatakan: “e......
Jelas saya takut liat gunung itu dek biarpun saya laki-laki,ada saja hujan deras dalam hati saya sudah bertanya, gak gelah nanti ini banjir
lahar dingin, ih apa lagi kalo kudengar pula suara petir dek, kukiranya lalap gunung itu mau meletus”
Dari pendapat tersebut dapat di ketahui bahwa walaupun warga desa saat ini
tetap bertahan melakukan aktifitasnya sehari-hari, mereka sangat ketakutan pasca melihat Gunung Sinabung mengeluarkan semburan api panas dan mengetahui jika
setatus Gunung Sinabung aktif. Terjadinya bencana alam tidak ada mengakibatkan kerusakan fisik pada daerah
rawan bencana, kerusakan yang terjadi akibat lahar panas hanya sampai kaki gunung yang akhirnya mebentuk batuan dan pohon kering semua. Desa Suka Meriah masih
utuh, hal ini mengakibatkan strategi penanggulangan bencana seperti rekontruksi
Universitas Sumatera Utara
dan rehabilitasi tidak ada dilakukan oleh pemerintah daerah. Hanya keadaan fisik Gunung Sinabung yang saat ini mengalami perubahan seperti yang di utarakan bapak
Benta Surbakti lk, 39thn: “Setelah kejadian dulu dek, liatlah gunung itu di atas dah banyak yang
berbentuk batu, terus dah coklat banyak pohon yang mati dulu, selain itu aku sering kudengar malam-malam tah hujan lagi deras belerang
itu terdengar suara lonsornya, asap yang keluar dari mulut gunung itu pun gak sama lagi kayak dulu terusan berubah-ubah, jadi aku sendiri
takut kali lah aku dengan keadaan gunung ini dek”. Perubahan aktivitas yang sering terajdi pada Gunung Sinabung mengakibatkan
PEMKAB KARO bersama dengan petugas BMG sangat ketat memantau keberadaan gunung. PEMKAB KARO sering melakukan mitigasi di desa sekitar kaki Gunung
Sinabung terutama daerah-daerah yang rawan bencana Seperti Suka Meriah. Mitigasi yaitu upaya penanggulangan bencana agar masyarakat tetap waspada dan tau strategi
apa yang dilakukan apabila gunung merapi kembali meletus. Mitigasi yang dilakukan oleh PEMKAB KARO secara perlahan mulai meyakinkan warga untuk
tetap bertahan di daerah tersebut, seperti yang dipaparkan bapak kepala desa A.Ginting lk, 58 th:
“Sekarang ini saya sering pergi ke Kabanjahe melakukan diklat masalah gunung ini, rame disana seluruh kepla desa yang ada di
sekitar kaki gunung Sinabung, selain itu kami ada diberi HT alat komunikasi yang dikasi dari kantor bupati agar bisa berkomunikasi
antara pemerintah daerah dan berbagi informasi terkait perkembangan gunung dari tim pematau gunung kita di Simpang
Empat, jadi dengan pelatihan-pelatihan penanggulangan bencana sedikit membantu kami untuk mengurangi ketakutan warga”.
Dari pemaparan bapak kepala desa tersebut diketahui bahwa saat ini pemerintah
sangat ketat memantau aktivitas Gunung Sinabung yang telah di tetapkan setatusnya menjadi “WASPADA”. Tindakan PEMKAB Karo yang selalu melakukan pertemuan
Universitas Sumatera Utara
dengan perangkat pemerintah daerah dan pembagian HT mengakibatkan solidaritas dan kebersamaan semakin erat antara pemerintah daerah baik kepala desa ataupun
camat. Saat ini telah terbentuk arisan antara seluruh kepala desa yang berada di bawah kaki Gunung Sinabung yang sebelumnya tidak ada. Arisan tersebut selain
mampu meningkatkan solidaritas mereka juga bermanfaat untuk bermusyawarah terkait perkembangan masing-masing desa pasca bencana alam meletusnya Gunung
Sinabung. Masyarakat suka meriah yang mempunyai pekerjaan pokok bertani tanpa ada
pekerjaan tambahan. Kondisi pekerjaan yang hanya sejenis tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakatnya karena secara keseluruhan
tergantung pada lingkungan alam. Terjadinya perubahan pada lingkungan mereka berdampak dalam kehidupan perekonomian mereka karena Pola kehidupan
masyarakat mayoritas pada taraf mempertahakan kelangsungan hidup yaitu guna kebutuhan hidup sehari-hari. Meletusnya Gunung Sinabung mengakibatkan banyak
produksi pertanian warga yang gagal panen dan beberapa lahan warga terkena lahar dingin sehingga tidak bisa di manfaatkan lagi, selain itu bencana tersebut juga
mengakibatkan masyarakat kehilangan modal usaha karena terlalu lama mengungsi. Warga desa Suka Meriah yang kehilangan modal usaha harus bekerja tanpa modal
dan berdampak pada penghasilan mereka yang tidak menentu membuat kehidupan serasa berat. Kerugian warga akibat bencana alam Gunung Sinabung dapat dilihat
dari pemaparan informan seperti yang di utarakan ibu Linda br Ginting pr, 45 thn: “Kalau kerugian waktu gunung meletus nak, itu tanaman saya gagal
panen cabe saya 2000 batang, jika ditaksir ada kira-kira 10 juta, sekarang sudah pening kepala saya ntah dari mana ambil uang,
Universitas Sumatera Utara
makanan pun sekarang beras bulog lah terus, anak saya yang sekolah saya suruh untuk berhenti sekolah tapi tidak mau, jadi sekarang dia
sekolah sekalian jadi babu oranglah di medan itu nak”
Tidak jauh beda dengan ibu Nirwana br Meliala pr,49 thn mengalami kerugian yang sangat besar pasca bencana alam mengatakan:
“Kalok kerugian saya waktu kejadian itu nak, itu jeruk saya ada 40 batang mati karena kena lahar dingin pas berbuah pulak itu, kalo di
tafsir 45juta ada saya rugi dari jeruk saja, sekarang terasa kali lah susah dapatkan uang.
Sementara bapak Benta Surbakti lk,39thn mengatakan: “kerugian saya waktu sinabung banyak nak gak bisa saya tapsirkan
bayangkan saja, ayam banyak yang hilang diladang 50 ekor, cabe dan tomat saya lagi, makanya sekarang ini setres kali saya nak, tah
dari manapun ambil uang”.
Dari pemaparan informan tersebut dapat diketahui bahwa bencana alam gunung sinabung mengakibatkan kerugian yang sangat besar pada masyarakat karena semua
warga desa mengeluh dengan keberadaan ekonomi mereka yang serba sulit hingga pada saat ini. Sulitnya warga dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari
mengakibatkan terjadinya perubahan strategi pemenuhan kebutuhan hidup agar bisa bertahan hidup.
Keberadaan masyarakat yang sangat sulit pada saat ini tidak memengaruhi kepercayaan mereka karena dengan keberadaan gunung tersebut masyarakat Suka
Meriah hanya percaya kepada Tuhan, mereka tidak percaya pada hal-hal mistik atau kepercayaan lain seperti yang yang ada di Yogyakarta dengan kepercayaan warga
bahwa mbah marijan sebagai juru kunci gunung. Masyarakat kebanyakan pasrah dengan kondisi mereka karena jika pindah mereka tidak punya modal usaha, lahan
dan merasa lebih nyaman tinggal di desa mereka karena harta benda mereka berada di sana. Dari beberapa pendapat informan kebanyakan warga iri dengan warga desa
Universitas Sumatera Utara
yang telah pindah keluar dari desa tersebut karena ada yang menampung mereka, sementara ada juga warga yang merasa warga desa yang pindah tersebut bodoh
karena merasa lebihnyaman tinggal di desa mereka.
4.2.3 Pola adaptasi sosial ekonomi masyarakat 4.2.3.1 Pola adaptasi ekonomi masyarakat pasca bencana alam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari
Terjadinya bencana alam yang mengakibatkan banyak warga desa yang kehilangan modal usaha sehingga sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Manusia hidup tidak lepas dari memenuhi kebutuhan pangan, karena manusia hidup juga harus makan. Manusia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan alam yang
mengalami perubahan agar bisa bertahan hidup. Menurut Suparlan Suparlan,1993:20 adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah suatu proses untuk
memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Salah satu syarat dasar tersebut adalah sayarat dasar alamiah yang sangat perlu perlu guna
melangsungkan kehidupan. Masyarakat Suka Meriah harus mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari hari berupa makan dan minum guna mempertahankan hidup.
Hal yang dilakukan warga Suka Meriah guna melangsungkan hidup seperti yang di paparkan oleh kepala desa bapak A. Ginting lk, 58 thn:
“warga di desa ini memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengandalakan beras bulog, stok beras bulog di desa ini di tambahi
oleh pemerintah pasca bencana alam Gunung Sinabung jadi semua warga desa sini makan beras Bulog”
Universitas Sumatera Utara
Semementara ibu sulatri pr, 33 thn mengatakan: “Kalo kami dek, waktu bencana dulu kami jual lembu kami, harga
yang sangat murah, uang itulah kami gunakan untuk melangsungkan hidup sampai sekarang, makan beras bulog lah kami di sini, kalo beras
bagus kan cuman sebentarnya tahan uang itu, gak pun enak makan lah itu dari pada kelaparan.
Lain halnya dengan yang dikemukakan bapak Markus Sembiring lk,50thn: “untuk keperluan makan, menjadi aronlah saya keladang orang buruh
harian lepas, uangnya itulah beli beras bulog, kalo ikan sekali-kali saja, sayurnya ntah apapun itu dari ladang yang ada itulah
dimasakkan istri saya, begitulah setipa harinya saya nak sampai sekarang”
Sementara ibu Linda br Ginitng pr, 46thn memaparkan: “Saya nak, meminjam uang keluarga dulu pertama-pertamanya, tapi
kan gak terus-terusan keluargaku itu kasi uangnya dipinjam, jadi kerja keladang oranglah saya ganti tenaga sama orang, uang itulah
dibelikan beras bulog, kalo ikan gak ada trus sayurnya daun ubi tah daun-daun apa yang bisa di sayur itulah dimasak nak”
Lain halnya dengan yang dipaparkan ibu cermin Gintingpr, 40 thn : “kalo pertama dulu kami disini masih dapat bantuan dari pemerintah
berupa makanan, setelah itu saya ngambil biji kopi orang yang jatuh di ladang lah nak biar bisa makan, pasang raihan sama orang terus
kerja lagi keladang orang, gitulah saya sampai sekarang”
Dari penjelasan beberapa informan dapat diketahui bahwa, terjadinya bencana alam Gunung Sinabung membuat masyarakat kewalahan dalam memenuhi kebutuhan
hidup mereka sehari-hari. Hal yang di lakukan oleh masyarakat guna mempertahankan hidup adalah dengan mengandalkan bantuan dan beras bulog yang
diberikan pemerintah. Bantuan pangan yang di terima warga dari pemerintah pasca bencana alam hanya 1 sampai 2 kali saja mengakibatkan secara perlahan warga mulai
menjadi buruh harian lepas BHL untuk mempertahankan hidup hingga saat ini. Hal ini terjadi karena warga desa tidak memiliki keterampilan tersendiri dan kurang
kreatif dimana Sumber daya Manusianya Kurang. Warga desa lebih banyak menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan secara berlahan-lahan kembali
Universitas Sumatera Utara
berusaha untuk mengolah lahan pertanian mereka seperti sebelumnya walaupun masih ada ketakutan. Dari strategi yang dilakukan warga desa guna memenuhi
kebutuhan hidup mereka dapat dikatakan warga desa Suka Meriah pasif, karena hanya mengandalkan keberadaan alam guna memenuhi kebutuhan hidup.
Mayoritas pekerjaan masyarakat Suka Meriah adalah ke ladang dimana penghasilanya tidak bisa di hitung setiap bulanya, mengingat panen tidaklah setiap
bulanya. Sebagai petani warga desa sangat susah untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik, hal ini berkaitan dengan kondisi tanah, alam yang kadang tidak
mendukung sehingga hasil panen yang di hasilkan kadang tidak sesuai dengan harapan, dan juga mengenai harga pasar yang tidak menentu.
Dari hasil wawancara dengan informan mengatakan bahwa untuk menghitung penghasilan perbulan itu merupakan hal yang tidak dapat di hitung, mengingat hasil
dari ladang yang tidak menentu dan tidak dihasilkan tiap bulanya. Seperti yang di utarakan oleh informan C br Ginting pr, 50 thn:
“Pengasilan saya sebelum meletus gunung itu adanya kira-kira satu 1.200.000 setiap bulan, tapi sekarang tidak ada lagi seperti itu, kira-
kira 40.000per hari itupun gak menentu, soalnya gak ada setiap hari tempat aron.
Lain hanya dengan yang dikemukakan oleh B Surbakti lk,39 thn: “Sebelum dulu gunung itu meletus satu hari bisa pengasilan dari
warung saya ini 400.000 per hari, sementara sekarang cuman 200.000 saya dapat setiap harinya itupun tidak tentu-tentu itu makanya udah
lebih sering saya keladang dari pada buka kedai”.
Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan inforan yang lainya, rata- rata jika ditanya dengan masalah pendapatan informan langung banyak yang
mengeluh dengan perubahan pendapatan mereka sebelum dan setelah gunung
Universitas Sumatera Utara
sinabung meletus, karena jika di tafsirkan oleh informan hanya 40.000hari dan bekerja bukan setiap harinya hanya 2 kali atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini
disebabkan karena lahan pertanian yang dikelola juga sedikit dan uang warga juga tidak ada. Sementara disisi lain banyak anak sekolah yang saat ini juga sudah menjadi
tenaga upahan ke ladang orang seperti yang di kemukakan oleh bapak Markus Sembiring lk,50 thn:
“Anak saya biaya sekolahnya sekarang ini dia yang menanggung, kerja dia keladang kepala sekolahnya setiap pulang sekolah,
bagaimanalah istri saya pun sakit-sakitan, kalok enggak ntah dah henti pun anak saya itu sekolah, baik pula anak saya ini mau kerja”.
Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi masyarakat desa Suka Meriah mengalami perubahan ke arah yang lebih buruk, kesejahteraan masyarakat berkurang, dan tingkat
kemiskinan semakin tinggi karena warga desa merasa sudah sulit memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari terutama dalam mencari uang saat ini.
4.2.3.2 Modal Sosial Human Capital berupa keterampilan sebagai faktor pelengkap guna memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari masyarakat
Rusaknya lahan pertanian akibat abu vulkanik yang berdampak pada gagal panen mengakibatkan masyarakat desa kehilangan modal usaha. Human capital
merupakan merupakan suatu modal sosial pada manusia berupa pengetahuan, pendidikan, keahlian atau keterampilan yang dimiliki manusia. Modal Sosial
merupakan strategi yang paling mudah dilakukan masyarakat agar bisa bertahan hidup terutama daerah-daerah yang terkena atau rawan bencana atau daerah yang sulit
untuk mengandalkan lingkungan alam guna memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Universitas Sumatera Utara
Didesa Suka Meriah hanya beberpa warga yang memiliki keterampilan sementara warga yang mengandalakan dari pendidikan sangat kurang karena
kebanyakan warga tergantung pada lingkungan alam dengan mengandalkan lahan pertanian. Keterampilan yang dimiliki warga desa Suka Meriah guna
mempertahankan hidup dapat di lihat dari pemaparan informan : Markus Sembiring lk, 50 thn:
“Dulu sebelum gunung meletus aktivitas saya sehari-harinya keladang, menanam kentang, cabe, toma, kol. Ketika dulu gunung
meletus kentang saya sangat lebar yang gagal panen, buahnya kecil- kecil dan tidak ada harga jual padahal banyak kali dulu uang saya
mati disitu buat modal, jadi karna gunung meletus saya kehilangan modal terpaksalah saya menganyam banbu saat ini untuk makan
sehari-hari, dari keranjang bisa juga dapat uangnya 45 ribu perhari jadi hasil keranjang ini sedikit membantu perekonomian kami.Selain
itu sekarang-sekarang ini saya sudah mulai berani lagi bertani walaupun masih lebih besar rasa ketakutan saya, apa lagi istri saya
sakit parah harus pintarlah cari uang sambil-sambilan
Lain hanya dengan pemaparan bapak Sudirman Sembiring lk 47 thn: “ Saya selain keladang dulu saya juga mengambil air aren kerja saya
setiap hari, tapi karna bencana dulu air aren ini sudah kurang, sementara anak saya sekolah. Menganyam bambulah saya sekarang
ini, hasil keranjang ini lumayan bisa lah membantu utuk beli-beli beras. Kalo nggak bagaimana mau makan nak, anak saya biaya
sekolahnya aja susah carinya sekarang”.
Dari pemaparan warga tersebut dapat dilihat bahwa human capital yang ada di desa ini di manfaatkan hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari. Didesa ini hanya beberapa warga saja yang memiliki human capital sementara masyarakat lainya hanya mengandalkan tenaga bekerja keladang orang dan memulai
berusaha untuk bercocok tanam.
Universitas Sumatera Utara
Semntara modal Sosial lainya yang dimiliki warga adalah berupa jejaring sosial. Banyak warga suka meriah yang melakukan pinajman kepada sanak saudara mereka
yang tidak terkena bencana guna mempertahankan hidup.
4.2.3.3 Pola adaptasi sosial masyarakat pasca bencana alam
Bencana alam yang melanda Suka Meriah membawa pengaruh yang sangat besar pada masyarakatnya, untuk memulihkan kembali perekonomian keluarga
mereka, setiap warga masyarakat harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat tinggal mereka yang saat ini merupakan desa rawan
bencana dan berada di garis merah rawan bencana alam. Suparlan Suparlan,1993:20 juga mengatakan adaptasi itu sendiri pada
hakekatnya adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan. Salah satu strategi yang dilakukan masyarakat guna
menyesuaikan diri dengan lingkunganya adalah hubungan sosial. Hubungan sosial yang terjadi meliputi interaksi atau hubungan kekeluargaan dengan berbagai individu-
individu yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari masyarakat. Menurut bapak kepala desa A. Ginting lk, 58 tahun mengatakan sebagai berikut:
“Hubungan sosial antar warga di desa ini terjalin dengan baik antar suku ataupun umat beragama yang berbeda, tidak pernah saya
mendengar ada perkelahian antar warga desa ini, semuanya rukun- rukun saja mulai dari dulu, jadi tidak ada strategi yang kami lakukan.
Sementara menurut ibu Nirwana Meliala pr, 49 thn: “ Hubungan sosial dan kekeluargaan disini tidak ada pandangan,
bagus, saya tidak ada teman saya berantam di desa ini, siapa saja
Universitas Sumatera Utara
kawan saya, jadi kalo kita disini baik-baik saja pasti saling mebantulah dalam keadaan apapun kami”
Tidak jauh beda dengan yang dikemukakan bapak Sudirman Sembiring lk, 46 tahun:
“ Hubungan sosial sampai saat ini bagus, karena ada tutur dalam karo ini, begitu juga antara umat beragama masih terjalin dengan baik
tidak ada perbedaan diatara kami dalam kampung ini, bahkan makin kuat apalagi pasca bencan Gunung Sinabung”
Dari beberapa pemaparan informan tersebut diketahui bahwa hubungan sosial yang terjalin antar warga desa masih terjalin dengan sangat baik antara suku dan
agama yang berbeda karena solidaritas masyarakat dan kebersamaan masih terjalin. Selain itu sikap gotong royong antara warga masih terjalin, bahkan sedikit bergeser
kearah yang lebih baik, jika dibandingkan sebelumnya. Sementara ikatan sosial yang ada pada warga desa ini seperti perkumpulan
gereja, STM Serikat Tolong Menolong dan arisan tidak berjalan dengan baik lagi karena warga Suka Meriah lebih fokus guna memenuhi kebutuhan ekonomi atau
nilai ekonomi sehingga peran sosial tidak berjalan karena warga lelah bekerja seharian jadi tidak ada lagi memikirkan hal sedemikian rupa. Sementara hubungan
sosial warga seperti kepercayaan dengan warga lainya secara perlahan berkurang, banyak warga desa yang saat ini tidak dipercaya jika meminjam uang. Hilangnya
kepercayaan orang lain untuk memberi pinjaman kepada warga Suka Meriah mengingat kondisi perekonomian desa mereka yang saat ini sulit untuk
menghasilkan uang dengan berkurangnya hasil produksi garapan mereka.
Universitas Sumatera Utara
4.3 Pergeseran Strategi Pemenuhan Kebutuhan Hidup